Struktur Nafkah Rumahtangga Pulau Kapota

Sektor pariwisata menempati posisi yang sama yaitu memberikan kontribusi paling rendah dalam pembentukan struktur nafkah rumahtangga Bajo Mola dan Pulau Kapota. Namun demikian lapisan rumahtangga atas secara nominal memperoleh lebih banyak pendapatan dari sketor pariwisata dibandingkan dua lapisan rumahtangga lainnya menengah dan bawah. Hal ini berarti bahwa berkah dari aktivitas ekowisata yang berlangsung di Wakatobi paling banyak menguntungkan masyarakat lapisan atas. 2. Struktur Nafkah Rumahtangga Lapisan Menengah Non Pertanian dan Non Pariwisata memberikan kontribusi paling besar dalam membentuk struktur nafkah rumahtangga lapisan menengah Pulau Kapota, sementara di Bajo Mola sektor ini menempati urutan kedua. Sektor terbesar yang membentuk struktur nafkah rumahtangga lapisan menengah Bajo Mola berasal dari sektor pertanian dengan nilai pendapatan rata-rata pertahun yang cukup tinggi sebesar Rp.15.415.384,00 hampir dua kali lebih besar dibandingan pendapatan dari Pulau Kapota hanya sebesar Rp.8.050.000,00. Perbedaan ini diakibatkan oleh perbedaan aktivitas terkait sektor pertanian. Di Bajo Mola rumahtangga banyak melaut sementara di Pulau Kapota rumahtangga bercocoktanam. Sektor pariwisata turut serta berkontribusi dalam membentuk pendapatan rumahtangga baik di Pulau Kapota maupun di Bajo Mola namun dengan nilai yang jauh lebih rendah daripada kedua sektor lainnya. 3. Struktur Nafkah Rumahtangga Lapisan Bawah Struktur nafkah rumahtangga lapisan bawah tidak berbeda dengan struktur nafkah lapisan menengah. Sektor pertanian serta non pertanian dan non pariwisata yang berperan besar dalam membentuk pendapatan rumahtangga. Sementara pariwisata mempunya nilai yang paling kecil dalam struktur nafkah rumahtangga lapisan bawah. Bahkan rumahtangga lapisan bawah Bajo Mola sama sekali tidak ada yang memperoleh pendapatan dari sektor pariwisata artinya lapisan ini tidak memperoleh keuntungan secara ekonomi dari aktivitas ekowisata yang mengalami kemajuan di Bajo Mola. Secara keseluruhan hasil penelitian ini berkebalikan dari penelitian Januarti 2013 yang meneliti struktur dan strategi nafkah rumahtangga di kawasan wisata alam gunung salak endah bogor menemukan bahwa pariwisata merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam struktur pendapatan diseluruh tingkatan lapisan rumahtangga, sebaliknya sektor pertanian berkontribusi sangat kecil dan masyarakat telah menganggapnya sebagai sektor yang sudah tidak terlalu penting untuk mendukung perekonomian rumahtangga. peranan sektor pertanian yang semakin kecil ini disebabkan oleh sempitnya lahan pertanian dan larangan membuka lahan di kawasan Taman Nasional. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan kondisi wilayah antara TN Gunung Salak dan TN Wakatobi. TN gunung salak merupakan kawasan hutan yang dulu digunakan masyarakat sekitar hutan sebagai salah satu sumber pendapatan rumahtangga tetapi ketika kawasan ini ditetapkan sebagai TN maka akses dan lahan semakin kecil, sehingga masyarakat disekitar TN Gunung salak beralih ke sektor pariwisata. Semenatra TN Wakatobi merupakan taman nasional laut, sehingga sumber pendapatan dari pertanian subsistem masih terjaga meskipun kegiatan ekowisata sedang dikembangkan. Hadirnya kegiatan ekowisata belum berkontribusi signifikan dalam membentuk struktur nafkah di semua lapisan, menunjukkan ketidaktergantungan rumahtangga terhadap kegiatan wisata. Kondisi seprti ini memiliki sisi baik mengingat perputaran ekonomi dalam kegaitan wisata sangat bergantung pada wisatawan