1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi masyarakat yang hidup di negara-negaramaju, seperti negara-negara di Eropa, Amerika dan Jepang, mendengar kata bank sudah bukan merupakan
barang yang asing. Bank sudah merupakan mitra dalam rangka memenuhi kebutuhan keuangan mereka. Bank dijadikan sebagai tempat untuk melakukan
berbagai transaksi yang berhubungan dengan keuangan seperti, tempat mengamankan uang, melakukan investasi, pengiriman uang, melakukan
pembayaran atau penagihan. Bank dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian suatu negara. Kasmir:2012
Perbankan di Indonesia mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, terutama setelah adanya krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1997. Krisis
yang melanda tersebut juga berdampak pada bidang perbankan sehingga jumlah bank yang ada mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan tingginya kredit macet
yang ditanggung oleh bank, sehingga bank tidak mampu mengembalikan dana kepada masyarakat pada saat krisis tersebut terjadi. Kebanyakan bank yang tidak
mampu bertahan adalah bank konvensional.Bank syariah yang sebelumnya dianggap remeh malah relatif lebih mampu bertahan menghadapi krisis
tersebut.Bank syariah menunjukkan perkembangan yang menjanjikan dari tahun ke tahunnya. Perkembangan ini dapat dilihat dari naiknya aset, pembiayaan, dan
dana pihak ketiga. Pembiayaan Hal ini menunjukkan bank syariah mempunyai prospek yang menjanjikan. Bank syariah di tengah-tengah krisis global menjdi
2
harapan bagi para nasabah dan pelaku perbankan untuk mengatasi krisis, karena sistem transaksinya yang bertumpu pada sektor riil. Berbeda dengan bank
konvensional yang transaksi sistem keuangannya dilakukan on paper, di mana dalam sistem ini banyak spekulasi yang dilakukan, yang terbukti bisa
mengakibatkan risiko kerugian yang tinggi.sistem bunga dalam dunia perbankan. Prinsip utama bank syariah adalah tidak mengakui adanya bunga.Bunga dianggap
sebagai suatu hal yang diharamkan, karena merupakan suatu unsur buruk yang merusak masyarakat secara ekonomi, sosial, maupun moral.Oleh karena bunga
dianggap haram, maka bunga tidak dapat dimasukkan sebagai unsur untuk menghitung pendapatan bank syariah. Pendapatan hanya dihitung dari hasil
operasinya yang diperoleh dari bagi hasil penyaluran dana, keuntungan atas kontrak jual beli, hasil sewa, dan biaya administrasi atas jasa yang diberikan.
Besarnya pendapatan yang diperoleh ini akan mempengaruhi tingkat kinerja bank. Kinerja bank yang baik akan berpengaruh pada pencapaian profitabilitas bank.
Dalam pengukuran kinerja, analisis rasio dapat digunakan untuk mengetahui seberapa baik operasi suatu bank dan seberapa sehat bank dapat menjalankan
fungsinya untuk mencapai profitabilitas yang diinginkan.Pada umumnya, rasio untuk menilai kinerja bank terdiri dari rasio likuiditas, rentabilitas, dan
solvabilitas.Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban jangka pendek atau kewajiban yang sudah jatuh
tempo.Rasio rentabilitas digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas bank.Rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur seberapa mampu
bank untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau untuk mengukur
3
kemampuan bank memenuhi kewajibannyajika terjadi likuiditas Irman Firmansya,2012.
Dalam pengukuran kinerja, analisis rasio dapat digunakan untuk mengetahui seberapa baik operasi suatu bank dan seberapa sehat bank dapat
menjalankan fungsinya untuk mencapai profitabilitas yang diinginkan.Pada umumnya, rasio untuk menilai kinerja bank terdiri dari rasio likuiditas,
rentabilitas, dan solvabilitas.Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban jangka pendek atau kewajiban yang
sudah jatuh tempo.Rasio rentabilitas digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas bank.Rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur
seberapa mampu bank untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau untuk mengukur kemampuan bank memenuhi kewajibannyajika terjadi likuiditas.
