Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan
misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan.
Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang
mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga
dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan
ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures SOP
Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses
pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu
SOP juga bermanfaat dalam hal: a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal
tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu
proses pelayanan dapat berjalan terus;
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan;
d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahanperubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;
e. Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan; f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan
diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses
pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas;
3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan
Untuk menjaga kepuasan pelanggan, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan pelanggan atas pelayanan yang telah diberikan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia
pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan
publik;
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan
Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien
mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan
kualitas pelayanan.
E. Hubungan Kebijakan Publik dan Hukum dalam Konteks Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah
Pembuatan kebijakan publik harus didasarkan pada hukum karena dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
ditentukan bahwa “ Negara Indonesia adalah negara hukum”. Menurut Immanuel Kant, negara hukum merupakan salah satu tujuan negara, maksudnya : Negara harus
menjamin tata tertib dari perseorangan yang menjadi rakyatnya. Ketertiban hukum perseorangan ialah syarat utama dari tujuan suatu negara. Tujuan negara ialah
pembentukan dan pemeliharaan hukum di samping dijamin daripada kebebasan dan hak-hak warganya. Rakyat harus mentaati undang-undang yang dibuat dengan
persetujuannya sendiri. Lain daripada itu perseorangan dilihat oleh Kant sebagai pihak yang sama derajatnya dengan negara sendiri. Baik negara maupun
perseorangan adalah subyek-subyek hukum, yang harus memandang satu dengan lain sebagai sesamanya, sebagai pihak-pihak yang memegang hak-hak dan kewajiban. Hal
ini berarti bahwa negara tidak dapat memandang perseorangan sebagai obyek yang tak bernyawa dan tak mempunyai hak apa-apa”
46
46
Yunas, Didi Nazmi, Konsepsi Negara Hukum, Padang : Angkasa Raya, 1992. hal. 26.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Dengan demikian, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah maka tindakan yang dilakukan baik oleh Pemerintah Daerah maupun warga masyarakatnya
harus didasarkan pada hukum. Dasar hukum bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan tindakannya ini dapat dilihat dari dua sisi yakni pada satu sisi,
memberikan keabsahan bagi tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang sekaligus memberikan perlindungan hukum jika terjadi gugatan yang dilakukan oleh
warga masyarakat. Oleh karena itu, maka salah satu inti hakikat hukum administrasi adalah “melindungi administrasi negara itu sendiri.
47
Maksudnya, kebijakan publik yang dibuat oleh Pemerintah Daerah akan mendapat perlindungan hukum jika
kebijakan itu dibuat berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Pada sisi lain, melalui dasar hukum dilakukan pembatasan terhadap kekuasaan yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pembatasan ini perlu dilakukan karena “sekecil apa pun kekuasaan yang digenggam satu lembaga
atau seseorang, seperti yang sudah dibuktikan dalam keseharian kita, ia tetap problematik ketika tidak diatur”
48
Seperti diketahui, hukum tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan keberadaannya bukan sebagai suatu lembaga yang berdiri sendiri namun sebagai
lembaga yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan publik. Untuk menghindari terjadinya
47
Basah, Sjachran, Perlindungan Hukum terhadap sikap tindak Administrasi Negara, Bandung : Alumni, 1992, hal. 6.
48
Lay, Cornelis, “Lembaga Kepresidenan di Indonesia”, dalam Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI, Yogyakata : Pandega Media dengan BEM UGM, 1997, hal. 12.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah maka hukum dapat dipergunakan sarana untuk mencapai tujuan tersebut karena secara teknis hukum
dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Hukum merupakan suatu sarana untuk menjamin kepastian dan memberikan
prediktabilitas di dalam kehidupan masyarakat; 2. Hukum merupakan sarana Pemerintah untuk menerapkan sanksi;
3. Hukum sering dipakai oleh Pemerintah sebagai sarana untuk melindungi melawan kritik;
4. Hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk mendistribusikan sumber-sumber daya.
49
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa hukum dapat digunakan sebagai sarana bagi kebijakan publik untuk mewujudkan tujuan yang telah
ditetapkan melalui proses politik. Hasil utama dari sistem politik adalah hukum. Oleh karena itu, maka “constitution, statutes, administrative orders and executive orders
are indicators of policy. Law also sets the framework for public policy”.
50
Hukum tertulis sebagai hukum positif merupakan hukum yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Sehubungan dengan hukum positif ini, dalam Pasal 7 ayat
Dengan demikian, dasar bagi suatu pembuatan kebijakan publik oleh Pemerintah Daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah harus didasarkan pada hukum baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.
49
Sunggono, Bambang, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Jakarta : Sinar Grafika 1994, hal. 76-77.
50
Sigler, Jay A., Beede and Rutgers, The Legal Sources of Public Policy, Toronto: Lexington, Massaehusetts, 1977, hal 4.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditentukan “Jenis dan Hirarki Peraturan Perundang-undangan
adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah.
Kemudian dalam ayat 2 pasal ini ditentukan bahwa “Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e meliputi :
a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur;
b. Peraturan Daerah kabupatenkota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupatenkota bersama bupatiwalikota;
c. Peraturan Desaperaturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Sehubungan dengan peraturan perundangundangan ini, dalam Pasal 7 ayat 4 ditentukan bahwa “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana
dimaksud pada ayat 1, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi”. Dalam penjelasan pasal ini ditentukan bahwa :
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Jenis peraturan perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Menteri, kepala
bidang, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KabupatenKota, BupatiWalikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Selain hukum tertulis, yang juga menjadi dasar pembuatan kebijakan publik adalah hukum tidak tertulis yakni asas-asas umum pemerintahan yang baik general
principle of good administration. Asas-asas ini meliputi : 1. Asas kepastian hukum principle of legal security;
2. Asas keseimbangan principle of proportionality; 3. Asas kesamaan dalam pengambilan keputusan pangreh principle of equality;
4. Asas bertindak cermat principle of carefulness; 5. Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh principle of motivation
6. Asas jangan mencampuradukan kewenangan principle of non misuse of competence;
7. Asas permainan yang layak principle of fair play; 8. Asas keadilan atau kewajaran principle of reasonableness or prohibition of
arbitrariness;
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar principle of meeting raised expectation;
10. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal principle of undoing the consequences of an annulled decision;