yang sulit dikontrol dan dipengaruhi oleh banyak variabel. Kehadiran kegiatan wisata pada dasarnya memang bukan ditujukan untuk merubah matapencaharian ruamahtangga, tetapi memberikan ruang dan peluang baru untuk memperoleh pendapatan tambahan. Pariwisata sangat penting melengkapi sumber mata pencaharian bukan menggantikan yang telah ada untuk mengarah kepada diversifikasi strategi penghidupan Tao dan Wall 2009. Oleh sebab itu persoalan mendasar yang terjadi di Wakatobi adalah akses terhadap perbaikan dan peningkatan pendapatan dari sektor pariwisata yang belum merata diseluruh lapisan rumahtangga kondisi ini perlu diperbaiki. Harus ada mekanisme untuk mendorong akses yang merata di seluruh lapisan rumahtangga. Selain itu harus ada sebuah kebijakan yang mampu mendorong peningkatan pendapatan perkapita di seluruh sektor pada setiap lapisan rumahtangga. Tingkat Kemiskinan Rumahtangga Pelapisan rumahtangga belum mampu menggambarkan secara keseluruhan tingkat kesejahteraan. Karena hanya memisahkan kelompok rumahtangga berpendapatan tinggi, sedang dan rendah. Sementara tujuan akhir dari proses pembangunan adalah kesejahteraan well-being. Cara paling sederhana untuk mengetahui apakah rumahtangga telah sejahtera atau belum adalah keluar dari garis kemiskinan. Banyak indikator mengenai kemiskinan salah satu yang dapat digunakan adakah indikator dari bank dunia World Bank mengukur kemiskinan melalui pendapatan perkapita yaitu USD 2 atau setara dengan Rp.27.000,00 12 perhari. Ini berarti setiap orang dalam suatu rumahtangga harus mempunyai pendapatan sama dengan lebih dari Rp.27.000,00 perhari jika kurang dari ini maka masih termaksud dalam kategori miskin. Cara memperoleh pendapatan perkapita yaitu pendapatan total rumahtangga dibagi dengan jumlah rumahtangga, lalu dibagi jumlah hari dalam setahun sebanyak 365 hari. Gambar 24 menunjukkan tingkat kemiskinan rumahtangga Bajo Mola dan Pulau Kapota berdasarkan pendapatan perkapita perhari tiap lapisan rumahtangga. Secara jelas gambar di atas memperlihatkan bahwa mayoritas rumahtangga belum sejahtera. Secara umum rata-rata pendapatan perkapita rumahtangga berada di bawah garis kemiskinan. Seluruh lapisan menengah dan bawah masih terkategori miskin. Hanya lapisan atas yang memiliki pendapatan melampaui garis kemiskinan namun belum dalam kondisi stabil, bahkan di Pulau Kapota perbedaan antara pendapatan perkapita harian anggota rumahtangga lapisan atas dan garis kemiskinan sangat kecil. Kondisi ekonomi yang cukup baik hanya lapisan atas rumahtangga Bajo Mola namun jumlahnya sangat sedikit hanya sekitar 20 . 12 Nilai Kurs 1 USD sama dengan Rp.13.500, 00 rata-rata tahun 2015 Gambar 24 Posisi pendapatan perkapita pertahun berdasarkan lapisan rumahtangga Pulau Kapota dan Bajo Mola terhadap garis kemiskinan menurut bank dunia 2015 Sumber : Hasil penelitian 2015 Perkembangan aktiftas ekowisata secara umum belum mampu menarik keluar rumahtangga dari lingkaran kemiskinan. Sebagian besar masyarakat masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar hal ini merupakan alasan mengapa aktivitas ekowisata belum berkontribusi besar, karena untuk melakukan peralihan kerja dari sektor pertanian ke sektor pariwisata tentu membutuhkan akses atau modal yang dapat mendukung usaha dan mayoritas rumahtangga tidak mempunyai kedua hal ini. Rumahtangga tentu lebih memilih strategi aman lebih dulu safety First Politics , Scott 1981 untuk memastikan keberlangsungan hidup mereka daripada melakukan peralihan penggunaan modal diluar kebiasaan. Mengalihkan modal kejenis usaha baru masih