Secara Teoritis Secara Praktis Kerangka Teori

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pelayanan publik bidang perizinan sebagai implementasi kebijakan otonomi daerah di Kabupaten Deli Serdang. 2. Untuk mengetahui kepuasan pelayanan publik bidang perizinan di Kabupaten Deli Serdang. 3. Untuk mengetahui cara mengatasi kendala-kendala dalam pelaksanaan pelayanan publik bidang perizinan di Kabupaten Deli Serdang.

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan atau manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang penulis lakukan ini antara lain adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini akan melahirkan beberapa konsep ilmiah yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan hukum perizinan.

2. Secara Praktis

a. Sebagai pedoman dan masukan bagi Lembaga Hukum, Institusi Pemerintah dan Penegak Hukum di kalangan masyarakat luas. b. Sebagai bahan informasi bagi semua kalangan yang berkaitan dengan penegakan dan pengembangan ilmu hukum. c. Sebagai bahan kajian bagi kalangan akademis untuk menambah wawasan dalam bidang ilmu hukum, khsususnya yang berkaitan dengan hukum perizinan di daerah. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

E. Keaslian Penelitian

Beberapa mahasiswa pasca sarjana USU yang pernah menulis tentang perizinan dan otonomi daerah seperti H.M. Yusuf057005051, dengan judul “Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan di Kota Binjai”, Nurdin Sipayung067005057 dengan judul “Pengawasan DPRD terhadap Implementasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati di Kabupaten Serdang Bedagai”. Berdasarkan permasalahan terhadap penelitian tersebut diatas berbeda dengan permasalahan penulis teliti maka penulis menyatakan tesis berjudul ” Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap Pelayanan Publik Bidang Perizinan Di Kabupaten Deli Serdang” belum pernah disusun oleh peneliti lain sehingga dengan demikian keaslian penelitian ini dapat penulis pertanggung jawabkan secara keilmuan akademis. F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jenis nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi. 10 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekotruksikan kehadiran teori hukum secara jelas. 11 10 Sacipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991, halaman. 254. 11 Ibid. halaman. 253. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Berdasarkan hal tersebut di atas, kerangka teori bagi suatu penelitian mempunyai beberapa kegunaan sebagai berikut: 12 1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. 2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina stuktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi. 3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. 4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor- faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang. Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945, dalam negara hukum, kekuasaan negara dilaksanakan menurut prinsip dasar keadilan sehingga terikat secara konstitusional pada konstitusi. Hukum menjadi batas, penentu, dasar cara dan tindakan pemerintah serta segala instansi dalam mencampuri hak dan kebebasan warganegara. Atas dasar hukum pula negara hukum menyelenggarakan apa yang menjadi tujuan negara. Jadi tidak masuk akal jika negara hukum diwujudkan dengan cara yang melawan hukum. 13 1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia. Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia menyebutkan bahwa unsur-unsur Negara hukum dapat dilihat pada Negara hukum dalam arti sempit maupun formal. Dalam arti sempit, pada negara hukum hanya dikenal 2 dua unsur penting, yaitu : 2. Pemisahanpembagian kekuasaan. Sedangkan negara hukum dalam arti formal, unsur-unsurnya lebih banyak, yaitu mencakup antara lain : 1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia. 2. Pembagianpemisahan kekuasaan. 12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986. Holman. 121. 13 Budiyanto, Dasar-dasar Ilmu Tata Negara, Jakarta: Erlangga, 2000 halaman. 55. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 3. Setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang- undangan. 4. Adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri. 14 Berdasarkan uraian konsep tentang negara hukum tersebut, ada 2 dua substansi dasar, yaitu: 15 1. Adanya paham konstitusi. 