Pengaruh Environmental Performance, Good Corporate Governance, Dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Praktik Environmental Disclosure

(1)

PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE, GOOD CORPORATE

GOVERNANCE, DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP

PRAKTIK ENVIRONMENTAL DISCLOSURE SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: IRVAN SOPIAN

1111082000077

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


(2)

ii

PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE, GOODCORPORATE

GOVERNANCE, DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP

PRAKTIK ENVIRONMENTAL DISCLOSURE SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Irvan Sopian NIM: 1111082000077

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Rini, Ak., CA. Atiqah, SE., MS., Ak NIP. 19760315 200501 2 002 NIP. 19820120 200912 2 004

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Kamis, 9 April 2015 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:

1. Nama : Irvan Sopian 2. NIM : 1111082000077 3. Jurusan : Akuntansi

4. Judul Skripsi : Pengaruh Environmental Performance, Good Corporate Governance, dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Praktik Environmental Disclosure.

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melaksanakan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 April 2015

1. Dr. Lukman, M.Si. ( _____________________) NIP. 19640607 200302 1 001 Penguji I

2. Putriesti Mandasari, SP., M.Si. ( ______________________ ) NIP. 19840608 201101 2 010 Penguji II

3. Dr. Rini, Ak., CA. ( _____________________ ) NIP. 19760315 200501 2 002 Penguji III


(4)

iv

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini Senin, 21 September 2015 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa: 1. Nama : Irvan Sopian

2. NIM : 1111082000077 3. Jurusan : Akuntansi

4. Judul Skripsi : Pengaruh Environmental Performance, Good Corporate Governance, dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Praktik Environmental Disclosure.

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 September 2015

1. Dr. Ade Sofyan Mulazid, S.Ag., MH ( _____________________) NIP.19750101 200501 1 008 Ketua

2. Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA ( ______________________ ) NIP. 19760924 200604 2 002 Sekertaris

3. Fitri Damayanti, SE.,M.Si ( ______________________ ) NIP.19810731 200604 2 003 Penguji Ahli

4. Dr. Rini, Ak., CA ( _____________________ ) NIP. 19760315 200501 2 002 Pembimbing I

5. Atiqah, SE., MS., Ak ( _____________________ ) NIP. 19820120 200912 2 004 Pembimbing II


(5)

v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Irvan Sopian

Nomor Induk Mahasiswa : 1111082000077 Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : Akuntansi

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain

3. Tidak menggunakan karya ilmiah orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa menyebut pemilik karya

4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini

Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 21 September 2015 Yang menyatakan,


(6)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Irvan Sopian

2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 17 Oktober 1992

3. Alamat : Jl. Kembang Kerep Rt.002/02 No.10 Kembangan Selatan, Kembangan, Jakarta Barat, 11610

4. Telepon : 089637080240

5. Email : sopianirvan@gmail.com

II. PENDIDIKAN

1. SD Negeri Kembangan Utara 03 Pagi Tahun 1999-2005 2. SMP Negeri 215 Jakarta Tahun 2005-2008 3. SMA Negeri 85 Jakarta Tahun 2008-2011 4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011-2015 III. LATAR BELAKANG KELUARGA

Nama Ayah : H. Dadang S. Nama Ibu : Hj. Rohaya

Alamat Orang Tua : Jl. Kembang Kerep Rt.002/02 No.10

Kembangan Selatan, Kembangan, Jakarta Barat, 11610


(7)

vii IV. PENGALAMAN ORGANISASI

1. Futsal SMAN 85 Jakarta (2005 - 2008)

2. Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2013 - 2014)

3. Lab. Bursa Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2014 - 2015)


(8)

viii

THE INFLUENCE OF ENVIRONMENTAL PERFORMANCE, GOOD CORPORATE GOVERNANCE AND COMPANY CHARACTERISTICS

ON ENVIRONMENTAL DISCLOSURE PRACTICES ABSTRACT

This research aims to examine the influence of environmental performance, good corporate governance and corporate characteristics on environmental disclosure practices. Good corporate governance is represented by a variable board size, the proportion of independent board and audit committee size. Meanwhile, the company characteristics is represented by the variable size, leverage, and profitability.

This research is quantitative. The data taken is secondary data. The data in this study were obtained using the library research. The research population was companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in the period 2011 - 2013. The samples taken are companies in the manufacturing sector and collected using purposive sampling method. Total 24 companies are determined as a sample. The analytical method used is multiple regression analysis which consists of classical assumption (normality test, multicollinearity, heteroscedasticity test and autocorrelation test) and test hypotheses (coefficient of determination, t test, F test)

The results showed that the adjusted R2 value of 35.1%, which means disclosure of environmental variables can be described by seven independent variables, namely environmental performance (PROPER), board size (DKOM), the proportion of independent directors (DKOM_IND), the size of the audit committee (AUDT), size (SIZE), leverage (LEV), and profitability (PROFIT). The results of this research show that: (1) environmental performance, board size, and size has significant influence on environmental disclosure practices. (2) The proportion of independent board, audit committee size, leverage, and profitability no significant influence on environmental disclosure practices. (3) environmental performance, board size, proportion of independent board, audit committee size, size, leverage, and profitability has simultaneously and significant influence on environmental disclosure practices. While the F test results of this research prove that the environmental performance, board size, the proportion of independent directors, audit committee size, size, leverage, and profitability simultaneously influence on environmental disclosure.

Keywords : good corporate governance, corporate characteristics, and environmental disclosure


(9)

ix

PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE, GOOD CORPORATE

GOVERNANCE, DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP

PRAKTIK ENVIRONMENTAL DISCLOSURE ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh environmental performance, good corporate governance, dan karakteristik perusahaan terhadap praktik environmental disclosure. Good corporate governance diwakili dengan variabel ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran komite audite. Sedangkan, karakteristik perusahaan diwakili dengan variabel size, leverage, dan profitabilitas.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data yang diambil merupakan data sekunder. Data pada penelitian ini diperoleh menggunakan penelitian pustaka. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2011 - 2013. Sampel penelitian yang diambil adalah perusahaan yang termasuk dalam sektor manufaktur dan dikumpulkan menggunakan metode purposive sampling. Total 24 perusahaan ditentukan sebagai sample penelitian. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan keilmuan statistika. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda yang terdiri dari uji asumsi klasik (uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi) dan uji hipotesis (koefisien determinasi, uji t, uji F).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai adjusted R2 sebesar 35,1% yang berarti variabel environmental disclosure dapat dijelaskan oleh ke tujuh variabel independen, yaitu environmental performance (PROPER), ukuran dewan komisaris (DKOM), proporsi komisaris independen (DKOM_IND), ukuran komite audit (AUDT), size (SIZE), leverage (LEV), dan profitabilitas (PROFIT). Hasil uji t dari penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) environmental performance, ukuran dewan komisaris, dan size berpengaruh signifikan terhadap praktik environmental disclosure. (2) Proporsi dewan komisaris independen, ukuran komite audit, leverage, dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik environmental disclosure. (3) environmental performance, ukuran dewan komisaris, Proporsi dewan komisaris independen, ukuran komite audit , size, leverage, dan profitabilitas berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap praktik environmental disclosure. Sedangkan hasil uji F dari penelitian ini membuktikan bahwa environmental performance, ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris independen, ukuran komite audit, size, leverage, dan profitabilitas berpengaruh secara simultan terhadap environmental disclosure.

Kata kunci : good corporate governance, karakteristik perusahaan, dan environmental disclosure


(10)

x

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “Pengaruh Environmental Performance, Good Corporate

Governance, dan Karakteristik Perusahaan terhadap Praktik Environmental

Disclosure”. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai uswatun khasanah yang telah menuntun umatnya dari kegelapan munuju jalan yang terang benderang.

Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat guna meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan atas izin Allah SWT skripsi ini dapat selesai. Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis menyadari telah banyak mendapat arahan, bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, yang dengan ikhlas dan penuh kasih sayang selalu mencurahkan perhatian, cinta, kasih sayang, nasihat, dan dukungan moril maupun materil serta doa tiada henti kepada penulis.

2. Adikku Nurkholisah yang telah menyemangati dan memberikan banyak

motivasi serta do’a terbaiknya kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, LC., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(11)

xi

4. Ibu Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Hepi Prayudiawan SE, Ak, M.M, selaku Sekertaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Bapak Dr. Rini, Ak., CA. selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah

bersedia menyediakan waktunya yang sangat bergarga untuk membimbing penulis selama menyusun skripsi. Terima kasih atas segala masukan guna penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasihat yang telah diberika selama ini.

7. Ibu Atiqah, SE., MS., Ak selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas segala bimbingan dan konsultasi yang telah diberikan selama ini.

8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat luas kepada penulis selama perkuliahan, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita semua.

9. Seluruh Staf Tata Usaha serta karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam mengurus segala kebutuhan administrasi dan lain-lain.


(12)

xii

10. Sahabat-sahabat terdekat penulis, Arif, Opi, Fahmi, Andi, Rizki, dan Wahyu yang selalu memberikan support dan perhatian terbaiknya kepada penulis.

11. Teman-teman seperjuangan kuliah maupun organisasi, Sella, Fitria, Ical, Mumu, Oji, Fazril, Ilfi, Wanda, Eva, Hadi, serta teman-teman Akuntansi C dan seluruh mahasiswa Akuntansi angkatan 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semangat dan sukses selalu untuk kita semua. 12. Pengurus dan Pengawas serta anggota Kopma UIN Syahid yang telah

memberikan pengalaman luar biasa selama ini.

13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna di karenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan masukan serta kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 21 September 2015


(13)

xiii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi

ABSTRACT ... viii

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Tinjauan Teoritis ... 15

1. Teori Agensi (Agency Theory) ... 15

2. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) ... 16

3. Teori Stakeholder ... 18

4. Environmental Disclosure... 18

5. Environmental Performance ... 21

6. Good Corporate Governance (GCG) ... 26

7. Karakteristik Perusahaan... 34

B. Penelitian Sebelumnya ... 38

C. Kerangka Pemikiran ... 42

D. Hipotesis ... 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 58

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 58


(14)

xiv

C. Metode Pengumpulan Data ... 59

D. Metode Analisis Data ... 60

1. Uji Statistik Deskriptif ... 60

2. Uji Asumsi Klasik ... 60

3. Analisis Regresi Berganda ... 63

4. Pengujian Hipotesis ... 64

E. Operasionalisasi Variabel ... 66

1. Variabel Independen ... 66

2. Variabel Dependen ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 74

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 74

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 77

1. Statistik Deskriptif ... 77

2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 82

3. Hasil Uji Hipotesis ... 87

C. Pembahasan ... 96

1. Pengaruh Environmental Performance terhadap Environmental Disclosure. ... 96

2. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Environmental Disclosure ... 97

3. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Environmental Disclosure. ... 99

4. Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Environmental Disclosure. ... 100

5. Pengaruh Size terhadap Environmental Disclosure. ... 102

6. Pengaruh Leverage terhadap Environmental Disclosure. ... 103

7. Pengaruh Profitabilitas terhadap Environmental Disclosure. ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 109


(15)

xv

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

2.1 Tabel Penelitian Sebelumnya...42

3.1 Tabel Operasionalisasi Variabel...73

4.1 Proses Seleksi Sampel...75

4.2 Sampel Data Penelitian...76

4.3 Hasil Uji Statistik Deskriptif...78

4.4 Hasil Uji Multikolinieritas...82

4.5 Hasil Uji Autokorelasi...84

4.6 Hasil Uji Normalitas...86

4.7 Hasil Uji Koefisien Determinasi...87

4.8 Hasil Uji Signifikasi Simultan...89


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran...49 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas...85


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai kasus pencemaran limbah berbahaya dan beracun (B3) dari kegiatan penambangan minyak bumi yang terjadi di Indonesia memerlukan perhatian yang lebih serius. Kasus pencemaran seperti yang terjadi di Tarakan (Kalimantan Timur), Riau, Sorong (Papua), Indramayu serta terakhir kasus pencemaran di Bojonegoro (Jawa Timur) seharusnya menjadi catatan penting bagi para pengelola penambangan minyak akan pentingnya pengelolaan pencemaran minyak di Indonesia. Tumpahan minyak akibat kebocoran pipa di kawasan sumur bor Tanjung Miring Timur Kabupaten Ogan Ilir yang dikelola oleh Perusahaan Rekanan Pertamina yakni PT.Gold Water masih dipandang sebelah mata oleh manajemen perusahaan. Meski sudah tergolong pencemaran lingkungan, namun pihak perusahaan masih separuh hati memperbaiki kerusakan pipa yang mengakibatkan tanah terkontaminasi minyak dan merusak lingkungan serta menurunkan estetika. Lebih dari itu tanah yang terkontaminasi limbah minyak dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai dengan Kep. MenLH 128 Tahun 2003 (Posmetro Prabu, 2013).

Selain itu pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan pasir di Desa Pontang, Serang, Banten, menyebabkan warga merusak sejumlah fasilitas milik perusahaan tersebut. Kejadian tersebut terjadi karena pertambangan pasir yang dilakukan perusahaan tersebut mencemari aliran


(18)

2 Sungai Ciujung karena air yang berasal dari sungai tersebut biasa digunakan warga untuk kebutuhan sehari-hari (detikTV, 2014).

Bahkan karena banyaknya pelanggaran lingkungan hidup, membuat Pemprov Jabar menginisiasi pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu (PHLT). Tim yang melibatkan kepolisian dan kejaksaan itu bertugas mulai dari perizinan hingga penindakan. Tugas penting Satgas ini adalah mulai dari perizinan lingkungan hidup, penindakan hukum bagi yang melakukan pencemaran atau merusak alam, serta pencegahan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang berkaitan dengan lingkungan (Nurmatari, 2015).

Pencemaran lingkungan akibat dari aktivitas yang dilakukan perusahaan, menimbulkan tekanan dari berbagai pihak khususnya masyarakat terhadap perusahaan agar perusahaan memberikan informasi yang transparan mengenai aktivitas lingkungannya di dalam laporan tahunan perusahaan (Anggraini, 2006).

Ikbal (2012) mengatakan secara umum, laporan tahunan perusahaan terdiri dari pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan sukarela muncul karena adanya kesadaran masyarakat akan lingkungan sekitar, keberhasilan perusahaan tidak pada laba semata tetapi juga ditentukan dengan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat di sekitar perusahaan.

Pengungkapan sukarela sebenarnya juga di atur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 1 Paragraf 12, 2009), yang menyatakan bahwa

“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan, seperti laporan mengenai


(19)

faktor-3 faktor lingkungan hidup memegang peranan penting bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang

peranan penting”.

Sun, dkk., (2010) menyatakan bahwa pengungkapan sukarela dalam annual report seperti pengungkapan lingkungan perusahaan atau yang sering disebut dengan corporate environmental disclosure dipandang perlu untuk menunjukkan kepada stakeholders akan kesadaran perusahaan dari kepentingan yang lebih luas dan akuntabilitas dengan cara berperilaku tanggung jawab sosial. Semakin banyaknya bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungannya, maka image perusahaan menurut pandangan masyarakat menjadi meningkat atau citra perusahaan menjadi baik.

Peraturan mengenai praktik tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan juga diatur dalam Undang-Undang R.I. No. 40 tahun 2007 pasal 74

tentang “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan” menyebutkan bahwa “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan

lingkungan”.