11. Asas perlindungan atas pandangan hidup cara hidup pribadi principle of protecting the personal way of life;
12. Asas kebijaksanaan sapientia; 13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum principle of public service.
51
Asas keseimbangan principle of proportionality, artinya kepentingan- kepentingan yang mempunyai hubungan langsung dengan kebijakan publik harus
Asas kepastian hukum principle of legal security mempunyai dua aspek yakni aspek material dan formal. Aspek material dari kepastian hukum berhubungan
erat dengan asas kepercayaan. Dalam keadaan tertentu asas kepastian hukum dapat menghalangi badan pemerintah untuk menarik kembali suatu ketetapan atau
mengubahnya untuk kerugian yang berkepentingan. Kemudian sisi formal dari asas kepastian hukum membawa serta bahwa ketetapan yang memberatkan dan ketentuan
yang terkait pada ketetapan yang menguntungkan harus disusun dengan kata-kata yang jelas. Asas ini memberi hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui
dengan tepat apa yang dikehendaki daripadanya.
51
Syafrudin, A., “Asas-asas Pemerintahan Yang Layak Pegangan Bagi Pengabdian Kepala Daerah”, dalam Himpunan Makalah Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik A.A.U.P.B,
penyusun : Paulus Effendie Lotulung, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994, hal. 38 - 39.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dipertimbangkan secara seimbang. Akibat dari suatu kebijakan publik harus sebanding dengan tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan tersebut.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka pembuatan kebijakan publik sehubungan dengan asas keseimbangan sebagai
berikut : 1. Kepentingan-kepentingan yang relevan harus dipersamakan;
2. Harus ada beberapa nilai kepentingan bagi pelaksanaan keseimbangan; 3. Beberapa pandangan harus diterima sebagai kepentingan tertentu yang dapat
dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan lain secara keseluruhan. 4. Keputusan badan publik harus dibuat sungguh-sungguh seimbang;
5. Pengadilan akan menentukan bagaimana menggunakan kriteria pengujian secara intensif.
52
52
Craig, S. The New Corporate Philanthrophy, Harvard Business Review, May-June, 1994. pp. 414-415
Asas kesamaan dalam pengambilan keputusan pangreh principle of equality, maksudnya hal-hal yang sama harus diperlakukan sama. Asas kesamaan ini
dipandang sebagai salah satu asas yang paling mendasar dan berakar di dalam kesadaran hukum warga masyarakat. Asas persamaan memaksa Pemerintah Daerah
untuk membuat kebijakan publik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat tidak diskriminatif. Asas bertindak cermat principle of carefulness,
mensyaratkan agar pemerintah sebelum membuat kebijakan publik meneliti semua fakta yang relevan dan memasukkan pula semua kepentingan yang relevan ke dalam
pertimbangannya.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh principle of motivation, maksudnya suatu kebijakan publik harus dapat didukung oleh alasan-alasan yang
dijadikan dasarnya. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan principle of non misuse of competence, artinya kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah tidak
boleh digunakan untuk tujuan lain selain dari tujuan yang ditentukan untuk kewenangan itu.
Asas permainan yang layak principle of fair play, maksudnya Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah wajib memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengajukan keberatan terhadap kebijakan publik yang dibuatnya. Asas keadilan atau kewajaran principle of
reasonableness or prohibition of arbitrariness, maksudnya Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak boleh membuat kebijakan yang
sewenangwenang karena kebijakan demikian ini dapat menimbulkan kerugikan bagi warga masyarakat. Asas menanggapi pengharapan yang wajar principle of meeting
raised expectation, artinya harapan-harapan yang ditimbulkan oleh janji-janji Pemerintah terhadap warga masyarakat secara layak harus dihormati. Kebijakan
publik yang dibuat oleh Pemerintah Daerah harus sesuai dengan harapan-harapan yang dijanjikannya karena kalau tidak maka dapat mengurangi kepercayaan warga
masyarakat terhadap Pemerintah Daerah. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal principle of
undoing the consequences of an annulled decision, maksudnya dapat saja terjadi bahwa tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dibatalkan oleh Pejabat yang
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
berwenang. Dengan demikian, Pemerintah wajib meniadakan kerugian-kerugian yang telah diderita oleh warga masyarakat.
Asas perlindungan atas pandangan hidup cara hidup pribadi principle of protecting the personal way of life, artinya sesuatu yang dianggap baik berupa
pandangan hidup pribadi warga masyarakat wajib diperhatikan pada saat dibuatnya kebijakan publik.
Asas kebijaksanaan sapientia, artinya jika Pemerintah Daerah membuat kebijakan publik dalam penerapan asas kebijakasanaan wajib ditentukan kerangka
hukumnya secara pasti untuk mencegah terjadinya penafsiran ambivalen yang dapat merugikan warga masyarakat.
Asas penyelenggaraan kepentingan umum principle of public service, artinya kepentingan umum menunjukkan kepentingan sebagian besar warga
masyarakat yang sepatutnya didahulukan dari kepentingan pribadi dan golongan oleh Pemerintah Daerah dalam pembuatan kebijakan publik.
