Struktur Nafkah Rumahtangga Pulau Kapota
Sektor pariwisata menempati posisi yang sama yaitu memberikan kontribusi paling rendah dalam pembentukan struktur nafkah rumahtangga Bajo
Mola dan Pulau Kapota. Namun demikian lapisan rumahtangga atas secara nominal memperoleh lebih banyak pendapatan dari sketor pariwisata
dibandingkan dua lapisan rumahtangga lainnya menengah dan bawah. Hal ini berarti bahwa berkah dari aktivitas ekowisata yang berlangsung di Wakatobi
paling banyak menguntungkan masyarakat lapisan atas. 2.
Struktur Nafkah Rumahtangga Lapisan Menengah
Non Pertanian dan Non Pariwisata memberikan kontribusi paling besar dalam membentuk struktur nafkah rumahtangga lapisan menengah Pulau Kapota,
sementara di Bajo Mola sektor ini menempati urutan kedua. Sektor terbesar yang membentuk struktur nafkah rumahtangga lapisan menengah Bajo Mola berasal
dari sektor pertanian dengan nilai pendapatan rata-rata pertahun yang cukup tinggi sebesar Rp.15.415.384,00 hampir dua kali lebih besar dibandingan pendapatan
dari Pulau Kapota hanya sebesar Rp.8.050.000,00. Perbedaan ini diakibatkan oleh perbedaan aktivitas terkait sektor pertanian. Di Bajo Mola rumahtangga banyak
melaut sementara di Pulau Kapota rumahtangga bercocoktanam.
Sektor pariwisata turut serta berkontribusi dalam membentuk pendapatan rumahtangga baik di Pulau Kapota maupun di Bajo Mola namun dengan nilai
yang jauh lebih rendah daripada kedua sektor lainnya. 3.
Struktur Nafkah Rumahtangga Lapisan Bawah
Struktur nafkah rumahtangga lapisan bawah tidak berbeda dengan struktur nafkah lapisan menengah. Sektor pertanian serta non pertanian dan non pariwisata
yang berperan besar dalam membentuk pendapatan rumahtangga. Sementara pariwisata mempunya nilai yang paling kecil dalam struktur nafkah rumahtangga
lapisan bawah. Bahkan rumahtangga lapisan bawah Bajo Mola sama sekali tidak ada yang memperoleh pendapatan dari sektor pariwisata artinya lapisan ini tidak
memperoleh keuntungan secara ekonomi dari aktivitas ekowisata yang mengalami kemajuan di Bajo Mola.
Secara keseluruhan hasil penelitian ini berkebalikan dari penelitian Januarti 2013 yang meneliti struktur dan strategi nafkah rumahtangga di
kawasan wisata alam gunung salak endah bogor menemukan bahwa pariwisata merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam struktur
pendapatan diseluruh tingkatan lapisan rumahtangga, sebaliknya sektor pertanian berkontribusi sangat kecil dan masyarakat telah menganggapnya sebagai sektor
yang sudah tidak terlalu penting untuk mendukung perekonomian rumahtangga. peranan sektor pertanian yang semakin kecil ini disebabkan oleh sempitnya lahan
pertanian dan larangan membuka lahan di kawasan Taman Nasional. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan kondisi wilayah antara TN Gunung Salak dan
TN Wakatobi. TN gunung salak merupakan kawasan hutan yang dulu digunakan masyarakat sekitar hutan sebagai salah satu sumber pendapatan rumahtangga
tetapi ketika kawasan ini ditetapkan sebagai TN maka akses dan lahan semakin kecil, sehingga masyarakat disekitar TN Gunung salak beralih ke sektor
pariwisata. Semenatra TN Wakatobi merupakan taman nasional laut, sehingga
sumber pendapatan dari pertanian subsistem masih terjaga meskipun kegiatan ekowisata sedang dikembangkan.
Hadirnya kegiatan ekowisata belum berkontribusi signifikan dalam membentuk struktur nafkah di semua lapisan, menunjukkan ketidaktergantungan
rumahtangga terhadap kegiatan wisata. Kondisi seprti ini memiliki sisi baik mengingat perputaran ekonomi dalam kegaitan wisata sangat bergantung pada
wisatawan yang sulit dikontrol dan dipengaruhi oleh banyak variabel. Kehadiran kegiatan wisata pada dasarnya memang bukan ditujukan untuk merubah
matapencaharian ruamahtangga, tetapi memberikan ruang dan peluang baru untuk memperoleh pendapatan tambahan. Pariwisata sangat penting melengkapi sumber
mata pencaharian bukan menggantikan yang telah ada untuk mengarah kepada diversifikasi strategi penghidupan Tao dan Wall 2009. Oleh sebab itu persoalan
mendasar yang terjadi di Wakatobi adalah akses terhadap perbaikan dan peningkatan pendapatan dari sektor pariwisata yang belum merata diseluruh
lapisan rumahtangga kondisi ini perlu diperbaiki. Harus ada mekanisme untuk mendorong akses yang merata di seluruh lapisan rumahtangga. Selain itu harus
ada sebuah kebijakan yang mampu mendorong peningkatan pendapatan perkapita di seluruh sektor pada setiap lapisan rumahtangga.