Pemerintah pada dasarnya sudah serius untuk menanggapi berbagai masalah lingkungan. Hal tersebut dapat diketahui dari banyaknya program-program yang berkaitan dengan tata kelola lingkungan seperti : Adipura, Adiwiyata, dan Langit Biru. Beberapa program tersebut masih memiliki kekurangan dari segi sasaran peserta. Salah satu program lingkungan yang


(20)

4 pesertanya adalah perusahaan adalah Program Pemeringkatan Kinerja Perusahaan (PROPER) (Wiranata dan Wirajaya, 2014).

Darlis, dkk, (2009) mengatakan bahwa pengungkapan atas kinerja lingkungan tersebut kini sudah banyak dipraktekkan oleh perusahaan-perusahaan baik melalui media laporan tahunan dan media lainnya seperti website atau laporan secara terpisah yang disebut "sustainability report" (laporan keberlanjutan) yang memuat tiga aspek pokok yaitu: kinerja lingkungan, kinerja sosial, dan kinega ekonomi. Pengungkapan informasi lingkungan hidup ini mencakup aspek lingkungan dari proses produksi yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis perusahaan, pencegahan-pencegahan atau perbaikan kerusakan lingkimgan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konservasi sumber daya alam. Informasi lingkungan hidup dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik pemantauan penataan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup dan rencana tata ruang.

Corporate Social Responsibilty (CSR) adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat dan lingkungan tempat beroperasi. Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para stakeholders, terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja dan operasinya. Sebuah


(21)

5 perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah mengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya (Suaryana dan Febriana, 2012).

Penerapan Corporate Social Responsibility merupakan bagian dari komponen GCG. GCG (Good Corporate Governance) secara definitif adalah konsep yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks, 2003 dalam Kaihatu, 2006). GCG dapat tercapai apabila perusahaan memenuhi asas-asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan kewajaran dan kesetaraan (Pratama dan Rahardja, 2013).

Berbagai faktor yang menjadi penyebab perusahaan melakukan pengungkapan informasi lingkungan dalam annual report seperti corporate governance dan karakteristik perusahaan. Corporate governance merupakan kunci atau alat untuk mengawasi kinerja perusahaan oleh stakeholder termasuk investor. Adanya corporate governance yang baik akan meningkatkan transparasi dan akuntabilitas perusahaan, sehingga tanggung jawab lingkungan hidup akan diungkapkan dalam annual report (Suhardjanto, 2010).

Menurut Mirfazil dan Nurdiono (2007) dalam Suhardjanto (2010) besarnya dampak lingkungan hidup tergantung pada karakteristik perusahaan. Dengan kata lain, karakteristik perusahaan berpengaruh terhadap penurunan


(22)

6 kualitas lingkungan misalnya semakin besar perusahaan semakin besar pula dampaknya terhadap kualitas lingkungan hidup.

Berbagai penelitian yang terkait pengaruh Environmental Performance, Good Corporate Governance (GCG), dan karakteristik perusahaan dengan environmental disclosure telah banyak dilakukan. Penelitian Pratama dan Rahardja (2013) menyatakan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh terhadap pengungkapan lingkungan yang dilakukan perusahaan. Hal tersebut membuktikan bahwa perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik akan mengungkapkan laporan lingkungan. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2012) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mengungkapkan bahwa pengungkapan tanggung jawab tidak dipengaruhi oleh kinerja lingkungan.

Ardian dan Rahardja (2013) serta Nugroho dan Purwanto (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh ukuran Dewan Komisaris terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilakukan perusahaan. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa ukuran Dewan Komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Kondisi ini terjadi karena semakin banyak dewan komisaris, maka bidang yang dikerjakan semakin beragam, sehingga bisa memberikan masukan yang terbaik bagi tingkat pengungkapan triple bottom line perusahaan. Semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif


(23)

7 (Nugroho dan Purwanto, 2013). Namun hasil tersebut berbeda dengan penelitian Wijaya (2012), Pratama dan Rahardja (2013) serta Suaryana dan Febriana (2012) mengenai pengaruh ukuran Dewan Komisaris terhadap praktik Environmental Disclosure yang mengungkapkan bahwa ukuran Dewan Komisaris tidak berpengaruh terhadap praktik Environmental Disclosure.

Penelitian lainnya adalah penelitian Frendy dan Kusuma (2011) yang meneliti hubungan Proporsi Komisaris Independen terhadap praktik Environmental Disclosure. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa proporsi Komisaris Independen sesuai dengan peraturan BAPEPAM yaitu minimal 30% dari jumlah komisaris berpengaruh terhadap environmental disclosure. Hal tersebut karena komisaris independen mempunyai pengaruh yang besar dalam mendorong manajemen untuk mengungkapakan informasi sukarela dibanding komisaris non-independen. Tetapi sebaliknya, penelitian Suhardjanto (2010) serta Pratama dan Rahardja (2013) mengenai pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap environmental disclosure mengungkapkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap environmental disclosure.

Penelitian mengenai pengaruh Good Corporate Governance (GCG) terhadap praktik Environmental Disclosure juga dilakukan oleh Nugroho dan Purwanto (2013) yang meneliti mengenai pengaruh ukuran Komite Audit terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa ukuran komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan. Kondisi ini terjadi karena dengan adanya


(24)

8 komite audit, pengawasan manajemen menjadi lebih baik. Sehingga shareholder sebagai prinsipal dalam hal ini diwakili oleh dewan komisaris akan lebih mudah dalam mengkontrol manajemen. Oleh karena itu, biaya agensi yang ditimbulkan oleh adanya moral hazard akan lebih diminimalkan.

Namun penelitian Pratama dan Rahardja (2013) mengungkapkan sebaliknya, bahwa pengaruh ukuran Komite Audit terhadap pengungkapan lingkungan tidak dapat dibuktikan. Hal ini menunjukan ukuran Komite Audit tidak berpengaruh terhadap praktik pengungkapan lingkungan perusahaan.

Selanjutnya adalah penelitian-penelitian mengenai hubungan karakteristik perusahaan dengan Environmental Disclosure. Stanton (2012), Suhardjanto (2010), Hadjoh dan Sukartha (2013) serta Frendy dan Kusuma (2011) yang melakukan penelitian mengenai pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap pengungkapan tanggung jawab lingkungan yang dilakukan oleh persusahaan. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa size perusahaan berpengaruh terhadap praktik environmental disclosure.

Perusahaan besar akan cenderung mengungkapkan informasi lebih banyak karena ia memiliki sumber daya yang besar sehingga mampu membiayai penyediaan informasi yang lebih lengkap dibandingkan perusahaan kecil. Selain itu, perusahaan besar merasa bahwa mereka merupakan target perhatian sehingga perlu untuk membuat suatu usaha nyata dalam menciptakan kepercayaan dalam hal pertanggung jawaban sosial. Mengungkapkan informasi mengenai aktivitas perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan hidup menjadi salah satu upaya


(25)

9 perusahaan untuk mewujudkan pertanggungjawaban sosial (Hadjoh dan Sukartha, 2013).

Namun penelitian Sameera dan Wirathunga (2013) serta Suhardjanto dan Choiriyah (2010) tidak dapat membuktikan bahwa pengungkapan lingkungan dipengaruhi oleh ukuran perusahaan. Hal tersebut mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan (size) tidak berpengaruh terhadap praktik Environmental Disclosure.

Karakteristik perusahaan lain yang mempengaruhi environmental disclosure adalah leverage. Penelitian Nugroho dan Purwanto (2013) serta Djoko Suhardjanto dan Choiriyah (2010) membuktikan bahwa leverage mempengaruhi tingkat pengungkapan tanggung jawab lingkungan perusahaan.

