BAB IV TANGGUNG JAWAB YAYASAN SEBAGAI PEMEGANG SAHAM
TERKAIT PRINSIP PIERCING THE CORPORATE VEIL
A.  Prinsip Piercing the Corporate Veil terhadap Pemegang Saham Menurut
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Teori dalam hukum perusahaan  yang disebut dengan Teori Penyingkapan Tirai  Perusahaan  piercing  the  corporate  veil  merupakan  topik  yang  sangat
populer  dalam  hukum  perusahaan,  bukan  saja  dalam  tata  hukum  Indonesia, melainkan  juga  dalam  tata  hukum  modern  di  kebanyakan  negara  lain.  Istilah
piercing  the  corporate  veil disebut  juga  dengan  istil
ah  “Lifting  the  Corporate Veil
” atau “Going Behind the Corporate Veil”.
118
Kata  “piercing”  berarti  mengoyak  atau  menembus,  sementara  kata  veil berarti  kerudung  atau  cadar,  maka  ungkapan  piercing  the  corporate  veil  secara
harafiah  berarti  cadar  badan  hukum  dikoyak  atau  ditembusi.  Penerapannya  ke dalam  ilmu  hukum  perseroan,  doktrin  piercing  the  corporate  veil  berarti  bahwa
hukum  tidak  memberlakukan  prinsip  terpisahnya  tanggung  jawab  dan  harta kekayaan  badan  hukum  dari  tanggung  jawab  dan  harta  benda  pemegang
sahamnya, walaupun secara de jure seluruh persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu PT untuk dapat menjadi suatu badan hukum telah sempurna dilakukannya.
Jadi,  cadar  yang  membatasi  badan  hukum  dengan  pemegang  sahamnya  dapat dikoyak.  Berdasarkan  doktrin  piercing  the  corporate  veil  ini,  maka  ada
kemungkinan  pemegang  saham  dalam  hal-hal  tertentu  ikut  bertanggung  jawab
118
Munir  Fuady  selanjutnya  disebut  Munir  Fuady  II,  Doktrin-Doktrin  Modern  Dalam Corporate  Law    Eksistensinya  Dalam  Hukum  Indonesia
Bandung  :  Citra  Aitya  Bakti,  2002, hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
sampai kepada harta pribadinya atas tindakan yang dilakukan oleh dan atas nama perseroan sendiri.
119
Doktin  piercing  the  corporate  veil  bertujuan  untuk  menghindari  hal-hal yang  tidak  adil  terutama  bagi  pihak  luar  perseroan  dari  tindakan  sewenang-
wenang atau tidak layak yang dilakukan atas nama perseroan, baik yang terbit dari suatu  transaksi  dengan  pihak  ketiga  ataupun  yang  timbul  dari  perbuatan
menyesatkan  atau  perbuatan  melawan  hukum.
120
Penerapan  teori  ini  mempunyai misi utama, yaitu untuk mencapai “keadilan” khususnya bagi pihak ketiga dengan
pihak perusahaan mempunyai hubungan hukum tertentu.
121
Adapun  yang  merupakan  kriteria  dasar  dan  universal  agar  suatu  piercing the corporate veil
secara hukum dapat dijatuhkan adalah sebagai berikut :
122
1. Terjadinya penipuan
2. Didapatkan suatu ketidakadilan
3. Terjadinya suatu penindasan oppression
4. Tidak memenuhi unsur hukum illegality
5. Dominasi pemegang saham yang berlebihan
6. Perusahaan merupakan alter ego dari pemegang saham mayoritasnya.
Penerapan  teori  piercing  the  corporate  veil  secara  universal  dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Penerapan  teori  piercing  the  corporate  veil  karena  perusahaan  tidak
mengikuti formalitas tertentu.
123
119
Munir Fuady I, Op.Cit., hlm. 8.
120
Ibid.
121
Munir Fuady II, Op.Cit., hlm. 7.
122
Ibid ., hlm. 10.
123
Ibid ., hlm. 11.
Universitas Sumatera Utara
Salah  satu  alasan  untuk  menerapkan  teori  piercing  the  corporate  veil adalah  jika  perusahaan  tersebut  tidak  atau  tidak  cukup  memenuhi  formalitas
tertentu  yang  diharuskan  oleh  hukum  bagi  suatu  perseroan.  Sasaran  utama penerapan  teori  piercing  the  corporate  veil  dalam  hal  ini  agak  berbeda  dari
biasanya. Hal ini tidak bertujuan secara langsung untuk melindungi pihak tertentu, seperti  pihak  minoritas  atau  pihak  ketiga,  tetapi  semata-mata  untuk  menegakkan
hukum agar formalitas tersebut dipenuhi. 2.