2. Sistem demokrasi atau kedaulatan rakyat. Paham konstitusi memiliki makna bahwa pemerintahan berdasarkan atas hukum dasar konstitusi, tidak berdasarkan kekuasaan belaka absolutisme. Konsekuensi logis dari diterimanya paham konstitusi atau pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar wetmatigheid van bestuur, berarti bahwa kekuasaan pemerintahan negara presiden selaku eksekutif memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar, presiden berhak memajukan undang-undang kepada lembaga perwakilan rakyat, presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang. Dengan prinsip ini pula presiden mengeluarkan peraturan. Paham konstitusionalisme menghendaki eksistensi 2 dua elemen penting sekaligus; pertama, hukum yang menjadi pembatas bagi kemungkinan kesewenang- wenangan kekuasaan. dan kedua akuntabilitas politik sepenuhnya dari pemerintah government kepada yang diperintah governed. Melalui sistem konstitusi dalam pemerintahan inilah akan melahirkan kesamaan hak dan kewajiban warga negara serta perlindungan didalatn hukum dan pemerintahan, karena pemerintah penguasa 14 Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983, halaman 156. 15 Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2006, halaman. 120. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA dalam menerapkan aturan merujuk pada aturan dasar yang berlaku konstitusi bukan kekuasaan yang dimiliki. Konsep welfare state atau social service state, yaitu negara yang pemerintahannya bertanggungjawab penuh untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi dari setiap warga negara agar mencapai suatu standar hidup yang minimal. 16 Sebagai konsekuensi dari melekatnya fungsi pelayanan publik, maka administrasi negara dituntut untuk menerima tanggungjawab positif dalam hal menciptakan dan mendistribusikan tingkat pendapatan maupun kekayaan serta menyediakan program kesejahteraan rakyat. Apabila tanggungjawab positif tersebut Konsep welfare state ini merupakan ciri khas dari suatu pemerintahan modern atau negara hukum modern dimana terdapat pengakuan dan penerimaan terhadap peranan administrasi negara sebagai kekuatan yang aktif dalam rangka membentuk atau menciptakan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan. Pemerintah Negara selaku integritas kekuasaan massa harus terus menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan masyarakat atau sistem sosialnya sehingga dapat mempertahankan keseimbangan antara peranan atau penyelenggaraan fungsinya dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Dalam upaya mencapai hal tersebut, tidak raja diperlukan keselarasan atas tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh kelompok-kelompok sosial maupun kelompok ekonomi yang terdapat pada negara, akan tetapi juga kreativitas untuk menciptakan secara terarah berbagai kondisi kesejahteraan sosial yang dikehendaki masyarakat. 16 Prajudi Atmosudirdjo,Hukum Administrasi Negara, Jakarta:Ghalia Indonesia, 1986 ,halaman.45 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA sudah dapat dilakukan, maka eksistensi pemerintah akan tumbuh menjadi suatu pemerintah yang besar dan kuat, baik itu dalam ruang lingkup fungsi maupun jumlah personil yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. 17 Perkembangan peranan dan fungsi administrasi negara membawa dampak terjadinya setidak-tidaknya dua masalah penting yaitu, 18 Untuk menghindari dampak negatif dari perkembangan peranan dan fungsi administrasi negara tersebut, maka konsep negara hukum modem menjadi suatu keharusan sebagaimana dikatakan oleh FJ. Stahl dalam konsepsinya mengenai negara hukum yaitu: “Pertama, dengan makin pesatnya pertambahan jumlah personal penyelenggara fungsi pelayanan publik, maka diasumsikan akan terjadi peningkatan jumlah korban sebagai akibat penekanan rezim pemerintahan. Hubungan asumsi seperti itu mungkin tercermin dari kecenderungan semakin tingginya penyelewengan dan tindakan yang merugikan rakyat dalam mencapai atau mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kedua, adalah masalah yang lebih krusial yaitu kemungkinan terjadinya pemusatan kekuasaan pada administrasi negara. Kemungkinan tersebut lebih terbuka dengan diberikannya suatu kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri freies Ermussen; pauvoir discretionare guna menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi dan perlu segera diselesaikan. 19 17 Ibid, halaman. 65. 18 Ridwan HR,, Hucum Administrasi Negara, Jogyakarta : Ull Press, 2002, halaman. 156- 160. 19 SF Marbun dkk ed, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Jogyakarta: UII Press, 2000 , halaman.7 Negara harus menjadi negara hukum, itulah semboyan dan sebenarnya juga menjadi daya pendorong perkembangan pada zaman baru ini. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Negara harus menentukan secermat-cermatnya jalan-jalan dan batas-batas kegiatannya sebagaimana lingkungan suasana kebebasan warga negara menurut hukum itu dan harus menjamin suasana kebebasan itu tanpa dapat ditembus. Negara harus mewujudkan atau memaksakan gagasan akhlak dari segi negara, juga langsung tidak lebih jauh daripada seharusnya menurut suasana hukum. Konsep ini kiranya sangat relevan dengan konsep welfare state dimana pengertian negara hukum modern, bukan saja menjaga keamanan semata-mata tetapi secara aktif turut serta dalam urusan kemasyarakatan demi kesejahteraan rakyat. Negara Indonesia jelas merupakan negara yang menerapkan konsep welfare state ini, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea ke empat yang dijadikan sebagai landasan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional yakni: Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan Imam, mencerdasakan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Konsep negara kesejahteraan sebagaimana tersurat pada pembukaan UUD 1945 alinea keempat tersebut di atas diperkuat dengan pernyataan dalam Pasal I ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen ke IV tahun 2002 bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum. Konsekuensi logis yang harus dihadapi sebagai negara hukum dan negara kesejahteraan menurut Sjachran Basah, dalam menemukan UNIVERSITAS SUMATRA UTARA pilihan hukum mana yang harus dipakai dalam kehidupan masyarakat terutama di Indonesia, maka conditio sine qua non hukum harus berpanca fungsi secara: 20 a Direktif, yaitu sebagai pengarah dalam pembangunan untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara. b Integratif, yaitu sebagai pembina kesatuan bangsa. c Stabilitatif, yaitu sebagai pemelihara termasuk kedalamnya hasil-hasil pembangunan dan penjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. d Perfektif, yaitu sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara maupun sikap tindak warga dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. e Korektif, yaitu terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam mendapatkan keadilan. Sejalan dengan panca fungsi hukum tersebut, maka hukum harus dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang timbul akibat terjadinya perubahan- perubahan yang mendasar di dalam masyarakat terutama pada era globalisasi atau era perdagangan bebas pada saat ini melalui proses industrialisasi dan transformasi di bidang teknologi informasi. Pembangunan bidang ekonomi yang akan membawa perubahan dan kemajuan dalam peradaban dan kesejahteraan masyarakat perlu diikuti pembangunan dalam bidang hukum sebagai faktor determinan. Menurut Sunaryati Hartono makna dari pembangunan dalam bidang hukum akan meliputi: 21 a. Menyempurnakan membuat sesuatu yang lebih baik, b. Mengubah agar menjadi lebih baik dan modern, c. Mengadakan sesuatu yang sebelumnya belum ada, atau d. Meniadakan sesuatu yang terdapat dalam sistem lama, karena tidak diperlukan dan tidak cocok dengan sistem baru. 20 Sjachran Basah, Tiga Tulisan Tentang Hukum ,Bandung, : Armik, 1986, halaman..24. 21 Sunaryati Hartono ,Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung :Bina Cipta, 1982, halaman.2 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Pembangunan hukum yang meliputi keempat usaha tersebut merupakan suatu proses dinamis yang harus dilakukan terus menerus dan bahkan merupakan proses yang tidak akan pernah selesai never ending process karena setiap kemajuan akan menuntut perubahan-perubahan yang lebih maju dalam masyarakat yang terus berubah. Satjipto Rahardjo menengarai hal ini dengan menyatakan bahwa apabila berbicara menganai hukum, sasaran pembicaraan bukan hanya berkisar pada hukum sebagai suatu sistem yang konsisten, logis dan tertutup melainkan sebagai sarana untuk menyalurkan kebijakan-kebijakan di dalam pembangunan atau perubahan masyarakat. Sebagaimana dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa “hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat”. 22 Berdasarkan suatu anggapan bahwa hukum tidak hanya bertujuan untuk mencapai ketertiban dan keadilan saja, akan tetapi dapat pula berfungsi sebagai sarana untuk merubah atau memperbaharui masyarakat. Hukum sebagaimana tersebut di atas, dapat didekati dari fungsi-fungsi dasar yang dapat dikerjakan hukum di dalam masyarakat yang menunjukkan bahwa hukum memperoleh fungsi yang sesuai dalam pembagian tugas di dalam keseluruhan struktur sosial. Menurut E.A. Goebel, di dalam masyarakat, hukum mempunyai fungsi: 23 a. Menetapkan pola hubungan angata anggota-anggota masyarakat dengan menunjukkan jenis-jenis tingkah laku yang mana yang diperbolehkan dan 22 Mochtar Kusurnaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bandung :Binacipta, 1 970, halaman.11. 