Penelitian Suhardjanto (2010) mengenai karakteriskrik perusahaan terhadap environmental disclosure menyatakan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap environmental disclosure. Hal ini dikarenakan perusahaan yang memiliki leverage yang tinggi akan mengurangi disclosure perusahan dengan tujuan untuk mengurangi sorotan dari bondholder .Semakin tinggi rasio utang/modal semakin rendah pengungkapannya karena semakin tinggi tingkat leverage maka semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit. Sehingga perusahaan harus menyajikan laba yang lebih tinggi saat sekarang dibandingkan laba di masa depan. Supaya perusahaan dapat menyajikan laba yang lebih tinggi, maka perusahaan harus mengurangi biayabiaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi). Itulah alasan leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan lingkungan atau environmental disclosure.


(26)

10 Sebaliknya penelitian Sameera dan Weerathunga (2013), Suaryana dan Febriana (2012) serta Frendy dan Kusuma (2011) membuktikan bahwa Leverage tidak berpengaruh terhadap praktik Environmental Disclosure yang dilakukan oleh perusahaan.

Hal lain yang mempengaruhi praktik Environmental Disclosure adalah profitabilitas perusahaan. Profitabilitas merupakan indikator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan. Hubungan antara profitabilitas dan pengungkapan merupakan refleksi yang menunjukkan bahwa diperlukan respon sosial untuk membuat perusahaan memperoleh keuntungan. Dengan begitu pengungkapan tanggung jawab lingkungan dipercaya sebagai pendekatan manajemen untuk mengurangi tekanan sosial dan merespon kebutuhan sosial (Hackston dan Milne, 1996 dalam Suhardjanto, 2010). Berdasarkan penelitian Hadjoh dan Sukartha (2013) profitabilitas berpengaruh positif terhadap environmental disclosure.

Namun, penelitian yang dilakukan Stanton (2012), Suhardjanto (2010), serta Suaryana dan Febriana (2012) menemukan bahwa profitabilitas perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawab lingkungan atau environmental disclosure perusahan. Hal itu terjadi karena ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan menganggap tidak perlu melaporkan hal – hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan tersebut (Suaryana dan Febriana, 2012).


(27)

11 Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia tahun 2011 - 2013. Penggunaan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel karena BEI merupakan satu-satunya bursa efek di Indonesia sehingga diharapkan akan memperoleh sampel yang representatif. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Environmental Performance, Good Corporate Governance, dan Karakteristik Perusahaan secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap Praktik Environmental Disclosure, di samping untuk mengetahui faktor manakah dari faktor-faktor tersebut yang berpengaruh terhadap Praktik Environmental Disclosure perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia.

Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah:

1. Variabel yang digunakan

Pada penelitian ini variabel yang digunakan Environmental Performance, Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Ukuran Komite Audit, Size, Leverage, dan Profitabilitas yang merupakan variabel independen. Sedangkan variabel dependen yaitu Environmental Disclosure. 2. Periode yang digunakan

Pada penelitian ini menggunakan periode data dari tahun 2011 sampai 2013. 3. Item Environmental Disclosure

Pada penelitian ini item environmental disclosure mengacu pada Indeks Global Reporting Initiative (GRI) 4.


(28)

12 Berdasarkan latar belakang masalah dan fenomena pada perusahaan-perusahaan tersebut, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul Pengaruh Environmental Performance, Good Corporate Governance dan Karakteristik Perusahaan terhadap Praktik Environmental Disclosure. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah Environmental Performance berpengaruh terhadap Praktik Environmental Disclosure?

2. Apakah Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh terhadap Praktik Environmental Disclosure?

3. Apakah Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh terhadap Praktik Environmental Disclosure?

4. Apakah Ukuran Komite Audit berpengaruh terhadap Praktik Environmental Disclosure?

5. Apakah Size Perusahaan berpengaruh terhadap Praktik Environmental Disclosure?

6. Apakah Leverage Perusahaan berpengaruh terhadap Praktik Environmental Disclosure?

7. Apakah Profitabilitas Perusahaan memiliki pengaruh terhadap Praktik Environmental Disclosure?


(29)

13 C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh Environmental Performance terhadap Praktik Environmental Disclosure.

2. Untuk mengetahui pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Praktik Environmental Disclosure.

3. Untuk mengetahui pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Praktik Environmental Disclosure.

4. Untuk mengetahui pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Praktik Environmental Disclosure.

5. Untuk mengetahui pengaruh Size Perusahaan terhadap Praktik Environmental Disclosure.

6. Untuk mengetahui pengaruh Laverage Perusahaan terhadap Praktik Environmental Disclosure.

7. Untuk mengetahui pengaruh Profitabilitas Perusahaan terhadap Praktik Environmental Disclosure.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan, manajemen, kalangan akademisi, pembaca dan penulis dengan penjelasan sebagai berikut:


(30)

14 1. Manfaat Praktis

a. Bagi pengguna laporan keuangan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan tambahan dalam menganalisis informasi terkait dengan pengukuran kinerja perusahaan.

b. Bagi manajemen, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dalam penentuan kebijakan mengenai environmental disclosure yang akan dilakukan.

c. Bagi kalangan akademisi, diharapkan penelitian ini memberikan kontribusi terhadap literatur penelitian akuntansi yang berhubungan dengan environmental disclosure.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh environmental performance, good corporate governance dan karekteristik perusahaan terhadap praktik environmental disclosure.

b. Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat membantu serta menambah wawasan dan pengetahuan mengenai praktik environmental disclosure di Indonesia.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Teori Agensi (Agency Theory)

Teori keagenan (agency theory) mengungkapkan adanya hubungan antara principal (pemilik perusahaan atau pihak yang memberikan mandat) dan agent (manajer perusahaan atau pihak yang menerima mandat) yang dilandasi dengan adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan, pemisahan penanggung risiko, pembuatan keputusan dan pengendalian fungsi-fungsi. Pihak principal juga dapat membatasi divergensi kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak kepada agent dan bersedia mengeluarkan biaya pengawasan untuk mencegah kecurangan yang dilakukan oleh agent (Jensen and Meckling, 1976).

Adanya pemisahan antara fungsi kepemilikan (ownership) dan fungsi pengendalian (control) dalam hubungan keagenan sering menimbulkan masalah-masalah keagenan (agency problems). Masalah-masalah keagenan tersebut timbul karena adanya konflik atau perbedaan kepentingan antara principal dan agent. Teori keagenan (agency theory) berusaha menjelaskan penentuan kontrak yang paling efisien yang bisa membatasi konflik atau masalah keagenan. Teori keagenan juga berperan dalam menyediakan informasi sehingga akuntansi memberikan umpan balik (feedback) selain nilai prediktifnya (Jensen and Meckling, 1976).


(32)

16 Selain itu, teori agensi juga menjelaskan mengenai masalah asimetri informasi (information asymmetric). Manajer sebagai pengelola perusahaan mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai internal perusahaan dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Namun, informasi yang disampaikan terkadang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Adanya asimetri informasi antara manajemen dengan pemilik memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis guna memaksimalkan keuntungan pribadi (Ujiyantho dan Pramuka, 2007).

2. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)

Ghozali dan Chariri (2007) mengungkapkan definisi teori legitimasi sebagai suatu kondisi atau status, yang ada ketika suatu sistem nilai perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar di mana perusahaan merupakan bagiannya. Dalam teori legitimasi suatu perusahaan akan berusaha secara terus-menerus untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan norma yang ada dalam masyarakat maupun aturan yang berlaku. Proses untuk mendapatkan legitimasi berkaitan dengan berbagai pihak dalam masyarakat. Legitimasi dapat dikatakan sebagai pengakuan perusahaan oleh masyarakat. Pengakuan perusahaan oleh masyarakat merupakan hal yang paling penting karena dengan begitu keberlangsungan hidup perusahaan akan terus berlanjut.


