Kinerja Keuangan Perusahaan Analisiscapital Budgetingdan Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi Kasus Pada Perusahaan Go Publicdi Bursa Efek Indonesia Periode 2009 Dan 2010)

83 Steel Tbk KRAS dengan nilai operating profit margin sebesar - 13,89. c. Return on Equity ROE Return on equity adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dengan menggunakan modal sendiri dan menghasilkan laba bersih yang tersedia bagi pemilik atau investor. Tabel 4.11 Return on Equity ROE 2010 2011 2012 2013 2014 2015 AMRT 23.58 24.70 15.52 21.85 19.04 18.52 APLN 6.69 13.62 13.25 12.90 11.63 12.80 BCIP 12.14 1.30 4.93 14.51 12.19 2.10 BPFI 17.20 14.19 15.53 16.44 9.36 13.75 BRAU 21.91 21.22 22.37 20.07 19.64 22.76 BUVA 8.90 10.47 7.43 7.66 3.15 5.42 BWPT 21.50 22.47 15.74 8.32 2.80 0.19 GREN 0.53 0.46 0.13 0.12 0.05 -2.29 GTBO 16.52 4.59 5.31 6.28 2.65 2.44 ICBP 33.40 19.29 19.04 16.85 16.83 17.84 IPOL 24.84 30.69 -74.09 -202.27 246.01 32.83 KRAS 11.41 2.52 -1.75 -1.29 -17.59 -18.26 NIKL 15.30 -4.34 -15.16 0.65 -20.02 8.93 PTPP 19.02 16.85 18.70 21.20 22.26 16.52 ROTI 0.33 22.55 74.20 -8.15 -6.72 -4.28 TRIO 23.91 27.74 20.74 24.64 13.59 4.85 Bisa dilihat dari tabel diatas bahwa hasil return on equity dari masing-masing perusahaan terlihat naik turun selama periode 2010 sampai 2015, namun beberapa perusahaan seperti Evergreen Invesco Tbk GREN, Indopoly Swakarsa Industry Tbk IPOL, Krakatau Steel Tbk Sumber : Data Diolah 84 KRAS, Pelat Timah Nusantara Tbk NIKL, dan Nippon Indosari Corpindo Tbk ROTI hasil perhitungan return on equity nya ada yang negatif pada tahun tertentu dan yang paling rendah yaitu Indopoly Swakarsa Industry Tbk IPOL dengan nilai return on equity -202.27. d. Return on Asset ROA Return on asset adalah rasio antara laba bersih setelah pajak dengan jumlah aset perusahaan secara keseluruhan. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. Tabel 4.12 Return on Asset ROA 2010 2011 2012 2013 2014 2015 AMRT 6.00 7.19 6.41 5.19 4.09 3.80 APLN 3.63 6.35 5.54 4.73 4.15 4.60 BCIP 9.72 1.01 2.78 7.56 5.17 0.80 BPFI 9.05 6.32 5.53 4.54 3.82 6.24 BRAU 17.56 15.27 12.38 8.67 8.80 10.00 BUVA 4.63 6.23 4.66 4.32 1.67 3.34 BWPT 9.17 8.93 5.34 2.93 1.19 0.08 GREN 0.44 0.38 0.11 0.09 0.04 -1.66 GTBO 7.90 2.01 2.65 3.42 1.44 1.41 ICBP 14.50 13.57 12.86 10.51 10.16 11.01 IPOL 4.77 7.81 -8.36 -8.10 -3.86 -1.48 KRAS 6.03 1.21 -0.76 -0.57 -6.04 -10.35 NIKL 8.13 -2.09 -5.85 0.22 -5.88 2.94 PTPP 3.70 3.46 3.62 3.39 3.64 4.42 ROTI 0.19 15.91 57.70 -6.74 -5.79 -2.93 TRIO 8.54 7.95 7.14 6.07 3.56 1.28 Bisa dilihat dari tabel diatas bahwa hasil return on asset dari masing-masing perusahaan terlihat naik turun selama periode 2010 Sumber : Data Diolah 85 sampai 2015, namun beberapa perusahaan seperti Evergreen Invesco Tbk GREN, Indopoly Swakarsa Industry Tbk IPOL, Krakatau Steel Tbk KRAS, Pelat Timah Nusantara Tbk NIKL, dan Nippon Indosari Corpindo Tbk ROTI hasil perhitungan return on asset nya ada yang negatif pada tahun tertentu dan yang paling rendah yaitu Krakatau Steel Tbk KRAS dengan nilai return on asset -10,35. e. Debt to Equity Ratio DER Debt to equity ratio adalah rasio yang menggunakan