Masalah Perbedaan Akses Analisis Pemanfaatan Pengetahuan Ekologi Lokal Dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (Kkpd) Pesisir Timur Pulau Weh (Ptpw) Sabang

Ekowisata salah satu bentuk wisata yang dianggap berkelanjutan dan berbeda dengan model pariwisata massal. Lin et al 2005 menyebutkan bahwa ekowisata telah diidentifikasi sebagai bentuk pariwisata yang berkelanjutan diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk konservasi dan pembangunan. Ekowisata ecotourism berasal dari dua suku kata, yaitu eco dan tourism. Eco merupakan kependekan dari kata ecology ekologi dan tourism diartikan sebagai orang yang melakukan perjalanan, maka ekowisata adalah orang yang melakukan perjalanan dan peduli terhadap kondisi ekologi atau lingkungan. Kawasan ekowisata terkadang dihuni penduduk lokal yang memiliki kehidupan sosial dan budaya sehingga dalam perkembanganya orang yang terlibat dalam kegiatan ekowisata dituntut peduli terhadap kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Masyarakat Ekowisata Internasional The International Ecotourism Society dalam defenisinya mengenai ekowisata memberikan dua poin utama yaitu perjalanan yang bertanggung jawab dalam melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Ekowisata adalah bagian dari kegiatan minat khusus special interest tourism merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumber daya pariwisata Damanik dan Weber 2006. Selain adanya konsep pelestarian lingkungan kegiatan ekowisata mendukung kemajuan perekonomian sebagaimana yang dinyatakan Lei dan Zhang 2011 bahwa ekowisata mendukung kelestarian lingkungan serta menghasilkan peluang ekonomi tambahan ini menekankan manfaat bagi masyarakat setempat dan menunjukkan bahwa keterlibatan warga penting bagi pengelolaan pariwisata yang efektif. Menurut Alikodra 2012 konsep ekoturisme bertumpu pada empat hal penting bagi keberlanjutan pembangunan, yaitu : 1. Penyelamatan fungsi-fungsi ekosistem sehingga kehati dapat dipertahankan. 2. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarkat. 3. Melindungi dan melestarikan keanekaragaman budaya masyarakatnya. 4. Meningkatkan sumber-sumber devisa negara. Pengelolalan ekowisata sejak lahir hingga mati from cradle to the grave harus berjalan sesuai kerangka konservasi lingkungan enviromentally sustainable way . Gambar berikut menjelasakan mengenai keterkaitan antara masyarakta lokal, aktivitas wisata dan keanekaragaman hayati. Gambar 3 Paradigma ekowisata yang berhasil ada keterkaitan antara manusia, sumber daya dan aktivitas wisata serta saling berkontribusi secara positif Sumber: Diadopsi dari Wall dan Ross 1999 Ekowisata berkaitan erat dengan pembangunan wilayah, karena kondisi geografis wilayah merupakan determinant penting dalam kegiatan ekowisata. Tidak ada wilayah yang benar-benar sama secara fisik atau sosial hal ini berarti bahwa setiap wilayah pada dasarnya unik. Keanekaragaman hayati setempat biodeversity regional, dimana masing-masing wilayah berdasarkan batasan geografi dari komunitas masyarakat dan sistem ekologi, akan memiliki kekayaan hayati yang spesifik, Miller 1989, 1996 dalam Sugandhy 2009. Meskipun demikian tidak semua wilayah layak menjadi daerah tujuan wisata. Terdapat unsur dasar yang saling terkait, dan harus terpenuhi sehingga sebuah wilayah mempunyai daya tarik bagi wisatawan. Promosi, transportasi, akomodasi, kondisi objek dan atraksi wisata secara kesuluruhan harus tersedia, dapat diakses dengan mudah dan murah. Semua infrastruktur tersebut berperan sebagai daya tarik wilayah. Daya tarik wilayah menjadi penentu wisatawan untuk datang berkunjung kesuatu wilayah. Gambar 4 menunjukkan bagaimana perjalanan dan wisata berdampak luas bagi perekonomian. Aktivitas wisata berdampak bagi perkeonomian wilayah melalui beberapa variabel baik secara langsung maupun tidak yang kemudian menginduksi jenis usaha terkait yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat GDP dan tenaga kerja dalam suatu wilayah. Persis, disinilah kemudian ekowisata dapat digunakan sebagai pendorong kemajuan bagi suatu wilayah karena kertekaitanya dengan banyak hal seperti aktor, sektor dalam wilayah internal juga wilayah-wilayah lain yang hubunganya dapat saling menguatkan untuk tumbuh bersama mendorong sektor-sektor penting dan menekan perkembangan industri ekstraktif yang tebrukti banyak merusak sistem alamiah alam terutama untuk daerah konservasi dan ruang hidup masyarakat lokal. Gambar 4 Kontribusi Perjalanan dan Pariwisata Terhadap Perekonomian Sumber: Diadopsi dari WTTC, 2014 Konservasi dan Pembangunan Wilayah Berkelanjutan Indonesia merupakan negara yang telah lama terlibat dalam pembahasan mengenai keterkaitan antara pembangunan berkelanjutan dan lingkungan sosial, baik sebagai pihak penyelenggara yang ikut penandatanganan maupun sebagai pendukung berbagai kesepakatan internasioanl di bidang lingkungan. Seperti kesepakatan yang lahir dari United Nation Conference on Human Environment di Stockholom pada tahun 1972, kemudian Population Conference 1974, 1984 dan 1994, serta United Nations Conference on Environment and Development UNCED di Rio De Jenairo. Kesepakatan tingkat dunia mengenai pembangunan keberlanjutan seluruhnya menekankan pentingnya keterkaitan antara kependudukan sumber daya dan lingkungan serta perlunya memperhatikan keberlangsungan keterkaitan antara manusia, sumber daya dan pembangunan. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, saling mendukung dalam proses keberlanjutan kehidupan. Pandangan antroposentrik yang menganggap alam sebagai objek -keberadaanya dianggap sebagai alat untuk pemenuhan kebutuhan manusia- sudah tidak relevan lagi sebab alam dan manusia merupakan suatu kesatuan dan ada hubungan fenomenologi DIRECT Travel Tourism Contribution COMODITIES Accommodation Transportation Entertainment Attraction INDUSTRIES Accomodation Service Food beverage service Cultural, sports recreational service SOURCE OF SPENDING Residents domestic TT spending Businesses domestic travel spending Visitor export Individual government TT spending INDIRECT TravelTourism Contribution TT investment Govermment collective TT spending Impact of purchase from suppliers INDUCED Contribution spending of direct indirect employees Food beverages Recration Clothing Housing Household goods TOTAL Travel Tourism contribution To GDP To Employment diantara keduanya 8 . Namun kehendak manusia untuk menguasai dan menaklukan menyebabkan alam dikelolah secara tidak adil, sehingga menimbulkan berbagai macam kerusakan lingkungan. Selama ini pandangan terhadap alam sangat didominasi oleh etika antroposentrisme 9 menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan terhadap ekosistem. Maka lahirlah pandangan lain dalam melihat lingkungan yakni berdasarkan pada etika eco-centrism sebuah cara pandang yang mencoba melihat alam untuk menjamin terjadinya keberlangsungan dan keberlanjutan ekosistem. Lebih jauh Purba 2005 menjelaskan prinsip utama pembangunan adalah keadilan antar generasi 1 intergenerational equity, prinsip keadilan dalam satu generasi, 2 intragenrational equity, merupakan prinsip yang berbicara tentang keadilan diantara satu atau sesama single generasi, 3 Prinsip pencegahan dini yang mengandung suatu pengertian apabila terdapat ancaman adanya kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan irreversibel tidak ada alasan untuk menunda upaya-upaya mencegah kerusakan lingkungan tersebut, 4 prinsip perlindungan keanekaragaman hayati biodiversity conservation dan 5 internalisasi biaya-biaya lingkungan dan mekanisme insentif, pentingnya penekanan prinsip ini berangkat dari suatu keadaan dimana penggunaan sumber daya alam merupakan kecendrungan atau reaksi dari dorongan pasar. Pengembangan ekowisata di wilayah konservasi salah satu upaya menggabungkan antara eco-humanism dan eco-enviromentalism agar manusia dan alam saling mendukung untuk keberlanjutan. Konservasi salah satu cara untuk melakukan pemulihan dan melindungi alam dari kerusakan. IUCN, UNEF, WWF, 1991 dalam Alikodra 2012 konservasi didefinisikan sebagai kegiatan untuk mempertahankan kapasistas bumi, dan pembangunan ditujukan agar manusia dimana saja mendapatkan kebahagiaan secara berkelanjutan, kesehatan, dan terpenuhinya kecukupan hidup. Lebih lanjut Alikodra 2012 berdasarkan pada dokumen KMNLH 1994, IUCN, UNEF, WWF 1991 menjelaskan mengenai konservasi sebagai upaya pengelolaan Sumber Daya Alam SDA yang menjamin beberapa hal berikut : 1. Perlindungan terhadap keberlangsungan proses-proses ekologis dan sistem peyangga kehidupan. 2. Pengawetan SDA termkasud kehati. 3. Pemanfaatan secara lestari SDA dan lingkunganya. Pembangunan berkelanjutan semakin penting ditengah peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas manusia yang semakin dinamis. Kondisi tersebut menuntut penggunaan ruang yang semakin tinggi. Sementara Jumlah ruang luas bumi tidak mengalami peningkatan sehingga diperlukan sebuah regulasi untuk menjaga keseimbangan dan memastikan terwujudnya pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Gagasan eco-centrism kemudian coba diterapkan dalam pembangunan wilayah dengan mengadopsi prinsip biodiversity conservation. Sehingga dibuat sebuah regulasi terkait pemanfaatan ruang diantaranya penetapan kawasan konservasi. Kawasan konservasi berarti sebuah kawasan yang dilindungi protected area. 8 Mengenai ekonofenomonologi dapat dibaca lebih jauh dalam buku “ ekofenomenologi mengurai disekulibrium relasi manusia dan alam” Saras Dewi, 2015. 9 Etika antroposentrisme merupakan perspektif yang menyatakan manusia adalah pusat atau ukuran sentral dari segala- galanya dan alam hanya sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Wilayah merupakan ruang hidup tempat seluruh aktivitas manusia berlangsung, segala aspek kehidupan manusia harus memperhatikan keberlanjutan pembangunan wilayah, ketika pola hidup atau aktivitas manusia mengalami perubahan maka secara langsung atau tidak ruang akan mengalami perubahan baik secara fisik ataupun perubahan fungsi, begitupula sebaliknya berubahnya sebuah kawasan atau ruang secara langsung ataupun tidak akan berdampak terhadap perubahan sosial masyarakat. Adisasmita 2010 menyatakan bahwa pengembangan kawasan harus juga dihubungkan dengan perubahan-perubahan dalam landscape ekonomi. Dalam proses pertumbuhan ekonomi akan terjadi pergeseran dalam permintaan, akan ditemukan sumberdaya baru, terjadi perbaikan sistem transportasi, penurunan biaya produksi dan sebagainya. Peristiwa ini akan mendorong para wiraswasta dan pengusaha industrinya dan mungkin mendorong untuk mengadakan relokasi. Jadi dapat dikatakan bahwa landscape ekonomi itu merupakan akibat dari pertumbuhan ekonomi. Selain pertumbuhan suatu kawasan tergantung pada alokasi sumber daya dalam tata ruang pada suatu waktu tertentu, oleh karena itu hal ini dapat dipengaruhi oleh pengambilan keputusan dalam hal lokasi individual, maka jelaslah bahwa teori pertumbuhan kawasan itu harus memperhatikan analisis lanskep ekonomi. Pembangunan berkelanjutan tidak bisa dilepaskan dengan pemanfaatan ruang wilayah beserta potensi sumberdaya yang ada bagi tujuan pembangunan manusia atau masyarakatanya itu sendiri, Sugandhy et al 2009. Bioregional development Plan atau model pembangunan