Penggunaan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagai landasan bagi pembuatan kebijakan publik adalah
penting dengan maksud agar penerapan hukum itu dapat menjamin adanya kepastian hukum dan rasa keadilan.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa pada dasarnya, kebijakan publik umumnya harus “dilegalisasikan dalam bentuk hukum, karena
sebuah hukum adalah hasil dan kebijakan publik. Dari pemahaman dasar ini kita dapat melihat keterkaitan di antara keduanya dengan sangat jelas. Bahwa
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
sesungguhnya antara hukum dan kebijakan publik itu pada tataran praktek tidak dapat dipisah-pisahkan. Keduanya berjalan seiring, sejalan dengan prinsip saling
mengisi”
53
. Jika dikaji berdasarkan logika, dapat dikatakan bahwa “sebuah produk hukum tanpa ada proses kebijakan publik di dalamnya maka produk hukum itu akan
kehilangan makna substansinya. Demikian pula sebaliknya, sebuah proses kebijakan publik tanpa adanya legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi
operasionalisasi dari kebijakan publik tersebut.
54
Salah satu bentuk kebijakan yang mencerminkan hubungan antara pusat dan daerah yang membawa dampak terhadap keleluasaan pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan urusan otonominya riil dan seluas-luasnya. Prinsip ini tidak dianutnya lagi oleh UU.No.5 Tahun 1974, melainkan dianutnya “prinsip otonomi
nyata dan bertanggung jawab” karena prinsip otonomi riil dan seluas-luasnya dipandang akan menimbulkan disintegrasi dan membahayakan keutuhan negara
kesatuan. Di dalam undang-undang ini tidak dijelaskan istilah seluas-luasnya itu. Apakah istilah tersebut diartikan secara kuantitatif atau mungkin karena sifat urusan
yang diserahkan tersebut tidak bisa terlepas dari sifat dan kualitasnya. Banyaknya urusan yang diserahkan kepada daerah belum tentu akan mendorong pengembangan
otonomi daerah. Bahkan mungkin akan menambah beban bagi daerah, kalau tidak memperhatikan batas wewenang, sifat, macam, dan kualitas urusan yang diserahkan.
F. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah di Kabupaten Deli Serdang
53
Wibowo, Eddi, Hukum dan Kebijakan Publik, Yogyakarta : Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2004, hal. 32.
54
Ibid, hal. 32.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Perubahan prinsip otonomi yang telah membawa implikasi terhadap penekanan tentang makna dan sifat otonomi daerah yang menyatakan bahwa otonomi
daerah lebih merupakan kewajiban daripada hak, adalah pernyataan yang tidak lazim, terutama apabila dihubungkan dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada
daerah sebagai perwujudan azas desentralisasi teritorial. Dalam pengertian otonomi, kewajiban adalah tidak disangkal. Akan tetapi, pengertian kewajiban adalah sebagai
imbangan hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Konsekuensinya, pemerintah daerah wajib untuk
mempertanggungjawabkannya. Kalau saja persepsi tentang makna otonomi yang lebih merupakan kewajiban daripada hak dipandang tepat, maka daerah sebagai
penerima kewajiban berhak untuk memperoleh imbalannya sebagai perimbangan kekuasaan. Kalau imbalan ini tidak diperolehnya, akibatnya daerah selalu tergantung
kepada pemerintah pusat karena tidak mempunyai diskresi untuk mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan daerahnya. Lebih jauh lagi akan
mengakibatkan lemahnya kemandirian pemerintah daerah. Kenyataan ini menunjukkan betapa krusialnya hubungan kewenangan pusat dan daerah sehingga
masalah perimbangan keuangan, subsidi, pembagian sumber-sumber keuangan sering menjadi isu yang berkepanjangan.
Dengan demikian, bila merujuk pada paradigma demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat dan aparat, dapat ditafsirkan bahwa otonomi daerah
sebagaimana kehendak UU.No.22 Tahun 1999 tidak diartikan untuk pemerintah daerah, tetapi lebih dimaksudkan kepada masyarakat daerah agar mempunyai daya
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
untuk berinisiatif dan mengembangkan prakarsa aktifnya sendiri. Pemerintah daerah hanya bersifat fasilitatif dalam melaksanakan peran steering, sehingga peran rowing
dihilangkan. Pengertian ini merupakan pengejawantahan dari makna paradigma pemberdayaan masyarakat dan aparat.
Berkenaan dengan hubungan antara faktor sumber daya dengan hubungan antar organisasi, walaupun hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang rendah
terhadap pelaksanaan otonomi daerah, namun mempunyai dampak signifikan terhadap luasnya kewenangan dalam melaksanakan aktifitas pembangunan, termasuk
dalam penggalian sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Perundang-undangan mengenai perimbangan keuangan antara pusat dengan
daerah yang tertuang dalam UU No. 25 Tahun 1999 bukan sekedar untuk memenuhi juridis-formal, tetapi secara substansial dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas
kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola sumber-sumber keuangan daerah, dengan berangsur-angsur menurunkan derajat hubungan antar organisasi secara
vertikal atau ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Pengurusan berbagai perizinan dilaksanakan di Kabupaten Deli Serdang
masih dilakukan pada tempat terpisah-pisah ada di beberapa kantorinstansi satuan kerja, dan pungutan liar yang dianggap wajar, terkesan sulit dan tidak transparan,
serta tidak jelas pembiayaan dan waktu penyelesaian perizinannya. Birokrasi tersebut akan menciptakan mutu pelayanan yang buruk dan tentu saja mengakibatkan
masyarakat dan kalangan usaha enggan untuk mengurus perizinan, terutama izin usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini berakibat pada menurunnya
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah Daerah, dan kalangan dunia usaha, investor akan ragu untuk melakukan investasi.
Agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang lengkap, setiap perizinan dilengkapi dengan brosur leaflet mengenai informasi dasar hukum, persyaratan yang
diperlukan, besarnya tarif retribusi terhadap perizinan, masa berlakunya retribusi perizinan dan waktu penerbitan izin yang dimaksud transparansi informasi, dan
setiap personil birokrasi pelayanan izin dituntut untuk melayani dan memberikan informasi kepada masyarakat dengan standar kepastian yang jelas.
