III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November 2008 – Januari 2009. Contoh daging diambil di RPH Kabupaten Bogor dan RPH Kota Bogor.
Pengujian laboratorium terhadap contoh daging dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
3.2 Materi dan Metode 3.2.1 Materi
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging sapi bagian top side Musculus gluteus sebanyak 0.5 kg setiap contoh. Contoh daging
diambil dari jenis sapi Brahman cross BX dengan status kelamin steer dengan kisaran umur 1.5 - 2 tahun, yaitu sebanyak 60 contoh dari 60 sapi
yang berbeda yang telah diistirahatkan terlebih dahulu di kandang penampungan RPH selama ± satu minggu sebelum dipotong, yang terdiri dari
30 contoh daging dari hasil pemotongan dengan menggunakan restraining box dan 30 contoh daging dari hasil pemotongan tanpa menggunakan
restraining box dengan pengambilan sampel sebelum pelayuan.
3.2.2 Metode Penelitian 3.2.2.1 Pengukuran nilai pH daging
Contoh daging dari kedua perlakuan disimpan dalam kantong plastik dan disimpan pada suhu kamar 25 – 34°C. Pengukuran nilai pH
dilakukan empat kali pengukuran, yaitu jam ke-1, ke-6, ke-8, dan ke-10. Metode yang dilakukan adalah metode elektrometrik dengan daging
homogenat. Sebelum pengukuran pH meter harus dikalibrasi menggunakan larutan standar. Pertama pH meter dikalibarasi dengan
larutan ber-pH 4.01 lalu dikalibarasi dengan larutan ber-pH 7,0 atau lebih. Setiap selesai pencelupan atau pengukuran pada contoh, gelas elektroda
harus selalu dibilas secara seksama dan hati-hati dengan akuades,
kemudian dikeringkan dengan kertas tisu secara hati-hati. Pengukuran nilai pH daging dapat dilakukan dengan mempersiapkan daging dengan
dihomogenkan terlebih dahulu menggunakan blender homogenat. Contoh daging yang telah homogen dimasukkan ke dalam kantong plastik
dan mulai diukur pH-nya dengan memasukkan elektrode gelas ke dalam homogenat daging. Setelah elektroda pH meter dimasukkan ke dalam
contoh, biarkan beberapa waktu sampai nilai pH terbaca konstan.
3.2.2.2 Pemeriksaan Keempukan
Pengukuran keempukan daging sapi dilakukan menggunakan Warner-Bratzler shear force WBSF. Contoh daging yang telah
didinginkan, 24 jam kemudian dicairkan thawing dan direbus sampai suhu dalam daging mencapai angka 80
o
C, yaitu sekitar 10-15 menit. Kemudian daging tersebut diangkat dan ditiriskan. Daging dicetak dengan
menggunakan corer dengan diameter bagian dalam 1.27 cm atau 0.5 inchi sehingga diperoleh potongan daging dengan diameter 1.27 cm dan panjang
4-5 cm. Langkah pengujian selanjutnya adalah pemotongan contoh daging dengan WB blade. Daging diletakkan sedemikian rupa sehingga alat
potong pada Warner Bratzler tepat memotong melintang arah serabut otot. Nilai daya putus WB dinyatakan dengan satuan kilogram per sentimeter
persegi kgcm
2
3.2.2.3 Pemeriksaan Drip Loss
Pengujian drip loss dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap penimbangan contoh, tahap penyimpanan dan tahap pengukuran. Contoh
daging ditimbang ± 5 gram a gram kemudian contoh daging digantung dengan benang pada kawat lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik
kemudian diikat dan disimpan dalam lemari es selama 24 jam. Setelah itu daging ditimbang kembali b gram. Pengujian dilakukan pada jam ke-6,
jam ke-8, dan jam ke-10 setelah pemotongan. Pengukuran nilai drip loss dilakukan dengan cara perhitungan dengan rumus sebagai berikut :
drip loss = a – b x 100 a
Keterangan : a : Berat daging sebelum perlakuan gram
b : Berat daging setelah perlakuan gram 3.2.2.4 Pemeriksaan
Cooking Loss
Pengujian cooking loss dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap penimbangan contoh, tahap pemasakan dan tahap pengukuran. Contoh daging
ditimbang sebanyak 70-100 gram a gram lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik tahan panas kemudian dipanaskan dalam air suhu 75 °C selama 50 menit
selanjutnya daging ditimbang kembali b gram. Pengujian dilakukan pada jam ke-6, jam ke-8, dan jam ke-10 setelah pemotongan. Pengukuran nilai cooking loss
dilakukan dengan cara perhitungan dengan rumus sebagai berikut :
cooking loss = a – b x 100 a
Keterangan : a : Berat daging sebelum perlakuan gram
b : Berat daging setelah perlakuan gram
3.3 Analisis Statistika
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode statistika sebaran t t-test dua sampel dengan selang kepercayaan 95 dimana setiap waktu
pengamatan dicari rata-rata dan standar deviasinya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh penggunaan
restraining box terhadap pH daging
Hasil pengujian nilai pH dari daging yang berasal dari sapi dengan perlakuan restraining box, nilai pH rata-rata pada jam pertama postmortem adalah
6.31 + 0.04 dan mencapai nilai terendah pada jam ke-8 postmortem rata-rata 5.58 + 0.03, sedangkan pada daging yang berasal dari sapi tanpa perlakuan restraining
box, nilai pH rata-rata pada jam pertama yaitu 6.23 + 0.08 dan mencapai nilai terendah pada jam ke-8 postmortem 5.53 + 0.03. Nilai pH daging kedua
perlakuan mengalami peningkatan kembali pada jam ke-10. Untuk daging yang berasal dari sapi dengan perlakuan restraining box pH mencapai nilai 5.69 + 0.03,
meningkat sebesar 1.97 dari jam ke-8. Sementara itu, daging yang berasal dari sapi tanpa perlakuan restraining box mencapai nilai 5.58 + 0.04, yang berarti
mengalami kenaikan sebesar 0.85 dari jam ke-8, seperti pada Tabel 1 dan Gambar 2.
Tabel 1
Nilai rata-rata pH daging yang berasal dari sapi dengan perlakuan restraining box dan tanpa perlakuan restraining box
Jam ke- Restraining box
Non-Restraining box 1 6.31
+ 0.04
tn
6.23 + 0.08
tn
6 5.70 + 0.03
tn
5.67 + 0.04
tn
8 5.58 + 0.03
tn
5.53 + 0.03
tn
10 5.69 + 0.03
5.58 + 0.04
Ket : superscript tn yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata P0.05
superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P0.05
Sapi yang dipotong tanpa menggunakan restraining box pada umumnya akan mendapat perlakuan kasar pada saat dirobohkan sehingga sapi mengalami
stres. Stres dapat memicu meningkatnya glikolisis yang akan menghasilkan asam laktat dan tertimbun pada otot Lawrie 1979; Buckle et al. 1985. Pada keadaan
yang tidak terkendali penimbunan asam laktat pada otot tidak dapat lagi dinetralisasi oleh sistem buffer otot, sehingga dapat menurunkan nilai pH otot