hutang dan modal untuk mengukur tingkat penggunaan utang terhadap total shareholder’s equity yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi rasio, maka semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham, sedangkan dari perspektif kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio DER maka semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya. Debt to equity ratio DER dengan angka dibawah 1,00 satu mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki hutang yang lebih kecil dari ekuitas yang dimilikinya. Tetapi investor juga harus jeli dalam menganalisis DER ini, sebab jika total hutang lebih besar dari ekuitas, maka harus dilihat lebih lanjut apakah hutang lancar atau hutang jangka panjang yang lebih besar. Hal yang perlu juga diperhatikan adalah perusahaan dibidang keuangan seperti bank, asuransi, dan perusahaan investasi cenderung memiliki DER tinggi karena sebagian besar dana 86 yang dikelola adalah dana pihak ketiga dan secara akuntansi dana tersebut dianggap liabilities. Tabel 4.13 Debt to Equity Ratio DER 2010 2011 2012 2013 2014 2015 AMRT 2.93 2.43 1.42 3.21 3.65 3.25 APLN 0.84 1.15 1.39 1.73 1.80 1.70 BCIP 0.25 0.30 0.77 0.92 1.36 1.63 BPFI 0.90 1.24 1.81 2.62 1.45 1.03 BRAU 0.25 0.39 0.81 1.32 1.23 1.28 BUVA 0.92 0.68 0.60 0.77 0.89 0.72 BWPT 1.08 1.52 1.95 1.84 1.36 1.41 GREN 0.19 0.21 0.22 0.29 0.36 0.37 GTBO 1.06 1.28 1.01 0.83 0.84 0.83 ICBP 0.45 0.42 0.48 0.60 0.66 0.62 IPOL 4.06 2.93 7.87 23.97 -64.71 -36.82 KRAS 0.88 1.08 1.30 1.26 1.91 1.07 NIKL 0.88 1.07 1.59 1.90 2.40 2.04 PTPP 3.31 3.86 4.16 5.26 5.11 2.74 ROTI 0.74 0.42 0.29 0.21 0.18 0.22 TRIO 1.80 2.49 1.90 3.06 2.82 2.79 Bisa dilihat dari tabel diatas bahwa hasil debt to equity ratio dari masing-masing perusahaan terlihat relatif besar selama periode 2010 sampai 2015, dan berdasarkan hasil perhitungan DER hanya ada beberapa perusahaan seperti Evergreen Invesco Tbk GREN, Indofood CBP Sukses Makmur Tbk ICBP, Bukit Uluwatu Villa Tbk BUVA, dan Nippon Indosari Corpindo Tbk ROTI yang hasil perhitungan debt to equity ratio nya konsisten dibawah 1,00 satu, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut memiliki rasio hutang yang lebih kecil dari ekuitas yang dimilikinya dan kemampuan perusahaan dalam Sumber : Data Diolah 87 membayar kewajiban jangka panjangnya cukup baik. Kinerja yang sangat tidak stabil justru ditunjukkan oleh Indopoly Swakarsa Industry Tbk IPOL karena nilai debt to equity ratio perusahaan tersebut bergerak naik dan turun sangat tajam. f. Debt to Total Asset Ratio DAR Debt to total asset ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar jumlah aktiva perusahaan dibiayai dengan total hutang. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan untuk investasi pada aktiva guna menghasilkan keuntungan bagi perusahaan, sehingga semakin besar juga risiko finansial perusahaan gagal untuk mengembalikan pinjaman. Tabel 4.14 Debt to Asset Ratio DAR 2010 2011 2012 2013 2014 2015 AMRT 0.75 0.71 0.59 0.76 0.79 0.52 APLN 0.46 0.53 0.58 0.63 0.64 0.63 BCIP 0.20 0.23 0.44 0.48 0.58 0.62 BPFI 0.47 0.55 0.64 0.72 0.59 0.47 BRAU 0.20 0.28 0.45 0.57 0.55 0.56 BUVA 0.16 0.18 0.18 0.22 0.27 0.28 BWPT 0.57 0.60 0.66 0.65 0.58 0.58 GREN 0.48 0.40 0.37 0.44 0.47 0.42 GTBO 0.51 0.56 0.50 0.45 0.46 0.45 ICBP 0.30 0.30 0.32 0.38 0.40 0.38 IPOL 0.78 0.75 0.89 0.96 1.02 0.93 KRAS 0.46 0.52 0.56 0.56 0.66 0.52 NIKL 0.47 0.52 0.61 0.65 0.71 0.67 PTPP 0.77 0.79 0.81 0.84 0.84 0.73 ROTI 0.42 0.29 0.22 0.17 0.15 0.23 TRIO 0.64 0.71 0.66 0.75 0.74 0.74 Sumber : Data Diolah 88 Bisa dilihat dari tabel dihalaman sebelumnya bahwa hasil debt to asset ratio dari masing-masing perusahaan terlihat relatif kecil yaitu dibawah 1,00 satu selama periode 2010 sampai 2015, terkecuali Indopoly Swakarsa Industry Tbk IPOL karena pada tahun 2014 nilai debt to asset ratio nya 1,02 dan perusahaan tersebut memiliki nilai debt to asset ratio pertahun yang tertinggi dibanding perusahaan lainnya. Dari grafik tersebut dapat dilihat juga bahwa nilai debt to asset ratio terbaik dimiliki oleh 3 perusahaan yaitu Indofood CBP Sukses Makmur Tbk ICBP, Bukit Uluwatu Villa Tbk BUVA, dan Nippon Indosari Corpindo Tbk ROTI. Hal ini juga menunjukkan bahwa jumlah aset yang dibiayai oleh hutang dari ketiga perusahaan tersebut rendah sehingga risiko kegagalan untuk memenuhi kewajiban jangka panjang dari masing-masing perusahaan juga rendah. g. Earning per Share EPS Earning per share adalah rasio yang mengukur berapa tingkat keuntungan bersih untuk tiap lembar sahamnya yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Salah satu alasan investor membeli saham adalah untuk mendapatkan dividend, jika nilai EPS kecil maka kecil pula kemungkinan perusahaan membagikan dividen. Sehingga investor akan meminati saham yang memiliki EPS yang tinggi dibanding saham yang memiliki EPS yang rendah. Earning per share rendah cenderung membuat harga saham juga turun. 89 Tabel 4.15 Earning per Share EPS 2011 2012 2013 2014 2015 AMRT 74.55 105.10 127.41 142.61 13.82 APLN 11.76 28.30 41.04 41.53 47.99 BCIP 15.50 1.93 6.64 22.64 21.34 BPFI 25.95 23.28 29.26 36.28 29.94 BRAU 106.38 114.52 147.33 31.22 37.26 BUVA 16.78 18.87 18.32 20.99 9.68 BWPT 60.34 79.35 64.71 44.86 6.01 GREN 0.53 0.46 0.13 0.12 0.05 GTBO 34.26 7.79 11.25 17.33 7.17 ICBP 338.77 373.80 381.63 446.62 514.62 IPOL 0.0038 0.0015 -50.13 -58.18 -27.39 KRAS 0.81 0.65 -12.53 -10.88 -118.10 NIKL 29.55 -7.63 -24.79 1.35 -35.21 PTPP 42 49.61 63.95 86.88 109.85 ROTI 0.34 29.55 376.76 -29.26 -22.93 TRIO 46.15 68.27 80.22 100.56 66.03 Bisa dilihat dari tabel diatas bahwa Indofood CBP Sukses Makmur Tbk ICBP merupakan perusahaan yang menghasilkan earning per share tertinggi dengan rata-rata 411,09 rupiah per tahun, beberapa perusahan seperti Sumber Alfaria Trijaya Tbk AMRT, Berau Coral Energy Tbk BRAU, BW Plantation Tbk BWPT, PP Persero Tbk PTPP, Trikomsel Oke Tbk TRIO memiliki nilai earning per share yang cukup tinggi dibanding perusahaan lainnya. Namun ada beberapa perusahaan seperti Evergreen Invesco Tbk GREN, Indopoly Swakarsa Industry Tbk IPOL, Krakatau Steel Tbk KRAS, Pelat Timah Nusantara Tbk NIKL, dan Nippon Indosari Corpindo Tbk ROTI yang Sumber : Data Diolah 90 nilai earning per share sangat kecil, bahkan sampai bernilai negatif pada tahun-tahun tertentu.