Bentuk transparansi dalam unit ini dilakukan dengan menerakan besarnya biaya retribusi yang dibayarkan oleh masyarakat pada Sertifikat Izin serta masyarakat
dapat meminta penjelasan bagaimana tata cara penerapan besaran retribusi yang ditetapkan serta pembayaran retribusi dilakukan oleh pemohon langsung kepada
bank yaitu BNI ’46. Bagi Pemerintah Daerah, kondisi pelayanan yang mudah, cepat, dan dengan
biaya yang transparan berdampak positif pada meningkatnya kepuasan masyarakat dalam menerima pelayanan dari Pemerintah kabupaten Deli Serdang sehingga
diharapkan mampu mendukung peningkatan iklim usaha khususnya bagi UKM dan berdampak positif pula bagi peningkatan pendapatan daerah.
G. Kajian Hukum terhadap Perizinan Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan
tingkah laku warga. Menurut Spelt dan Ten Berge, izin adalah suatu persetujuan dari
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
penguasa berdasarkan Undang-Undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan.
Sementara itu Ridwan HR, dengan merangkum serangkaian pendapat para sarjana menyimpulkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dengan mendasarkan pengertian seperti itu, maka
unsur dalam perizinan meliputi instrumen yuridis, peraturan perundang-undangan, organ pemerintah, peristiwa konkret, prosedur dan persyaratan.
Sebagai sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka izin dapat digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu berupa keinginan untuk mengarahkan
mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu, mencega bahaya bagi lingkungan, keinginan melindungi obyek-obyek tertentu, hendak membagi benda-benda yang
sedikit, dan juga dapat ditujukan untuk pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas tertentu.
55
Seperti diketahui dari luas wilayah yang begitu besar, jumlah penduduk yang banyak, maka pemekaran daerah dilakukan. Sebagai konsekuensi dari asas
desentralisasi, maka berbagai urusan pemerintahan diserahkan ke daerah menjadi urusan daerah. Penyerahan kewenangan dalam kerangka desentralisasi tersebut
dimaksudkan untuk menjembatani kebutuhan efisiensi dan efektivitas penanganan masalah, optimalisasi peran lokal, sekaligus akomodasi terhadap keanekaragaman
daerah. Dengan kenyataan yang demikian maka penanganan terhadap masalah perizinan pun juga menjadi salah satu yang didistribusi, tidak hanya menjadi
55
Spelt, Mr. NM. JBJM Ten Berge disunting Philipus M. Hadjon. Pengantar Hukum Perizinan. Surabaya Yuridika, 1993, hal. 4-5.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
kewenangan pemerintah pusat akan tetapi juga menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, pemerintah yang sedang membangun memiliki beberapa fungsi yakni:
56
Melalui izin dapat pula pemerintah mengendalikan dan mengontrol kegiatan masyarakat. Hal seperti itu misalnya nampak dalam hal anggota masyarakat sebagai
pemegang izin diwajibkan untuk mendaftar ulang ataupun mengajukan perpanjangan izinnya untuk setiap periode tertentu. Dalam hal seperti itu setiap kali pendaftaran
memimpin warga masyarakat leading, mengemudikan pemerintahan governing, memberi petunjuk instructing,
menghimpun potensi gathering, menggerakkan potensi actuating, memberikan arah directing, mengkoordinasi kegiatan coordinating, memberi kesempatan dan
kemudahan facilitating, memantau dan menilai evaluating, mengawasi controlling, menunjangmendukung supporting, membina developing, melayani
servicing, mendorong motivating dan melindungi protecting. Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut pemerintah membuat perencanaan
het plan baik untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Perencanaan yang dibuat oleh pemerintah tersebut seringkali digunakan sebagai
pedoman bagi kegiatan masyarakat maupun pemerintah sendiri. Instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan masyarakat seperti
itu antara lain menggunakan sarana perizinan.
56
Ateng Syafrudin, 1994. Butir-butir Bahan Telaahan Tentang Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak Untuk Indonesia, dalam Paulus Efendi Lotulung, Himpunan Makalah Asas-
Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 64.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
ulang atau perpanjangan dilakukan, maka akan dilihat pula dampak dari kegiatan yang diizinkan. Apabila kegiatan itu memberikan dampak positif bagi masyarakat di
sekitarnya maupun bagi pemerintah sendiri, atau setidak-tidaknya tidak menimbulkan kerugian dan dampak negatif bagi pihak lain, maka perpanjangan atau pendaftaran
dapat dilayani. Hal tersebut penting untuk diperhatikan, mengingat dalam Hukum Ekonomi, asas pengawasan publik dan asas campur tangan terhadap kegiatan
ekonomi merupakan bagian dari asas utama dari Hukum Ekonomi.
57
Izin dapat dipandang sebagai perdoman dan sekaligus jaminan bagi kegiatan usaha mereka. Masalah perizinan dewasa ini sering dikeluhkan oleh masyarakat luas.
Tak jarang terdengar keluhan para investor yang mengatakan rumit dan panjangnya proses pengurusan perizinan. Hal yang seperti itu tentu perlu diantisipasi antara lain
dengan mengadakan koordinasi dengan instansi-instansi terkait, sehingga birokrasi- birokrasi yang tidak begitu penting dapat ditiadakan untuk kemudian disatukan dalam
bagian lainnya. Memang ada yang memandang izin sebenarnya dapat dikatakan sebagai sebuah insentif bagi kegiatan usaha, di mana dengan adanya berbagai
kemudahan untuk pengurusan perizinan maka akan memberikan rangsangan bagi pengusaha untuk memulai investasi. Akan tetapi sebenarnya mengenai insentif itu
sendiri tidak selamanya mendesak bagi dunia usaha.
58
57
Redjeki Hartono, 1995. Perspektif Hukum Bisnis pada Era Teknologi. Pidato Pengukuhan Peresmian Jabatan Guru Besar di dalam Hukum Dagang pada Fakultas Hukum Diponegoro,
Semarang, hal. 18.