daerah berwawasan keanekaragaman hayati setempat, salah satu cara ber’alih dari model pembangunan konservatif menuju pembangunan yang mendukung upaya konservasi. Pembangunan wilayah berdasarkan pengetahuan bioregion disebut ekoregion. UU RI No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengartikan ekoregion sebagai wilayah geografis yang memiliki kesamaan manusia, iklim, tanah, air, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integrasi sistem alam dan lingkungan hidup. Environmental Service Based dan Ekowisata Layanan lingkungan Environmental service merupakan kemampuan alam secara alamiah menyediakan atau memberikan pelayanan untuk kehidupan dan keberlangsungan hidup yang berkualitas. Disadari atau tidak alam selama ini menjalankan peranya secara langsung untuk menghadirkan kehidupan yang berkualitas melalui penyediaan kebutuhan yang paling esensial bagi keberlangsungan seluruh makhluk hidup berupa, ketersedian air, tanah yang subur, hutan yang kaya, udara yang bersih landscape alam yang indah, secara keseluruhan semua ini karena alam bekerja menyediakan pelayanan sehingga mahluk hidup terutama manusia dapat menikmati kehidupan yang nyaman. Namun dalam berbagai aktivitas ekonomi yang dilakukan seringkali peranan penting alam dan lingkungan diabaikan oleh mansuia terutama dalam perhitungan dan model-model ekonomi. Maka dalam beberapa dekade terkahir pelayanan yang dihadirkan oleh alam kemudian menjadi bagian yang diperhitungkan untuk mendorong kesadaran akan peran dan fungsi alamiah lingkungan agar manusia turut serta menjaga dan merawat alam sekitar. Meskipun harga atau angka yang diperoleh tentu tidak akan pernah setara dengan nilai dari pelayanan yang diberikan oleh alam namun ini salah satu cara untuk mencegah degradasi yang lebih besar dengan menunjukkan nilai ekonomis dari pelayanan lingkungan. Proses pembangunan harus menjaga agar ekoregion tidak mengalami perubahan sistem hidup lingkungan dan sosial. Enviromental service based merupakan sebuah paradigma baru membangun wilayah yang berkelanjutan melalui usaha konservasi atau ekowisata, melalui dua hal utama yaitu mendorong terjadinya aktivitas ekonomi namun alam tidak terdegradasi. Nilai sumberdaya bukan hanya dihitung berdasarkan nilai pasar tetapi juga berdasarkan pendekatan ekonomi non-pasar non-use value, persis disinilah bagaimana ekowisata merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan melalui peranya yang mampu menciptakan nilai ekonomi berdasarkan pasar dan non pasar. Nilai ekonomi non use value dapat digali dari stakeholder antara lain masyarakat lokal sekeliling TN, penduduk kota, atau pengunjung asing, bahkan pihak yang tidak langsung terkait dengan sumberdaya, Nugroho 2011. Melalui konsep non use value nilai dari pemanfaatan sumber daya alam tidak harus dalam bentuk produksi barang atau produk yang kemudian menghasilkan nilai ekonomi. Pengelolaan wilayah konservasi melalui penyelengaraan ekowisata dapat memberikan nilai ekonomi melalui jasa lingkungan. Ekowisata, dan diversifikasi ekonomi cara yang paling umum diterapkan di dunia ketiga sebagai sarana untuk melindungi ekosistem, melestarikan budaya lokal, dan memacu pembangunan ekonomi... Che 2006, oleh sebab itu dianggap dapat mendorong peningkatan ekonomi leverage effect dan melindungi ekosistem sekitar. Konsep Livelihood Pengangguran dan kemiskinan persoalan utama dalam pembangunan. Kemiskinan merupakan persoalan yang terjadi secara struktural di mana kondisi masyarakat menjadi rentan economic insecurity ketika terjadi ketidakpastian atau krisis yang berdampak terhadap struktur nafkah rumahtangga, sehingga seringkali sulit atau lamban dalam proses memulihkan diri to recover akibat keterbatasan modal yang dapat direkayasa dalam rangka melakukan proses adaptasi atas perubahan yang terjadi. Konsep nafkah livelihood sering digunakan dalam riset-riset terkait dengan isu pembangunan dan kemiskinan terkhusus di wilayah perdesaan atau pesisir. Livelihood stratgey tidak cukup hanya dimaknai sebagai cara hidup means of living, karena dalam konsep yang lebih luas mencakup banyak hal seperti strategi dan aksi yang dilakukan rumahtangga dalam upaya bertahan hidup, meningkatkan kualitas hidup dengan memanfaatkan infrastruktur dan struktur sosial, ekonomi dan budaya yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Ellis 2000 mengkonseptualisasikan nafkah sebagai asset, akses terhadap asset dan aktivitas yang dikembangkan oleh seseorang maupun rumahtangga, dengan mediasi dari lembaga dan hubungan sosial untuk mencapai derajat kehidupan tertentu. Strategi nafkah pada dasarnya dilakukan oleh individu namun dalam pengukuranya dilihat dalam tataran rumahtangga. Strategi nafkah yang dilakukan rumahtangga akan berbeda ketika kondisi normal dan kondisi krisis. Strategi nafkah yang dilakukan sangat ditentukan oleh sumber daya atau modal yang dimiliki. Ellis 2000 menjelaskan mengenai lima konsep modal yang dapat direkayasa oleh rumahtangga dalam mengatur strategi nafkah yaitu sebagai berikut : a. Modal alam Natural Capital Modal yang berasal dari alam dan terkait dengan proses-proses alamiah, seperti kondisi tanah, air, udara, siklus hidrologi, seascape, landscape dan lain sebagainya. b. Modal Ekonomi Economic Financial Capital Modal finanasial didasarkan pada kepemilikan asset uang atau materi lainnya yang mempunyai nilai yang sama. Selain kepemilikan, modal finansial dapat dilihat dari segi akses terhadap modal tersebut berupa kemudahan memperoleh pinjaman, atau tabungan yang dapat segera dicairkan sebagai alat tukar jika dibutuhkan oleh rumahtangga. c. Modal Sumberdaya Manusia