Tinjauan Siklus Pengukuran dan Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu (Studi Kasus di PT A).

Tabel 12 Jumlah tenaga kerja PT A pada Januari 2015 Status Tenaga Kerja Bulan lalu Bulan ini Keterangan Karyawan staff Gol. IX-XVI 40 40 Orang Karyawan non-staff Gol. I-VIII 187 187 Orang PKWT luar pabrik 272 Orang PKWT dalam pabrik Orang Honorair 2 2 Orang MPP 2 2 Orang Jumlah 507 231 Orang Sumber: PT A Manajemen Rantai Pasok Kesepakatan Kontraktual Hubungan pemangku kebijakan dengan pelaksana kegiatan perkebunan di PT A selain lahan HGU diikat melalui kesepatan kontraktual. Kesepakatan kontraktual terutama terjadi pada perkebunan Kerja Sama Operasi KSO. Kesepakatan yang terjadi diatur melalui Surat kontrak perjanjian antara PT A dan perusahaan pihak ketiga terkait dengan pengolahan dan produktivitas lahan termasuk pembagian keuntungan yang sepadan. Kebijakan pengolahan lahan terletak pada pihak perusahaan ketiga sebagai pelaksana perjanjian di perkebunan, sedangkan pembagian keuntungan atau kerugian terlebih dahulu telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Kesepatan kontraktual lainnya juga diatur pada perkebunan Tebu Rakyat Bebas TRB. Kesepakatan kontraktual dengan TRB tidak terjadi secara formal seperti pada perkebunan KSO tetapi hanya terjadi besamaan dengan sistem transaksi ketika masa panen berlangsung. Sistem pengolahan perkebunan TRB adalah perkebunan yang sepenuhnya dimiliki dan dikelola oleh petani hingga masa panen tiba dan tetap diawasi oleh PT A agar pengelolaannya lebih baik sehingga tebu yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas. Pihak petani memiliki hak untuk memutuskan pemanenan lahan perkebunan mereka, tetapi tetap dibawah pengawasan PT A melalui analisa pendahuluan kematangan tebu. Pada saat panen tiba, proses pemanenan dan transportasi dibantu oleh PT A sesuai dengan kesepakatan perjanjian sebelum masa panen. Kesepatan kontraktual lainnya antara PT A dan petani TRB juga tentang pembagian hasil penggilingan tebu. Hasil penggilingan tebu biasanya dibagi antara perusahaan dan petani sebesar 30:70 atau sesuai dengan kesepakatan bersama dengan tidak meninggalkan regulasi yang telah diatur pemerintah. Sistem Transaksi Sistem transaksi yang terjadi pada manajemen rantai pasok PT A cukup bervariasi terutama pada manajemen bahan baku dan produk. Secara sederhana, transaksi yang terjadi pada perkebunan tebu dibuktikan dengan Surat-Surat transaksi yang sebagian besar dikeluarkan oleh Bagian Riset dan Pengembangan untuk manajemen perkebunan. Pekerja perkebunan akan meminta persetujuan Sinder Kebun atau Sinder Kebun Kepala atau Kepala Riset dan Pengembangan sesuai dengan kepentingannya untuk memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan aktivitas di kebun. Setelah persetujuan dikeluarkan, selanjutnya dana keperluan dikeluarkan oleh bagian TUK sesuai dengan Surat transaksi yang telah disetujui. Sistem transaksi pada masa panen sedikit berbeda yaitu dibawa oleh Surat Perintah Tebang Angkut SPTA yang dikeluarkan oleh bagian Riset dan Pengembangan dibawa oleh supir truk pengangkut tebu yang berisi keterangan asal perkebunan, penanggung jawan kebun, kualitas dan varietas tebu serta berat tebu. SPTA digunakan sebagai dasar pembayaran pekerja- pekerja di perkebunan dan transportasi pada saat panen serta pendataan jumlah dan kualitas tebu yang masuk ke pabrik. Sistem transaksi pada penjualan gula diatur melaluil Surat Delivery Order yang dikeluarkan oleh induk perusahaan PT A. Surat Delivery Order DO adalah bukti transaksi dan Surat perintah pengeluaran gula dari gudang sebagai dasar transaksi penjualan. Pendataan dan konfirmasi Surat Delivery Order dilakukan oleh bagian TUK sedangkan sistem muat gula dilakukan oleh bagian Gudang setelah DO diverifikasi. Analisa Nilai Tambah Nilai tambah merupakan terjadinya peningkatan nilai pada suatu komoditas karena komoditas itu mengalami penambahan input atau pengolahan lebih lanjut dalam suatu proses produksi Coltrain et al. 2000. Distribusi nilai tambah yang merata pada anggota rantai pasok adalah daya tarik tersendiri bagi investor untuk bergabung ke dalam bisnis tersebut Hidayat 2012. Perhitungan nilai tambah pada penelitian ini difokuskan pada perkebunan dan pengolahan rantai pasok agroindustri gula tebu PT A. Analisa Nilai Tambah Bagian Perkebunan Tebu Analisa nilai tambah pada bagian perkebunan berkaitan dengan jumlah bibit, bahan tambahan lain dan jumlah tebu yang dihasilkan pada setiap periode-nya. Perhitungan nilai tambah pada anggota rantai pasok perkebunan pada masa tanam 2014 dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah bagian perkebunan, rasio nilai tambah yang diperoleh adalah 62.5 dengan tingkat keuntungan 30. Rasio nilai tambah yang rendah dapat disebabkan oleh rendahnya produktivitas lahan karena permasalahan iklim, keadaan tanah dan kondisi penyiraman Naik 2003. Wilayah perkebunan PT A yang terletak di daerah yang memiliki jenis iklim D2 dan tanah mayoritas Latosol dengan pH 4.5-5.5 dengan curah hujan 2500-7000 mmtahun. Kondisi tanah demikian kurang baik untuk budi daya tebu, karena menurut Indrawanto et al. 2010 kondisi tanah untuk budi daya tebu memiliki pH 6-7.5 dengan curah hujan 1000-1300 mmtahun sedangkan kondisi iklimnya sudah cukup mendukung. Kendala lain adalah kondisi penyiraman tebu dan irigasi yang mengalami hambatan karena sumber air yang jauh dari perkebunan. Selain itu, PT A memiliki lahan perkebunan yang mayoritas menerapkan sistem irigasi permukaan. Sistem irigasi permukaan menyebabkan adanya genangan air di permukaan tanah sehingga dapat mengganggu pertumbuhan karena berkurangnya oksigen dalam tanah Indrawanto et al. 2010. Hasil analisa nilai tambah menunjukkan rasio nilai tambah yang diperoleh lebih besar dari