(33)

17 Legitimasi merupakan sebuah pengakuan akan legalitas sesuatu. Suatu legitimasi organisasi dapat dikatakan sebagai manfaat atau sumber potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (Dowling dan Preffer, 1975, dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Dengan demikian legitimasi organisasi dapat dipandang sebagai sesuatu yang diberikan oleh masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat.

Menurut Yulfaidah dan Zulaika (2012), teori legitimasi (legitimacy theory) menyatakan bahwa hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku dengan memperhatikan lingkungan. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat.

Teori Legitimasi menjelaskan bahwa organisasi secara kontinu akan beroperasi sesuai dengan batas-batas dan nilai yang diterima oleh masyarakat di sekitar perusahaan dalam usaha untuk mendapatkan legitimasi. Proses untuk mendapatkan legitimasi berkaitan dengan kontrak sosial antara yang dibuat oleh perusahaan dengan berbagai pihak dalam masyarakat. Kinerja perusahaan tidak hanya diukur dengan laba yang dihasilkan oleh perusahaan, tetapi ukuran kinerja lainnya yang berkaitan dengan berbagai pihak yang berkepentingan. Untuk mendapatkan legitimasi perusahaan memiliki insentif untuk melakukan kegiatan sosial yang diharapkan oleh masyarakat di sekitar kegiatan operasional perusahaan (Harsanti, 2011).


(34)

18 3. Teori Stakeholder

Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan menfaat bagi stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007).

Sari (2012) menyatakan bahwa perusahaan tidak hanya bertanggungjawab terhadap para pemilik (shareholder) dengan sebatas pada indikator ekonomi (economic focused) namun bergeser menjadi lebih luas yaitu sampai pada ranah sosial kemasyarakatan (stakeholder) dengan memperhitungkan faktorfaktor sosial (social dimentions), sehingga muncul istilah tanggung jawab sosial (social responsibility).

4. Environmental Disclosure

Akuntansi sebagai alat pertanggungjawaban mempunyai fungsi sebagai alat kendali utama terhadap aktivitas perusahaan. Tanggung jawab manajemen tidak terbatas pada pengelolaan dana ke dalam perusahaan kepada investor dan kreditor, tetapi juga meliputi dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan hidup (Suhardjanto dan Sari, 2010). Environmental Disclosure adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan lingkungan hidup dalam laporan keuangan tahunan perusahaan (Suratno, Darsono, dan Mutmainah, 2006). Environmental disclosure meliputi pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam dan pengungkapan lain yang


(35)

19 berhubungan dengan lingkungan hidup. Melalui environmental disclosure masyarakat dapat memantau aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan (Zeghal dan Ahmed, 1990).

Bethelot, (2002) dalam Al Tuwaijri, (2004) mendefinisikan environmental disclosure sebagai kumpulan informasi yang berhubungan dengan aktivitas pengelolaan lingkungan oleh perusahaan di masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Informasi ini dapat diperoleh dengan banyak cara, seperti pernyataan kualitatif, asersi atau fakta kuantitatif, bentuk laporan keuangan atau catatan kaki. Bidang environmental disclosure meliputi hal-hal sebagai berikut: pengeluaran atau biaya operasi untuk fasilitas dari peralatan pengontrol polusi di masa lalu dan sekarang.

Global Reporting Initiatives (GRI) G4, 2013, merekomendasikan beberapa aspek lingkungan yang seharusnya diungkapkan. Terdapat 12 aspek yang direkomendasikan oleh GRI G4. Aspek-aspek tersebut adalah Material, Energi, Air, Keanekaragaman Hayati, Emisi, Efluen dan Limbah, Produk dan Jasa, Kepatuhan, Transportasi, Keseluruhan, Penilaian Pemasok dengan Kriteria Lingkungan, dan Mekanisme Pengaduan Lingkungan. Dari 12 aspek tersebut dibagi lagi menjadi 34 indikator lingkungan yang harus diungkapkan. Sementara itu, Wiseman (1982) dalam Patten (2002) berpendapat bahwa pengungkapan sosial dan lingkungan biasanya berisi informasi tentang: diskusi tentang regulasi dan prasyarat tentang dampak lingkungan, kebijakan lingkungan atau kepedulian perusahaan tentang lingkungan,


(36)

20 konservasi sumber alam, penghargaan atas kepedulian terhadap lingkungan, usaha melakukan daur ulang, pengeluaran yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan penanganan lingkungan, aspek hukum (litigasi) atas kasus berkaitan dengan dampak lingkungan yang disebabkan perusahaan.

Zeghal & Ahmed (1990) mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan, yaitu:

a. Lingkungan

Bidang ini meliputi aktivitas pengendalian pencemaran dan pelestarian lingkungan hidup. Meliputi, pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam, dan pengungkapan lain yang berkaitan dengan lingkungan.

b. Energi

Bidang ini meliputi aktivitas dalam pengaturan penggunaan energi dalam hubungannya dengan operasi perusahaan dan peningkatan efisiensi terhadap produk perusahaan. Meliputi, konservasi energi, efisien energi, dll.

c. Praktik bisnis yang wajar

Meliputi pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan, dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial.


(37)

21

d. Sumber daya manusia

Bidang ini meliputi aktivitas untuk kepentingan karyawan sebagai sumber daya manusia bagi perusahaan maupun aktivitas di dalam suatu komunitas. Aktivitas tersebut antara lain, program pelatihan dan peningkatan ketrampilan, perbaikan kondisi kerja, upah dan gaji serta tunjangan yang memadai, pemberian beberapa fasilitas, jaminan keselamatan kerja, pelayanan kesehatan, pendidikan, seni, dll.

e. Produk

Meliputi keamanan, pengurangan polusi, dll.

Teori tentang pengungkapan lingkungan hidup (environmental disclosure) sebenarnya bersumber dari pengungkapan yang dilakukan dalam praktik akuntansi. Secara teoritis, basis teoritis bersumber dari berbagai sisi, tergantung perspektif pakar yang melakukan kajian. Paten, misalnya melihat pengungkapan lingkungan terkait dengan teori legitimasi yaitu perusahaan memiliki tanggung jawab sosial politik terhadap masyarakat. Teori legitimasi bermuara pada pengungkapan sosial. Pengungkapan sosial yangbaik memuat tentang pengungkapan lingkungan hidup (Sudaryono, 2006).

5. Environmental Performance

Kinerja lingkungan menurut Suratno dkk, (2006) adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (green). Kinerja lingkungan ini dikeluarkan untuk melihat tingkat ketaan perusahaan berdasarkan peraturan yang berlaku (Anindito dan Ardiyanto, 2012).


(38)

22

Berry dan Rondinelli (1998) dan Pfleiger et al (2005) dalam Ja’far dan

Arifah (2006) menyatakan bahwa kinerja lingkungan sangat dipengaruhi oleh sejauh mana dorongan terhadap pengelolaan lingkungan dilakukan oleh berbagai instansi khusunya instansi pemerintah. Kinerja lingkungan juga akan tercapai pada level yang tinggi jika perusahaan secara proaktif melakukan berbagai tindakan manajemen lingkungan secara terkendali.

Berry dan Rondinelly (1998) dalam Ja’far dan Arifah (2006)

mensinyalir ada beberapa kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen lingkungan. Faktor-faktor tersebut adalah: a. Regulatory demand, tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan

muncul sejak 30 tahun terakhir ini, setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan manajemen lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti program-program kesehatan dan keamanan lingkungan.

b. Cost factors, adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan membawa konsekwensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi perlu dipersiapkan dengan baik. Hal ini secara langsung akan berdampak pada munculnya biaya yang cukup tinggi, seperti biaya sorting bahan baku, biaya pengawasan proses produksi, dan biaya pengetesan. Konseksensi perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya


(39)

23 berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan mesin yang clean technology, dan biaya pencegahan kebersihan.

c. Stakeholder forces. Strategi pendekatan proaktif terhadap manajemen lingkungan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen, yakni mengurangi waste dan mengurangi biaya produksi, demikian juga respond terhadap permintaan konsumen dan stakeholder. Perusahaan akan selalu berusaha untuk memuaskan kepentingan stakeholder yang bervariasi dengan menemukan berbagai kebutuhan akan manajemen lingkungan yang proaktif.

d. Competitive requirements, semakin berkembangnya pasar global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada munculnya gerakan standarisasi manajemen kualitas lingkungan.