Human Capital Modal ini terkait dengan aspek manusia berupa kuantitas maupun kualitas sumber daya manusia dalam suatu rumahtangga, seperti tingkat pendidikanpengetahuan, keterampilan, kesehatan dan lain sebagainya. d. Modal Sosial Social Capital Modal ini terkait dengan sumberdaya sosial yang bermanfaat dalam proses pencarian nafkah seperti hubungan sosial, tingkat kepercayaan, norma, jaringan dan lain-lain. e. Modal Fisik Physical Capital Modal ini diukur dari asset berupa barang, tekhnologi, infrastruktur yang dapat menunjang proses strategi nafkah. Semakin besar modal rumahtangga semakin baik. Selain itu Ellis juga membagi kedalam tiga jenis sumber pendapatan nafkah rumahtangga yang terdiri dari: 1. Pendapatan yang berasal dari on-farm Merupakan strategi nafkah yang berasal dari hasil pertanian dalam arti luas pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan lain sebagainya. 2. Pendapatan yang berasal dari off-farm. Berupa upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil, harvest share system , kontrak upah tenaga kerja, non-upah dan lain-lain. 3. Pendapatan yang berasal non-farm Sumber pendapatan yang berasal dari luar kegiatan pertanian yang dibagi menjadi lima, yaitu: upah tenaga kerja perdesaan bukan pertanian, usaha sendiri diluar kegiatan pertanian, pendapatan dari hak milik misalnya: sewa, kiriman dari buruh migran yang pergi ke kota, dan kiriman dari buruh migran yang pergi ke luar negri. Rumahtangga merancang dan menentukan strategi nafkah berdasarkan pilihan rasional atas kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilakukan berdasarkan sumber daya yang tersedia. Teori pilihan rasional memberi perhatian pada konteks sosial yang mempengaruhi pilihan tindakan aktor dalam hubungan pertukaran, Turner 1998. Sebagai contoh Iqbal 2004 menyatakan bahwa tidak hanya strategi produksi ekonomi yang dilakukan oleh rumahtangga nelayan dalam upaya mereka menghadapai tekanan sosial-ekonomi, tetapi juga menggunakan strategi non produksi yaitu dengan memanfaatkan aspek sosial modal sosial yang ada dalam lingkungan mereka. Scoones 1998 mengungkap hubungan antara proses yang kompleks dan dinamis seperti berbagai hasil kombinasi strategi yang berbeda merupakan bagian penting dari investigasi mengenai mata pencaharian berkelanjutan sustainability livelihoods. Beberapa hal berikut merupakan strategi yang biasa digunakan untuk menciptakan keberlanjutan nafkah. 1. Intensifikasiekstensifikasi pertanian - antara padat modal supported by external inputs and policy-led dan intensifikasi padat tenaga kerja based on own labour and social resources and a more aotonomous process . 2. Diversifikasi mata pencaharian -antara aktif dalam diversifikasi investasi untuk akumulasi dan reinvestasi, dan diversifikasi ditujukan untuk mengatasi kesulitan sementara atau adaptasi yang lebih permanen dalam aktivitas mencari nafkah, ketika pilihan lain gagal memberikan penghidupan. Diversifikasi terkait dengan pengembangan penghasilan yang lebih luas agar dapat mengatasi, merespon berbagai macam guncangan atau ditujukan untuk mengembangkan kemampuan adaptasi dengan baik. 3. Migrasi, terdapat beberapa penyebab migrasi yang berbeda misalnya pindah secara sukarela dan tidak sukarela, dampaknya misalnya reinvestasi dalam pertanian, perusahaan atau konsumsi di daerah perumahan atau daerah bagian migrasi dan pola pergerakan misalnya ke atau dari tempat yang berbeda. Dalam konteks Indonesia sosiologi nafkah dapat ditelusuri melalui karya Sosiolog dari Bogor yaitu Profesor Sayogyo dan murid-muridnya. Salah satu definisi yang dapat digunakan adalah apa yang diungkapkan oleh Dharmawan 2007a bahwa sosiologi nafkah livelihood sociology didefinisikan secara sederhana sebagai studi tentang keseluruhan hubungan antara manusia, sistem sosial dan sistem penghidupanya livelihood, social system and source of living. Dari definisi ini ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengkaji sistem nafkah di Indonesia yaitu kondisi alam serta sistem sosial dimana masyarakat setempat berada. Kedua hal ini memberikan pengaruh yang sangat besar dalam pengaturan sistem nafkah masyarakat perdesaan Indonesia. Hal ini ditegaskan lebih lanjut dalam Dharmawan 2007b bahwa penjelasan tentang bangun budaya yang terbentuk sebagai akibat interaksi berkelanjutan antara manusia dengan alam, menampakkan betapa kentalnya persenyawaan disiplin ekologi manusia dengan antropologi cultural and ecological anthropology. Konsep Resiliensi Gagasan mengenai resiliensi pada awalnya digunakan untuk menganalisis adapatsi sistem ekologi ketika terjadi perubahan, konsep ini kemudian mengalami perkembangan dan digunakan dalam dimensi yang lebih luas. Ketahanan muncul dari ilmu ekologi untuk mengatasi kegigihan dan perubahan ekosistem Carpenter et al 2001; Gunderson 2000 dalam Turner 2010. Sebelumnya Adger 2000 telah mendefenisikan reseliensi sosial sebagai kemampuan kelompok atau masyarakat untuk mengatasi tekanan eksternal dan gangguan sebagai akibat dari perubahan sosial, politik dan lingkungan, selanjunya Walker et al 2004 mengartikan reseliensi sebagai kemampuan sistem untuk menyerap gangguan dan mengorganisasi saat menjalani perubahan sehingga masih mempertahankan fungsi dasarnya. Jauh sebelumnya Palmer 1997 dalam Greene 2007 mengungkapkan empat tipe kelentingan yaitu sebagai berikut: 1. Anomic survival: orang atau keluarga yang dapat bertahan dari gangguan. 2. Regenerative resilience: dapat melengkapi usaha untuk mengembangkan kompetensi dan strategi coping. 3. Adaptive Resilience: periode yang relatif berlanjut dari pelaksanaan kompetensi dan strategi coping. 