PENDAHULUAN Dr. Agusmida, SH, M.Hum 4. Dr. Mirza Nasution, SH, M.Hum

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Asas desentralisasi dalam pelaksanaan otonomi adalah memberikan keleluasaan organ daerah otonom yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri dalam rangka desentralisasi. 1 Rekonstruksi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan pasca terselenggaranya otonomi daerah. Instrumen desentralisasi turut mengubah pengelolaan sumber daya lokal sebagai bentuk pendelegasian wewenang dari pusat pada daerah otonom untuk lebih mandiri. Pelayanan pendukung dari aktivitas usaha seperti izin usaha, kepastian hukum, dan iklim usaha yang kondusif pun peranannya tidak lagi terfragmentasi pada pemerintah pusat semata. Pemerintah daerah kini diharapkan menjadi aktor lokal dalam Dalam asas desentralisasi terjadi penyerahan wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah tentang urusan tertentu, sehingga pemerintahan daerah dapat mengambil prakarsa sepenuhnya, baik yang menyangkut policy, perencanaan, pelaksanaan, maupun pembiayaannya. Pemerintahan daerah melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan agar menjadi urusan rumah tangganya sendiri. 1 P. Rosodjatmiko, Pemerintahan di Daerah dan Pelaksanaannya, Kumpulan Karangan Dr. Ateng Syafrudin SH., Bandung: Tarsito, 2002, hal.22-23. Asas desentralisasi merupakan salah satu dari 3 tiga asas dalam kerangka hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam suatu negara kesatuan. Asas yang lainnya adalah asas dekonsentrasi dan asas pembantuan. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA menciptakan sistem perizinan yang mendukung mekanisme kegiatan usaha dan pengelolaan sumber daya daerah bagi kemaslahatan masyarakat lokal. 2 Era globalisasi menghadapkan Indonesia pada suatu tuntutan untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang secara merata, termasuk juga menuntut kesiapan setiap daerah untuk mampu berpengawasan serta di dalamnya. 3 Antisipasi terhadap arus globalisasi ini diperlukan setiap daerah, terutama berkaitan dengan peluang dan tantangan penanaman modal asing di daerah dan persaingan global di daerah. Dalam otonomi daerah, daerah menjadi lebih leluasa dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya, dan memberi kesempatan tumbuhnya iklim yang lebih demokratis di daerah. 4 2 Tirta Nugraha Mursitama dkk, Reformasi Pelayanan Perizinan dan Pembangunan Daerah: Cerita Sukses Tiga Kota Purbalingga, Makassar, dan Banjarbaru, Masyarakat Transparansi Indonesia, Jakarta, 2010, halaman 10. 3 Alvin Tofler, dalam Nurcholis Madjid, Tradisi Islam, Pengawasanan dan Fungsinya dalam Pembangunan Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1997, halaman 66. 4 Muchan, Otonomi yang Seluas-luasnya dan Ketidakadilan Daerah, dalam M.Arif Nasution dkk., Demokratisasi dan Problema Otonomi Daerah, Bandung : Mandar Maju, 2005, halaman 78. Pemerintahan daerah yang diamanfaatkan oleh Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah semacam keleluasaan daerah dalam mewajudkan otonomi yang luas dan bertanggungjawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, prakarsa dan aspirasi masyarakat, atas dasar pemerataan dan keadilan, serta sesuai dengan kondisi, potensi dan keanekaragaman daerah. Untuk itu, pemerintah daerah perlu mempunyai kemauan sungguh-sungguh dan kesiapan untuk mampu melaksanakan kebijakan otonomi daerah untuk kepentingan rakyat daerahnya. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Kebijakan publik yang telah diadopsi dan dilegitimasikan oleh pemerintah dan lembaga legislatif, sudah semestinya diimplementasikan melalui sistem administrasi publiknya, tak terkecuali mengenai kebijakan desentralisasi. Masalah ini dikemukakan oleh Heaphey bahwa: 5 Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 14 telah ditegaskan secara terperinci urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupatenkota yang meliputi 16 urusan wajib yaitu: keputusan-keputusan seringkali tidak dibuat di lapangan dan segala petunjuk pelaksanaan juklak serta petunjuk teknis juknis selalu berasal dari kantor-kantor pusat departemen. Administrator di lapangan hanya menerima sedikit tanggung jawab mengenai apa yang harus mereka kerjakan. Kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah telah diimplementasikan dalam sistem administrasi publik baik di tingkat Pusat, Propinsi maupun KabupatenKota. Implementasi kebijakan publik tersebut dalam kurun waktu 2001 - 2004 telah dievaluasi kembali dan kedua Undang-Undang tersebut kemudian direvisi dengan Undang-Undang Otonomi Daerah yang baru yaitu Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Melihat substansi undang-undang yang baru, nampak terjadinya perubahan dan improvisasi sehingga otomatis akan membawa perubahan pada tahapan implementasi kebijakan publik dalam penyelenggaraan otonomi daerah. 