Good Corporate Governance GCG

26 manajemen lingkungan, pemanfaatan sumberdaya secara efisien dan melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dengan baik; dan e. Emas, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang telah secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan environmental excellency dalam proses produksi danatau jasa, melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat.

6. Good Corporate Governance GCG

Menurut Monks 2003 dalam Kaihatu 2006 Good Corporate Governance GCG secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah value added untuk semua stakeholder. Forum for Corporate Governance FCGI dalam publikasi yang pertamanya mempergunakan definisi Cadbury Committee, yaitu: seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan ” Retno dan Priantinah, 2012. Haidar 2009 dalam Pertiwi dan Pratama 2012 menjelaskan Good Corporate Governance Tata kelola perusahaan adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan dan institusi yang memengaruhi pengarahan, 27 pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan stakeholder yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen dan dewan direksi. Tata Kelola Perusahaan adalah suatu subyek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subyek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan yang menun-juk perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karya-wan atau lingkungan. Kaen 2003 dan Shaw 2003 dalam Kaihatu 2006 menjelaskan ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa 28 kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Konsep good corporate governance baru populer di Asia. Konsep ini relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara mempraktikkan pada tahun 1999 Kaihatu, 2006. Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari Good Corporate Governance yaitu: a. Transparency keterbukaan informasi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. b. Accountability akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. c. Responsibility pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian kepatuhan di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. d. Independency kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruhtekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan 29 peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. e. Fairness kesetaraan da kewajaran, yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku Kaihatu, 2006. Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah diinvestasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, manajer tidak akan mencurimenggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan danakapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer Shleifer dan Vishny, 1997 dalam Putri, 2012.

a. Dewan Komisaris

Salah satu aspek penting dalam corporate governance adalah Dewan Pengurus Perseroan atau Board of Directors. Indonesia menganut two board system yang berarti bahwa komposisi dewan pengurus perseroan terdiri dari fungsi eksekutif yaitu dewan direksi, dan fungsi pengawasan yaitu dewan komisaris Herwidayatmo, 2000 dalam Suhardjanto, 2010. Berdasarkan kerangka hukum yang ada, fungsi independent director pada 30 single-board system dapat direpresentasikan dengan fungsi dewan komisaris pada two-board system. Oleh karena itu sistem pengawasan yang ada pada perusahaan di Indonesia terletak pada dewan komisaris. Keefektifan peran pengawasan dewan komisaris ini didukung dengan keberadaan komisaris independen dalam komposisi dewan komisarisnya Suhardjanto, 2010. Pedoman Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006 yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance KNKG, menyatakan bahwa Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris. Agar pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip- prinsip berikut: 1 Komposisi Dewan Komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen. 2 Anggota Dewan Komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan 31 baik termasuk memastikan bahwa Direksi telah memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan. 3 Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat Dewan Komisaris mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.

b. Dewan Komisaris Independen

Komisaris independen memiliki peran yang sangat penting dalam penerapan corporate governance karena keberadaan dewan komisaris belum dapat memberikan jaminan terlaksananya prinsip-prinsip corporate governance, khususnya mengenai perlindungan terhadap investor. Untuk mendorong implementasi corporate governance, dibentuk sebuah organ tambahan dalam struktur perseroan. Organ tambahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerapan corporate governance di dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia Surya dan Yustiavandana, 2006 Surya dan Yustiavandana 2006 menjelaskan bahwa komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan tersebut. Dengan adanya komisaris independen diharapkan dapat terjadinya keseimbangan dalam perusahaan antara manajemen perusahaan dan para stakeholder-nya. 32 Keberadaan komisaris independen berdasarkan peraturan Bursa Efek Indonesia BEI Nomor Kep-305BEJ07-2004 mewajibkan perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia BEI untuk memiliki komisaris independen sekurang-kurangnya 30 dari seluruh jajaran anggota dewan komisaris. Beberapa kriteria lainnya tentang komisaris independen berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep- 29PM2004 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit Nomor IX.I5 adalah sebagai berikut: 1 Komisaris Independen tidak memiliki saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik; 2 Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau Perusahaan Publik, Komisaris, Direksi, atau Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik; 3 Komisaris Independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan publik; 4 Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik.

c. Komite Audit

Dalam Surat Edaran Ketua Bapepam No. Kep-29PM2004 tentang “Komite Audit” menyatakan bahwa emiten atau perusahaan publik wajib memiliki Komite Audit. Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya, sehingga Komite Audit bertanggungjawab kepada Dewan 33 Komisaris. Komite Audit tidak hanya harus terdapat di dalam perusahaan publik saja, tetapi menurut KNKG 2006, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk Komite Audit Pratama dan Rahardja, 2013. Komite Audit terdiri dari minimal 3 tiga orang dengan diketuai oleh seorang Komisaris Independen. Anggota Komite Audit diharapkan dapat bertindak secara independen karena fungsinya sebagai penguhubung antara Dewan Komisaris dengan internal auditor. Struktur anggota Komite Audit diharapkan sesuai dengan besar dan kecil organisasi serta tanggung jawab yang diemban Pratama dan Rahardja, 2013. Menurut Surya dan Yustiavanda 2006 dalam Pratama dan Rahardja 2013, Komite Audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan GCG. Hal ini disebabkan karena peran pengawasan dan akuntabilitas Dewan Komisaris belum memadai. Komite Audit bertugas dalam pemeriksasaan dan penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan. 34

7. Karakteristik Perusahaan