Tingkat Kemiskinan Rumahtangga
Pelapisan rumahtangga belum mampu menggambarkan secara keseluruhan tingkat kesejahteraan. Karena hanya memisahkan kelompok rumahtangga
berpendapatan tinggi, sedang dan rendah. Sementara tujuan akhir dari proses pembangunan adalah kesejahteraan well-being.
Cara paling sederhana untuk mengetahui apakah rumahtangga telah sejahtera atau belum adalah keluar dari garis kemiskinan. Banyak indikator
mengenai kemiskinan salah satu yang dapat digunakan adakah indikator dari bank dunia World Bank mengukur kemiskinan melalui pendapatan perkapita yaitu
USD 2 atau setara dengan Rp.27.000,00
12
perhari. Ini berarti setiap orang dalam suatu rumahtangga harus mempunyai pendapatan sama dengan lebih dari
Rp.27.000,00 perhari jika kurang dari ini maka masih termaksud dalam kategori miskin. Cara memperoleh pendapatan perkapita yaitu pendapatan total
rumahtangga dibagi dengan jumlah rumahtangga, lalu dibagi jumlah hari dalam setahun sebanyak 365 hari. Gambar 24 menunjukkan tingkat kemiskinan
rumahtangga Bajo Mola dan Pulau Kapota berdasarkan pendapatan perkapita perhari tiap lapisan rumahtangga.
Secara jelas gambar di atas memperlihatkan bahwa mayoritas rumahtangga belum sejahtera. Secara umum rata-rata pendapatan perkapita
rumahtangga berada di bawah garis kemiskinan. Seluruh lapisan menengah dan bawah masih terkategori miskin. Hanya lapisan atas yang memiliki pendapatan
melampaui garis kemiskinan namun belum dalam kondisi stabil, bahkan di Pulau Kapota perbedaan antara pendapatan perkapita harian anggota rumahtangga
lapisan atas dan garis kemiskinan sangat kecil. Kondisi ekonomi yang cukup baik hanya lapisan atas rumahtangga Bajo Mola namun jumlahnya sangat sedikit hanya
sekitar 20 .
12
Nilai Kurs 1 USD sama dengan Rp.13.500, 00 rata-rata tahun 2015
Gambar 24 Posisi pendapatan perkapita pertahun berdasarkan lapisan rumahtangga Pulau Kapota dan Bajo Mola terhadap garis kemiskinan menurut
bank dunia 2015 Sumber : Hasil penelitian 2015
Perkembangan aktiftas ekowisata secara umum belum mampu menarik keluar rumahtangga dari lingkaran kemiskinan. Sebagian besar masyarakat masih
kesulitan memenuhi kebutuhan dasar hal ini merupakan alasan mengapa aktivitas ekowisata belum berkontribusi besar, karena untuk melakukan peralihan kerja dari
sektor pertanian ke sektor pariwisata tentu membutuhkan akses atau modal yang dapat mendukung usaha dan mayoritas rumahtangga tidak mempunyai kedua hal
ini. Rumahtangga tentu lebih memilih strategi aman lebih dulu safety First Politics
, Scott 1981 untuk memastikan keberlangsungan hidup mereka daripada melakukan peralihan penggunaan modal diluar kebiasaan. Mengalihkan modal
kejenis usaha baru masih dianggap berisiko tinggi bagi rumahtangga miskin yang bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar saja sulit.
Kemiskinan merupakan salah satu gambaran bahwa pembangunan yang berlangsung
selama ini
belum mampu
mensejahterakan masyarakat.
Meningkatkan pendapatan perkapita bersifat sangat urgen untuk mengatasi kemiskinan dan agar kebutuhan dasar rumahtangga dapat terpenuhi dengan baik.
Namun perlu menjadi catatan penting dalam proses peningkatan pendapatan perkapita bukan mengajari masyarakat menjadi pragmatis dan berorientasi uang
money oriented dalam segala lini kehidupan. Tetapi sebuah usaha, rezim kebijakan yang secara sistematis mampu mendorong peningkatan kualitas hidup
seluruh lapisan rumahtangga. Hal ini sangat ditekankan terutama di sebuah wilayah pengembangan kegiatan wisata untuk menghindari ekonomi yang
membaik ditengah kebudayaan yang seringkali terdegradasi.
Strategi Nafkah Rumahtangga
Kehadirian ekowisata membuka peluang usaha bagi rumahtangga. Beragam aktivitas terkait dengan kegiatan wisata merupakn strategi nafkah baru.