23 Ronny Hanitijo Soemitro, Permasalahan Hukum Dalam Masyarakat, Bandung: Alumni,1984, halaman.2 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA yang mana yang dilarang; b. Menentukan alokasi wewenang memerinci siapa yang boleh melakukan paksaan, siapa yang harus menaatinya, siapa yang memilih sanksi yang tepat dan efektif; c. Menyelesaikan sengketa; d. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat. Sehubungan dengan hal itu, Achmad Ali berpendapat bahwa: 24 1. Fungsi hukum sebagai alat pengendali sosial, dapat dijalankan oleh sesuatu kekuasaan terpusat yang dewasa ini berujud kekuasaan negara yang dilaksanakan oleh the rulling class atau suatu elit. Hukumnya biasanya berwujud hukum tertulis atau perundang-undangan. 2. Fungsi hukum sebagai alat pengendali sosial, dapat juga dijalankan sendiri dari bawah oleh masyarakat itu sendiri. Hukumnya biasanya berwujud tidak tertulis atau hukum kekuasaan. Terlaksana atau tidaknya fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial, menurut Achmad Ali ditentukan oleh dua hal, yaitu: 25 1. Faktor aturan hukurnnya sendiri; 2. Faktor pelaksana orangnya hukumnya. Beberapa fungsi hukum dalam perubahan sosial dan dalam kehidupan masyarakat sebagaimana diuraikan di atas apabila dikaitkan dengan implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sebagai respon dari tuntutan perubahan dalam masyarakat dengan pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 dan kemudian lima tahun berikutnya disempurnakan dengan pemberlakuan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang -Undang Nomor 33 Tahun 2004, 24 Achmad Ali , Menguak Tabir Hukum. Jakarta : Gunung Agung,2000, halaman..87 25 Ibid, halaman. 90. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA mengharuskan munculnya paradigma baru dalam penetapan kebijakan publik dalam rangka pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan dalam rangka otonomi daerah. Penerapan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tetap dengan prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. Maksud otonomi luas adalah daerah mempunyai tugas, wewenang, hak dan kewajiban untuk menangani urusan pernerintahan yang tidak ditangani oleh pemerintah pusat dengan leluasa untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat daerah. Otonomi nyata berarti menangani urusan pemerintahan yang senyatanya telah ada sesuai dengan potensi dan karakteristik masing-masing daerah. Otonomi yang bertanggungjawab berarti penyelenggaraan otonomi harus benar-benar sejalan dengan tujuan diberikannya otonomi, yaitu pemberdayaan daerah dan peningkatan kesejahteraan rakyat. 26 Otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 lebih berorientasi kepada masyarakat daerah lebih bersifat kerakyatan daripada kepada pemerintah daerah, artinya kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat adalah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Kewenangan pemerintah daerah hanya sebagai alat dan fasilitator untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat, memberikan fasilitas kepada rakyat melalui pengawasan serta dan pemberdayaan masyarakat. 27 26 Rozali Abdullah, Op.Cit., halaman.4-6. 27 Ibid., halaman.76. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Otonomi daerah memberikan yang seluas-luasnya kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri rumah tangga daerah, kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menentukan jalan hidupnya sendiri, yang praktis dalam segala urusan, perizinan dan sejenisnya yang sekarang bisa diselesaikan di daerah. 28 Otonomi bukanlah sekedar penyerahan begitu saja kekuasaan kepada daerah, melainkan daerah memiliki kewenangan, keleluasaan mengambil keputusan, untuk mengatur dirinya sendiri. Otoritas untuk mengatur dirinya sendiri sangat penting bagi kemajuan daerah. Untuk itu, pemerintah daerah harus membentuk Perda guna memberikan pelayanan terbaik kepada rakyat daerahnya. 29 Sebagai salah satu sumber hukum dalam tata urutan peraturan perundang- undangan, Perda merupakan salah satu sarana dalam penyelenggaraan otonomi daerah. 30 Perda merupakan produk hukum yang dibuat oleh DPRD bersama sama dengan pemerintah daerah. Prakarsa suatu Perda dapat berasal dari DPRD atau dari pemerintah daerah. 31 28 Pasal 1 angka 5 UU No.32 Tahun 2004 menyatakan otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 29 Ryaas Rasyid, Pererintah Serius Laksanakan Desentralisasi, Jurnal Berita Otonomi Daerah, Kantor Menteri Negara Otonomi Daerah, Nomor 85, 2000, halaman.7. 30 Ketetapan MPR RI No. IIIMPR12000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, perda telah secara resmi menjadi sumber hukum dan masuk ke dalam tata urutan peraturan perundang-undangan. 