Tinjauan DorongTarik Pengukuran dan Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu (Studi Kasus di PT A).
TUK sesuai dengan Surat transaksi yang telah disetujui. Sistem transaksi pada masa panen sedikit berbeda yaitu dibawa oleh Surat Perintah Tebang Angkut SPTA yang
dikeluarkan oleh bagian Riset dan Pengembangan dibawa oleh supir truk pengangkut tebu yang berisi keterangan asal perkebunan, penanggung jawan kebun, kualitas dan
varietas tebu serta berat tebu. SPTA digunakan sebagai dasar pembayaran pekerja- pekerja di perkebunan dan transportasi pada saat panen serta pendataan jumlah dan
kualitas tebu yang masuk ke pabrik.
Sistem transaksi pada penjualan gula diatur melaluil Surat Delivery Order yang dikeluarkan oleh induk perusahaan PT A. Surat Delivery Order DO adalah bukti
transaksi dan Surat perintah pengeluaran gula dari gudang sebagai dasar transaksi penjualan. Pendataan dan konfirmasi Surat Delivery Order dilakukan oleh bagian TUK
sedangkan sistem muat gula dilakukan oleh bagian Gudang setelah DO diverifikasi.
Analisa Nilai Tambah
Nilai tambah merupakan terjadinya peningkatan nilai pada suatu komoditas karena komoditas itu mengalami penambahan input atau pengolahan lebih lanjut dalam
suatu proses produksi Coltrain et al. 2000. Distribusi nilai tambah yang merata pada anggota rantai pasok adalah daya tarik tersendiri bagi investor untuk bergabung ke
dalam bisnis tersebut Hidayat 2012. Perhitungan nilai tambah pada penelitian ini difokuskan pada perkebunan dan pengolahan rantai pasok agroindustri gula tebu PT A.
Analisa Nilai Tambah Bagian Perkebunan Tebu
Analisa nilai tambah pada bagian perkebunan berkaitan dengan jumlah bibit, bahan tambahan lain dan jumlah tebu yang dihasilkan pada setiap periode-nya.
Perhitungan nilai tambah pada anggota rantai pasok perkebunan pada masa tanam 2014 dapat dilihat pada Tabel 13.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah bagian perkebunan, rasio nilai tambah yang diperoleh adalah 62.5 dengan tingkat keuntungan 30. Rasio nilai
tambah yang rendah dapat disebabkan oleh rendahnya produktivitas lahan karena permasalahan iklim, keadaan tanah dan kondisi penyiraman Naik 2003. Wilayah
perkebunan PT A yang terletak di daerah yang memiliki jenis iklim D2 dan tanah mayoritas Latosol dengan pH 4.5-5.5 dengan curah hujan 2500-7000 mmtahun.
Kondisi tanah demikian kurang baik untuk budi daya tebu, karena menurut Indrawanto et al.
2010 kondisi tanah untuk budi daya tebu memiliki pH 6-7.5 dengan curah hujan 1000-1300 mmtahun sedangkan kondisi iklimnya sudah cukup mendukung. Kendala
lain adalah kondisi penyiraman tebu dan irigasi yang mengalami hambatan karena sumber air yang jauh dari perkebunan. Selain itu, PT A memiliki lahan perkebunan
yang mayoritas menerapkan sistem irigasi permukaan. Sistem irigasi permukaan menyebabkan adanya genangan air di permukaan tanah sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan karena berkurangnya oksigen dalam tanah Indrawanto et al. 2010. Hasil analisa nilai tambah menunjukkan rasio nilai tambah yang diperoleh lebih besar dari
pada keuntungan yang diperoleh, artinya bagian perkebunan belum dapat memanfaatkan rasio nilai tambahnya secara maksimal.
Tabel 13 Perhitungan nilai tambah pada bagian perkebunan
No. Variabel
Nilai Output, Input dan Harga.
1. Output Kuperiodeha
587 2.