Namun hal ini masih menyisahkan beberapa persoalan diantaranya adalah 1
Manfaat ekonomi yang diperoleh rumahtangga melalui kegiatan ekowisata masih tergolong sangat rendah, 2 berpotensi membuat ketimpangan pendapatan yang
semakin lebar karena lapisan rumahtangga yang paling mungkin memperoleh banyak manfaat dari kegiatan wisata berasal lapisan atas dan menengah; dan 3
aktivitas wisata sebelum mampu menjadi solusi utama untuk menciptakan kesejahteraan karena mayoritas rumahtangga masih hidup di bawah garis
kemiskinan.
Rumahtangga lapisan bawah tidak mampu mengakses atau memanfaatkan peluang ekonomi karena keterbatasan sumberdaya yang dimiliki terutama
finansial dan kompetensi mengingat komoditas utama dalam aktivitas ekowisata adalah jasa yang membutuhkan keterampilan atau modal untuk terlibat dalam
pasar. Sementara lapisan bawah memiliki modal yang sangat terbatas, sehingga kesulitan untuk merekayasa sumber pendapatan baru karena memiliki resiko
yang tinggi. Lapisan ruamahtangga menengah dan atas cendrung lebih optimis dan bersemangat merespon kegiatan ekowisata tentu karena kelompok ini
menyadari kemungkinan baru untuk memperoleh pendapatan tambahan. Rumahtangga
menengah atas
dapat mengusahahkan
modal untuk
mengembangkan usaha baru, sebab
kelimpahan modal available resources yang dimiliki oleh masing-masing rumahtangga akan mennetukan strategi nafkah yang
dipilih ke depan Mardiyaningsih 2003.
Meskipun terdapat respon yang berbeda atas kegiatan ekowisata dari rumahtangga lapisan bawah dan menengah-atas tetapi secara umum strategi
nafkah yang diterapkan masih sama pada setiap lapisan rumahtangga baik di Pulau Kapota maupun di Bajo Mola, karena kondisi hidup yang cendrung masih
sama belum berada jauh dari garis kemiskinan. Strategi-strategi nafkah yang digunakan oleh rumahtangga dalam usaha menjaga keberlangsungan hidup antara
lain sebagai berikut:
Memanfaatkan Modal Secara Dinamis
Tindakan pilihan rasional merupakan tindakan ekonomi yang melandasi rumah tangga pedesaan pesisir membangun sistem nafkahnya Abdurrahim 2014.
Oleh sebab itu rumahtangga pada dasarnya tidak kaku dalam melihat potensi dan peluang sumber pendapatan yang mungkin diperoleh melalui pemanfaatan modal
secara dinamis. Modal beperan penting dalam membentuk sistem nafkah rumahtangga. Chambers et al 1992 pendekatan sistem nafkah berkelanjutan
The Sustainable Livelihoods Approach SLA dengan cara melihat lima jenis tipe aset rumahtangga yaitu modal alam, sosial, fisik, dan manusia.
Rumahtangga di Bajo Mola dan Pulau Kapota memanfaatkan kelima modal tersebut secara dinamis sebagai sebuah strategi untuk menjaga
keberlanjutan sistem nafkah dengan cara mengkombinasikan berbagai jenis modal. Gambaran modal yang dimiliki rumahtangga Bajo Mola dan Pulau
Kapota adalah sebagai berikut :
Nilai modal diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu tinggi dengan nilai 3, sedang dengan nilai 2 dan rendah dengan nilai 1. Secara kesuluruhan nilai
modal rumahtangga baik di Pulau Kapota maupun di Bajo Mola tidak ada yang tinggi, jika dirata-ratakan nilai modal manusia, sosial, finansial, fisik dan alam di
Bajo Mola nilainnya sebesar 2,15 dan nilai rata-rata modal untuk Pulau Kapota sebesar 1,86. Hal ini karena jumlah prsentase rumahtangga berdasarkan
klasifikasi modal paling banyak masuk dalam kategori modal sedang seperti yang terlihat dalam gambar 26.
Kemampuan rumahtangga mempadu-padankan secara dinamis ke-lima modal yang dimiliki merupakan penentu keberlangsungan hidup anggota keluarga.
Sebagaimana makna dari strategi nafkah yang dapat diartikan sebagai taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok untuk mempertahankan
struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku Dharmawan 2007. Taktik dalam hal ini dapat diartikan sebagai kemampuan rumahtangga menkombinasikan
penggunaan aset penghidupan modal alam, fisik, manusia, finansial, dan sosial dalam berbagai kondisi agar keberlanjutan hidup anggota rumahtangga
dapat terjaga. Tingkat kepemilikan modal disetiap lapisan rumahtangga berbeda- beda seperti yang telihat dalam gambar 27.