dianggap berisiko tinggi bagi rumahtangga miskin yang bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar saja sulit. Kemiskinan merupakan salah satu gambaran bahwa pembangunan yang berlangsung selama ini belum mampu mensejahterakan masyarakat. Meningkatkan pendapatan perkapita bersifat sangat urgen untuk mengatasi kemiskinan dan agar kebutuhan dasar rumahtangga dapat terpenuhi dengan baik. Namun perlu menjadi catatan penting dalam proses peningkatan pendapatan perkapita bukan mengajari masyarakat menjadi pragmatis dan berorientasi uang money oriented dalam segala lini kehidupan. Tetapi sebuah usaha, rezim kebijakan yang secara sistematis mampu mendorong peningkatan kualitas hidup seluruh lapisan rumahtangga. Hal ini sangat ditekankan terutama di sebuah wilayah pengembangan kegiatan wisata untuk menghindari ekonomi yang membaik ditengah kebudayaan yang seringkali terdegradasi. Strategi Nafkah Rumahtangga Kehadirian ekowisata membuka peluang usaha bagi rumahtangga. Beragam aktivitas terkait dengan kegiatan wisata merupakn strategi nafkah baru. Namun hal ini masih menyisahkan beberapa persoalan diantaranya adalah 1 Manfaat ekonomi yang diperoleh rumahtangga melalui kegiatan ekowisata masih tergolong sangat rendah, 2 berpotensi membuat ketimpangan pendapatan yang semakin lebar karena lapisan rumahtangga yang paling mungkin memperoleh banyak manfaat dari kegiatan wisata berasal lapisan atas dan menengah; dan 3 aktivitas wisata sebelum mampu menjadi solusi utama untuk menciptakan kesejahteraan karena mayoritas rumahtangga masih hidup di bawah garis kemiskinan. Rumahtangga lapisan bawah tidak mampu mengakses atau memanfaatkan peluang ekonomi karena keterbatasan sumberdaya yang dimiliki terutama finansial dan kompetensi mengingat komoditas utama dalam aktivitas ekowisata adalah jasa yang membutuhkan keterampilan atau modal untuk terlibat dalam pasar. Sementara lapisan bawah memiliki modal yang sangat terbatas, sehingga kesulitan untuk merekayasa sumber pendapatan baru karena memiliki resiko yang tinggi. Lapisan ruamahtangga menengah dan atas cendrung lebih optimis dan bersemangat merespon kegiatan ekowisata tentu karena kelompok ini menyadari kemungkinan baru untuk memperoleh pendapatan tambahan. Rumahtangga menengah atas dapat mengusahahkan modal untuk mengembangkan usaha baru, sebab kelimpahan modal available resources yang dimiliki oleh masing-masing rumahtangga akan mennetukan strategi nafkah yang dipilih ke depan Mardiyaningsih 2003. Meskipun terdapat respon yang berbeda atas kegiatan ekowisata dari rumahtangga lapisan bawah dan menengah-atas tetapi secara umum strategi nafkah yang diterapkan masih sama pada setiap lapisan rumahtangga baik di Pulau Kapota maupun di Bajo Mola, karena kondisi hidup yang cendrung masih sama belum berada jauh dari garis kemiskinan. Strategi-strategi nafkah yang digunakan oleh rumahtangga dalam usaha menjaga keberlangsungan hidup antara lain sebagai berikut: Memanfaatkan Modal Secara Dinamis Tindakan pilihan rasional merupakan tindakan ekonomi yang melandasi rumah tangga pedesaan pesisir membangun sistem nafkahnya Abdurrahim 2014. Oleh sebab itu rumahtangga pada dasarnya tidak kaku dalam melihat potensi dan peluang sumber pendapatan yang mungkin diperoleh melalui pemanfaatan modal secara dinamis. Modal beperan penting dalam membentuk sistem nafkah rumahtangga. Chambers et al 1992 pendekatan sistem nafkah berkelanjutan The Sustainable Livelihoods Approach SLA dengan cara melihat lima jenis tipe aset rumahtangga yaitu modal alam, sosial, fisik, dan manusia. Rumahtangga di