3. Perbandingan Analisis Capital Budgeting dan Kinerja Keuangan

Perusahaan Berdasarkan hasil perhitungan kinerja keuangan perusahaan dapat kita lihat bahwa hasil dari masing-masing rasio keuangan tersebut sebagian besar sesuai dengan hasil analisis capital budgeting yang sebelumnya yaitu beberapa perusahaan seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk AMRT, PT. Batavia Prosperindo Finance Tbk BPFI, PT Berau Coral Energy Tbk BRAU, PT Bukit Uluwatu Villa Tbk BUVA, PT BW Plantation Tbk BWPT, PT Garda Tujuh Buana Tbk GTBO, PT Indofood CBP Sukses Makmur ICBP, PT PP Persero Tbk PTPP, PT. Trikomsel Oke Tbk TRIO sudah memenuhi kriteria kelayakan investasi dan memiliki kinerja keuangan yang cukup baik ditinjau dari masing-masing rasio keuangan dan tidak menghasilkan nilai yang negatif, hanya Agung Podomoro Land Tbk APLN dan Bumi Citra Permai Tbk BCIP yang tidak sesuai, karena secara analisis capital budgeting perusahaan tersebut belum memenuhi kriteria kelayakan investasi namun memiliki kinerja keuangan yang baik dan tidak menghasilkan nilai yang negatif. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai macam hal dan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hal tersebut. 91 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan analisis capital budgeting terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan initial public offering IPO periode 2009 dan 2010 dengan menggunakan prospektus dan laporan keuangan sebagai bahan perhitungan dan analisa, serta dibandingkan dengan kinerja perusahaan tersebut selama 5 tahun setelah melakukan IPO. Dari hasil analisis capital budgeting dan kinerja keuangan pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia periode 2009 dan 2010 maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis capital budgeting dari prospektus dan laporan keuangan perusahaan yang melakukan IPO periode 2009 dan 2010 didapatkan hasil sebagai berikut: a Hasil perhitungan payback period, discounted payback period, net present value, modified internal rate of return, dan profitability index menunjukkan bahwa PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk AMRT, PT. Batavia Prosperindo Finance Tbk BPFI, PT Berau Coral Energy Tbk BRAU, PT Bukit Uluwatu Villa Tbk BUVA, PT BW Plantation Tbk BWPT, PT Garda Tujuh Buana Tbk GTBO, PT Indofood CBP Sukses Makmur ICBP, PT PP Persero Tbk PTPP, PT. Trikomsel Oke Tbk TRIO telah memenuhi kriteria kelayakan investasi yang sudah ditetapkan. 92 b Perusahaan lainnya seperti Agung Podomoro Land Tbk APLN, Bumi Citra Permai Tbk BCIP, Evergreen Invesco Tbk GREN, Indopoly Swakarsa Industry Tbk IPOL, Krakatau Steel Tbk KRAS, Pelat Timah Nusantara Tbk NIKL, dan Nippon Indosari Corpindo Tbk ROTI belum memenuhi kriteria kelayakan investasi yang sudah ditetapkan. 2. Berdasarkan hasil kinerja keuangan dari perusahaan selama lima tahun sejak melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia didapatkan hasil sebagai berikut: a Hasil perhitungan Net Profit Margin NPM, Operating Profit Margin OPM, Return on Equity ROE, Return on Asset ROA, dan Earning per Share EPS menunjukkan perusahaan yang memiliki kinerja profitabilitas yang baik yaitu Agung Podomoro Land Tbk APLN, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk AMRT, Bumi Citra Permai Tbk BCIP, PT. Batavia Prosperindo Finance Tbk BPFI, PT Berau Coral Energy Tbk BRAU, PT Bukit Uluwatu Villa Tbk BUVA, PT BW Plantation Tbk BWPT, PT Garda Tujuh Buana Tbk GTBO, PT Indofood CBP Sukses Makmur ICBP, PT PP Persero Tbk PTPP, dan PT. Trikomsel Oke Tbk TRIO. b Hasil perhitungan Debt to Equity Ratio DER dan Debt to Asset Ratio DAR menunjukkan perusahaan yang memiliki tingkat hutang terhadap aset dan ekuitas yang baik yaitu Indofood CBP Sukses 93 Makmur Tbk ICBP, Bukit Uluwatu Villa Tbk BUVA, dan Nippon Indosari Corpindo Tbk ROTI. 3. Berdasarkan hasil analisis capital budgeting dan kinerja keuangan perusahaan dapat disimpulkan bahwa hasil dari masing-masing rasio keuangan tersebut sebagian besar sesuai dengan hasil analisis capital budgeting yaitu beberapa perusahaan seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk AMRT, PT. Batavia Prosperindo Finance Tbk BPFI, PT Berau Coral Energy Tbk BRAU, PT Bukit Uluwatu Villa Tbk BUVA, PT BW Plantation Tbk BWPT, PT Garda Tujuh Buana Tbk GTBO, PT Indofood CBP Sukses Makmur ICBP, PT PP Persero Tbk PTPP, PT. Trikomsel Oke Tbk TRIO telah memenuhi kriteria kelayakan investasi dan juga memiliki kinerja keuangan yang baik ditinjau dari masing- masing rasio keuangan dan tidak menghasilkan nilai yang negatif, hanya Agung Podomoro Land Tbk APLN dan Bumi Citra Permai Tbk BCIP yang tidak sesuai, karena secara analisis capital budgeting kedua perusahaan tersebut belum memenuhi kriteria kelayakan investasi namun memiliki kinerja keuangan yang baik dan tidak menghasilkan nilai rasio keuangan yang negatif.