31 Pasal 136 ayat 1 UU No.32 tahun 2004. Perda pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dengan memperhatikan ciri khas UNIVERSITAS SUMATRA UTARA masing-masing daerah. Kewenangan membuat Perda merupakan wujud nyata pelaksanaan hak otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah, dengan tujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah dan memberdayakan masyarakat. Untuk melaksanakan suatu perda, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah danatau keputusan kepala daerah. Suatu perda akan berfungsi secara efektif apabila didukung oleh adanya upaya penegakan hukum terhadapnya. Perda merupakan kebijakan daerah yang dibuat untuk melaksanakan otonomi daerah. Kebijakan daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta peraturan daerah lain. 32 UU Nomor 32 Tahun 2004 menciptakan konteks politik yang memberi peluang bagi penciptaan kelembagaan politik antara pemerintah daerah dan DPRD yang seimbang dalam membentuk kebijakan publik yang menentukan. 33 Dengan konteks ini, pelaksanaan otonomi daerah harus dilandasi prinsip yang mengarah pada lebih meningkatnya pengawasanan dan fungsi DPRD, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran. 34 Berdasarkan Pasal 12 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan perda adalah seluruh materi muatan dalam penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang- 32 Penjelasan UU No.32 Tahun 2004, Bagian I Poin 7. 33 Nimatul Ruda, Otonomi Daerah, Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, halaman 232. 34 Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, halaman 263. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA undangan yang lebih tinggi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah selanjutnya disingkat dengan UU No.34 Tahun 2000, perda dapat mengatur berbagai jenis pajak dan retribusi yang sudah dilimpahkan ke daerah. Pasal 18 ayat 1 UU No.34 Tahun 2000 mengatur mengenai objek retribusi yang terdiri dari a Jasa Umum, b Jasa Usaha, dan c Perizinan Tertentu. Ayat 2 pasal tersebut menegaskan, retribusi dibagi atas tiga golongan, yakni a Retribusi Jasa Umum, b Retribusi Jasa Usaha, dan c Retribusi Perizinan Tertentu. Dari ketentuan ini terlihat, bahwa perizinan merupakan kewenangan legislasi daerah untuk membuat pengaturannya dalam bentuk Perda. Perizinan yang diatur di dalam Perda merupakan suatu instrumen hukum untuk mengatur perbuatan hukum para warga. Perizinan dapat diartikan sebagai berikut: 35 Dengan demikian, izin merupakan sesuatu keputusan yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk memperkenankan seseorang atau suatu badan usaha yang memohon untuk dapat melakukan suatu tindakan atau kegiatan tertentu sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Hal ini berarti, legislatif memegang pengawasan penting dalam menetapkan kebijakan perizinan yang berlaku di daerah. ”izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan- ketentuan larangan perundangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya.” 35 N.M. Spelt J.B.J.M. ten Barge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M.Hadjon, Utrecht : Desember 1991, halaman 3. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Perda mengenai perizinan tidak hanya terkait dengan pembangunan daerah, tetapi juga sebenarnya terkait erat dengan iklim usaha di daerah dan kesiapan daerah menghadapi globalisasi. Pada tahun 2001, Kamar Dagang dan Industri Kadin Indonesia merekomendasikan adanya 1.006 Perda bermasalah di seluruh Indonesia yang memberatkan dunia usaha. Pemerintah kemudian melakukan evaluasi pelaksanaan otonomi daerah agar tidak membebani para pengusaha di daerah. 36 Hasil kajian pemerintah cq. Depdagri, ternyata ditemukan adanya 105 Perda mengenai retribusi dan pajak daerah yang bermasalah. 37 Dana Moneter Internasional sampai memberikan sorotan terhadap Perda “bermasalah” ini dengan meminta pemerintah mencabut perda-perda tersebut. IMF dalam permintaannya itu memberikan alasan bahwa perda-perda tersebut dinilai tidak menciptakan iklim usaha dan mengganggu perekonomian, karena banyak ketentuan yang mengharuskan pelaku bisnis membayar berbagai jenis pungutan dan retribusi. Akhirnya pemerintah pusat cq. Mendagri telah membatalkan 68 perda bermasalah tersebut. 38 Adapun yang menjadi alasan pembatalan perda bermasalah tersebut adalah: 39 1. tumpang tindih dengan pajak pusat, 2. pungutan retribusi yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip retribusi, 3. menimbulkan duplikasi dengan pungutan daerah, 4. menghambat arus lalu lintas barang, 5. menimbulkan ekonomi biaya tinggi, 6. berakibat pada peningkatan beban subsidi pemerintah. 36 Kompas, 6 September 2001. 