Tanggung jawab yayasan sebagai pemegang saham Melalui penyertaan modal dalam perseroan terbatas Dikaitkan dengan prinsip piercing the corporate veil

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

OLEH

MENTARI HAGAYNA 100200095

Departemen Hukum Ekonomi

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

MENTARI HAGAYNA 100200095

Departemen Hukum Ekonomi Disetujui,

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

(Windha, S.H., M.Hum) NIP. 197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum) (Windha, S.H., M.Hum)

NIP. 196302151989032002 NIP. 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Segala pujian dan hormat penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan kebaikan-Nya penulis mampu menjalani masa perkuliahan sampai tahap penyelesaian skripsi yang penuh dengan tantangan dan rintangan.

Penulisan skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Yayasan Sebagai

Pemegang Saham Melalui Penyertaan Modal Dalam PT Dikaitkan Dengan Prinsip Piercing The Corporate Veil” adalah guna memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Iman K. Pelawi dan Nande yang

luar biasa mendukung dalam doa dan perhatian, Rehulina Ginting, S.Pd serta kedua orang adik yang terkasih, Samuel Satria Bastanta dan Aginta Irenius Natanael. Mereka menjadi sumber semangat bagi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dosen PA penulis selama menjalani perkuliahan;

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan

I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas


(4)

5. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Windha, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku Pembimbing II yang telah membimbing dengan baik dan memotivasi penulis dalam pengerjaan skripsi ini;

7. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum, selaku Pembimbing I dalam

pengerjaan skripsi ini yang telah membimbing dan memotivasi penulis untuk melakukan yang terbaik dalam proses pengerjaan skripsi ini;

8. Ibu Rafiqoh Lubis, S.H., M.Hum yang menurutku adalah dosen di FH

USU yang sangat menginspirasi dan loyal kepada mahasiswa. Terimakasih Ibu karena menjadi dosen yang mengerti mahasiswa dan menjadi teman mahasiswa. Semoga ibu selalu sehat dan diberkati. Terimakasih untuk kesempatan dari ibu melalui program Klinik Perdata saya dipercayakan untuk magang tahun lalu di PN Medan (Terimakasih juga Ibu/Bapak dan Kakak di PN Medan). Satu kesempatan yang luar biasa bagi saya dan teman-teman (Jelita, Bg Mifta, Rahmad, Bg Cipo, Febry). Semoga ini dapat bermanfaat di hari depan;

9. Kekasih seperjuangan selama SMA sampai menyelesaikan perkuliahan,

yang tetap mendukung dalam doa dan perhatian selama ini, yang cukup menginspirasiku, Ranap Katili Parulian Sidabutar, S.TI. Begitu juga adikku Asybel Bonar Sidabutar, CS.T yang memberi dukungan;

10.Keluarga yang ku kasihi yang senantiasa mendukung dalam doa dan


(5)

abang PKK-ku Imanuel Rumapea dan Sahabat KK-ku Deni Yanti. Keluarga yang ku kasihi juga, sebagai tempat saling mendoakan dan bertumbuh di dalam Kristus, adik-adikku terkasih Onang, dek Betlic, Dyna, Melisa dan Chrissya;

11.Sahabat terbaikku dari SMA yang harus terpisah karena beda fakultas

yang sampai sekarang yang masih sama-sama berjuang untuk Skripsi di Fakultas Ekonomi USU, Grace Deciantha Purba, CS.E dan Ibu Dokterku, Novalina Hutagalung, S.Ked. Begitu juga dengan sahabat terbaikku hampir kembar yang telah pergi terlebih dahulu menghadap Tuhan, Jenni Maritha Napitupulu. Mari berjuang untuk hidup selanjutnya;

12.Sahabat kece di Fakultas Hukum USU yang bersama mereka aku belajar,

saling menguatkan dan mendukung, teman menggila dan tertawa, calon-calon SH yang luar biasa, Deni, Emma, Gio, Evi, Zebua, Jelita dan teman-temanku Astry, Edaku Tina;

13.Teman-teman seperjuangan kuliah dari semester satu sampai sekarang

khusunya Grup C Ambar, Ai, Yuni, Eko, Paul, Deffid, Steffi, Bg Mifta, Bojo, Mario, Christian, dll;