Penerapan  teori  piercing  the  corporate  veil  terhadap  badan-badan  hukum yang hanya terpisah secara artifisial.
124
Hal  ini  merupakan  penerapan  teori  piercing  the  corporate  veil    ke  dalam suatu  perusahaan  yang  sebenarnya  dalam  kenyataan  adalah  tunggal  1  satu
business  entity ,  tetapi  perusahaan  tersebut  dibagi  ke  dalam  beberapa  perseroan
secara  artifisial.  Misalnya,  terdapat  beberapa  perseroan  yang  terpisah  secara artifisial, tetapi bisnisnya dilakukan sedemikian  rupa sehingga seolah-olah bisnis
tersebut dilakukan oleh 1 satu unit perusahaan saja. Penerapan prinsip piercing the  corporate  veil
akan  menyebabkan  beban  tanggung  jawab  akan  diberikan kepada seluruh perseroan yang saling terkait tersebut.
3. Penerapan  teori  piercing  the  corporate  veil  berdasarkan  hubungan
kontraktual.
125
Teori piercing the corporate veil juga dapat diterapkan jika ada hubungan kontraktual antara perusahaan dengan pihak ketiga, dimana tanpa penerapan teori
piercing the corporate veil tersebut, kerugian terhadap pihak ketiga tidak mungkin
tertanggulangi.  Penerapan  teori  piercing  the  corporate  veil  dalam  hubungan
124
Ibid ., hlm. 12.
125
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dengan  kontrak  dengan  pihak  ketiga  ini,  biasanya  dipersyaratkan  terdapatnya unsur “keadaan yang tidak lazim” pada aktivitas perusahaan.
4. Penerapan teori piercing the corporate veilkarena perbuatan melawan hukum
atau tindak pidana.
126
Jika  terdapat  unsur  pidana  dalam  suatu  kegiatan  perseroan,  meskipun  hal tersebut dilakukan oleh perseroan itu sendiri, maka berdasarkan teori piercing the
corporate  veil, oleh  hukum  dibenarkan  juga  jika  tanggung  jawab  dimintakan
kepada pihak-pihak lain, seperti direksi atau pemegang sahamnya. Demikian juga jika  perusahaan  melakukan  perbuatan  melawan  hukum  bidang  perdata  onrecht
matigedaad .
5. Penerapan teori piercing the corporate veildalam hubungan dengan Holding
Company dan Anak Perusahaan.
127
Selain  terhadap  perseroan  tunggal,  teori  piercing  the  corporate  veil  juga muncul  dalam  hal  perusahaan  dalam  grup  usaha.  Menurut  ilmu  hukum  hal  ini
dikenal dengan apa yang disebut dengan “Doktrin Instrumental” Instrumentality Doctrine
.  Menurut  doktrin  tersebut,  teori  piercing  the  corporate  veil  dapat diterapkan.
Prinsip  piercing  the  corporate  veil  secara  sederhana  telah  diatur  dalam Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  1995,  tetapi  tidak  ditemukan  dalam  KUHD
sebagai  peraturan  yang  mengatur  PT  terlebih  dahulu.  Undang-Undang  tentang Perseroan  Terbatas  telah  dengan  tegas  mengatur  teori  ini,  walaupun
pengaturannya  sangat  sederhana,  tidak  lengkap  dan  seperti  sambil  lalu,  sehingga banyak  penjabaran  dari  doktin  ini  seperti  baru  saja  disebutkan  di  atas  tidak
126
Ibid ., hlm., 13.
127
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
tertampung  sama  sekali.
128
Sebagaimana  diketahui  bahwa  Undang-Undang Perseroan  Terbatas  Nomor  1  Tahun  1995  sampai  batas-batas  tertentu  mengakui
berlakunya  teori  piercing  the  corporate  veil  ke  dalam  tindakan  suatu  perseroan, menyebabkan  tanggung  jawab  hukum  tidak  hanya  dimintakan  dari  perseroan
tersebut  meskipun  dia  berbentuk  badan  hukum,  tetapi  pertanggungjawaban hukum dapat juga dimintakan terhadap pemegang sahamnya.
129
Undang-Undang  Nomor  40  tahun  2007  tentang  Perseroan  Terbatas  juga tetap  mengatur  hal  yang  sama  dengan  Undang-Undang  Nomor  1  tahun  1995
tentang  Perseroan  Terbatas  mengenai  prinsip  piercing  the  corporate  veil. Kekecualian-kekecualian  tersebut  mengisyaratkan  bahwa  memang  Undang-
Undang  Perseroan  Terbatas  Nomor  1  tahun  1995  mengakui  doktrin  piercing  the corporate  veil
itu.