4. Flourishing resilience: penerapan yang luas dari perilaku dan strategi coping . Individu atau rumahtangga beresiliensi tinggi berarti mampu pulih atau kembali dalam posisi awal ketika terjadi guncangan atau bencana dalam tempo waktu yang singkat. Hal ini erat terkait dengan daya tahan rumahtangga menghadapai bencana dengan melakukan rekayasa dalam memanfaatkan dan mengakses sumber daya yang tersedia, seperti melakukan perubahan strategi nafkah. Kelentingan berupa fleksibilitas rumahtangga menghadapi situasi dengan melakukan penyesuain diri yang positif atas bencana yang terjadi. James et al 2006 menyatakan bahwa kelentingan termaksud dalam sistem penguatan, membangun pertahanan dan mengiplementasikan back up-system dan pengurangan kerugian. Reseliensi dalam konteks ekonomi adalah kemampuan individu, rumahtangga atau komunitas bertahan ketika terjadi krisis keuangan financial. Sementara resiliensi dalam konteks sosial-ekologi adalah kemampuan individu, rumahtangga atau komunitas beradaptasi, atau kembali pulih ketika terjadi perubahan kondisi lingkungan seperti bencana alam atau terjadi perubahan sosial yang merusak kondisi, suasana, dan struktur sosial yang selama ini terbangun dan telah menjadi bagian dari sistem kehidupan masyarakat. Berkes et al 2003 memberikan tiga karasteristik konsep resiliensi yaitu : 1. Jumlah perubahan sistem dapat menjalani dan masih mempertahankan kontrol yang sama pada fungsi dan struktur, atau masih berada dalam keadaan yang sama, dalam domain atraksi yang sama; 2. Sejauh mana sebuah sistem mampu mengorganisasi diri self- organization ; dan 3. Kemampuan untuk membangun dan meningkatkan kapasitas belajar dan beradaptasi. Untuk mengatasi hal buruk atau kejadian yang tidak diinginkan individu biasanya melakukan coping berupa perilaku yang tidak terlihat untuk mengurangi stress atau ketegangan psikologi. Coping merupakan bagian daripada proses adaptasi dalam menghadapi bencana. Maryam 2007 menyatakan bahwa Strategi coping bertujuan untuk mengatasi situasi dan tuntutan yang dirasa menekan, menantang, membebani dan melebihi sumberdaya resource yang dimiliki. Dalam kondisi krisis tingkat kelentigan resiliensi individu atau rumahtangga sangat penting agar tidak terus-menerus dalam kondisi terpuruk. Menurut Folke 2006 terdapat beberapa rangkaian dalam konsep resiliensi, dari interpretasi yang lebih sempit untuk konteks sosial-ekologi yang lebih luas seperti yang terlihat dalam tabel 2. Tabel 2 Rangkaian konsep resiliensi terkait dengan konteks sosial-ekologi Konsep resiliensi Karasteristik Fokus Konteks Engineering resilience Return time, efficiency Recovery, constancy Vicinity of a stable equilibrium Ecological ecosystem resilience social resilience Buffer capacity, withstand shock, maintain function Persistence, robustness Multiple equilibria, stability Landscapes Social –ecological resilience Interplay disturbance and reorganization, sustaining and developing Adaptive capacity transformability, learning, innovation Integrated system feedback, cross-scale dynamic interactions Sumber: Diadopsi dari Folke, 2006 Kerangka Pikir Wakatobi wilayah yang unik, merupakan daerah tingkat dua di Provinsi Sulawesi Tenggara namun secara kesuluruhan 100 wilayahnya merupakan TN atau masuk kategori protected area. Kondisi ini menyebabkan Wakatobi berbeda dengan wilayah pada umumnya karena posisinya ditataran regulasi sebagai daerah konservasi sekaligus daerah adminstrasi sehingga memiliki persoalan yang lebih kompleks namun demikian Wakatobi berpotensi besar menjadi wilayah maju dan berkelanjutan jika dikelolah dengan tepat. Undang-undang otonomi daerah Otoda nomor 32 tahun 2004 yang telah direvisi menjadi undang-undang nomor 23 tahun 2014 memberikan wewenang yang besar kepada Pemda untuk mengelolah suatu wilayah berdasarkan potensi lokal. Oleh sebab itu Wakatobi kemudian dibangun berbasiskan pemanfaatan keunggulan wilayah yaitu, posisi Geografis Wakatobi yang berada di pusat segitiga karang dunia The heart of coral triangle centre sehingga dianugrahi alam yang indah penuh dengan sinar matahari, senja yang memukau, laut biru dan pasir putih sun, sea, and sand serta kaya akan biodiversity menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang berkunjung ke Wakatobi. Selain indah dan kaya biodiversity, Pemda Wakatobi telah mengidentifikiasi 64 lokasi titik selam yang tersebar di empat pulau besar merupakan kekayaan dan daya tarik wisata yang tidak dimiliki oleh daerah lain sehingga ecotourism layak menjadi salah satu alat pembangunan menuju wilayah yang berimbang dan berkelanjutan balance and sustainable development di Wakatobi. Ekowisata merupakan model pembangunan yang tidak berbasiskan sumberdaya materil material resource tetapi menggunakan environmental service-based economy yang diharapkan mampu memicu pertumbuhan dan berkontribusi bagi kehidupan masyarakat lokal. Pendekatan ekowisata digunakan karena dianggap lebih partispatif dan ramah terhadap sistem nilai, dan lingkungan. Pengembangan Ekowisata diduga mampu mempengaruhi atau merubah tatanan struktur nafkah masyarakat lokal sehingga tingkat kerentanan dan kelentingan rumahtangga yang terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata akan berbeda. Selain perbedaan dampak ditataran rumahtangga, kegiatan ekowisata juga akan berdampak terhadap pembangunan wilayah Wakatobi dalam konteks yang lebih luas. Gambar 5 Kerangka Pikir Hipotesis Penelitian 1. Diduga peranan ekowisata berdampak bagi perekonomian pada tingkat makro dan mikro di Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. 