14.DPC PERMAHI Medan tempatku untuk belajar berorganisasi dan

mendapatkan pengalaman yang luar biasa serta pertemanan yang luas ada Bg Sutrisno, seninaku Winda Sembiring, Keke, Kak Winda, Kak Donita, Iin, Winda, Bg Andreas, Petrus dan banyak lagi. Di sini ku temukan juga orang-orang dengan visi tinggi, salah satunya Bg Jontri Situmorang, SH, yang sejujurnya menginspirasiku. Terimakasih juga untuk kakakku yang


(6)

bantu aku belajar sewaktu di PERMAHI, kak Herna Bangun dan kak Bonita. Semoga semakin jaya dan menjadi organisasi yang berintegritas;

15.KPS (Komunitas Peradilan Semu) FH USU menjadi tempat untukku

mengikuti kompetisi dan belajar, terkhusus keluarga besarku MCC UNNES 2013, ada Nida, Andre, Yoko, Hadi, Ulun, Ayu, Dona, Deni, Roni, Intan, Feby, Sarjit. Pengalaman yang luar biasa dari ngamen dan MCC ini buatku. Semoga KPS FH USU dapat membawa kemenangan di tahun-tahun yang akan datang;

16.Keluarga besar UKM KMK USU UP FH, tempat dimana aku bisa

bertumbuh dan semakin kenal Dia. Satu hal yang sangat ku syukuri bisa bergabung di tempat ini. Terimakasih untuk teman-teman pelayanan yang menurutku luar biasa ada Antoni, Adven, Vika, Desy, Merti, Abang/Kakak/Adik-Adik maupun teman-teman yang tidak bisa disebut semua namanya;

17.Permata Rg. Sp. Tuntungan dan Permata Klasis Pancur Batu yang

belakangan ini mengerti keadaanku dan mendukungku dalam doa untuk proses pengerjaan skripsi ini;

Demikian penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah dan memperluas cakrawala berpikir semua pihak.

Medan, April 2014 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... v

ABSTRAK... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Keaslian Penulisan... 8

E. Tinjauan Kepustakaan... 8

F. Spesifikasi Penelitian... 14

G. Sistematika Penulisan... 16

BAB II : PENGATURAN KEPEMILIKAN SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS... 18

A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum... 18

B. Organ-Organ dalam Perseroan Terbatas... 22

C. Saham sebagai Bukti Kepemilikan... 30

D. Jenis-Jenis Kepemilikan Saham dalam Perseroan Terbatas... 40

E. Prinsip-Prinsip Umum Terkait Kepemilikan Saham... 44

BAB III : KEDUDUKAN YAYASAN DALAM PENYERTAAN MODAL PADA PERSEROAN TERBATAS... 46


(8)

A. Yayasan sebagai Badan Hukum Nirlaba... 46

B. Kekayaan Yayasan... 50

C. Organ-Organ Yayasan... 55

D. Landasan Hukum Penyertaan Modal oleh Yayasan pada Perseroan Terbatas... 60

E. Kedudukan Yayasan dalam Penyertaan Modal pada Perseroan Terbatas... 64

BAB IV : TANGGUNG JAWAB YAYASAN SEBAGAI PEMEGANG SAHAM TERKAIT PRINSIP PIERCING THE CORPORATE VEIL... 68

A. Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Pemegang Saham Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas... 68

B. Tanggung Jawab Yayasan sebagai Pemegang Saham Terkait Prinsip Piercing The Corporate Veil... 78

C. Akibat Hukum Pertanggungjawaban Pribadi Yayasan Terhadap Kekayaan Yayasan... 84

BAB V : PENUTUP... 89

A. Kesimpulan... 89

B. Saran... 90


(9)

ABSTRAK

TANGGUNG JAWAB YAYASAN SEBAGAI PEMEGANG SAHAM MELALUI PENYERTAAN MODAL DALAM PT DIKAITKAN DENGAN

PRINSIP PIERCING THE CORPORATE VEIL Mentari Hagayna*

Sunarmi** Windha***

Pada saat ini banyak yayasan berusaha mencari keuntungan/laba untuk melangsungkan kegiatan yayasan demi mencapai tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Salah satu usaha yayasan adalah melakukan penyertaan modal pada perseroan terbatas, dimana yayasan berkedudukan sebagai pemegang saham yang kepadanya melekat hak dan tanggung jawab terbatas.