Ja’far dan Arifah (2006) menyatakan sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan menejemen lingkungan proaktif, maka dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kinerja lingkungan proaktif. Penerapan manajemen lingkungan proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip dasar kedalam strategi perusahaan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain : a. Mengadopsi kebijakan lingkungan yang bertujuan mengeleminasi polusi

berdasarkan pada posisi siklus hidup operasional perusahaan, dan mengkomunikasikan kebijakan keseluruh perusahaan dan para stakeholder.


(40)

24 b. Menetapkan secara obyektif kriteria efektivitas program lingkungan. c. Membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan

perusahaan-perusahaan yang merupakan leader dalam satu industri dengan benchmarking dan menetapkan praktik terbaik (best practice).

d. Menetapkan budaya perusahaan bahwa kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab seluruh karyawan.

e. Menganalisis dampak berbagai isue lingkungan dalam kaitannya dengan permintaan dimasa depan terhadap produk dan persaingan industri.

f. Memberanikan diri melakukan diskusi tentang isu-isu lingkungan, khususnya melalui rapat pimpinan.

g. Mengembangkan anggaran untuk pembiayaan lingkungan.

h. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasikan pertanggungjawaban lingkungan.

Meskipun demikian, selama ini pengukuran terhadap kinerja lingkungan masih belum ada kesepakatan final. Hal ini karena setiap negara memiliki cara pengukuran sendiri tergantung situasi dan kondisi lingkungan negara masing-masing. Sebagai contoh, Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia telah menerapkan PROPER sebagai alat untuk memeringkat kinerja lingkungan perusahaan-perusahaan yaang ada di Indonesia. (Ja’far dan Arifah, 2006).


(41)

25 Menurut Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2013, Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) adalah program penilaian terhadap upaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Penilaian tersebut diberikan dalam bentuk peringkat kinerja yang terdiri atas:

a. Hitam, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang sengaja melakukan perbuatan atau melakukan kelalaian yang mengakibatkan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan serta pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan atau tidak melaksanakan sanksi administrasi;

b. Merah, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang upaya pengelolaan lingkungan hidup dilakukannya tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan;

c. Biru, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan; d. Hijau, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang

telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem


(42)

26 manajemen lingkungan, pemanfaatan sumberdaya secara efisien dan melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dengan baik; dan

e. Emas, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan yang telah secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan (environmental excellency) dalam proses produksi dan/atau jasa, melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat.

6. Good Corporate Governance (GCG)

Menurut Monks (2003) dalam Kaihatu (2006) Good Corporate Governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder.

Forum for Corporate Governance (FCGI) dalam publikasi yang

pertamanya mempergunakan definisi Cadbury Committee, yaitu: "seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan” (Retno dan Priantinah, 2012).

Haidar (2009) dalam Pertiwi dan Pratama (2012) menjelaskan Good Corporate Governance (Tata kelola perusahaan) adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan dan institusi yang memengaruhi pengarahan,


(43)

27 pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen dan dewan direksi. Tata Kelola Perusahaan adalah suatu subyek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subyek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan yang menun-juk perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karya-wan atau lingkungan.

Kaen (2003) dan Shaw (2003) dalam Kaihatu (2006) menjelaskan ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa


(44)

28 kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.

Konsep good corporate governance baru populer di Asia. Konsep ini relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD (kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara) mempraktikkan pada tahun 1999 (Kaihatu, 2006).

Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari Good Corporate Governance yaitu:

a. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. b. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan

pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

c. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

d. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan


(45)

29 peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

e. Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku (Kaihatu, 2006).

Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah diinvestasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997 dalam Putri, 2012).

a. Dewan Komisaris

Salah satu aspek penting dalam corporate governance adalah Dewan Pengurus Perseroan atau Board of Directors. Indonesia menganut two board system yang berarti bahwa komposisi dewan pengurus perseroan terdiri dari fungsi eksekutif yaitu dewan direksi, dan fungsi pengawasan yaitu dewan komisaris (Herwidayatmo, 2000 dalam Suhardjanto, 2010). Berdasarkan kerangka hukum yang ada, fungsi independent director pada


(46)

30 single-board system dapat direpresentasikan dengan fungsi dewan komisaris pada two-board system. Oleh karena itu sistem pengawasan yang ada pada perusahaan di Indonesia terletak pada dewan komisaris. Keefektifan peran pengawasan dewan komisaris ini didukung dengan keberadaan komisaris independen dalam komposisi dewan komisarisnya (Suhardjanto, 2010).

Pedoman Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006 yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), menyatakan bahwa Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris. Agar pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:

1) Komposisi Dewan Komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.

2) Anggota Dewan Komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan


(47)

31 baik termasuk memastikan bahwa Direksi telah memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan.

3) Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat Dewan Komisaris mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.

b. Dewan Komisaris Independen

Komisaris independen memiliki peran yang sangat penting dalam penerapan corporate governance karena keberadaan dewan komisaris belum dapat memberikan jaminan terlaksananya prinsip-prinsip corporate governance, khususnya mengenai perlindungan terhadap investor. Untuk mendorong implementasi corporate governance, dibentuk sebuah organ tambahan dalam struktur perseroan. Organ tambahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerapan corporate governance di dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia (Surya dan Yustiavandana, 2006)

Surya dan Yustiavandana (2006) menjelaskan bahwa komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan tersebut. Dengan adanya komisaris independen diharapkan dapat terjadinya keseimbangan dalam perusahaan antara manajemen perusahaan dan para stakeholder-nya.


(48)

32 Keberadaan komisaris independen berdasarkan peraturan Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 mewajibkan perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memiliki komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari seluruh jajaran anggota dewan komisaris. Beberapa kriteria lainnya tentang komisaris independen berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-29/PM/2004 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit Nomor IX.I5 adalah sebagai berikut:

1) Komisaris Independen tidak memiliki saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik;

2) Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau Perusahaan Publik, Komisaris, Direksi, atau Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik;

3) Komisaris Independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan publik;

4) Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik. c. Komite Audit

Dalam Surat Edaran Ketua Bapepam No. Kep-29/PM/2004 tentang

“Komite Audit” menyatakan bahwa emiten atau perusahaan publik wajib memiliki Komite Audit. Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya, sehingga Komite Audit bertanggungjawab kepada Dewan


(49)

33 Komisaris. Komite Audit tidak hanya harus terdapat di dalam perusahaan publik saja, tetapi menurut KNKG (2006), perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk Komite Audit (Pratama dan Rahardja, 2013).

Komite Audit terdiri dari minimal 3 (tiga) orang dengan diketuai oleh seorang Komisaris Independen. Anggota Komite Audit diharapkan dapat bertindak secara independen karena fungsinya sebagai penguhubung antara Dewan Komisaris dengan internal auditor. Struktur anggota Komite Audit diharapkan sesuai dengan besar dan kecil organisasi serta tanggung jawab yang diemban (Pratama dan Rahardja, 2013).

Menurut Surya dan Yustiavanda (2006) dalam Pratama dan Rahardja (2013), Komite Audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan GCG. Hal ini disebabkan karena peran pengawasan dan akuntabilitas Dewan Komisaris belum memadai. Komite Audit bertugas dalam pemeriksasaan dan penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan.