6 5 Deddy S Brata Kusumah, Dadang S, Otonomi Peneyelenggara Pemerintah Daerah, Jakarta: PT. Sun , 2003, halaman. 10-13 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang; c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum; e. Penanganan bidang kesehatan; f. Penyelenggaraan pendidikan; g. Penanggulangan masalah sosial; h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. Pengendalian lingkungan hidup; k. Pelayanan pertanahan; l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil; m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. Pelayanan administrasi penanaman modal; o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Di samping urusan wajib tersebut, di dalam ayat 2 Pasal yang sama dijelaskan pula menganai urusan pemerintahan kabupatenkota yang bersifat pilihan, meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Apabila dibandingkan dengan kewenangan daerah kabupatenkota yang terdapat dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999, maka urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan kabupatenkota menjadi lebih komprehensif bukan saja mencakup kewenangan penyelenggaraan pemerintahan pada sektor-sektor tertentu, namun lebih mengarah pada fungsi pelayanan publik dalam bidang-bidang kewenangan yang telah di desentralisasikan. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya kabupatenkota lebih mengarah pada dimensi regulasi, fasilitasi dan pelayanan publik. Hal ini sesuai dengan jiwa UNIVERSITAS SUMATRA UTARA konsep otonomi daerah itu sendiri yaitu demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Otonomi daerah seharusnya dipandang sebagai suatu tuntutan yang berupaya untuk mengatur kewenangan pemerintahan sehingga serasi dan fokus pada tuntutan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, menurut James W. Fesler sebagaimana dikutip J. Kaloh, otonomi daerah bukanlah tujuan tetapi suatu instrumen untuk mencapai tujuan. 7 Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juga diadopsi kembali asas umum penyelenggaraan negara yaitu: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaran negara. asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi dan asas efektivitas. Pencantuman kembali asas-asas umum penyelenggaraan negara di dalam Undang-Undang ini tidak lain ingin mereduksi konsep good governance dalam kebijakan desentralisasi dan penyelenggaraan otonomi daerah. 8 7 J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan tantangan Global, Jakarta : Rineka Cipta, 2002, halaman .6-7. 8 Dharma Setyawan Salam, Otonomi Daerah dalam perspektif lingkungan, Nilai dan Sumber Daya , Jakarta : Djambatan ,2004, halaman.107 -110 Berdasarkan pemikiran tersebut, maka implementasi kebijakan publik desentralisasi ke depan harus menekankan prinsip-prinsip good governance pada fungsi-fungsi regulasi, pelayanan publik dan pembangunan kesejahteraan masyarakat. Hal ini berarti kebijakan publik yang di implementasikan dalam sistem administrasi publik di daerah kabupatenkota benar-benar menerapkan prinsip good governance serta berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Desentralisasi harus mampu mendorong terjadinya layanan publik yang lebih dekat dengan masyarakat yang membutuhkan. Kebijakan publik yang dihasilkan, diharapkan dapat memangkas rentang birokrasi yang panjang untuk menghindari penundaan dan penurunan kualitas dari layanan publik yang menjadi kewajiban negara kepada warganya. Keberhasilan proses desentralisasi dapat diukur dari kualitas layanan publik yang semakin baik. Kebijakan desentralisasi yang hanya dimaksudkan untuk menggantikan peran pemerintah pusat di daerah tanpa melakukan perubahan pada transaksi sosial yang terjadi, maka sangat sulit diharapkan terjadinya efek positif dari kebijakan publik tersebut oleh sebab itu perbaikan kualitas layanan publik menjadi faktor yang determinan dalam implementasi kebijakan desentralisasi. Pelayanan publik juga merupakan bagian yang krusial dalam praktek negara demokrasi, bahkan banyak ahli mengatakan bahwa pelayanan publik sebagai demokrasi dalam artian yang sebenarnya karena demokrasi sebagai konsep hanya dapat dirasakan dalam kualitas layanan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyatnya. Dengan tingkat heterogenitas dan penyebaran yang luas, maka sangatlah rentan bagi suatu pemerintahan dapat memenuhi kebutuhan layanan masyarakat sesuai dengan tingkat kebutuhan apalagi tingkat kepuasan rakyat. Dalam konteks ini layanan menjadi tolok ukur penting untuk melihat perjalanan demokrasi dan desentralisasi. Dengan demikian demokrasi dan desentralisasi harus dilihat dari kemampuan pemerintah dan pemerintah daerah dalam melakukan transaksi sosial yang paling nyata dalam kehidupan sehari-hari yaitu layanan publik. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Marsh dan Ian mengemukakan 2 dua perspektif yang penting diamati dalam layanan publik yaitu: 9 Pemahaman masyarakat tentang dasar hukum atau kebijakan publik yang ditetapkan menjadi salah satu faktor penting untuk menjamin standar layanan publik yang berkualitas. Pemahaman masyarakat tentang formulasi kebijakan publik yang mengatur tentang prosedur dan mekanisme pemberian layanan publik dapat diukur dari kemudahan masyarakat untuk memahami prosedur tersebut, kesiapan birokrasi untuk memberikan kejelasan kepada masyarakat, informasi yang transparan tentang standar pelayanan publik dimaksud serta perilaku petugas pelayanan publik terhadap Pertama, dimensi service delivery agent dinas atau unit kerja pemerintah dan Kedua, dimensi customer atau user masyarakat yang memanfaatkan. Berdasarkan dimensi pemberi layanan perlu diperhatikan tingkat pencapaian kinerja yang meliputi layanan yang adil dimensi ruang dan klas sosial, kesiapan kerja dan mekanisme kerja readiness, harga terjangkau affordable price, prosedur sederhana dan dapat dipastikan waktu penyelesaiannya. Sementara itu dari dimensi penerima layanan publik harus memiliki pemahaman dan reaktif terhadap penyimpangan atau layanan tak berkualitas yang muncul dalam praktik penyelenggaraan layanan publik. Keterlibatan aktif masyarakat baik dalam mengawasi dan menyampaikan keluhan terhadap praktik penyelenggaraan layanan publik menjadi faktor penting umpan balik bagi perbaikan kualitas layanan publik dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. 9 Ibid. hal. 3. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA masyarakat dalam praktik penyelenggaraan layanan publik. Formulasi kebijakan tersebut tentunya berada pada tahapan implementasi kebijakan publik yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu bidang layanan publik yang krusial adalah masalah Perizinan. Perizinan merupakan aspek regulasi dan legalitas dari berbagai bidang kegiatan masyarakat yang ditetapkan oleh pejabat administrasi negara melalui prosedur tertentu. Masalah perizinan menyangkut dua sisi kepentingan yaitu, kepentingan pemerintah daerah untuk melakukan regulasi terhadap kegiatan tertentu yang dilakukan oleh masyarakat agar sesuai dengan perencanaan, kondisi dan kebutuhan pemerintah daerah, di sisi lain adalah kepentingan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh kepastian hukum dalam melakukan usaha dan kegiatan yang mempunyai efek di bidang sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. Kegiatan pembangunan dan investasi di daerah terkait erat dengan pemberian perizinan kepada pihak-pihak yang memerlukannya. Pemerintahan Daerah, dimana DPRD merupakan salah satu unsurnya, mempunyai kewenangan untuk menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon perizinan untuk memperoleh suatu izin yang diperlukannya. Penetapan syarat-syarat ini tentu saja dimaksudkan untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai oleh Pemerintahan Daerah yang bersangkutan yang diwujudkan dalam bentuk Perda. Keseluruhan permasalahan yang muncul dalam pelayanan Perizinan menjadi semakin krusial ketika prosedur pemberian Perizinan tersebut tidak dibakukan secara komprehensif dan tidak ditetapkan dalam suatu standar pelayanan yang baik. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Pelayanan Perizinan akan tidak memberikan kepuasan kepada masyarakat apabila dalam pelaksanaannya tidak terkoordinasi dan berjalan sendiri-sendiri dalam sektornya masing-masing. Implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ke depan salah satunya adalah bagaimana dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum penyelenggaraan negara dan sekaligus merupakan perwujudan dari prinsip utama kebijakan desentralisasi yaitu demokratisasi, akuntabilitas publik daan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis hendak melakukan penelitian ini dalam suatu penulisan tesis yang berjudul “Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap Pelayanan Publik Bidang Perizinan di Kabupaten Deli Serdang”. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan pelayanan publik bidang Perizinan sebagai implementasi kebijakan otonomi daerah di Kabupaten Deli Serdang? 2. Bagaimana kepuasan pelayanan publik bidang perizinan di Kabupaten Deli Serdang? 3. Bagaimana cara mengatasi kendala-kendala dalam pelaksanaan pelayanan publik bidang perizinan di Kabupaten Deli Serdang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah diajukan dalam penelitian maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pelayanan publik bidang perizinan sebagai implementasi kebijakan otonomi daerah di Kabupaten Deli Serdang. 2. Untuk mengetahui kepuasan pelayanan publik bidang perizinan di Kabupaten Deli Serdang. 3. Untuk mengetahui cara mengatasi kendala-kendala dalam pelaksanaan pelayanan publik bidang perizinan di Kabupaten Deli Serdang.

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan atau manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang penulis lakukan ini antara lain adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis