Produk Entitas Rantai Pasok

Proses tarik terjadi pada siklus pengadaanbudidaya dan siklus pesanan konsumen artinya kedua siklus tersebut dieksekusi setelah ada pesanan dari konsumen. Proses dorong terjadi pada siklus pengolahan yang berarti produksi dilakukan sebagai antisipasi dari pesanan konsumen yang akan datang. Siklus pengadaanbudidaya dilaksanakan langsung setelah masa panen sesuai dengan target yang disepakati. Proses ini dikategorikan siklus tarik karena budidaya dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan bahan baku pabrik sesuai dengan kapasitas yang telah ditetapkan. Siklus pesanan konsumen dieksekusi apabila telah datang Surat Delivery Order yang dibawa oleh konsumen. Siklus pengolahan PT A dilakukan sebagai pada setiap tahun sesuai dengan masa giling yang telah disepakati, artinya proses ini dilaksanakan sebagai antisipasi dari perminataan konsumen yang akan masuk. Operasi produksi tergantung pada ketersediaan bahan baku yang dipenuhi dari siklus pengadaan bukan berdasarkan seberapa banyak pesanan konsumen yang masuk. Sumber Daya Rantai Pasok A. Sumber Daya Fisik Sumber daya fisik agroindustri gula tebu Indonesia dapat ditinjau dari dua aspek yaitu ketersediaan lahan perkebunan dan kondisi pabrik pengolahan. Lahan perkebunan adalah sumberdaya fisik utama agroindusti gula selain sumber daya fisik gula mentah yang digunakan pabrik pada masa-masa idle. Berdasarkan data DGI luas lahan perkebunan tebu pada kurun waktu 2006-2011 secara umum berfluktuasi dengan kecenderungan menurun. Beberapa hal menjadi penyebab menurunnya luas lahan perkebunan tebu, diantaranya adalah penghapusan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi dan banyaknya petani tebu yang mengubah komoditasnya ke non-tebu Pujiatsih et al. 2014. Kondisi luas areal perkebunan dalam kurun waktu 2006-2011 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Luas lahan perkebunan tebu nasional tahun 2006-2011 Tahun Luas Lahan Ha 2006 396 441 2007 428 401 2008 436 504 2009 422 935 2010 418 259 2011 437 731 Sumber: Pujiatsih 2014 Penguatan sumberdaya fisik aspek perkebunan telah didukung dengan kebijakan pemerintah diataranya adalah dukungan sarana produksi pupuk, bibit pengairan Dept. Perindustrian 2009, pemantapan areal lahan, seleksi izin lokasi, pengukuran, ganti rugi, sertifikasi HGU, rehabilitasi tanaman, penyediaan agroinput, penyediaan sarana dan prasarana, peningkatan produktivitas lahan dan antisipasi perubahan iklim yang tertuang di dalam peraturan Menteri Perindustrian 2010. Permasalahan perkebunan tebu yang ditemukan di lapangan menunjukkan belum adanya inovasi teknologi budidaya tebu, dan masih banyaknya lahan perkebunan tebu keprasan yang frekuensinya lebih dari tiga kali Rusono et al. 2013. Permsalahan ini seharusnya dapat menjadi agenda perbaikan agroindustri gula selanjutnya dengan koordinasi yang baik antara kebijakan pemerintah dan aktor di lapangan. Penurunan luas areal perkebunan tebu bukan satu-satunya permasalah yang ada pada agroindustri gula tebu, tetapi juga ada permasalahan rendahnya produktivitas pabrik sehingga produksi gula juga ikut menurun. Menurut Ikagi produksi gula indonesia saat ini masih belum ideal, seharusnya 62 Pabrik Gula yang 51 PG diantaranya milik BUMN dan 11 PG lainnya milik swasta hanya mampu memproduksi 2.60 juta ton padahal seharusnya dapat memproduksi 3.15 juta Ton Rusono et al. 2013. Umumnya PG milik swasta mampu menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dari pada PG BUMN seperti yang dapat dilihat pada Tabel 11. Kondisi pabrik gula yang sudah tua tidak didukung dengan rehabilitasi berkala, sehingga produktivitas perusahaan menurun. Lambannya rehabilitasi pabrik gula disebabkan oleh rendahnya insentif yang diberikan pemerintah khususnya suku bunga bank selain pada kesulitan penyediaan lahan Colosewoko 2010. Tabel 11 Kondisi pabrik gula Indonesia 2005-2009 Nasionalmenurut manajemen pengelolaan 2005 2006 2007 2008 2009 Pertumbuhan Nasionaljumlah PG 58 58 58 59 61 Rendemen 7.20 7.63 7.35 7.97 7.60 1.52 Produktivitas GKP TonHa 5.89 5.85 5.76 5.95 5.54 -1.60 SwastaJumlah PG 10 Rendemen 8.2 8.47 8.42 8.73 8.23 0.38 Produktivitas GKP TonHa 6.60 6.34 6.46 6.3 6.26 -0.17 BUMN Jumlah PG 51 Rendemen 6.8 7.27 6.9 7.6 7.23 1.67 Produktivitas GKP TonHa 5.59 5.63 5.45 5.51 5.15 -1.86 RNI dan PTPN Sumber: Sawit 2010 Ketersediaan lahan PT A cukup terjamin karena diikat secara hukum melalui lahan HGU. Luas lahan HGU bruto yang dimiliki PT A adalah 5 669,4 Ha, selain itu juga terdapat lahan sewa seluas 582 Ha dan lahan Tebu Rakyat Bebas 213 Ha. Sumber daya fisik perawatan perkebunan tebu didukung dengan irigasi alur dan irigasi permukaan seluas 402 Ha dengan sumber air berasal dari Tarum Timur di sekitar Pabrik. Fasilitas produksi off farm PT A didukung dengan kapasitas giling 3000 TCD dengan kapasitas produksi inklusif 2800 TCD. Produksi GKP-nya dibagi menjadi per- stasiun kerja, yaitu stasiun Boiler, gilingan, cane Stacker, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun penguapan dan Pendinginan, stasiun puteran serta gudang gula dan tetes. Kondisi mesin yang dioperasikan di PT A menurut stasiun kerja dapat dilihat pada Lampiran 5.