Mereka yang berpandangan
58
Menurut Kwik Kian Gie, Swasta itu tidak perlu diberikan kemudahan-kemudahan dalam bentuk apapun. Sebaliknya kalau swasta diberikan kemungkinan untuk berusaha, mereka pasti akan
selalu tahu jalan untuk menjadi besar. Dihambatpun mereka akan selalu mengetahui bagaimana caranya menerobos hambatan ini, kalau perlu dengan cara-cara yang kurang wajar. Justru kalau kita
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
bahwa insentif bagi dunia usaha tidak selamanya diperlukan, melihat bahwa di dalam setiap usahawan selalu sudah tertanam sifat jiwa usaha entrepeneurship.
Untuk masalah perizinan sendiri kiranya cukup apabila birokrasi pengurusannya tidak cukup apabila birokrasi pengurusannya tidak terlalu panjang,
dan sekaligus dapat digunakan sebagia pegangan sehingga ada kepastian usaha. Izin yang telah dipegang itu diharapkan dapat digunakan sebagai senjata pengaman
apabila ada rintangan usaha berkait dengan berbagai hal, misalnya tuntutan dari pemerintah daerah, klaim pihak ke-3 dan sebagainya. Dengan demikian dari pihak
yang berwenang mengeluarkan izin dituntut adanya tanggungjawab khususnya terhadap keputusan berupa izin yang telah dikeluarkannya. Pemegang izin baru dapat
dituntut apabila melakukan pelanggaran dan penyimpanan dalam kegiatannya tidak seperti yang diizinkan. Izin tidak begitu saja mudahnya untuk dicabut, kecuali ada
pelanggaran dalam penggunaannya. Untuk itu dalam proses penerbitan izin, senantiasa aparatur pemerintah yang menangani permohonan, mesti harus hati-hati
dan cermat. Perizinan yang digunakan oleh pemerintah sebagai instrument mengintervensi
kegiatan masyarakat, dilaksanakan oleh sejumlah instansi terkait. Dalam rangka penanganan kegiatan usaha, maka yang selama ini banyak diberikan peran adalah
Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan. Di dalam prsoes mewujudkan visi pembangunan industri dan perdagangan, Departemen Perindustrian
memberi kesempatan kepada swasta untuk berusaha, kita harus langsung waspada bagaimana melakukan redistribusi dari laba yang diperolehnya. Lebih lanjut lihat dalam Kiw Kian Gie, 1994,
Analisis Ekonomi Politik Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 395.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dan Perdagangan mengemban misi meningkatkan kegiatan industri dan perdagangan barang serta jasa yang ditunjang oleh penciptaan ilkim bisnis yang kondusif untuk
mempercepat laju pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan memperhatikan aspek otonomi daerah, persaingan
sehat, perlindungan konsumen dan pemberdayaan sistem ekonomi kerakyatan.
59
Pelayanan perizinan di suatu daerah sangat bervariasi dan tergantung pada kebutuhan masyarakat. Pengurusan izin yang dapat dilakukan dalam Satu Atap
antara lain, Surat Izin Mendirikan Bangunan SIMB, pengurusan Kartu Tanda Untuk melakukan kegiatan usaha di bidang perindustrian, maka pelaku
kegiatan u saha mesti mendapatkan Izin Usaha Industri. Akan tetapi kegiatan usaha tidak selalu dalam bidang industri, apalagi semata-mata dalam hubungannya dengan
manufaktur yang memproduksi sesuatu, melainkan juga dalam hubungannya dengan masalah perdagangan. Untuk mendapatkan Izin Usaha Industri pun juga dapat
disyaratkan adanya jenis izin-izin yang lain. Yang diperlukan sebagai persyaratan dalam pengajuan permohonan izin Usaha Industri, misalnya Izin Mendirikan
Bangunan, Izin Lokasi, Izin Ganggugan, dan juga AMDALUKLUPL. Sementara itu untuk kegiatan usaha sendiri, memang dibedakan ke dalam jenis usaha yang
diizinkan. H. Pelayanan Publik Bidang Perizinan di Kabupaten Deli Serdang
59
LP3ES disunting oleh Arselan Harahap dan Maruto MD, 2000. Petunjuk Mengurus Izin dan Rekomendasi Sektor Industri dan Perdagangan. Pustaka LP3ES, Jakarta, hal. 3.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Penduduk KTP, Surat Izin Usaha Perdagangan SIUP, Surat Izin Tempat Usaha SITU, perizinan reklame, izin pemanfaatan Air Bawah Tanah ABT, akta
kelahiran, akta kematian dan izin gangguan HO. Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu kabupaten terluas di Sumatera
Utara, saat ini sangat pesat pembangunannya, daerah ini membutuhkan pelayanan perizinan yang cepat, efisien dan memiliki akuntabilitas. Melihat pesatnya
pembangunan di Kabupaten Deli Serdang, maka perlu penataan agar terciptanya keindahan, kenyamanan, ketertiban dan bersih serta sesuai dengan perencanaan.
Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan pengurusan IMB. Selain SIMB juga dapat memberingan sumbangan bagi pendapatan asli daerah.
Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang diberikan kepada perorangan atau badan untuk mendirikan atau membongkar suatu bangunan dan termasuk dalam
pengertian mendirikan bangunan adalah mengubah dan merobah bentuk atau membangun bangunan Perda Deli Serdang, 2000.
Selama ini berbagai pengurusan izin yang ada di Kabupaten Deli Serdang terasa menyulitkan dan membebani masyarakat. Berbagai surat keterangan dan
pengantar harus disiapkan untuk dapat mengurus SIM-B dan panjangnya rantai birokrasi dapat mendorong masyarakat mengambil jalan pintas atau bahkan tidak
mengurus izin sama sekali. Pengurusan IMB di Kabupaten Deli Serdang masih dilakukan secara manual oleh dinas pelaksana teknis yaitu Dinas Pemukiman,
Pengembangan Wilayah dan Pertambangan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
I. Peraturan Daerah Kabuapten Deli Serdang yang Berhubungan dengan Sistem Perizinan
Otonomi daerah telah memberikan perubahan yang mendasar bagi perkembangan ketatanegaraan Indonesia, khususnya pada Pemerintahan Daerah.