Bajo Mola dan Pulau Kapota memanfaatkan kelima modal tersebut secara dinamis sebagai sebuah strategi untuk menjaga keberlanjutan sistem nafkah dengan cara mengkombinasikan berbagai jenis modal. Gambaran modal yang dimiliki rumahtangga Bajo Mola dan Pulau Kapota adalah sebagai berikut : Nilai modal diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu tinggi dengan nilai 3, sedang dengan nilai 2 dan rendah dengan nilai 1. Secara kesuluruhan nilai modal rumahtangga baik di Pulau Kapota maupun di Bajo Mola tidak ada yang tinggi, jika dirata-ratakan nilai modal manusia, sosial, finansial, fisik dan alam di Bajo Mola nilainnya sebesar 2,15 dan nilai rata-rata modal untuk Pulau Kapota sebesar 1,86. Hal ini karena jumlah prsentase rumahtangga berdasarkan klasifikasi modal paling banyak masuk dalam kategori modal sedang seperti yang terlihat dalam gambar 26. Kemampuan rumahtangga mempadu-padankan secara dinamis ke-lima modal yang dimiliki merupakan penentu keberlangsungan hidup anggota keluarga. Sebagaimana makna dari strategi nafkah yang dapat diartikan sebagai taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok untuk mempertahankan struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku Dharmawan 2007. Taktik dalam hal ini dapat diartikan sebagai kemampuan rumahtangga menkombinasikan penggunaan aset penghidupan modal alam, fisik, manusia, finansial, dan sosial dalam berbagai kondisi agar keberlanjutan hidup anggota rumahtangga dapat terjaga. Tingkat kepemilikan modal disetiap lapisan rumahtangga berbeda- beda seperti yang telihat dalam gambar 27. Beberapa hal menarik dari gambar di atas adalah nilai modal tertinggi yaitu modal sosial dan sama di seluruh lapisan ruamahtangga. Kondisi modal finansial sangat berbeda dari modal sosial. Lapisan rumahtangga atas mempunyai modal finansial yang paling tinggi, sedang untuk lapisan menengah dan rendah untuk lapisan bawah. Modal fisik lapisan rumahtangga atas lebih tinggi dibandingkan dua lapisan lainnya namun modal alam hampir memiliki nilai yang sama diseluruh lapisan rumahtangga. Penjelasan lebih rinci mengenai kondisi modal di setiap lapisan rumahtangga di Pulau Kapota dan Bajo Mola serta keterkaitanya dengan sratgei nafkah adalah sebagai berikut : 2.10 1.83 2.00 1.93 2.90 1.67 1.93 2.03 1.93 1.73 Human Capital Financial Capital Natural Capital Physical Capital Social Capital Bajo Mola Kapota Gambar 25 Rata-rata nilai modal manusia, sosial, finansial, fisik dan alam rumahtangga Pulau Kapota dan Bajo Mola 2015 Sumber: Hasil penelitian 2015 10 10 17 33 13 47 60 70 40 40 43 30 13 27 47 Human Capital Financial Capital Natural Capital physical Capital Social Capital Tinggi Sedang Rendah 30 20 30 90 50 47 100 33 10 20 33 37 Human Capital Financial Capital Natural Capital physical Capital Social Capital Tinggi Sedang Rendah A. Pulau Kapota B. Bajo Mola Gambar 27 Presentase rumahtangga Pulau Kapota dan Bajo Mola berdasarkan klasifikasi kepemilikan modal 2015 Sumber: Hasil penelitian 2015 1.85 2.00 2.00 1.69 2.92 1.50 2.01 2.09 1.64 1.46 Human Capital Financial Capital Natural Capital Physical Capital Social Capital Lapisan Rumahtangga Menengah Bajo Mola Kapota 2.83 3.00 2.00 2.67 3.00 1.50 3.00 2.14 2.14 1.71 Human Capital Financial Capital Natural Capital Physical Capital Social Capital Modal RumahtanggaLapisan Atas Bajo Mola Kapota 2.00 1.00 2.00 1.82 2.82 2.08 1.01 1.92 2.26 2.24 Human Capital Financial Capital Natural Capital Physical Capital Social Capital Modal Lapisan Rumahtangga Bawah Bajo Mola Kapota Gambar 26 Modal Sosial, Finansial, Fisik, Alam