(50)

34 7. Karakteristik Perusahaan

Karakteristik perusahaan dapat berupa ukuran perusahaan (size), profitabilitas, jumlah pemegang saham, status pendaftaran perusahaan di pasar modal, leverage, rasio likuiditas, basis perusahaan, jenis industri, serta profil dan karakteristik lainnya (Marwata, 2001, dalam Suhardjanto, 2010) a. Size

Menurut Ferry dan Jones (1979) dalam Panjaitan dan Desinta (2004) ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, penjualan, log size, nilai pasar saham, kapitalisasi pasar, dan lain lain yang semuanya berkorelasi tinggi. Semakin besar total aktiva, penjualan, log size, nilai pasar saham, dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size), dan perusahaan kecil (small firm). Ardian dan Rahardja (2013) mengatakan variabel ukuran perusahaan diproksikan dengan menggunakan log (total asset).

Menurut Sawir (2004) dalam Sudartono (2006) ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan yang berbeda:

1) ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk


(51)

35 obligasi maupun saham. Meskipun mereka memiliki akses, biaya peluncuran dari penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan harga sedemikian rupa agar investor mendapatkan hasil yang memberikan return lebih tinggi secara signifikan.

2) ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari berbagai bentuk hutang, termasuk penawaran spesial yang lebih menguntungkan dibandingkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin besar jumlah uang yang digunakan, semakin besar kemungkinan kemungkinan pembuatan kontrak yang dirancang sesuai dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari penggunaan kontrak standar hutang.

3) ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Pada akhirnya, ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain yang mempengaruhi struktur keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti perusahaan sering tidak mempunyai staf khusus, tidak menggunakan rencana keuangan, dan tidak mengembangkan sistem akuntansi mereka menjadi suatu sistem manajemen.


(52)

36

b. Leverage

Sutrisno (2000) mendefinisikan leverage sebagai penggunaan aktiva tetap atau sumber dana dimana atas penggunaan dana tersebut, perusahaan harus menanggung biaya tetap atau membayar beban tetap.

Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen & Meckling, 1976). Berdasarkan teori agensi (agency theory) yang diungkapkan oleh Jensen dan Meckling (1976), perusahaan dengan proporsi hutang yang lebih banyak dalam struktur permodalannya akan mempunyai biaya pengawasan (monitoring cost) yang lebih besar. Biaya pengawasan (monitoring cost) ini timbul karena kepentingan investor dalam perusahaan tersebut untuk mengawasi tindakan manajemen dalam mengelola dana dan fasilitas yang diberikan oleh investor untuk menjalankan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan yang mempunyai leverage yang tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk memenuhi kebutuhan informasi yang memadai bagi investor atau kreditur. Leverage mencerminkan risiko keuangan perusahaan karena dapat menggambarkan struktur modal perusahaan dan mengetahui resiko tak tertagihnya suatu utang.

Semakin tinggi leverage suatu perusahaan, maka perusahaan memiliki risiko keuangan yang tinggi sehingga menjadi sorotan dari para debtholders (Sari, 2012).


(53)

37 c. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan indikator kinerja dalam perusahaan yang digunakan oleh manajemen untuk mengelola kekayaan. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba untuk meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan dengan keuntungan atau laba yang lebih besar mempunyai kemampuan yang semakin besar dalam membayarkan devidennya. Hal ini berpengaruh terhadap kempemilikan manajerial yang nantinya manajer memperoleh power yang lebih besar dalam menentukan kebijakannya. Sehingga, profitabilitas dapat menjadi bahan pertimbangan bagi investor dalam pengambilan keputusan. Beberapa penelitian yang menguji pengaruh profitabilitas didasarkan pada stakeholder theory yang mengakui adanya hubungan antara kebijakan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dengan profitabilitas perusahan yang bersangkutan (Sun et al., 2010).

Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit atau laba selama satu tahun. Menurut Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Kurnianingsih (2013), berpandangan bahwa hubungan antara kinerja keuangan suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, alangkah baiknya diekspresikan dengan pandangan bahwa tanggapan sosial yang diminta dari manajemen sama dengan kemampuan yang diminta untuk membuat suatu perusahaan memperoleh laba. Seperti yang dinyatakan oleh Alexander dan Bucholdz (1978) dalam Belkaoui dan Karpik (1989) dalam


(54)

38 Kurnianingsih (2013) bahwa manajemen yang sadar dan memperhatikan masalah sosial juga akan mengajukan kemampuan yang diperlukan untuk menggerakkan kinerja keuangan perusahaan.

B. Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai “Pengaruh Environmental Performance, Good

Corporate Governance dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Praktik

Environmental Disclosure” ini menggunakan beberapa acuan penelitian

sebelumnya.

Penelitian Frendy dan Kusuma (2011) dengan sampel perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005-2008 membuktikan bahwa board of commissioners structure, size, dan profitabilitaas berpengaruh terhadap praktik Environmental Disclosure sedangkan leverage tidak berpengaruh dalam praktik Environmental Disclosure.

Sedangkan dalam penelitian Suhardjanto (2010) yang menggunakan sampel 380 perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007 membuktikan bahwa size dan leverage perusahaan berpengaruh terhadap praktik environmental disclosure serta proporsi dewan komisaris independen dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap praktik environmental disclosure.

Selanjutnya adalah penelitian Ardian dan Rahardja (2013) yang menggunakan sampel seluruh perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa ukuran dewan komisaris dan size perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan pengungkapan tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan. Sedangkan leverage dan


(55)

39 profitabilitas tidak berpengaruh positif terhadap kebijakan pengungkapan tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian Suhardjanto dan Choiriyah (2010) yang menggunakan sampel 50 orang yang termasuk dalam kelompok Broader Based Stakeholder dan 100 perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia membuktikan bahwa ukuran perusahaan (size) dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan lingkungan hidup, sedangkan leverage berpengaruh terhadap luas pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Hadjoh dan Sukartha (2013) dengan sampel 30 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006-2010 membuktikan bahwa size dan profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap besarnya praktik pengungkapan lingkungan (environmental disclosure) dalam laporan tahunan perusahaan.

Penelitian Suaryana dan Febriana (2012) menggunakan sampel perusahaan yang termasuk kategori Manufaktur dalam Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 mengungkapkan bahwa size berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Sedangkan ukuran dewan komisaris, leverage, dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan.

Penelitian Nugroho dan Purwanto (2013) menggunakan sampel 175 perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2011 membuktikan bahwa ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit dan leverage


(56)

40 berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Triple Bottom Line, sedangkan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Triple Bottom Line.

Penelitian Pratama dan Rahardja (2013) dengan sampel perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dan termasuk dalam kualifikasi PROPER Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2009-2011 mengungkapkan bahwa environmental performance berpengaruh terhadap praktik Environmental Disclosure, sedangkan ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap praktik Environmental Disclosure.

Penelitian Sameera dan Weerathunga (2013) dengan sampel 36 perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Colombo Stock Exchange tahun 2011 membuktikan bahwa size, leverage, dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap praktik environmental disclosure.

Selanjutnya penelitian Lu dan Abeysekera (2014) mengungkapkan bahwa size dan profitbilitas mempunyai pengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Sedangkan leverage tidak pengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan.

Selain itu penelitian Stanton (2012) yang menggunakan sampel 75 perusahaan yang terdaftar dalam Stock Exchange of Thailand (SET) mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan (size) berpengaruh terhadap Environmental Disclosure sedangkan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap Environmental Disclosure dalam laporan tahunan perusahaan.


(57)

41 Penelitian Wijaya (2012) dengan sampel perusahaan Manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dan termasuk kedalam kualifikasi PROPER membuktikan bahwa size berpengaruh terhadap pengungkapan tanggunga jawab sosial perusahaan, sedangkan environmental performance, ukuran dewan komisaris, leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggunga jawab sosial perusahaan.