Otonomi daerah telah meletakkan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional yang diwujudkan dalam pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah. Otonomi yang benar dalam hal ini
terutama adalah mengakomodasikan aspirasi yang secara riil ada di masyarakat dalam tindakan dan atau kebijaksanaan secara nyata.
Di dalam kerangka otonomi daerah tersebut, berdasarkan perspektif hukum positif harus diarahkan pada satu kata kunci yaitu konsistensi. Konsistensi utama
dan pertama-tama ditujukan terhadap asas hukum baik yang dituangkan di dalam peraturan perundang-undangan dalam perspektif Asas Umum Pemerintahan yang
baik. Asas hukum yang bersifat tersurat dan memang memerlukan penafsiran lebih lanjut akan tetapi jika didasarkan pada persamaan persepsi terhadap pemaknaan
konsep yang utuh, tidak akan menimbulkan permasalahan. Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
mengatakan bahwa kewenangan daerah mencakup dalam bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik, luar negeri, pertahanan kemanan, peradilan
dan moneter dan fiskal serta kewenangan lain. Selanjutnya kewenangan yang diberikan kepada daerah kota dan kabupaten
akan dibatasi oleh kewenangan Pemerintah pusat di bidang lainnya, seperti diatur di
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dalam pasal 7 ayat 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yaitu yang menyangkut :
1. Kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro;
2. Kebijakan dana perimbangan keuangan; 3. Kebijakan sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara;
4. Kebijakan pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang bersifat strategis;
5. Kebijakan konservasi; 6. Kebijakan standarisasi nasional;
Di samping itu kewenangan daerah Kabupaten dan daerah Kota dibatasi pula oleh kewenangan daerah provinsi sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 beserta penjelasannya, yaitu kewenangan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota dan Kewenangan dalam bidang pemerintahahn tertentu lainnya.
Menurut Penjelasan Pasal 9 undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang termasuk kewenangan bidang pemerintahan yang bersifat
lintas Kabupaten dan Kota antara lain : 1. Kewenangan di bidang Pekerjaan Umum;
2. Kewenangan di bidang Perkebunan; 3. Kewenangan di bidang Kehutanan;
4. Kewenangan di bidang Perhubungan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Sedangkan yang dimaksud dengan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya adalah :
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan secara makro; 2. Pelatihan bidang tertentu alokasi sumber daya manusia potensial dan penelitian
yang mencakup wilayah propinsi; 3. Pengelolaan pelabuhan regional;
4. Pengendalian lingkungan hidup; 5. Promosi daging dan budaya pariwisata;
6. Penanganan penyakit menular dan hama tanaman; 7. Perencanaan tata ruang propinsi.
Dengan demikian, apabila semua daerah Kabupaten dan Kota sudah dapat melaksanakan semua kewenangannya, maka kewenangan yang tinggal pada daerah
provinsi hanyalah kewenangan bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota serta kewenangan bidang tertentu lainnya sebagaimana telah dikemukakan
di atas, disamping kewenangan sebagai wilayah administrasi yag dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil Pemerintahan Pusat di daerah.
Kewenangan pemerintah daerah dalam mengembangkan aspek kependudukan dan aspek perekonomian membutuhkan suatu kewenangan yang lebih besar di dalam
pengelolaannya. Kewenangan daerah sebagaimana yang ditetapkan di dalam Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 1 c adalah bahwa penyerahan wewenang
pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonomi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI dan, daerah otonomi adalah Daerah Propinsi,
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Kewenangan ini adalah berupa peraturan-
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
peraturan daerah yang menetapkan wewenang daerah untuk mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab terhadap kelestariannya.
Melalui kewenangan yang dimiliki daerah tersebut, yaitu pihak eksekutif dan legislatif daerah menetapkan perda-perda. Bagian ini mencoba untuk
menginventarisasikan berbagai perda-perda yang mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah khususnya kota Binjai yang ada di dalam konteks menjalankan,
mempertahankan dan meningkatkan aspek tentang sistem perizinan dalam hubungannya dengan pembangunan di Kabupaten Deli Serdang.
Adapun perda-perda yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang, antara lain yang yang mengatur kebijaksanan dan prosedur
yang berkaitan dengan sistem perizinan di Kabupaten Deli Serdang adalah :
Tabel 1. Beberapa Perda yang Diterbitkan Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang
Perda No.08 Th.2000 Retribusi Izin Gangguan
Perda No.22 Th.2000 Retribusi Izin Usaha Perikanan
Perda No.24 Th.2000 Pajak Pengelolaan, Pengusahaan dan Pemanfaatan Sarang Burung Walet
diluar Habitat Alami Perda No.25 Th.2000
Pajak Produksi Hasil Tambak Perda No.27 Th.2000
Pajak Khusus Perusahaan Perkebunan NegaraDaerah, Perusahaan Perkebunan Swasta dan Perkebunan Rakyat kepada Pemerintah
Kabupaten Deli Serdang Perda No.25 Th.1998
Retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah Perda No.30 Th.1998
Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan SK. Bupati No.