Adapun permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana pengaturan kepemilikan saham pada perseroan terbatas, kedudukan hukum yayasan dalam penyertaan modal pada perseroan terbatas, dan tanggung

jawab yayasan sebagai pemegang saham dikaitkan dengan prinsip piercing the

corporate veil. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode literature/library research yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan data-data sekunder, yang merupakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku dan media elektronik/internet yang berhubungan dengan tanggung jawab yayasan sebagai pemegang saham dikaitkan prinsip

piercing the corporate veil.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa yayasan sebagai pemegang saham karena melakukan penyertaan modal pada perseroan terbatas

dapat menjadi hapus tanggung jawab terbatasnya jika dikenakan prinsip piercing

the corporate veil sehingga kekayaan yayasan digunakan untuk ganti rugi perusahaan maupun pihak ketiga. Sebaiknya yayasan berhati-hati dalam melakukan penyertaan modal pada badan usaha yang bersifat prospektif dan sebaiknya ada pengawasan khusus terhadap kegiatan usaha yayasan agar tidak menyimpang dari tujuan yayasan di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

Kata kunci : yayasan, penyertaan, modal, piercing the corporate veil.

*Mahasiswa

**Dosen Pembimbing I ***Dosen Pembimbing II


(10)

ABSTRAK

TANGGUNG JAWAB YAYASAN SEBAGAI PEMEGANG SAHAM MELALUI PENYERTAAN MODAL DALAM PT DIKAITKAN DENGAN

PRINSIP PIERCING THE CORPORATE VEIL Mentari Hagayna*

Sunarmi** Windha***

Pada saat ini banyak yayasan berusaha mencari keuntungan/laba untuk melangsungkan kegiatan yayasan demi mencapai tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Salah satu usaha yayasan adalah melakukan penyertaan modal pada perseroan terbatas, dimana yayasan berkedudukan sebagai pemegang saham yang kepadanya melekat hak dan tanggung jawab terbatas.

Adapun permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana pengaturan kepemilikan saham pada perseroan terbatas, kedudukan hukum yayasan dalam penyertaan modal pada perseroan terbatas, dan tanggung

jawab yayasan sebagai pemegang saham dikaitkan dengan prinsip piercing the

corporate veil. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode literature/library research yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan data-data sekunder, yang merupakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku dan media elektronik/internet yang berhubungan dengan tanggung jawab yayasan sebagai pemegang saham dikaitkan prinsip

piercing the corporate veil.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa yayasan sebagai pemegang saham karena melakukan penyertaan modal pada perseroan terbatas

dapat menjadi hapus tanggung jawab terbatasnya jika dikenakan prinsip piercing

the corporate veil sehingga kekayaan yayasan digunakan untuk ganti rugi perusahaan maupun pihak ketiga. Sebaiknya yayasan berhati-hati dalam melakukan penyertaan modal pada badan usaha yang bersifat prospektif dan sebaiknya ada pengawasan khusus terhadap kegiatan usaha yayasan agar tidak menyimpang dari tujuan yayasan di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

Kata kunci : yayasan, penyertaan, modal, piercing the corporate veil.

*Mahasiswa

**Dosen Pembimbing I ***Dosen Pembimbing II


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Yayasan merupakan suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan bersifat non komersial (nirlaba) dan bergerak di bidang sosial, keagamaan atau pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan (selanjutnya disebut UU Yayasan) dinyatakan bahwa yayasan adalah badan hukum, terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di

bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.1

Yayasan secara tegas dinyatakan dalam rumusan Pasal 1 angka 1 UU Yayasan adalah badan hukum, dengan ketentuan bahwa status badan hukum yayasan baru diperoleh setelah akta pendirian yayasan disahkan oleh Menteri

Kehakiman.2 Pada lalu lintas sehari-hari yayasan diperlakukan sebagai legal

entity.3

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas harta kekayaan yang dipisahkan, maksudnya yayasan sebagai badan hukum memiliki kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pengurusnya, dengan kata lain yayasan memiliki harta kekayaan sendiri. Harta kekayaan digunakan untuk kepentingan tercapainya

1

Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk Badan Usaha di Indonesia (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 194.

2

Gunawan Widjaja (selanjutnya disebut Gunawan Widjaja I), Suatu Panduan Komprehensif Yayasan di Indonesia (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2002), hlm. 10.

3

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Jakarta : Abadi, 2002), hlm. 17.


(12)

tujuan yayasan. Hal ini sejalan dengan teori Brinz, bahwa harta kekayaan badan

hukum terikat oleh suatu tujuan.4

Sebagai badan hukum, yayasan cakap melakukan perbuatan hukum sepanjang perbuatan hukum itu tercakup dalam maksud dan tujuan yayasan yang dituangkan dalam anggaran dasar yayasan. Jika yayasan melakukan perbuatan

hukum ultra vires, yang di luar batas kecakapannya, maka perbuatan hukum

tersebut adalah batal demi hukum (null and void; nietig).5

Yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan merupakan konsekuensi logis dari bentuk badan hukum yayasan sebagai badan hukum. Meskipun penjelasan UU Yayasan tidak memberikan penjelasan lebih lanjut, dapat diketahui bahwa yayasan bukan terdiri atas orang-orang (termasuk badan-badan) atau saham-saham yang dimiliki oleh orang-orang (termasuk badan-badan). Adapun kekayaan yayasan yang terpisah berdasarkan Pasal 26 Ayat (2) UU Yayasan dapat berupa uang, barang, maupun kekayaan lain diperoleh dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kekayaan yang dipisahkan tersebut merupakan modal bagi usaha yayasan yang berasal dari modal para pendiri sebagai modal awal dan kekayaan yang berasal dari sumber-sumber lainnya. Kekayaan yayasan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Hal ini sejalan dengan adanya pendapat yang mengatakan bahwa yayasan adalah badan

4

Ibid., hlm. 18.

5Ibid.


(13)

hukum yang philantropic, memiliki tujuan yang ideal, sehingga kegiatannya tidak

diperuntukkan hanya untuk mencari keuntungan.6

Adapun kegiatan beberapa yayasan di negara Indonesia antara lain memberikan santunan kepada anak yatim piatu, memberikan kesejahteraan kepada penderita cacat badan, memberikan beasiswa kepada anak yang kurang/tidak mampu, memberikan bantuan kepada keluarga yang sedang berduka, membantu

memberikan pelayanan kesehatan kepada penderita suatu penyakit.7 Tujuan

yayasan dapat diarahkan kepada pencapaian sesuatu di lapangan kesejahteraan umum atau sesuatu di lapangan kepentingan umum. Pada sisi lain, tujuan itu dapat terbatas, hanya untuk golongan tertentu tanpa menyebut nama per individu, melainkan hanya disebut menurut golongannya ataupun nama jenisnya, misalnya untuk kepentingan para tuna netra, para karyawan, pembangunan sekolah di suatu

tempat tertentu ataupun untuk kepentingan anak-cucu keturunan dari pendirinya.8

Yayasan membutuhkan dana yang cukup untuk melakukan fungsinya sehingga yayasan dapat mencapai tujuannya yang filantropis. Jika yayasan tidak mempunyai sumber penghasilan tetap, maka persoalan dana ini merupakan hal yang paling penting bagi yayasan. Berbeda halnya jika yayasan itu telah mempunyai banyak deposito di bank, sebab hanya dengan bunga deposito mereka dapat membiayai kegiatannya. Demikian pula jika ada donatur tetap bagi yayasan,

maka dana tidak menjadi masalah bagi yayasan tersebut.9

Yayasan tergolong sebagai lembaga yang idealis dan kegiatannya termasuk mulia. Ruang lingkup kegiatannya di bidang sosial, keagamaan, dan

6

Ibid., hlm. 22.

7

Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), hlm. 1.

8

Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan Di Indonesia (Eksistensi, Tujuan dan Tanggung Jawab Yayasan) (Jakarta : Prenada Media, 2010) hlm. 88.