dan Manusia berdasarkan lapisan Rumahtangga di Pulau Kapota dan Bajo Mola 2015 Sumber: Hasil penelitian 2015 Modal lapisan rumahtangga atas Perbedaan modal finansial adalah ciri yang mendasar antara setiap lapisan rumahtangga. Modal finansial merupakan modal rumahtangga lapisan atas yang paling jauh berbeda dengan kedua lapisan rumahtangga lainnya. Lapisan atas mempunyai nilai modal finansial yang tinggi, dan menjadi penopang utama dalam pengaturan strategi nafkah lapisan atas. Kondisi modal finansial berbeda dengan modal sosial masyarakat lapisan atas yaitu modal sosial Bajo Mola lebih tinggi dibandingkan pulau Kapota. Lapisan atas rumahtangga Bajo Mola merupakan orang yang dipandang bukan hanya dari segi ekonomi tetapi juga dari segi ketaatan atas norma dan adat istiadat yang berlaku, selain itu tingkat kepercayaan terhadap anggota masyarakat Bajo Mola lainnya masih tinggi. Mereka masih menganggap sebagai satu kesatuan keluarga yang harus saling tolong menolong dan membantu. Lapisan atas rumahtangga Pulau Kapota pada dasarnya merupakan kelompok yang mapan danmandiri secara ekonomi sehingga ketergantungan secara sosial-ekonomi terhadap rumahtangga lain rendah. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan modal sosial antara rumahtangga lapisan atas Bajo Mola dan Pulau Kapota. Modal alam dan fisik antara Bajo mola dan Pulau Kapota sama yaitu berada dalam posisi sedang. Lapisan atas mempunyai peralatan yang cukup untuk melakukan berbagai macam pekerjaan, selain itu terdapat modal fisik lainnya berupa barang-barang bernilai ekonomi yang suatu waktu dapat dimanfaatkan seperti kendaraan, peralatan elektronik, emas dan lain-lain. Kedua kelompok masyarakat ini memandang alam sebagai sebuah berkah terlebih dengan pengembangan kegiatan ekowisata, mereka menyadari bahwa hal tersebut merupakan sebuah peluang keonomi baru.

1. Modal lapisan rumahtangga menengah

Secara keseuluruhan modal yang dimiliki rumahtangga Bojo Moa dan Pulau Kapota berada dalam posisi yang sama, kecuali modal sosial. Rumahtangga menengah Bajo Mola mempunyai nilai modal sosial lebih tinggi dibandingkan dengan Modal sosial Pulau Kapota, kondisi ini sama dengan nilai modal sosial pada lapisan atas. Ini memberikan sebuah informsi baru bahwa secara umum dapat dideteksi jika modal sosial masyarakat Bajo Moal juah lebih tinggi dibandingkan dengan Masyarakat Pulau Kapota. Nilai berbagai modal yang berada dalam posisi sedang berusaha sebisa mungkin ditingkatkan atau dipertahankan. Rumahtangga lapisan menengah sangat mungkin melakukan mobilitas vertikal jika mereka memanfaatkan asset dengan baik. lapisan ini ini juga lebih mudah bergaul dengan lapisan rumahtangga lainnya dan memungkinka mereka melakukan kerjasama sehingga akses semakin terbuka lebar. Hal ini sejalan dengan kesimplan dari penelitian Klinken 2016 yang menyatakan bahwa peningkatan daya beli serta peningkatan pengaruh politik telah bertumbuh cepat khususnya dikalangan kelas menengah yang lebih rendah bawah. Hal ini berarti bahwa peluang untuk meningkatkan perekonomian rumahtangga lapisan menengah sangat tinggi. 