Bahan baku Kuperiodeha 121
3. Tenaga kerja langsung jamperiodeha
2 400 4.
Faktor Konversi 4.85
5. Koefisien tenaga kerja langsung orangKu
19.83 6.
Harga output RpKu 31 000
7. Upah tenaga kerja Rporangjam
2 500
Penerimaan dan Keuntungan
8. Harga bahan baku Rpku
55 617 9.
Harga input lain RpKu 689
10. Nilai output Rpku 150 371
11. a. Nilai tambah RpKu 94 065
b. Rasio nilai tambah 62.5
12. a. Pendapatan tenaga kerja langsung RpKu 49 587
b. Pangsa tenaga kerja langsung 53
13. a. Keuntungan RpKu 44 478
b. Tingkat keuntungan 30
Balas jasa pemilik fakor produksi
14. Marjin RpKu 94 754
a. Pendapatan tenaga kerja langsung 52
b. Sumbangan input lain 0.73
c. Keuntungan perusahaan 47
Analisa Nilai Tambah pada Bagian Pengolahan
Bagian pengolahan merupakan anggota rantai pasok gula tebu yang bertanggung jawab mengolah tebu menjadi gula. Peningkatan nilai tambah terjadi karena adanya
perlakuan bahan dan penambahan input ketika pengolahan. Hasil perhitungan nilai tambah bagian pengolahan tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 14.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah bagian pengolahan, rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan yang diperoleh adalah 42. Rasio nilai tambah ini
tergolong rendah, yang dapat dipengaruhi oleh rendahnya faktor konversi karena kualitas SDM dan pabrik gula yang tua. Faktor konversi bahan baku menjadi produk
yang rendah diantaranya adalah rendahnya rendemen dan produktivitas pabrik. Rendemen PT A pada tahun 2014 adalah 5.61 jauh dibawah target rendemen nasional
8-12 Rusono et al. 2013 mengakibatkan rasio nilai tambah semakin kecil. Perbaikan nilai tambah bagian pengolahan dapat dilakukan dengan meningkatkan
rendemen gula yang didukung revitalisasi mesin dan peningkatan kualitas SDM. Walaupun demikian, tingkat keuntungan yang diperoleh bagian pengolahan lebih besar
dibandingkan dengan bagian perkebunan dan sebanding dengan rasio nilai tambah-nya. Besarnya nilai tambah pada bagian pengolahan terjadi karena banyaknya tambahan
input dan proses pada bahan baku utama. Hal ini sesuai dengan Setiawan 2009 bahwa peningkatan nilai tambah dapat terjadi karena adanya pemberlakuan input atau
peningkatan nilai harga atau proses.
Tabel 14 Perhitungan nilai tambah pada bagian pengolahan
No. Variabel
Nilai Output, Input dan Harga
1. Output Kuperiode
299 305 2.
Bahan baku Kuperiode 2 849 547
3. Tenaga kerja langsung jamperiode
2 436 4.
Faktor Konversi 0.105
5. Koefisien tenaga kerja langsung orangKu
0.000854 6.
Harga output RpKu produk 1 227 669
7. Upah tenaga kerja Rpjam
8 325
Penerimaan dan Keuntungan
8. Harga bahan baku Rpku
31 000 9.
Harga input lain Rpku 44 066
10. Nilai output Rpku 128 949
11. a. Nilai tambah RpKu 53 884
b. Rasio nilai tambah 42
12. a. Pendapatan tenaga kerja langsung RpKu 7.11
b. Pangsa tenaga kerja langsung 0.013
13. a. Keuntungan RpKu 53 877
b. Tingkat keuntungan 42
Balas jasa pemilik fakor produksi 14. Marjin RpKu
97 949 a. Pendapatan tenaga kerja langsung
0.0072 b. Sumbangan input lain
45 c. Keuntungan perusahaan
55
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu
Kinerja rantai pasok gula tebu perlu diukur secara tepat sesuai dengan karakteristik aktivitas di dalamnya dan didukung observasi lapangan. Perancangan
matrik pengukuran kinerja diperlukan sebelum melakukan pengukuran kinerja agar hasil yang diperoleh mencerminkan kondisi perusahaan saat ini. Perancangan model
pengukuran kinerja rantai pasok ini didasari atas model SCOR Supply Chain
Operation Reffrence yang dikembangkan oleh SCC Supply Chain Council 2012.