9 Ibid.


(14)

kemanusiaan, memerlukan dana untuk pembiayaan kegiatan tersebut, sedangkan di lain pihak yayasan tidak mencari keuntungan dari kegiatannya. Hal ini sejalan

dengan asas nirlaba karena yayasan bukan sebuah perusahaan yang profit

oriented. Tanpa menyimpangi asas nirlaba, sebenarnya yayasan boleh mencari keuntungan, tetapi tidak di dalam kegiatan yayasan, melainkan di luar yayasan. Caranya telah ditentukan oleh UU Yayasan, yaitu dengan mendirikan badan usaha

maupun ikut dalam penyertaan modal perusahaan di tempat lain.10

Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak

25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan yayasan.11 Penyertaan

modal tersebut dapat dilakukan yayasan pada sebuah Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT). Saat ini, cukup banyak yayasan di Indonesia yang melakukan penyertaan modal pada PT maupun mendirikan sebuah perseroan terbatas untuk menunjang berlangsungnya kegiatan yayasan.

Yayasan dapat menanamkan kekayaannya berupa modal pada perusahaan melalui pemilikan saham maupun melalui deposito pada bank. Bank Indonesia di laporan triwulannya mencatat kenaikan yang signifikan dari deposito berjangka yang dimiliki yayasan-yayasan yang ada di bank-bank pemerintah. Pada bulan Desember 1989 angkanya baru mencapai Rp 1,8 triliun, maka hanya dalam jangka waktu enam bulan (Mei 1990) telah meningkat menjadi Rp 2,8 triliun, atau selama enam bulan itu telah terjadi peningkatan sebesar 12% atau rata-rata 2% per bulan. Selain itu, yayasan juga memiliki saham di berbagai perusahaan, salah satunya

10

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 113.

11

Chatamarrasjid Ais (selanjutnya disebut Chatamarrasjid Ais I), Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 92.


(15)

adalah yayasan-yayasan milik Soeharto yang menguasai sejumlah saham dalam

sekitar 140 perusahaan yang kekayaannya ditaksir sebesar US$ 5 miliar.12

Yayasan akan diberikan saham dan berkedudukan sebagai pemegang saham jika melakukan penyertaan modal pada PT. Saham menunjukkan bagian

kepemilikan bersama dari seluruh pemegang saham dalam PT.13 Sebagai

pemegang saham, yayasan mendapatkan hak-hak dan menerima dividen maupun kekayaan hasil likuidasi seperti yayasan-yayasan milik Soeharto yang menguasai sejumlah saham, dimana dividen itu akan menjadi kekayaan yayasan untuk digunakan mencapai tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

Sebagai pemegang saham, yayasan memiliki kewajiban yang terbatas sebesar nilai sahamnya. Pada awalnya dalam KUHD Pasal 40 ditentukan bahwa pemegang saham atau sero tidak bertanggung jawab lebih daripada jumlah penuh saham-saham itu. Namun, pemegang saham dapat hapus tanggung jawab terbatasnya jika memenuhi ketentuan Pasal 3 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) yaitu persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi, pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi, pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan atau pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Pemegang saham bertanggung jawab tidak hanya sebatas saham yang dimilikinya,

12

Anwar Borahima, Op.Cit., hlm. 123.

13

Gunawan Widjaja (selanjutnya disebut Gunawan Widjaja II), Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham (Jakarta : Praninta Offset, 2008), hlm. 33.


(16)

tetapi juga sampai ke harta pribadinya dengan adanya prinsip piercing the corporate veil yang terdapat dalam Pasal 3 Ayat (2) UU PT pada hal-hal

tersebut.14

Berlakunya prinsip piercing the corporate veil membuat tanggung jawab

yayasan sebagai pemegang saham yang terbatas dapat diterobos oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas. Apabila terjadi kerugian pada perseroan maupun kepada pihak ketiga, maka yayasan sebagai pemegang saham dapat dikenakan harta kekayaannya. Jika yayasan telah menepatkan modal 25% dari seluruh harta

kekayaannya pada PT tersebut, maka sesuai dengan prinsip piercing the corporate

veil, yayasan harus bertanggung jawab secara pribadi dari harta kekayaannya. Berdasarkan pemaparan di atas, maka hal yang menarik untuk dibahas adalah mengenai tanggung jawab yayasan sebagai badan hukum yang melakukan penyertaan modal pada perseroan terbatas yang berkedudukan sebagai pemegang

saham dalam perseroan terbatas dikaitkan prinsip piercing the corporate veil.

Pembahasan hal tersebut akan dilakukan dengan mengangkat judul skripsi yaitu “Tanggung Jawab Yayasan Sebagai Pemegang Saham Melalui Penyertaan Modal

Dalam Perseroan Terbatas Dikaitkan Dengan Prinsip Piercing The Corporate

Veil.”