2.Modal lapisan rumahtangga bawah Komposisi modal rumahtangga lapisan bawah Bajo Mola dan Pulau Kapota sama. Hal yang paling membedakan dengan lapisan rumahtangga lainnya adalah kondisi modal finansial. Lapisan rumahtangga bawah mempunyai modal finansial yang sangat rendah di kedua lokasi penelitian. Hal yang mendukung keberlanjutan hidup rumahtangga lapisan bawah adalah modal-modal lain yang berada dalam posisi sedang. Mengkombinasikan berbagai macam modal diluar modal finansial merupakan salah satu cara mengatur strategi nafkah rumahtangga. Modal sosial pada lapisan rumahtangga bawah memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan modal-modal lainnya. Modal sosial ini sangat mempengaruhi sistem pertahanan rumahtangga dalam meghadapi berbagai kesulitan. Penjelasan lebih rinci tentang modal-modal yang digunakan oleh setiap lapisan rumahtangga dalam pengaturan strategi nafkah di atas adalah sebagai berikut : a. Modal Manusia Manusia memiliki posisi penting dalam pembangunan. Manusia subjek sekaligus objek dari proses pembangunan yang telah, akan dan sedang berlangsung. Kerja memajukan kualitas hidup manusia harus bersifat holistik, memenuhi beberapa hal dasar seperti produktifitas yang mengalami peningkatan, terjadi pemerataan kesempatan, mendukung kesinambungan pembangunan dan terdapat unsur pemberdayaan. Pengukuran asset rumahtangga, telah menempatkan sumber daya manusia sebagai modal penting. Sumber daya manusia merupakam modal utama yang diperhitungkan sekaligus alasan mengapa modal-modal lain perlu didaya-gunakan dalam mengatur strategi nafkah untuk menjamin kondisi manusia individu-individu yang berada dalam suatu rumahtangga mengalami peningkatan kualitas hidup atau setidaknya berada dalam kondisi stabil. Semua kebutuhan dasar basic needs yang terdiri atas pangan, sandang dan papan terpenuhi. Selanjutnya kebutuhan seperti keamanan, kesehatan, pendidikan hingga liburan harus diusahakan terpenuhi untuk meningkatkan kesejahteraan dalam suatu rumahtangga. Modal manusia pada tingkatan rumahtangga dapat dilihat dari segi kualitas dan kuantitas kepala dan anggota rumahtangga. Variabel yang digunakan untuk mengukur modal manusia terdiri dari bebeapa hal yaitu sebagai berikut : 1. Banyaknya jumlah anggota keluarga dalam satu rumahtangga 2. Tingkat dependensi rasio dependency ratio anggota rumahtangga. 3. Tingkat keterampilan yang dimilki anggota rumahtangga. 4. Tenaga kerja yang digunakan dalam menjalankan usaha rumahtangga. 5. Jumlah anggota rumahtangga yang berada dalam kondisi cacat atau sakit Setiap variabel memiliki nilai indikator satu hingga tiga. Total dari nilai indikator diklasifikasi menjadi tiga bagian yaitu tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan proses tersebut kondisi modal manusia Masyarakat Pulau Kapota dan Bajo Mola berada pada tingkatan sedang. Perlu ada dorongan dan bantuan untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama keterampilan mengingat arah pengembanagan wilayah Kabupaten Wakatobi sebagai kawasan ekowisata membutuhkan kerja kreatif. Sejauh ini keterampilan anggota rumahtangga masih sangat rendah seperti yang terlihat pada gambar 28. Peningkatan keterampilan masyarakat seharusnya mengalami kemajuan namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan wisata belum mampu memberikan kontribusi signifikan dalam mendorong perbaikan modal manusia. Hal ini disebabkan oleh pemerintah daerah yang hanya fokus membangun infrastruktur dasar dan citra branding Wakatobi sebagai tujuan destinasi wisata. Anggaran pemerintah banyak digunakan untuk kegiatan promosi dan melakukan berbagai kegiatan-kegiatan bertaraf nasional maupun internasional. Kegiatan peningkatan kesadara n masyarakat mengenai “ekowisata”, pemberian pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masih belum dianggap penting oleh pemerintah. Kegiatan-kegiatan yang mengarah pada perbaikan kualitas sumberdaya manusia sebagai landasan utama untuk menjamin kemajuan dan keberlanjutan ekowisata belum tercantum secara rinci dalam rencana-rencana