973.22227DS1999 Harga Dasar Atas Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan
Air Permukaan Umum di Kabupaten Deli Serdang Perda No.11 Th.2000
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Perda No.03 Th.2000
Retribusi Pasar Perda No.04 Th.2000
Retribusi Pelayanan Kesehatan Perda No.05 Th.2000
Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum Perda No.06 Th.2000
Retribusi Limbah Cair Perda No.07 Th.2000
Retribusi Izin Trayek Perda No.09 Th.2000
Retribusi Terminal Perda No.10 Th.2000
Retribusi Tempat Khusus Parkir Perda No.12 Th.2000
Retribusi Pemeriksaan, Pengawasan dan Penyediaan Racun Api
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Perda No.13 Th.2000 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Perda No.14 Th.2000 Retribusi Pemeriksaan Kesehatan Hewan dan Pemotongan Hewan dalam
Kabupaten Deli Serdang Perda No.15 Th.2000
Retribusi Izin Pengambilan Hasil Hutan Ikutan Perda No.16 Th.2000
Retribusi Pengawasan Mutu Bibit Ayam Ras Niaga Umur Sehari DOC Perda No.17 Th.2000
Retribusi Izin Bongkar Muat Barang Dagangan Perda No.18 Th.2000
Retribusi Pelayanan Dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan SK SHH untuk Mengangkut Hasil Hutan
Perda No.19 Th.2000 Izin Penebangan dan atau Pemanfaatan Kayu Karet dalam Wilayah
Kabupaten Deli Serdang Perda No.20 Th.2000
Retribusi Dokumen Lelang Perda No.21 Th.2000
Retribusi Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor Perda No.23 Th.2000
Retribusi Izin Usaha Angkutan Kendaraan Bermotor Umum dan Kendaraan Khusus
Perda No.26 Th.2000 Pajak Luas dan KemewahanPenghiasan Kuburan
Perda No.28 Th.2000 Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga kepada Pihak Pemerintah
Perda No.29 Th.2000 Penjualan Kendaraan Dinas Milik Pemerintah Kabupaten Deli Serdang
Perda No.30 Th.2000 Pendaftaran Kegiatan Usaha
SK. Bupati No.17 Th. 2001
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 23 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Usaha Angkutan Kendaraan Bermotor Umum
dan Kendaraan Khusus SK. Bupati No.20 Th.
2001 Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 11 Tahun
2000 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah SK. Bupati No.23 Th.
2001 Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 25 Tahun
2000 tentang Pajak Produksi Hasil Tambak SK. Bupati No.24 Th.
2001 Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 24 Tahun
2000 tentang Pajak Pengelolaan Pengusahaan dan Pemanfaatan Sarang Burung Walet Diluar Habitat Alami
SK. Bupati No.25 Th. 2001
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 3 Tahun 2000 tentang Retribusi Pasar
SK. Bupati No.26 Th. 2001
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 28 Tahun 2000 tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga kepada Pihak
Pemerintah
SK. Bupati No.29 Th. 2001
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 19 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Penebangan dan atau Pemanfaatan Kayu
Karet dalam Wilayah Kabupaten Deli Serdang SK. Bupati No.30 Th.
2001 Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 17 Tahun
2000 tentang Retribusi Izin Bongkar Muat Barang Dagangan SK. Bupati No.31 Th.
2001 Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 16 Tahun
2000 tentang Retribusi Pengawasan Mutu Bibit Ayam Ras Niaga Umur Sehari DOC
SK. Bupati No.32 Th. 2001
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 26 Tahun 2000 tentang Pajak Luas dan Kemewahan Penghiasan Kuburan
SK. Bupati No.36 Th. 2001
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 7 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Trayek
SK. Bupati No.37 Th. 2001
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 5 Tahun 2000 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum
SK. Bupati No.38 Th. 2001
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 21 Tahun 2000 tentang Retribusi Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
SK. Bupati No.39 Th. 2001
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 14 Tahun 2000 tentang Retribusi Pemerikasaan Kesehatan Hewan dan Pemotongan
Hewan dalam Kabupaten Deli Serdang SK. Bupati No.40 Th.
2001 Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 22 Tahun
2000 tentang Retribusi Izin Usaha Perikanan SK. Bupati No.78 Th.
2001 Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 8 Tahun
2000 tentang Retribusi Izin Gangguan SK. Bupati No.83 Th.
2001 Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 13 Tahun
2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan SK. Bupati No.84 Th.
2001 Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 18 Tahun
2000 tentang Retribusi Pelayanan Dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan SK SHH
SK. Bupati No.85 Th. 2001
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 12 Tahun 2000 tentang Retribusi Pemeriksaan, Pengawasan dan Penyediaan Racun
Api SK. Bupati No.86 Th.
2001 Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 6 Tahun
2000 tentang Retribusi Limbah Cair Izin Pengambilan Hasil Hutan Ikutan SK. Bupati No.87 Th.
2001 Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 13 Tahun
2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Perda No.07 Th.2003
Izin Usaha Perkebunan SK. Bupati No.79 Th.
2000 Penetapan dan Pengesahan Produk Unggulan Kabupaten Deli Serdang
SK. Bupati No.15 Th. 2001
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penjualan Kendaraan Dinas Milik Pemerintah Kabupaten
Deli Serdang
SK. Bupati No. Th. Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 10 Tahun
2000 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir Perda No.10 Th.2002
Retribusi Izin Pertambangan Umum Perda No.11 Th.2002
Retribusi Izin Usaha Peternakan Perda No.07 Th.2003
Izin Usaha Perkebunan Perda No.14 Th.2003
Retribusi Izin Usaha Penggilingan Padi Perda No.07 Th.2006
Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perda No.08 Th.2006
Izin Usaha Industri dan Izin Usaha Perdagangan Perda No.09 Th.2006
Izin Gangguan Perda No.10 Th.2006
Pemeriksaan Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan Perda No.15 Th.2006
Pemeriksaan Kesehatan Hewan dan Pemotongan Hewan di Kabupaten Deli Serdang
Sumber : Pemkab. Deli Serdang
J. Mekanisme Perizinan dalam Kaitan dengan Kegiatan Usaha di Kabupaten Deli Serdang
Dalam kaitan dengan perizinan di bidang usaha, terdapat berbagai jenis izin yang kewenangannya secara teknis tersebar pada berbagai instansi. Di Kabupaten
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Deli Serdang terdapat berbagai perizinan yang kewenangan penanganannya didistrubsi langsung ke instansi teknis.