B. Implikasi

1. Bagi akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya dan dasar untuk melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai metode capital budgeting dan kinerja perusahaan tidak

Dokumen yang terkait

Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Perusahaan Antar Sektor Yang Go Public Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia ( 2005 – 2010 )

0 29 102

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA SOSIAL PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN TAMBANG YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010 DAN 2011

0 14 229

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA SOSIAL PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN TAMBANG YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010 DAN 2011

2 22 197

ANALISIS DAMPAK AKUISISI TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PENGAKUISISI PADA PERUSAHAAN GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2005 2006

1 3 71

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TELAH GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur Yang Telah Go Public Di Bursa Efek Indonesia.

0 1 13

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN YANG Analisis Laporan Keuangan Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Yang Go Public Di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus pada PT. Unilever Indonesia Periode 2006 - 2010)

0 0 14

PENDAHULUAN Analisis Laporan Keuangan Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Yang Go Public Di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus pada PT. Unilever Indonesia Periode 2006 - 2010).

0 0 11

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN YANG Analisis Laporan Keuangan Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Yang Go Public Di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus pada PT. Unilever Indonesia Periode 2006 - 2010

0 0 16

ANALISIS DAMPAK AKUISISI TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PENGAKUSISI PADA PERUSAHAAN GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2008.

0 0 21

AN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEBE lSISI (PADA PERUSAHAAN PENGAKUISIS AR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010

0 2 113