kerja dinas Pariwisata. Sehingga keterampilan yang dibutuhkan masyarakat agar dapat terlibat aktif dalam kegiatan ekowisata masih sangat kurang. Sejak lama Blakely dan Bradshaw 2002 telah menjelaskan bahwa terdapat tiga gelombang dalam pembangunan ekonomi, dan untuk komponen sumber daya manusia tediri dari tiga gelombang berikut yaitu; 1 menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat lokal yang menganggur, 2 mengembangkan program training, dan 3 mendayagunakan tenaga kerja yang telah ditraining untuk mendirikan usaha. Tiga gelombang pembangunan sumberdaya manusia sangat perlu dilaksanakan pada wilayah-wilayah yang sedang mengembangkan kegiatan 53.33 46.66 6.66 90 3.33 Tinggi Sedang Rendah Kapota Mola Gambar 28 Tingkat Keterampilan Rumahtangga Masyarakat Bajo Mola dan Pulau Kapota 2015 Sumber : Hasil penelitian 2015 ekowisata seperti Wakatobi agar masyarakat mampu menjadi pelaku usaha bukan menjadi penonton wisatawan yang datang. Sejauh kondisi kesehatan masyarakat salah satu hal yang mendukung kualitas modal manusia di lokasi penelitian. Seluruh rumahtangga yang menjadi sampel dalam penelitian ini tidak ada yang memiliki anggota keluarga yang cacat. b. Modal Fisik Kualitas sumber daya manusia hanya salah satu dari berbagai bentuk modal yang diperlukan dalam mencari nafkah. Modal-modal lain seperti modal fisik juga berperan sebagai satu faktor penentu dalam mengatur strategi nafkah rumahtangga. Modal fisik masuk dalam kategori modal buatan manusia Human- made capital berupa kepemilikan benda materil sebagai asset rumahtangga yang dapat digunakan dalam proses produksi mencari nafkah, mempunyai nilai ekonomi yang suatu waktu dapat diperjual-belikan atau dipertukarkan ketika terjadi krisis , guncangan atau ancaman dalam rumahtangga. Indikator yang digunakan untuk menilai kondisi modal fisik rumahtangga dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kepemilikan rumahtangga atas tempat tinggal 2. Kepemilikan rumahtangga atas alat-alat tangkap perlatan untuk melaut 3. Kepemilikan rumahtangga atas hewan-hewan ternak 4. Kepemilikan rumahtangga atas emas 5. Kepemilikan rumahtangga atas barang-barang eletronik 6. Kepemilikan rumahtangga atas alat-alat produksi peralatan pertanian Hasil perhitungan menunjukkan modal fisik rumahtangga Pulau Kapota dan Bajo Mola berada dalam katgeori sedang. Beberapa penemuan menarik terkait modal fisik diantaranya adalah rumahtangga tidak menganggap ternak sebagai asset penting. Ternak dipelihara untuk tujuan konsumsi rumahtangga. Emas salah satu asset fisik yang dianggap berharga. Banyak rumahtangga yang menyimpan emas, karena fleksibel dan mudah dijual ketika membutuhkan uang tunai dalam waktu cepat. Emas terkadang berfungsi sebagai simbol kekayaan bagi rumahtangga. Dalam kehidupan sehari-hari berfungsi sebagai perhiasan belum diperguankan sebagai alat spekulasi yang dapat digunakan untuk memperoleh keuntungan, walaupun telah dijadikan sebagai alat berjaga-jaga atau bentuk lain dalam menabung karena jika pendapatan disimpan dalam bentuk uang tunai akan sangat mudah digunakan dalam proses transaksi sehari-hari. Kepemilikan tempat tinggal di dua kelompok rumahtangga yang diteliti menunjukkan hal baik karena seluruh responden penelitian tidak ada yang menyewa rumah. Meksipun kondisi rumah berbeda-beda satu sama lain tetapi semua rumah merupakan milik pribadi. Beberapa tahun terakhir baik di Bajo Mola maupun di Pulau Kapota kendaraan roda dua motor menjadi salah satu asset fisik yang banyak dimiliki oleh rumahtangga. Motor dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya digunakan sebagai alat transportasi. Rumahtangga kadang menggunakan kendaraan mereka untuk mencari nafkah tambahan yaitu menjadi tukang ojek. Peningkatan kepemilikan atas motor di Bajo Mola juga di pengaruhi oleh perubahan lanskap teritorial yang saat ini saling terhubung, karena telah diabngun terdapat jalan untuk kendaraan. Modernisasi dan teknologi turut serta mempengaruhi kepemilikan modal fisik masyarakat. Barang elektronik sesuatu yang bersifat umum dimiliki oleh rumahtangga. Saat ini seluruh rumahtangga telah memiliki Handphone HP sebagai alat komunikasi. Telvisi menjadi barang elektronik yang tersedia di hampir seluruh rumahtangga baik di Bajo Mola maupun Pulau Kapota. Rumahtangga menggunakan modal fisik ini untuk menambah pendapatan seperti digunakan kulkas untuk menjual es batu. Seluruh rumahtangga di Bajo Mola memiliki alat tangkap dan alat produksi. Kondisi ini berbeda dengan rumahtangga di Pulau Kapota. hanya sebagian rumahtangga yang memiliki alat tangkap karena banyak rumahtangga yang sumber pendapatan utamanya bukan dari aktivitas melaut. Bantuan modal fisik terutama pemberian alat-alat produksi termaksud alat tangkap perlu diadakan. Dalam kehidupan sehari-hari modal fisik berperan penting dalam proses mencari nafkah begitu pula dalam upaya bertahan hidup karena dapat berfungsi sebagai alat untuk berjaga-jaga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya terjadi sesuatu yang insidentil dalam sebuah rumahtangga maka modal fisik dapat dijual atau digadaikan sebagai alternatif untuk memperoleh pembiayaan. c. Modal Alam Sumber daya alam wakatobi secara keseluruhan didominasi lautan dengan luas tutupan darat hanya 3 dan 97 berupa lautan. Kondisi ini secara alamiah membentuk desa-desa di Wakatobi sebagai desa pesisir termaksud tempat tinggal dua kelompok rumahtangga Bajo Mola dan Pulau Kapota. Namun terdapat perbedaan kondisi diantara keduanya, rumahtangga Pulau Kapota mendiami bekerja sebagai nelayan tetapi juga bercocok tanam walau dalam skala yang sangat kecil. Kondisi ini berbeda dengan Masyarakat Bajo Mola yang terkenal sebagai nelayan menjadikan lautan sebagai ruang pertama dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tidak mempunyai tanah di daratan untuk melakukan kegiatan bercocok tanam meskipun dalam skala yang sangat kecil. Lautan merupakan modal alam utama bagi rumahtangga di Bajo Mola untuk melangsungkan hidup. Bahkan pada awalnya sebelum tinggal dan menetap dipinggiran laut dengan membangun rumah-rumah terapung, Masyarakat Bajo hidup secara subsitem, berpindah-pindah menggunakan leppa dan aktivitas perekonomian hanya berlangsung dalam sistem barter. Kepemilikan modal alam berupah tanah bukanlah hal terpenting karena sumber utama pendapatan mereka bergantung pada lautan. Oleh sebab itu hasil penelitian mengenai kondisi modal alam rumahtangga bajo mola yang berada dalam posisi sedang, dengan seratus persen responden memberikan pandangan yang sama sesuatu yang wajar sebab beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur modal alam dalam riset ini seperti kepemilikan lahan pertanian, ketersedian irigasi, serta keberadaan hutan yang dapat diakses semuanya memiliki nilai 1, artinya ketiga indikator yang digunakan tersebut tidak dimiliki dan juga tidak tersedia untuk dapat di akses oleh masyarakat Bajo Mola. Modal alam rumahtangga Bajo Mola tetap berada dalam kategori sedang meskipun terdapat tiga indikator yang tidak tersedia untuk diakses karena ada indiaktor lain yang berkualitas baik seperti laut dan lasncape alam bernilai ekonomi tinggi.