37 Kompas, 10 September 2001 38 Kompas, 26 September 2001. 39 Tjip Ismail, Kebijakan Pengawasan atas Perda Pajak dan Retribusi Daerah dalam Menunjang Iklim Investasi yang Kondusif, dalam Jurnal Hukum Bisnis, Vol.22 Nomor 5 Tahun 2003, halaman.31-32. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Dengan adanya perizinan, terjadi pengikatan aktivitas-aktivitas para warga yang memohonkan pada suatu peraturan atau persyaratan-persyaratan tertentu berdasarkan maksud pembuat undang-undang guna mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi terciptanya suatu kondisi yang buruk yang tidak diinginkan. Secara politik, kedudukan Perda tidak lain merupakan produk hukum lembaga legislatif daerah. Perda, sebagaimana produk hukum pada umumnya, akan diwarnai oleh kepentingan-kepentingan politik pemegang kekuasaan dominan. 40 Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, maka dalam rangka implementasi kebijakan desentralisasi, maka pemerintah daerah perlu menetapkan kebijakan- kebijakan publik yang mengarah pada kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah menerbitkan berbagai landasan peraturan perundang-undangan, pedoman dan surat edaran di bidang pelayanan publik antara lain: Keputusan Menteri PAN Nomor 63KEPM.PAN72003 tentang Perda dalam hidang sistem perizinan juga tidak terlepas dari proses interaksi kepentingan-kepentingan politik dalam pembentukannya. Tentu saja tidak diinginkan adanya perda yang rnenunjukkan fungsi instrumental hukum sebagai sarana kekuasaan politik dominan yang lebih terasa daripada fungsi-fungsi lainnya, yang akan mengakibatkan perda yang dilahirkan semakin tidak otonom dari pengaruh politik. Untuk itu, pelaksanaan fungsi kontrol pengawasan oleh DPRD terhadap pengaturan sistem perizinan yang telah diatur menjadi penting diperhatikan. 40 Moh. Mahfud MD., Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 2001, halaman.9. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Keputusan Menteri PAN Nomor KEP25M.PAN22004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, KEP26M.PAN22004 tentang Petuniuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang optimal menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pelayanan publik harus memperoleh perhatian dan penanganan yang sungguh-sungguh, karena merupakan tugas dan fungsi yang melekat pada setiap aparatur pemerintahan. Tingkat kualitas kinerja pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam berbagai aspek kehidupan, terutama untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu upaya penyempurnaan pelayanan publik harus dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan dan dilaksanakan oleh jajaran aparatur pemerintah daerah. Kabupaten Deli Serdang merupakan sebuah kabupaten yang memiliki tingkat mobilitas yang tinggi di bidang ekonomi khususnya industri dan perdagangan. Oleh sebab itu pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah akan terus meningkat. Hal ini sejalan dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah dimana pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola semua urusan pemerintahan yang diserahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik good governance yang telah diadopsi dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang baru yaitu Undang- UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Undang Nomor 32 Tahun 2004 sudah selayaknya dapat di implementasikan dalam pelayanan publik baik yang berupa pelayanan administratif, pelayanan barang pemerintah maupun pelayanan jasa yang dibutuhkan oleh publik. Khusus pelayanan publik dalam bidang perizinan Pemerintah Daerah Deli Serdang sampai saat ini masih dalam tahap melakukan upaya yang sistematis untuk mencari formulasi kebijakan publik yang tepat agar penyelenggaraan pelayanan publik bidang perizinan dapat mencapai tingkat kepuasan masyarakat sesuai dengan perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai oleh masyarakat Deli Serdang. Pelayanan publik bidang Perizinan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Deli Serdang dalam penyelenggaraan otonomi daerah selama ini masih belum sesuai dengan semangat demokratisasi dan desentralisasi yang mengharuskan pentingnya partisipasi masyarakat, transparasi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan pelayanan. Sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, maka penyelenggaraan pelayanan publik harus didukung oleh sistem dan mekanisme kerja serta kemampuan kelembagaan dan sumber daya manusia yang memadai sehingga akan dapat diciptakan suatu pelayanan prima yang memiliki standar pelayanan yang baku dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

2. Kerangka Konsepsi