Beberapa hal menarik dari gambar di atas adalah nilai modal tertinggi yaitu modal sosial dan sama di seluruh lapisan ruamahtangga. Kondisi modal finansial
sangat berbeda dari modal sosial. Lapisan rumahtangga atas mempunyai modal finansial yang paling tinggi, sedang untuk lapisan menengah dan rendah untuk
lapisan bawah. Modal fisik lapisan rumahtangga atas lebih tinggi dibandingkan dua lapisan lainnya namun modal alam hampir memiliki nilai yang sama
diseluruh lapisan rumahtangga. Penjelasan lebih rinci mengenai kondisi modal di setiap lapisan rumahtangga di Pulau Kapota dan Bajo Mola serta keterkaitanya
dengan sratgei nafkah adalah sebagai berikut :
2.10
1.83 2.00
1.93 2.90
1.67 1.93
2.03 1.93
1.73 Human Capital
Financial Capital
Natural Capital Physical Capital
Social Capital Bajo Mola
Kapota
Gambar 25 Rata-rata nilai modal manusia, sosial, finansial, fisik dan alam rumahtangga Pulau Kapota dan Bajo Mola 2015
Sumber: Hasil penelitian 2015
10 10
17 33
13 47
60 70
40 40
43 30
13 27
47
Human Capital
Financial Capital
Natural Capital
physical Capital
Social Capital
Tinggi Sedang
Rendah
30 20
30 90
50 47
100 33
10 20
33 37
Human Capital
Financial Capital
Natural Capital
physical Capital
Social Capital
Tinggi Sedang
Rendah
A. Pulau Kapota B. Bajo Mola
Gambar 27 Presentase rumahtangga Pulau Kapota dan Bajo Mola berdasarkan klasifikasi kepemilikan modal 2015
Sumber: Hasil penelitian 2015
1.85 2.00
2.00 1.69
2.92 1.50
2.01
2.09 1.64
1.46 Human
Capital
Financial Capital
Natural Capital
Physical Capital
Social Capital
Lapisan Rumahtangga Menengah
Bajo Mola Kapota
2.83 3.00
2.00 2.67
3.00 1.50
3.00
2.14 2.14
1.71 Human
Capital
Financial Capital
Natural Capital
Physical Capital
Social Capital
Modal RumahtanggaLapisan Atas
Bajo Mola Kapota
2.00 1.00
2.00 1.82
2.82 2.08
1.01 1.92
2.26 2.24
Human Capital Financial Capital
Natural Capital Physical Capital
Social Capital Modal Lapisan Rumahtangga Bawah
Bajo Mola Kapota
Gambar 26 Modal Sosial, Finansial, Fisik, Alam dan Manusia berdasarkan lapisan Rumahtangga di Pulau Kapota dan Bajo Mola 2015
Sumber: Hasil penelitian 2015
Modal lapisan rumahtangga atas
Perbedaan modal finansial adalah ciri yang mendasar antara setiap lapisan rumahtangga. Modal finansial merupakan modal rumahtangga lapisan atas yang
paling jauh berbeda dengan kedua lapisan rumahtangga lainnya. Lapisan atas mempunyai nilai modal finansial yang tinggi, dan menjadi penopang utama dalam
pengaturan strategi nafkah lapisan atas.
Kondisi modal finansial berbeda dengan modal sosial masyarakat lapisan atas yaitu modal sosial Bajo Mola lebih tinggi dibandingkan pulau Kapota.
Lapisan atas rumahtangga Bajo Mola merupakan orang yang dipandang bukan hanya dari segi ekonomi tetapi juga dari segi ketaatan atas norma dan adat istiadat
yang berlaku, selain itu tingkat kepercayaan terhadap anggota masyarakat Bajo Mola lainnya masih tinggi. Mereka masih menganggap sebagai satu kesatuan
keluarga yang harus saling tolong menolong dan membantu. Lapisan atas rumahtangga Pulau Kapota pada dasarnya merupakan kelompok yang mapan
danmandiri secara ekonomi sehingga ketergantungan secara sosial-ekonomi terhadap rumahtangga lain rendah. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya
perbedaan modal sosial antara rumahtangga lapisan atas Bajo Mola dan Pulau Kapota.
Modal alam dan fisik antara Bajo mola dan Pulau Kapota sama yaitu berada dalam posisi sedang. Lapisan atas mempunyai peralatan yang cukup untuk
melakukan berbagai macam pekerjaan, selain itu terdapat modal fisik lainnya berupa barang-barang bernilai ekonomi yang suatu waktu dapat dimanfaatkan
seperti kendaraan, peralatan elektronik, emas dan lain-lain. Kedua kelompok masyarakat ini memandang alam sebagai sebuah berkah terlebih dengan
pengembangan kegiatan ekowisata, mereka menyadari bahwa hal tersebut merupakan sebuah peluang keonomi baru.