Financing to deposit ratio FDR merupakan salah satu rasio likuiditas yang
mewakili kedua aktivitas utama bank yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan pembiayaan. Aktivitas
penyaluran dana atau pembiayaan merupakan sumber utama pendapatan bank syariah. Besarnya pembiayaan yang disalurkan dipengaruhi oleh besarnya dana
pihak ketiga yang terkumpul. Semakin banyak dana terkumpul, semakin banyak pula pembiayaan yang dapat disalurkan. Peningkatan penyaluran pembiayaan
akan menyebabkan peningkatan pendapatan dari bagi hasil. Pendapatan yang meningkat akan berdampak pada peningkatan kinerja yang diikuti dengan
peningkatan laba. Dari segi solvabilitas, Capital Adequacy ratio CAR membandingkan modal dengan aset tertimbang menurut risiko, di mana modal
4
adalah faktor penting dalam operasi dan perkembangan semua jenis usaha.Modal menjadi fondasi bagi setiap usaha.Terlebih lagi bagi bank syariah yang pada
umumnya adalah lembaga yang keberhasilan operasinya tergantung pada kepercayaan masyarakat. Modal didefinisikan seblgai kekayaan bersih, yang
didapat dari selisih an tara nilai buku dari aset dikurangi nilai buku dari kewajiban Muhammad 2002:210.Capital Adequacy Ratio CAR adalah rasio yang
berkaitan dengan faktor permodalan bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung resiko. Untuk saat ini
minimal CAR sebesar 8 dari Aktiva Tertimbang Menurut Resiko ATMR, atau ditambah dengan Resiko Pasar dan Resiko Operasional, hal ini tergantung pada
kondisi bank yang bersangkutan Riyadi, 2006. Besarnya modal suatu bank akan berpengaruh pada mampu atau tidaknya suatu bank secara efisien menjalankan
kegiatannya. Jika modal yang dimiliki oleh bank tersebut mampu menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan, maka bank dapat mengelola
seluruh kegiatannya secara efisien, sehingga kekayaan bank kekayaan pemegang saham diharapkan akan semakin meningkat demikian juga sebaliknya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa hubungan antara CAR dengan ROA adalah positif Pada bank syariah, modal terdiri atas modal inti dan modal
pelengkap.Modal inti terdiri dari modal disetor, agio saham, modal sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan, dan bagian kekayaan bersih anak
perusahaan konsolidasian.Modal pelengkap terdiri dari cadangan yang dibentuk bukan dari laba setelah pajak serta clari pinjaman yang dipersamakan dengan
modal.Dengan adanya modal yang cukup, maka operasi bank dapat maju
5
danberkembang sekaligus mampu menjaga kepercayaan masyarakat atas kelangsungan usaha bank yang bersangkutan pada peningkatan kinerja bank yang
akhimya berpengaruh pada laba bank syariah.Warren, Reeve, dan Fess, 2005:25 FDR
Sumbe r : www.bi.go.id data diolah
Grafik 1. 1.
Dari data diatas salah satu fungsi pokok bank syariah adalah menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
perbankan syariah No.21 tahun 2008. Tabel diatas menggambarkan pada tahun 2011 data menunjukan angka 88,94 mengalami peningkatan pada tahun 2012 data
menunjukan angka 100 dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 0,32 tetapi pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 13,66 mengalami
peningkatan kembali pada tahun 2015 mulai mengalami peningkatan 1,37 Penyaluran pembiayaan tersebut merupakan salah satu bisnis utama dan oleh
karena itu menjadi sumber pendapatan utama bank syariah. Sejalan dengan perkembangan perbankan syariah yang relatif baru di Indonesia, pembiayaan
syariah dengan sejenis akad dan karakteristiknya masih belum di pahami baik oleh masyarakat, dan bahkan oleh pegawai dan penjabat bank syariah itusendiri.
Pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah diharapkan dapat memberikan
6
kontribusi pendapatan yang berkelanjutan, dan senatiasa berada dalam kualitas yang baik selama jangka waktunya. Kualitas pembiayaan yang kurang baik, atau
bahkan memburuk, akan berdampak secara langsung pada penurunan pendapatan dan laba yang diperoleh bank syariah. Penurunan laba tersebut selanjutnya
menurunkan kempuan bank syariah dalam menyalurkan pembiayaan lebih lanjutdan menjalankan bisnis lainya.
Pertumbuhan pembiayaan di Indonesia relatif besar jika dibandingkan dengan negara-negara asia lainya. Dengan melihat pertumubuhan pembiayaan
yang cukup besar tersebut, apalagi pembiayaan merupakan salah satu aktifitas bisnis utama perbankan syariah, perlu ada pengelolaan menejemen yang baik.