Untuk pengurusan izin, dilakukan secara bertahap karena sebagian izin ada yang menjadi prasyarat bagi izin yang lain. Demikian pula adanya izin tertentu, yang
memerlukan adanya rekomendasi dari berbagai instansi yang secara teknis membidangi suatu permasalahan tertentu sebelum dikeluarkan. Dengan demikian
mau tidak mau proses penerbitan izin juga sangat dipengaruhi oleh bagaimana rekomendasi tersebut, apakah mendukung permohonan izin atau justru sebaliknya
tidak mendukung adanya izin. Berkaitan dengan berbagai perizinan yang ada di Kabupaten Deli Serdang,
khususnya yang ada kaitannya dengan kegiatan usaha, berikut ini gambaran umum mengenai jenis-jenis izin beserta tahapan perizinan yang harus dilalui selama tahun
2011 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi Perizinan di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2011
No Jenis Izin
Jumlah Izin 1
Surat Izin Usaha Perdagangan SIUP Perusahaan Kecil 646
2 Surat Izin Usaha Perdagangan SIUP Perusahaan Menengah
119 3
Surat Izin Usaha Perdangan SIUP Perusahaan Besar 59
4 Izin Gangguan HO Non Industri
1090 5
Izin Mendirikan Bangunan IMB 132
6 Izin Rumah Makan
10 7
Izin Bengkel Umum 2
8 Izin Salon
1
Jumlah 2058
Sumber : Kantor Penanaman Modal Kabupaten Deli Serdang, tahun 2011
Proses perizinan yang dilalui, secara umum ada dua macam, yakni ada yang penanganannya melalui instansi teknis. Prosedur yang berlaku untuk penanganan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
izin, bagi permohonan izin yang ditangani oleh UPTPSA Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Satu Atap sebenarnya juga melibatkan instansi teknis. Hal ini terjadi
karena UPTPSA dalam hal ini baru berposisi sebagai front office di bidang perizinan. Untuk lebih jelasnya mengenai hal ini dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut :
Dari keseluruhan izin yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, tergolong dalam izin yang ditangani melalui UPTPSA sebenarnya tidak
begitu besar. Perizinan yang ditarik retribusi :
1. Izin Gangguan HO; 2. Izin Mendirikan Bangunan;
3. Surat Izin Usaha Perdagangan SIUP Perusahaan Menengah dan Besar Perizinan yang tidak ditarik retribusi :
1. Izin Reklame 2. Izin Usaha Rumah Makan
3. Izin Usaha Bengkel 4. Izin Salon
5. Surat Izin Usaha Perdagangan SIUP Perusahaan Kecil Pemohon
Instansi pengolah teknis
Instansi pengolah teknis
Instansi pengolah teknis
U P
T P
S
A
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Sementara prosedur perizinan yang lainnya langsung ditangani oleh instansi teknis, artinya dalam hal ini tidak diproses melalui UPTPSA. Sebagai contoh untuk
Izin Usaha Industri, Tanda Daftar Perusahaan, Tanda Daftar Gudang dan sebagainya. Beberapa izin yang disebutkan tersebut ditangani secara langsung oleh Kantor Dinas
P2KPM Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan Penanaman Modal. Pemohon pada saat mengajukan permohonan izin diminta terlebih dahulu melengkapi
persyaratan untuk masing-masing jenis izin yang diproses oleh P2KPM. Dalam instansi teknis yang melakukan pemrosesan izin, di sana dilakukan
pemrosesan permohonan itu secara bertahap. Permohonan yang masuk diteliti oleh tim perizinan. Setelah itu kemudian diadakan pengecekan ke lapangan oleh tim
teknis dari instansi yang bersangkutan bersama-sama instansi lain yang terkait. Apabila dari penelitian persyaratan dan pengecekan lapangan dinilai layak untuk
diberikan izin maka baru disiapkan konsep perizinan oleh Kepala Seksi. Apabila dari Kepala Seksi telah dirasa cukup, lalu naik ke Kepala Bidang, dari Kepala Bidang lalu
diajukan ke Kepala Dinas untuk ditandatangani. Seperti dikatakan oleh Kepala Seksi Bimbingan Usaha dan Pendaftaran
Perusahaan P2KPM, bahwa aturan main untuk mengeluarkan izin adalah kewenangan dari pusat didelegasikan ke Bupati, Bupati mendelegasikan ke Kepala Dinas, kalau
satu minggu tidak ditandatangani karena berhalangan maka ditangani oleh Kabag TU. Hal seperti itu juga sebenarnya menunjukkan betapa panjangnya birokrasi
pemerintahan dalam memproses perizinan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Terhadap usulan supaya pemeriksaan oleh Kepala Seksi langsung diserahkan ke Kepala Dinas untuk ditandatangani, ternyata tidak bisa. Seperti dikatakan oleh
Kepala Seksi Perizinan Dinas Trantib, yang menangani Izin Gangguan HO, yang merupakan salah satu syarat bagi IUI Izin Usaha Industri maupun SIUP Surat Izin
Usaha Perdagangan, bahwa hal seperti itu tidak mungkin. Alasan yang dikemukakan adalah karena peran Kepala Bidang untuk memeriksa ulang bila ada kesalahan,
sekaligus ikut bertanggung jawab terhadap pengeluaran izin HO itu. Dari sisi birokrasi, hal ini tentu akan memperpanjang birokrasi. Pejabat belum berorientasi ke
konsumen. Sementara panjangnya waktu pelayanan diakui, antara lain karena selain untuk pemrosesan permohonan itu melalui beberapa pejabat, juga karena masing-
masing pejabat juga kadang tidak ada di tempat. Dari sisi jenis izin, seperti telah disinggung di muka yang ditangani secara
langsung oleh instansi teknis lebih banyak. Untuk itu peran dari instansi teknis yang berkompeten untuk menangani setiap permohon izin menjadi begitu penting.
K. Prosedur Pengurusan Izin Usaha di Kabupaten Deli Serdang Izin usaha yang perlu dimiliki tergantung pads jenis usahanya. Sering kali
setiap daerah pemerintah daerah mempunyai perizinan tambahan tersendiri. Setiap usaha diwajibkan melakukan Daftar Perusahaan. Adapun jenis izin usaha, di
antaranya sebagai berikut.
1. Wajib Daftar Perusahaan