Model SCOR dapat menganalisis kinerja perusahaan atau organisasi dengan mengintegrasikan tiga pilar utama yaitu rekayasa ulang mekanisme rantai pasok saat
ini menjadi model yang diinginkan, analisis patok duga dan proses perbaikan Pujawan 2005. Hal yang mendasari SCOR sebagai model pengukuran kinerja rantai pasok
penelitian ini adalah kemampuan menganalisis rantai pasok dalam kerangka yang sistematis, meningkatkan komunikasi antar anggota rantai pasok, dan mengevaluasi
serta membangun model rantai pasok yang lebih efisien Hwang et al. 2008 dan Netheginia et al. 2013. Model pengukuran kinerja yang dirancang terdiri dari
pemodelan bisnis, paramter kinerja, atribut dan matrik pengukuran kinerja rantai pasok, dibentuk dalam hierarki keputusan fuzzy-AHP seperti yang dijelaskan pada bagian
Metode.
Pembobotan Matrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok dengan Fuzzy AHP
Pembobotan ini menerapkan nilai α sebesar 0.5 yang menunjukkan para pakar
memiliki tingkat kepercayaan rata-rata pada saat penilaian dan ω sebesar 0.5 yang
menunjukkan penilaian yang diberikan tidak terlalu optimis dan tidak terlalu pesimis sesuai dengan konsep pengambilan keputusan fuzzy-AHP Adhi 2014. Hasil
pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu dengan mengorganisir empat orang pakar dapat dilihat pada Gambar 11.
Indeks konsistensi penilaian pakar adalah 0.032, artinya pakar memberikan penilaian yang konsisten terhadap kuesioner yang diajukan. Matrik kinerja biaya
pengolahan adalah yang paling penting dengan bobot 0.168. Ketepatan pengiriman dan fleksibilitas kecepatan produksi merupakan matrik kinerja penting berikutnya dengan
bobot 0.157 dan 0.114. Hasil pembobotan tersebut mengindikasikan bahwa biaya adalah faktor kinerja yang harus diperhatikan dalam manajemen kinerja rantai pasok
agroindustri gula tebu.
Hasil pembobotan pada atribut kinerja menunjukkan reliabilitas merupakan atribut kinerja yang paling penting untuk diperhatikan dengan bobot 0.371. Bobot
atribut kinerja reliabilitas yang tinggi berarti mempertahankan tingkat kepercayaan perlu diperhatikan perusahaan dalam mengelola manajemen rantai pasok. Sebagaimana
menurut Costabile 1998 kepercayaan diartikan sebagai keterhandalan perusahaan dalam memenuhi harapan konsumen akan kinerja produk dan kepuasan menurut
pandangan konsumen. Kepuasan dan kepercayaan adalah dasar hubungan jangka panjang perusahaan dengan konsumen Erna dan Djati 2005, sehingga sesuai dengan
hasil penilaian ini atribut reliabilitas perlu diperhatikan dalam menjamin keberlangsungan rantai pasok.
Pada level parameter kinerja, diketahui bahwa nilai tambah memiliki bobot sebesar 0.150, kualitas memiliki bobot sebesar 0.492 dan resiko memiliki bobot sebesar
0.358. Pakar menganggap bahwa parameter kinerja kualitas merupakan parameter kinerja yang paling penting dibandingkan dari pada parameter resiko dan nilai tambah.
Hasil penilaian pakar mengindikasikan kualitas perlu diperhatikan dalam manajemen rantai pasok gula tebu karena menyangkut kepada kualitas akhir produk dan
kepercayaan konsumen.