(58)

Tabel 2.1

Penelitian Sebelumnya

“Mengenai Environmental Performance, Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Ukuran Komite Audit, Size, Leverage, dan Profitabilitas terhadap praktik Environmental Disclosure”

No. Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil

Persamaan Perbedaan

1 Frendy dan Indra Wijaya Kusuma (2011)

The Impact of Financial, Non-Financial, and Corporate Governance Attributes on The Practice of Global Reporting Initiative (GRI) Based Environmental Disclosure

Variabel Independen: Board of Commissioners Structure, Size, Profitabilitas, dan Leverage.

Variabel Dependen: Environmental Disclosure

Variabel Independen: Business Complexity, Extent of

International Operation, Industry Sensitivity, dan Stock Block-Holder Structure

Tahun Data: 2005 - 2008

Board of Commissioners

Structure , Size, dan Profitabilitas Perusahaan berpengaruh terhadap Praktik Environmental

Disclosure. Sedangkan Leverage tidak berpengaruh terhadap Praktik Environmental Disclosure 2 Djoko

Suhardjanto (2010)

Corporate Governance, Karakteristik Perusahaan Dan Environmental Disclosure

Variabel Independen: Size, Leverage, Proporsi Dewan Komisaris Independen, dan Profitabilitas

Variabel Dependen: Environmental Disclosure

Variabel Independen: Jumlah Rapat Komisaris, Latar Belakang Culture atau Etnic Komisaris Utama, Latar

Belakang Pendidikan Komisaris Utama, Proporsi Auditor

Independen dan Cakupan Operasional Perusahaan. Tahun data: 2007

Size dan Leverage berpengaruh terhadap Environmental

Disclosure.

Proporsi Dewan Komisaris Independent dan Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap

praktik Environmental Disclosure.


(1)

129

NO

KODE

TAHUN

PROPER

DKOM

DKOM_IND

AUDT

SIZE

LEV

PROFIT

ENV

22

TOTO

2013

2

4

0,5

3

6,24

0,69

0,1355

0,24

2012

2

3

0,33

3

6,18

0,7

0,155

0,35

2011

3

3

0,33

3

6,13

0,76

0,1628

0,32

23

ULTJ

2013

3

3

0,33

3

6,45

0,4

0,1157

0,29

2012

4

3

0,33

3

6,38

0,44

0,1458

0,35

2011

3

3

0,33

3

6,34

0,61

0,0589

0,26

24

UNVR

2013

5

5

0,8

3

7,13

2,14

0,401

0,56

2012

5

5

0,8

3

7,08

2,02

0,4038

0,68


(2)

130

LAMPIRAN 3

HASIL OUTPUT


(3)

131

LAMPIRAN 3

: Hasil Output SPSS 22 for Windows

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PROPER 72 1 5 3,14 ,775

DKOM 72 2 9 4,97 1,891

DKOM_IND 72 ,33 ,80 ,4187 ,12173

AUDT 72 2 5 3,18 ,565

SIZE 72 5,56 7,89 6,6038 ,67487

LEV 72 ,04 11,25 1,1593 1,80822

PROFIT 72 -,19 ,42 ,1032 ,11982

ENV 72 ,21 1,00 ,3791 ,17422

Valid N (listwise) 72

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 ,644a ,415 ,351 ,14039 1,466

a. Predictors: (Constant), PROFIT, AUDT, LEV, PROPER, DKOM, DKOM_IND, SIZE b. Dependent Variable: ENV

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression ,894 7 ,128 6,478 ,000b

Residual 1,261 64 ,020

Total 2,155 71

a. Dependent Variable: ENV

b. Predictors: (Constant), PROFIT, AUDT, LEV, PROPER, DKOM, DKOM_IND, SIZE

Variables Entered/Removeda

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 PROFIT, AUDT,

LEV, PROPER, DKOM, DKOM_IND, SIZEb

. Enter

a. Dependent Variable: ENV b. All requested variables entered.


(4)

132

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -,546 ,208 -2,624 ,011

PROPER ,119 ,026 ,530 4,677 ,000 ,711 1,407

DKOM -,024 ,010 -,265 -2,336 ,023 ,710 1,409

DKOM_IND ,021 ,160 ,015 ,135 ,893 ,736 1,359

AUDT ,021 ,034 ,069 ,622 ,536 ,743 1,345

SIZE ,095 ,033 ,368 2,888 ,005 ,562 1,779

LEV -,009 ,010 -,093 -,871 ,387 ,810 1,234

PROFIT -,221 ,189 -,152 -1,165 ,248 ,538 1,857

a. Dependent Variable: ENV

Coefficient Correlationsa

Model PROFIT AUDT LEV PROPER DKOM DKOM_IND SIZE

1 Correlations PROFIT 1,000 -,065 ,358 -,104 ,018 -,334 -,406

AUDT -,065 1,000 ,028 ,281 -,241 ,041 -,271

LEV ,358 ,028 1,000 ,072 ,130 -,155 -,111

PROPER -,104 ,281 ,072 1,000 -,197 -,276 -,195

DKOM ,018 -,241 ,130 -,197 1,000 ,195 -,260

DKOM_IND -,334 ,041 -,155 -,276 ,195 1,000 ,030

SIZE -,406 -,271 -,111 -,195 -,260 ,030 1,000

Covariances PROFIT ,036 ,000 ,001 -,001 3,482E-5 -,010 -,003

AUDT ,000 ,001 9,978E-6 ,000 -8,615E-5 ,000 ,000

LEV ,001 9,978E-6 ,000 1,871E-5 1,390E-5 ,000 -3,729E-5

PROPER -,001 ,000 1,871E-5 ,001 -5,244E-5 -,001 ,000

DKOM 3,482E-5 -8,615E-5 1,390E-5 -5,244E-5 ,000 ,000 -8,952E-5

DKOM_IND -,010 ,000 ,000 -,001 ,000 ,025 ,000

SIZE -,003 ,000 -3,729E-5 ,000 -8,952E-5 ,000 ,001


(5)

133

Collinearity Diagnosticsa

Model Dimension Eigenvalue Condition Index

Variance Proportions

(Constant) PROPER DKOM DKOM_IND AUDT SIZE LEV PROFIT

1 1 6,569 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00

2 ,894 2,711 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,44 ,10

3 ,326 4,489 ,00 ,00 ,02 ,00 ,00 ,00 ,43 ,56

4 ,109 7,762 ,00 ,02 ,45 ,17 ,00 ,00 ,10 ,04

5 ,050 11,514 ,01 ,24 ,24 ,07 ,17 ,01 ,01 ,03

6 ,037 13,329 ,00 ,45 ,22 ,70 ,00 ,00 ,01 ,02

7 ,012 23,734 ,14 ,29 ,01 ,03 ,82 ,11 ,01 ,01

8 ,003 43,608 ,85 ,00 ,05 ,03 ,00 ,88 ,00 ,23

a. Dependent Variable: ENV

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value ,1641 ,6667 ,3791 ,11219 72

Std. Predicted Value -1,916 2,564 ,000 1,000 72

Standard Error of Predicted

Value ,020 ,096 ,045 ,014 72

Adjusted Predicted Value ,1099 ,6530 ,3785 ,11610 72

Residual -,22352 ,61670 ,00000 ,13329 72

Std. Residual -1,592 4,393 ,000 ,949 72

Stud. Residual -1,752 4,537 ,001 1,004 72

Deleted Residual -,27338 ,65795 ,00055 ,14952 72

Stud. Deleted Residual -1,781 5,466 ,015 1,071 72

Mahal. Distance ,409 31,985 6,903 5,369 72

Cook's Distance ,000 ,172 ,016 ,028 72

Centered Leverage Value ,006 ,450 ,097 ,076 72


(6)

134

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 72

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation ,13328557

Most Extreme Differences Absolute ,091

Positive ,091

Negative -,076

Test Statistic ,091

Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.