16 IP Beras dan importir yang telah mendapat penunjukan sebagai importir
Terdaftar Beras IT Beras, 2 impor beras dilarang dalam masa satu bulan sebelum panen raya, selama panen raya, dan dua bulan setelah panen raya
ditetapkan oleh Menteri Pertanian, yang berarti impor beras hanya boleh dilakukan diluar masa-masa yang telah ditetapkan tersebut, 3 pelaksanaan
importasi beras oleh IT Beras hanya dapat dibongkar di pelabuhan tujuan sesuai dengan persetujuan impor yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan
Luar Negeri, dan 4 beras yang diimpor oleh IP Beras hanya boleh digunakan sebagai bahan baku untuk proses produksi industri yang dimilikinya dan dilarang
diperjualbelikan atau dipindahtangankan. Kombinasi kedua kebijakan defensif tersebut diharapkan dapat meredam laju impor dan mampu mengangkat harga
beras di pasar domestik dan harga gabah petani Hadi dan Wiryono, 2005.
2.3. Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu
Hessie 2009 menyatakan bahwa perkembangan produksi dan konsumsi beras di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu
37 tahun 1970-2006, pertumbuhan produksi beras di Indonesia sebesar 2.8 persen per tahun. Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan konsumsi beras 1994
sebesar 2.6 persen per tahun. Pertumbuhan produksi beras per tahun memang lebih tinggi dari konsumsi beras, namun rata-rata konsumsi beras per tahun masih
lebih tinggi dari rata-rata produksi beras, yaitu sebesar 27,859.140 ton sedangkan rata-rata produksi beras per tahun hanya 26,725.780 ton. Oleh karena itu, secara
umum produksi beras Indonesia selama kurun waktu 37 tahun terakhir ini masih belum dapat menutupi konsumsi beras, sehingga pemerintah masih mengimpor
beras. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang dapat direpresentasikan
17 dari luas areal panen dan produktivitas padi adalah resiko harga riil gabah di
tingkat petani dengan upah riil buruh tani, jumlah penggunaan pupuk urea, luas areal intensifikasi, dan tren waktu. Sementara faktor yang mempengaruhi
konsumsi beras adalah harga beras dan populasi. Sunani 2009 menyimpulkan bahwa pada persamaan luas areal panen,
variabel harga gabah di tingkat petani, luas areal irigasi, dan curah hujan daerah setempat berpengaruh positif sedangkan harga pupuk urea dan harga jagung
sebagai komoditi kompetitif tanaman padi dalam penggunaan lahan berpengaruh negatif, sehingga harga riil jagung atau semua variabel berpengaruh nyata secara
statistik. Pada persamaan produktivitas padi, variabel harga gabah di tingkat petani, luas areal panen, jumlah penggunaan pupuk urea, dan tren berpengaruh
positif, sedangkan upah tenaga kerja berpengaruh negatif. Selain itu, harga riil gabah di tingkat petani, semua variabel berpengaruh nyata terhadap produktivitas
padi. Pada persamaan konsumsi beras, variabel jumlah penduduk, PDRB, dan
harga jagung sebagai komoditi substitusi berpengaruh positif sedangkan harga eceran beras berpengaruh negatif. Hanya jumlah penduduk yang berpengaruh
nyata sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi beras. Pada persamaan harga eceran beras, variabel jumlah konsumsi beras, dan
harga eceran beras t-1 berpengaruh positif sedangkan jumlah produksi beras berpengaruh negatif. Hanya variabel harga eceran beras t-1 yang berpengaruh
nyata. Pratiwi 2008 menuliskan beberapa kesimpulan, diantaranya kebijakan
peningkatan produk beras diintervensi pemerintah melalui berbagai Program
18 Peningkatan Produksi Padi P4 seperti pengelolaan Bimbingan Massal Bimas
tahun 1965, Intensifikasi Khusus Insus tahun 1798, dan Program Peningkatan Beras Nasional P2BN tahun 2007. Pelaksanaan program melalui dua paket
teknologi, yaitu bantuan alat dan bahan serta pendekatan sosial. Kebijakan impor dilakukan melalui penetapan tarif spesifik, kuota tarif, dan red line untuk
menekan jumlah ekspor beras. Kebijakan harga dilakukan dengan menetapkan HDPP untuk produsen, OPM, Raskin, dan menetapkan pagu harga untuk
konsumen. Kebijakan distribusi menunjuk Bulog sebagai pengelola CBP sekaligus sebagai penyalur Raskin. Keempat kebijakan mengalami berbagai
hambatan baik dari internal maupun eksternal sehingga belum mencapai sasaran yang diharapkan.