2. Diduga struktur nafkah masyarakat menjadi lebih baik akibat ekowisata yang berkembang di Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. 3. Diduga sumber nafkah dari ekowisata mampu meningkatkan resiliensi ekonomi rumahtangga masyarakat lokal di Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. Definisi Konseptual Beberapa definisi konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ekowisata adalah segala bentuk aktivitas yang terkait dengan kegiatan wisata yang berlangsung di kawasan taman nasional wakatobi. 2. Strategi nafkah adalah cara yang digunakan rumahtangga dalam memanfaatkan asset atau akses terhadap sumber nafkah sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan atau bertahan hidup. 3. Struktur nafkah adalah komposisi pendapatan rumahtangga berdasarkan hasil dari aktivitas mencari nafkah yang diperoleh dari seluruh anggota rumahtangga. 4. Resiliensi adalah kelentingan, kesiapaan atau kemampuan rumahtangga bertahan, kembali pulih atau menjadi lebih baik dalam menghadapi situasi krisis. Penelitian Terdahulu Topik Ekowisata dan Livelihood Penelitian terdahulu yang mempunyai kesamaan dan keterkaitan dengan penelitain ini telah banyak diantaranya adalah penelitian-penelitain yang berlokasi di Wakatobi atau di wilayah lain namun menggunakan pendekatan atau metodologi yang mirip diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Suriana 2009 melakukan penelitian di Wakatobi dengan judul “ Analisis keberlanjutan pengelolaaan sumberdaya laut gugus pulau kaledupa berbasis partisipasi masyarakat ”. Metodologi yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk melihat gambaran umum wilayah penelitian, lalu menggunakan analisis model ekonomi antar generasi Overlaping Generation Model -OLG untuk melihat keberlanjutan perikanan tangkap dan pendekatan keberlanjutan mata pencaharian masyarakat pesisir Coastal Livelihood System Analysis CLSA untuk melihat status keberlanjutan budidaya rumput laut. Pengukuran keberlanjutan wisata bahari menggunakan model minimal wisata a minimal model, dan untuk melihat partisipasi menggunakan analisis partisipasi masyarakat dan analisis terkahir adalah penentuan model pengelolaaan Pulau Kaledupa melalui pendekatan Multi Criteria Decision Making MCDM. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengelolalan sumberdaya pulau-pulau kecil di Wilayah Gugus Kaledupa untuk perikanan tangkap tidak berkelanjutan, budidaya rumput laut dapat berkelanjutan dengan sayarat memperhatikan skala usaha dan kegiatan wisata bahari dapat berkelanjutan dengan memperhatikan kualitas lingkungan. Tingkat partisipasi masyarakat tinggi untuk kegiatan perikanan tangkap dan budidaya rumput laut dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wisata bahari termaksud dalam kategori sedang. 2. Moch. Iqbal 2004 meneliti mengenai “Strategi nafkah rumahtangga nelayan studi kasus di dua desa nelayan tangkap Kabupaten Lamongan Jawa Timur ” melalui pendekatan kualitatif berdasarkan pada studi komunitas maupun kasus. Menemukan bahwa masyarakat pesisir utara Kabupaten Lamongan tidak bisa dipisahkan dari ekologi laut, pembangunan dan masuknya teknologi tidak memberikan manfaat seperti yang diharapkan terutama untuk nelayan yang berada di lapisan bawah, bahkan hasil tangkapan cendrung berkurang. Nelayan Brondong menggunakan strategi non-produksi seperti keamanan sosial social security sebagai basis untuk meringankan beban ekonomi. Sementara nelayan Paciran lebih memilih migrasi keluar negri sebagai basis strategi nafkah. 3. Agustinus Multi Purnomo 2006 meneliti mengenai “Strategi nafkah rumahtangga desa sekitar hutan studi kasus desa peserta Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat “ menggunakan pendekatan kualitatif untuk melihat gambaran realitas sosial yang dibangun melalui pemahaman subyektif peneliti. Temuan menarik dari hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan rasionalitas yang mendasari strategi nafkah rumahtangga penduduk Desa Padabeunghar berbeda dengan rasionalitas yang mendasari rancangan sistem nafkah PHBM. Oleh sebab itu PHBM gagal karena ketidaksesuaian konsep antara masyarakat dan PHBM. Catatan penting dari temuan ini adalah sebuah proyek atau program yang masuk kedalam desa harus dibangun dan disesuaikan dengan rasionalitas yang digunakan masyarakat dalam membangun strategi nafkahnya. 4. Blangy dan Mehta 2006 menulis tentang “Ecotourism and Ecological Restoration ” menjelaskan mengenai kedudukan penting ecological restoration ER dalam ekowisata. Tetapi ER jarang disebutkan dalam pedoman ekowisata yang dikembangkan oleh masyarakat, badan taman nasional, LSM konservasi atau lembaga yang sedang berkembang dan program sertifikasi jarang menambahkan kriteria ER dalam skema mereka. Oleh sebab itu, Blangy dan Mehta mendorong agar konservasi dan ER menjadi kriteria yang digunakan dalam skema sertifikasi sebagai standar wajib. 5. Bhandari 2013 meneliti tentang “ Rural livelihood change? Household capital, community resources and livelihood transition ” menggunakan pendekatan penghidupan yang berkelanjutan, untuk melihat sejauh mana sumberdaya manusia rumahtangga, modal alam dan ekonomi, latar belakang sosial-budaya dan sumber daya fisik berkontribusi perubahan penghidupan rumahtangga dari kegiatan pertanian ke kegiatan non-pertanian dalam perubahan pengaturan agraria di perdesaan Nepal. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif pada semua tahapan mengenai rumahtangga yang masih terus melakukan aktivitas pertanian dan rumahtangga yang telah meninggalkan pertanian. Perbedaan atau asosiasi bivariat dianalisis menggunakan ANOVA satu arah atau uji Chi-square. Hasil penelitian menjelaskan mengenai rumahtangga pertanian di Nepal yang mengubah strategi penghidupanya dengan menggeser pekerjaan pertanian ke kegiatan non-pertanian juga farm exit, hal ini terjadi karena akses terhadap berbagai aset atau bentuk modal ternyata mempengaruhi mata pencaharian pada masa transisi. Penelitian ini mengungkapkan bahwa berbagai dimensi manusia, alam, modal ekonomi dan sumber daya masyarakat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan ketika masa peralihan livelihood livelihood transition dalam pengaturan agrarian di wilayah perdesaan miskin di Nepal. Keberadaan tenaga kerja usia produktif, terutama laki-laki usia kerja dan kehadiran anak-anak usia kerja merupakan modal manusia yang sangat penting dan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya peralihan mata pencaharian dari pertani ke non pertanian. 6. Hoefle 2016 melakukan penelitian dengan judul “Multi-functionality, juxtaposition and conflict in the central amazon: will tourism contribute to rural livelihoods and save the rainforest? ”. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat kondisi perdesaan dan ekowisata di tengah Amazon. Melihat kemungkinan menggabungkan pariwisata dengan pertanian, atau apakah kegiatan dapat disejajarkan side-by-side dan apabila terdapat konflik karena persaingan penggunaan lahan mengakibatkan marjinalisasi penduduk setempat. Penelitian ini juga mempertimbangkan skala, potensi pasar, aksesibilitas dan kapasitas dan keterampilan lokal sebagai dasar untuk menentukan apakah pariwisata dapat menjadi solusi hijau yang layak mengurangi deforestasi dan mempromosikan inklusi sosial di salah satu daerah paling miskin dan lingkunganya bermasalah di Brasil. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ekowisata tidak berkontribusi signifikan untuk menyelamatkan hutan amazon, tuntutan “Greenwashing” terjadi karena adanya disturbansi antara sosial-lingkungan the socio-environmental disturbance meskipun dalam kadar yang terbatas hal ini tidak dibenarkan dalam wilayah pelestarian lingkungan. Dalam sebagian besar kasus yang disajikan pertanian akan menjadi lebih baik ketika mereka memiliki tanah pertanian, beberapa modal investasi, fasilitas transportasi dan pasar yang tersedia untuk menjual produk.

7. Thulstrup 2015 melakukan penelitian di Vietnam dengan judul “Livelihood

Resilience and Adaptive Capacity: Tracing Changes in Household Access to Capital in Central Vietnam ”. Tujuan penelitian ini ini untuk mengkaji akses rumahtangga terhadap modal sebagai ukuran resiliensi yang mungkin dipengaruhi dari implementasi pelaksanaan program pemerintah. Penelitian ini menelusuri sejarah intervensi negara dan kapasitas rumahtangga dan masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan. Hasilnya mengungkapkan bahwa beberapa rumahtangga mempunyai kapasitas yang lebih adaptif, mereka memperoleh akses yang lebih baik terhadap modal sementara yang lain tetap rentan karena terkendala dalam mengakses sumber daya dan mempunyai mata pencaharian yang tidak beragam nondiversified livelihoods . Jika goncangan shock menjadi lebih sering terjadi, rumahtangga yang tidak melakukan diversifikasi mata pencaharian lebih bersiko. 8. Tao dan Wall 2009 melakukan penelitian dengan “Tourism as a sustainable livelihood strategy ” penelitian ini berdasarkan “sustainable livelihood approach ” temuan dalam penelitian ini adalah berbagai sumber daya dan strategi penghidupan digunakan oleh rumahtangga Shanmei: seperti migrasi, menjadi buruh reguler dan sesekali, memanen tanaman, memelihara ternak, pemanenan pohon,tanaman dan sumber daya lainnya dari gunung, memancing, berburu, dan usaha pariwisata. Sebagian besar rumahtangga menggabungkan beberapa kegiatan untuk mendukung diri mereka sendiri dan untuk mengurangi risiko. Meskipun beberapa rumahtangga mengandalkan kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata, lebih dari satu sumber pendapatan biasanya dilakukan untuk megurangi risiko. Sebagian besar rumahtangga bergantung pada uang tunai sebagai tenaga kerja sambilan untuk melengkapi mata pencaharian mereka. Juga, setiap kegiatan memberikan bukan hanya satu tapi berbagai manfaat dan kadang-kadang biaya. 9. Cornet 2015 melakukan penelitian di C ina dengan judul “Tourism development and resistance in China ”. Cina mengalami kemajuan dan modernisasi yang sangat luar biasa dan penelitian ini menunjukkan posisi masyarakat yang berada di desa Dong telah memberikan ketegasan kepada agen mereka dalam bernegosiasi, menolak, mengadaptasi atau mengadopsi berbagai perubahan sosial. Baik melalui tindakan dan non-aksi, resistensi dan kepatuhan, resistensi yang sah dan politik sehari-hari, mereka telah berusaha untuk membangun definisi pariwisata yang sesuai dengan visi mereka sendiri. Masyarakat bergerak menjauh dari sikap orientasi-negara atau dari tujuan model pariwisata pada tingkat makro, penelitian ini menunjukkan bahwa penduduk desa bereaksi keras terhadap peningkatan pelanggaran yang dilakukan dari stakeholder dari luar dalam urusan lokal daripada persoalan kehadiran wisatawan. Secara umum penelitian ini menunjukkan bagaimana keterlibatan masyarakat desa terhadap aktivitas wisata yang begitu tinggi di Cina. 10. Schulte et al 2013 meneliti mengenai “Sustainable Livelihoods Approach in tropical coastal and marine social –ecological systems: A review” menjelaskan mengenai Sustainable Livelihood Aprroach SLA pada wilayah tropis untuk mendapatkan manfaat dari pesisir dan sumber daya laut tergantung pada mata pencaharian dan untuk mengevaluasi strategi manajemen coastal and marine social –ecological syste CM-SES. 3 METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Wakatobi, karena keunikan karasteristik wilayahnya dan merupakan daerah adminstrasi tingkat dua Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Seluruh wilayah Wakatobi merupakan TN, terbentuk dari penggabungan beberapa pulau-pulau kecil, sehingga desa-desa yang berada di Kabupaten Wakatobi 90 termaksud dalam kategori desa pesisir. Fokus analisis di tingkat mikro terdiri dari dua kelompok masyarakat terpilih untuk melihat pengaruh ekowisata terhadap kondisi sosial ekonomi rumahtangga. Kelompok pertama penelitian ini adalah rumahtangga yang mendiami Pulau Kapota. Wilayah ini dipilih menjadi salah satu lokasi penelitian karena merupakan suatu pulau kecil berpenghuni, terdapat banyak objek wisata dan dekat dari pusat kota dengan waktu tempuh sekitar ± 30 menit menggunakan transpotasi laut reguler. Pulau Kapota merupakan bagian dari Kecamatan Wangi- Wangi Selatan, terdiri atas lima desa yaitu Desa Pulau Kapota, Pulau Kapota Utara, Kabita Togo, Kabita, dan Desa Wisata Kolo. Kelompok kedua adalah rumahtangga Bajo Mola Raya. Wilayah pemukiman mereka terbagi ke dalam beberapa desa yaitu, Desa Mola Utara, Desa Mola Selatan, Desa Mola Bahari, Desa Mola Samaturu dan Desa Mola Nelayan Bhakti. Pada dasarnya masyarakat Bajo Mola merupakan satu kesatuan komunitas mereka mendiami satu wilayah yang sama dimana pergaulan dan cara hidup sehari-hari tidak berdasarkan pada batasan adminstrasi. Gambar 6 menunjukkan lokasi penelitian di level makro yaitu wilayah Kabupaten Wakatobi dan di level mikro, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan. Gambar 6 Peta Adminstrasi Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 7 Peta Adminstrasi Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara Kualifikasi Data Penelitian lapangan dilaksanakan selama dua bulan terhitung dari bulan Maret hingga bulan Mei 2015. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan data kuantitif. Menuru Juanda 2009 data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka, sedangkan data kuantitatif adalah data yang berupa angka hasil pengukuran atau penghitungan Counting. Jika berdasarkan sumbernya penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden, informan kunci atau data hasil observasi. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari berbagai instansi terkait. Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik BPS Kabupaten Wakatobi dan Provinsi Sulawesi Tenggara, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda, Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi dan lembaga-lembaga yang bergerak disektor pariwisata dalam hal ini pihak swasta. Lembaga Swadaya masyarakat LSM, atau lembaga penelitian. Selain itu data sekunder juga diperoleh dari berbagai publikasi dan laporan penelitian. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai beriku : 1. Survey Survey yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sebagai berikut: a. Kuisioner adalah daftar pertanyaan yang telah disusun oleh peneliti diberikan kepada responden untuk menjawab daftar pertanyaan yang telah disiapkan tersebut. b. Wawancara mendalam indepth interview merupakan tekhnik memperoleh data dengan cara tanya jawab langsung kepada nara sumber yang telah ditetapkan sebelumnya dan dipandu melalui daftar pertanyaan kuisener yang telah dipersipakan peneliti. Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam dan mendetail terkait objek penelitian. Narasumber dalam wawancara mendalam merupakan responden khusus, informan kunci seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, toko pemerintahan, dan tokoh LSM. 2. Observasi Observasi merupakan pengamatan langsung kondisi sosial, ekonomi masyarakat, objek dan atraksi kegiatan wisata di lokasi penelitian. Penentuan Responden Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumahtangga di lokasi penelitian. Penentuan responden berdasarkann sampling non random menggunakan teknik quota dan incidental. Tehnik Quota yaitu menentukan jumlah sampel lalu mengambil sampel hingga jumlah yang telah ditentukan terpenuhi. Sampel untuk kelompok pakar atau informan kunci dipilih berdasarkan kebutuhan penelitian menggunakan tehknik purposive. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 rumah tangga, terdiri dari 30 rumahtangga dari Pulau Kapota dan 30 ruamhtangga dari Bajo Mola. Unit Analisis Unit analisis penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu analisis di tingkat mikro dan makro. Penelitian di tingkat mikro unit analisisnya rumahtangga household. Rumahtangga merupakan sebuah unit sosial yang didefenisikan berbagi tempat tinggal yang sama atau tungku yang sama Ellis 1998. Di dalam rumahtangga anggota-anggota atau individu di dalamnya saling ketergantungan, mempengaruhi serta membuat keputusan bersama atau mengatur strategi bersama untuk menjaga keberlangsungan hidup kelompok rumahtangga. Oleh sebab itu rumahtangga menjadi unit analisis untuk memotret strategi nafkah kedua kelompok masyarakat yang diteliti. Dalam penelitian ini terdapat analisis pada tingkatan makro regional untuk memperoleh gambaran mengenai keterkaitan kegiatan wisata dan pembangunan wilayah di Kabupaten Wakatobi. Beberapa hal penting yang dilihat dalam analisis makro adalah keterkaitaan antara variable ekonomi makro dan sosial terhadap aktivitas wisata, dan daya dukung lingkungan setelah aktivitas wisata mengalami perkembangan. Metode Analisis Penelitian ini menggunakan berbagai metode analisis dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif maupun kuantitatif, sehingga metode yang digunakan dapat disebut sebagai penelitain campuran mix method. Pendekatan