130
Begitu  juga  dalam  Undang-Undang  Nomor  40  Tahun  2007 tentang  Perseroan  Terbatas  sebagai  pengganti  undang-undang  yang  lama,  tetap
menganut  prinsip  piercing  the  corporate  veil  pada  beberapa  Pasalnya,  yang membebankan tanggung jawab kepada pihak pemegang saham seperti pada :
1. Ketentuan dalam Pasal 3 ayat 2 UU PT.
Tanggung  jawab  pemegang  saham  tidak  terbatas  pada  nilai  saham  yang dimilikinya dan sampai kekayaan pribadinya jika terpenuhi ketentuan Pasal 3 ayat
2 UU PT, yaitu : a.
Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi. Hal  ini  sebetulnya  tidak  perlu  dicantumkan  dalam  ketentuan  undang-
undang  karena  tanggung  jawab  terbatas  dari  suatu  PT  timbul  atau  ada
128
Munir Fuady I, Op.Cit., hlm. 67
129
Munir Fuady II, Op.Cit., hlm.17.
130
Munir Fuady I, Loc.Cit., hlm. 67.
Universitas Sumatera Utara
setelah PT itu sah menjadi badan hukum, jadi bila belum menjadi badan hukum maka jelas juga tidak ada tanggung jawab terbatas.
131
b. Pemegang  saham  yang  bersangkutan,  baik  langsung  maupun  tidak
langsung  dengan  iktikad  buruk  memanfaatkan  perseroan  semata-mata untuk kepentingan pribadi. Pengertian untuk kepentingan pribadi kiranya
perlu  diperluaskan  artinya  sehingga  mencakup  kepentingan  saudara sedarah  atau  semenda  ataupun  mencakup  orang  lain  yang  baik  pada
pemegang  saham  tersebut,  seperti  misalnya  kekasihnya  baik  yang  resmi maupun  yang  tidak  resmi  gelap.  Kalau  untuk  kepentingan  pribadinya
ditafsirkan secara sempit, maka dalam pelaksanaannya pemegang saham lainnya dapat dirugikan.
132
c. Pemegang  saham  yang  bersangkutan  terlibat  dalam  perbuatan  melawan
hukum  yang  dilakukan  oleh  perseroan.  Dasar  gugatan  atas  perbuatan melawan hukum sebenarnya terdapat pada Pasal 1365 KUHPerdata yang
mana arti dari perbuatan melawan hukum sekarang bukan saja perbuatan yang  melanggar  hak  orang  lain  atau  bertentangan  dengan  kewajiban
hukumnya  sendiri  atau  bertentangan  dengan  peraturan  perundang- undangan,  tetapi  juga  mencakup  perbuatan  yang  berlawanan  dengan
kesusilaan maupun kepatutan yang seharusnya.
133
d. Pemegang  saham  yang  bersangkutan,  baik  langsung  maupun  tidak
langsung  secara  melawan  hukum  menggunakan  kekayaan  perseroan, yang  mengakibatkan  kekayaan  perseroan  menjadi  tidak  cukup  untuk
melunasi  utang  perseroan.  Ketentuan  huruf  d  ini  mensyaratkan  dua  hal
131
Hardijan Rusli, Op.Cit., hlm. 29.
132
Ibid ., hlm. 20.
133
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
untuk  dapat  menembus  pertanggungjawaban  pemegang  saham  yang terbatas itu, yaitu :
1 Pemegang  saham  menggunakan  kekayaan  PT  secara  melawan
hukum; 2
Hal itu menyebabkan kekayaan PT tidak cukup lagi untuk melunasi utang-utang PT.
Masalah  dari  ketentuan  ini  ialah  apabila  memang  pemegang  saham  baik langsung  maupun  tidak  langsung  melalui  direksi  telah  menggunakan  kekayaan
PT  secara  melawan  hukum  tetapi  harta  kekayaan  PT  masih  mencukupi  untuk melunasi  utang-utang  PT,  maka  pemegang  saham  yang  telah  menggunakan
kekayaaan PT menjadi tidak digugat untuk bertanggung jawab secara pribadi. Hal ini kiranya merugikan pemegang saham lainnya.
134
2. Ketentuan dalam Pasal 7 ayat 6 UU PT.
Ketentuan mengenai jumlah pendiri PT terdapat pada Pasal 7 ayat 5 UU PT bahwa PT harus didirikan oleh 2 dua orang atau lebih. Setelah status badan
hukum  diperoleh  dan  pemegang  saham  menjadi  kurang  2  dua  orang,  dalam jangka waktu enam bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang
bersangkutan  wajib  mengalihkan  sebagian  sahamnya  kepada  orang  lain  atau perseroan  mengeluarkan  saham  baru  kepada  orang  lain.  Pada  ketentuan  Pasal  7
ayat  6  UU  PT  ditegaskan  bahwa  pemegang  saham  bertanggung  jawab  secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian perseroan jika dalam hal jangka waktu
pada ayat 5 telah dilampaui.
134
Ibid ., hlm. 31.
Universitas Sumatera Utara
Menurut  Rachmadi  Usman,  prinsip  piercing  the  corporate  veil  dapat diterapkan,  apabila  setelah  PT  terbatas  yang  disahkan  ternyata  pemegang  saham
menjadi  hanya  1  satu  orang,  sedangkan  setelah  lebih  dari  6  enam  bulan terhitung  sejak  terjadinya  keadaan  tersebut,  pemegang  saham  tidak  mengalihkan
sebagian sahamnya kepada orang lain. Hal ini mengakibatkan tanggung jawab PT menjadi  tanggung  jawab  pemegang  saham  tunggal,  karena  dikhawatirkan  telah
terjadi  penyelundupan  tanggung  jawab  pribadi  masuk  ke  dalam  tanggung  jawab PT.
135
3. Ketentuan dalam pasal-pasal lainnya dari UU PT.
Selain dari pasal-pasal seperti tersebut di atas, masih terdapat hal-hal lain yang  mengakibatkan  timbulnya  konsekuensi  dibebankannya  tanggung  jawab
hukum  ke  pundak  pemegang  saham,  meskipun  tanggung  jawab  tersebut  sebagai akibat  dari  tindakan  yang  dilakukan  oleh  suatu  PT,  yang  hakikatnya  merupakan
suatu  badan  hukum  legal  entity.  Kelompok  ini  termasuk  tindakan-tindakan dalam 5 lima kategori sebagai berikut :
136
a. Tidak menyetor modal
Pemegang  saham  tidak  melaksanakan  tugasnya  untuk  menyetor  modal, padahal setiap saham harus disetor penuh oleh pemegang sahamnya pada
saat  pengesahan  oleh  Menteri  Kehakiman,  atau  pada  saat  saham dikeluarkan.  Apabila  tindakan  tersebut  merugikan  perusahaan  atau  pihak
ketiga, maka doktrin piercing the corporate veil layak diterapkan. b.
Campur aduk antara urusan pribadi dengan urusan perseroan.
135
Dijan Widijowati, Op.Cit., hlm. 75.
136
Munir Fuady II, Op.Cit., hlm. 21.
Universitas Sumatera Utara
Teori  piercing  the  corporate  veil  juga  layak  diterapkan  manakala  terjadi percampuradukkan  antara  urusan  perusahaan  dengan  urusan  pribadi,
sehingga  tanggung  jawab  pribadi  pemegang  saham  yang  bersangkutan dapat dimintakan.
c. Alter Ego
Teori piercing the corporate veil juga layak diterapkan kepada pemegang saham  manakala  pihak  pemegang  saham  terlalu  dominan  dalam  kegiatan
perusahaan  tersebut  melebihi  dari  peran  pemegang  saham  yang sepantasnya.  Perusahaan  hanya  berfungsi  sebagai  “instrumen”  mencari
untung  pribadi  dari  pihak  pemegang  sahamnya,  sehingga  PT  dikatakan sebagai  alter  ego  kadang-kadang  disebut  juga  sebagai  instrumentally,
dummy atau agent dari pemegang saham yang bersangkutan.
d. Jaminan pribadi dari pemegang saham
Apabila  pihak  pemegang  saham  memberikan  jaminan  pribadi  bagi kontrak-kontrak atau bisnis yang dibuat oleh perusahaannya, berarti pihak
pemegang  saham  memang  menginginkan  untuk  dibebankan  tanggung jawab  atas  kegiatan-kegiatan  tertentu  yang  dilakukan  oleh  perseroan
tersebut.  Pihak  pemegang  saham  ikut  bertanggung  jawab  dengan sendirinya manakala adanya gugatan dari pihak ketiga atas kerugian yang
terbit dari kegiatan yang digaransi tersebut. e.
Permodalan yang tidak layak. Permodalan yang tidak layak, misalnya modal terlalu kecil padahal bisnis
perusahaan  adalah  besar.  Kewajiban  pemegang  sahamlah  yang  harus menyetor  tambahan  modal  dan  ketidaklayakan  permodalan  ini
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan suatu transfer tanggung jawab dari pemegang saham kepada pihak  kreditur.  Ini  sama  sekali  tidak  adil.  Namun  demikian,  selain
pemegang  saham  yang  bertanggung  jawab,  sampai  batas-batas  tertentu, pihak direksi juga dapat dimintakan tanggung jawabnya dalam hal ini.
B. Tanggung  Jawab  Yayasan  sebagai  Pemegang  Saham  Terkait  Prinsip