Kebijakan distribusi merupakan kebijakan paling efektif dibandingkan dengan ketiga kebijakan yang lainnya. Baiknya distribusi beras didukung oleh
spesifiknya intervensi Bulog terhadap distribusi beras nasional. Bulog hanya menguasai kurang dari sepuluh persen pangsa pasar beras dan hanya digunakan
sebagai CBP melalui pengadaan dalam negeri. Selain itu, juga didukung dengan gudang yang tersebar di seluruh Indonesia dan koordinasi dengan baik antar
wilayah dan hak istimewa yang dimiliki Bulog sebagai State Trading Enterprise STE stabilitator harga. Kebijakan harga dinilai tidak efektif karena
kecenderungan pemerintah melindungi konsumen melalui ceilling price, OPM, dan Raskin justru mendistorsi harga pasar beras karena sarat subsidi. Kebijakan
impor juga dinilai tidak efektif karena tarif impor justru memicu tingginya penyelundupan yang akibatnya merusak harga beras domestik. Selain itu juga
tercermin dari perbedaan data jumlah impor antar instansi. Kebijakan produksi
19 dinilai sebagai kebijakan paling tidak efektif karena kegagalan pemerintah
mengurangi konversi, mendiversifikasi pangan, dan produktivitas yang stagnan. Prioritas strategi kebijakan pengembangan perberasan nasional adalah
mengkombinasikan kebijakan protektif dengan kebijakan promotif untuk melindungi
beras dalam
negeri. Strategi
kebijakan lainnya
adalah mengembangkan diversifikasi berbasis pangan lokal, mengembangkan input dan
teknologi melalui kemitraan, memperbaiki infrastruktur dan teknologi budidaya, memperbaiki mekanisme kredit, mengawasi kinerja dan transparansi Bulog serta
melakukan reformasi agrarian. Prioritas pertama dari program peningkatan produksi padi adalah
membangun sarana irigasi berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait. Prioritas kedua adalah mengadopsi teknologi sesuai dengan kondisi wilayah dan
sumber daya lokal. Prioritas ketiga adalah memperketat aturan alih fungsi lahan dan pemberian insentif bagi pemilik lahan sehingga tingkat konversi lahan
pertanian dapat dikurangi. Adriana 2007 menyimpulkan bahwa penawaran beras dunia bagi
Indonesia semakin meningkat karena beras yang diperdagangkan di pasar dunia cenderung mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan produksi beras
dunia. Peningkatan tersebut karena didukung kebijakan perberasan negara-negara eksportir utama dalam memberikan insentif kepada petani untuk meningkatkan
produksi beras secara berkelanjutan. Kebijakan perberasan Indonesia yang ditujukan melindungi produsen dalam pengembangannya saat ini telah berjalan
cukup efektif dikarenakan telah ada penetapan tarif, pengaturan izin, dan tata laksana impor yang ditujukan untuk perlindungan produsen dan konsumen.
20 Penelitian Sitepu 2002 menunjukkan bahwa permintaan beras domestik
dan dunia dipengaruhi oleh harga beras dunia, tetapi responnya inelastis. Sedangkan terhadap jumlah penduduk dan jumlah produksi beras, responnya
elastis. Menurut Sitepu 2002, kebijakan harga dasar akan menyebabkan net surplus
akan bertambah, sedangkan kebijakan penghapusan harga input berdampak pada penurunan produksi, namun demikian total net surplus akan
mengalami peningkatan. Pemberlakuan liberalisasi perdagangan penghapusan peran Bulog dalam pengadaan dan penyaluran gabah atau beras serta penghapusan
tarif tidak efisien dan tidak tepat karena keuntungan yang diterima konsumen lebih kecil jika dibandingkan dengan kerugian yang diterima oleh produsen,
sehingga net surplus akan berkurang. Model ekonometrika dalam penelitian ini terdiri dari 7 persamaan
struktural yaitu luas areal panen padi, produktivitas padi, harga riil gabah tingkat petani, jumlah impor beras, permintaan beras, harga riil beras Indonesia, dan
harga riil beras impor Indonesia serta 3 persamaan identitas yaitu produksi padi, produksi beras, dan penawaran beras. Berdasarkan hasil analisis dari ketujuh
simulasi yang diterapkan, diperoleh kebijakan paling layak untuk disarankan kepada pemerintah Indonesia sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai melalui
program pencapaian target pemenuhan beras dari kemampuan produksi sendiri swasembada dan untuk meningkatkan kesejahteraan petani padi, yaitu kebijakan
kenaikan harga riil pembelian pemerintah terhadap gabah dan beras. Kebijakan ini terbukti mampu mendorong peningkatan produksi padiberas dan menambah
pendapatan petani padi yang cukup besar melalui peningkatan harga riil gabah tingkat petani dan harga riil beras Indonesia.
21
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis
Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan karena memiliki lebih dari
satu variabel endogenpersamaan. Berikut dipaparkan teori dari fungsi produksi,
fungsi konsumsi, dan persamaan simultan. 3.1.1. Fungsi Produksi
Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai hubungan secara teknis dalam transformasi input resources ke dalam output atau yang melukiskan antara
hubungan input dengan output Debertin, 1986; Doll dan Orazem, 1984. Secara umum hubungan antara input-output untuk menghasilkan produksi suatu komoditi
pertanian Y secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: Y = f x
1
, x
2
, x
3
, x
4
.......................................................................... 3.1 dimana:
Y = Output KgHa
x
1
= Luas areal produksi Ha x
2
= Jumlah modal RpHa x
3
= Tenaga kerja HOKHa x
4
= Faktor produksi lainnya Produsen yang rasional berusaha memaksimumkan keuntungannya pada
tingkat produksi optimum dengan tingkat harga tertentu. Keuntungan maksimum harus memenuhi syarat First Order Condition FOC dan Second Order Condition
SOC. Syarat pertama dipenuhi apabila turunan pertama dari fungsi keuntungan
sama dengan nol, yang berarti produktivitas marginal faktor produksi sama dengan harga faktornya, sedangkan syarat kedua yang harus dipenuhi yaitu, jika
fungsi produksinya cembung, dan nilai determinan Hessian lebih besar dari nol