Untuk dapat melakukan ekspansi pembiayaan, bank syariah tentunya harus dapat menjual berbagai macam produk pembiyaan. Pengelolaan pembiayaan perbankan
syariah merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam mengelola bisnis perbankan. Bank syariah yang dapat mengelola pembiayaan dengan baik dapat
menghasilkan NPF Non Performing Financing pada level yang rendah dengan memberikan kontribusi laba yang tinggi. Ikatan Banking Indonesia:2015 berikut
data NPF yang sudah olah
:
7 Sumber :
www.ojk.go.id data diolah
Grafik 1. 2. NPF
Dari data diatas pertumbuhan NPF terus meningkat dari tahun ke tahun, hal ini dapat mempengaruhi profitabilitas suatu bank laba. Non Performing
Financing NPF merupakan rasio keuangan yang bekaitan dengan risiko kredit.
Non Performing Financing adalah perbandingan antara total pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan yang di berikan kepada debitur. Rasio Non
PerformingFinancing analog dengan Non Performing Loan pada bank
konvensional. Karena pada bank syariah tidak mengenal adanya pinjaman namun menggunakan istilah pembiayaan. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin
kecil NPL semakinkecil pula risiko kredit yang ditanggung pihak bank Nusantara, 2009.Namun sebaliknya, jika risiko kredit yang ditanggung bank
semakin tinggi,profitabilitas akan menurun. Sehingga dikatakan bahwa NPF berpengaruh
8
negatif terhadap ROA. Laba adalah selisih pendapatan terladap beban, yang dapat meningkatkan ekuitas pemilik.Laba bank syariah ditentukan dari besamya
pendapatan yang diperoleh selama periode berjalan yang kemudian dikurangi dengan beban-beban pada tahun yang bersangkutan.Laba merupakan salah satu
indikator kesehatan kinerja bank.Indikator bank yang sehat salah satunya dapat dilihat dari laba yang terus meningkat yang dihasilkan tiap tahunnya. Dari
penjelasan yang ada maka tujuan dari penelitian adalah untuk menguji pengaruh Capital adequacy ratio
dan Financing to deposit ratio terhadap laba pada bank umum syariah.Berdasarkan uraian diatas, menunjukan bahwa CAR, FDR, dan
NPF mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas bank syariah. Dan kondisi CAR, FDR, NPF, dan ROA pada BUS Bank Umum Syariah pada tahun 2011-
2015 dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut:
Tabel 1. 1. CAR, FDR, NPF, ROA
Tahun CAR FDR NPF ROA 2011 16,63 88,94 2,52 1,79
2012 14,13 100 2,22 2,14 2013 14,42 100,32
2,62 2 2014 15,74 86,66 4,95 0,41
2015 15,02 88,03 4,84 0,49 Sumber:www.ojk.go.id data diolah
Berdasarkan data pada table 1.1 di atas dapat dilihat bahwa CAR, FDR, dan NPF pada Bank Umum Syariah mengalami naik dan turun tiap tahunnya.
9
Namun dalam laporan keungan tersebut ada yang perlu dicermati dimana pada prinsipnya NPF adalah rasio yang menunjukan suatu pembiayaan yang
pembayarannya dilakukan terganggu dan tidak mencukupi minimum yang ditetapkan sampai dengan pembiayaan yang sulit untuk diperoleh atau bahkan
tidak dapat ditagih lagi. Peningkatan NPF yang terjadi menurunnya rasio ROA. Salah satu variable independen yang mempengaruhi profitabilitas bank umum
syariahReturn On Asset ROA adalah Capital adequacy Ratio CAR. CAR mencerminkan modal sendiri perusahaan.Semakin tinggi CAR maka semakin baik
kemampuan bank tersebut.Untuk menanggung resiko dari setiap aktiva yang beresiko.Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan
operasionaldan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitasadyani,2011:3.
Berdasarkan fenomena diatas maka perlu di kaji lebih lanjut dengan menggunakan periode pengamatanyanglebih terkini.Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan apakah CAR, FDR, dan NPF berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap profitabilitas dan sekaligus memprediksi kebangkrutan suatu
perusahaan tersebut. Sehingga peneliti mengambil judul “Pengaruh Capital Adequacy Ratio
CAR, Financing to Deposit Ratio FDR, dan Non Performing Financing
NPF terhadap Profitabilitas BUS Bank Umum Syariah Periode 2012-2015”.
10
B. Identifikasi Masalah