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan kepemilikan saham pada perseroan terbatas?

14

Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT) (Jakarta : Visimedia, 2009), hlm. 112.


(17)

2. Bagaimana kedudukan yayasan dalam penyertaan modal pada perseroan terbatas?

3. Bagaimana tanggung jawab yayasan sebagai pemegang saham dikaitkan

dengan prinsip piercing the corporate veil pada perseroan terbatas?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penulisan

Adapun tujuan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengaturan kepemilikan saham dalam perseroan

terbatas.

b. Untuk mengetahui kedudukan yayasan dalam melakukan penyertaan

modal pada perseroan terbatas.

c. Untuk mengetahui tanggung jawab yayasan sebagai pemegang saham

dikaitkan dengan prinsip piercing the corporate veil pada perseroan

terbatas.

2. Manfaat penulisan

Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Manfaat teoritis

Melalui hadirnya penelitian ini maka pemahaman dan pandangan baru tentang yayasan yang melakukan penyertaan modal dalam perseroan terbatas akan bertambah, dimana hal ini akan menjadi masukan bagi pembentuk undang-undang untuk mengatur secara khusus kepemilikan saham dalam PT oleh badan hukum yayasan.


(18)

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, baik rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum dan pemerintah dalam menentukan kebijakan terhadap yayasan, sehingga yayasan selaku badan hukum yang bertujuan sosial, keagamaan dan pendidikan dapat mengetahui bahwa yayasan dapat melakukan kegiatan usaha dengan menyertakan modal pada sebuah perseroan terbatas. Selain itu, yayasan yang menyertakan modal pada perseroan terbatas berkedudukan sebagai pemegang saham yang memiliki hak dan tanggung jawab terbatas. Namun, sebagai pemegang saham, yayasan harus juga memperhatikan tindakannya agar tidak dikenakan tanggung jawab

pribadi ke harta kekayaanyayasan karena adanya prinsip piercing the

corporate veil.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan judul skripsi pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, judul “Tanggung Jawab Yayasan Sebagai Pemegang Saham Melalui Penyertaan Modal Dalam Perseroan Terbatas Dikaitkan Dengan Prinsip Piercing The Corporate Veilbelum pernah ditulis. Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan referensi buku di perpustakaan, media cetak maupun elektronik dan bantuan diskusi dari berbagai pihak.

Jika di kemudian hari terdapat judul yang sama atau pembahasan yang sama, maka hal itu dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada penulis.


(19)

Penelitian ini membahas tentang yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk kelangsungan dan sumber dana yayasan dengan melakukan penyertaan modal pada sebuah PT. Yayasan yang telah melakukan penyertaan modal diberikan saham sebagai bukti penyertaan modal dan berkedudukan sebagai pemegang saham. Tanggung jawab pemegang saham terbatas, tetapi dapat

menjadi tidak terbatas dikaitkan dengan prinsip piercing the corporate veil dalam

PT.

Keberadaan yayasan telah dikenal sejak zaman pemerintah Hindia

Belanda, yang dikenal dengan sebutan “stichting.” Pengertian yayasan menurut

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil adalah Stichting (Bld), suatu badan

hukum yang melakukan kegiatan dalam bidang sosial.15

Menurut Pasal 1 angka 1 UU Yayasan yang dimaksud dengan yayasan adalah adalah sebagai berikut :

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

Ada empat unsur yang terdapat dalam yayasan berdasarkan pengertian di atas, yaitu :16

1. Yayasan merupakan badan hukum (rechtspersoon) yang dalam lalu lintas

hukum sehari-hari yayasan diperlakukan sebagai legal entity. Yayasan

memperoleh status sebagai badan hukum pada saat mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

15

C.S.T. Kansil. dan Christine S.T. Kansil, Kamus Istilah Aneka Hukum, Cet. 1 (Jakarta : Pusat Sinar Harapan, 2000), hlm. 198.

16


(20)

2. Yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan. Yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan adalah konsekuensi logis dari bentuk hukum yayasan sebagai badan hukum. Pada ketentuan Pasal 5 jo Pasal 26 ayat (1) jo Pasal 26 ayat (2) UU Yayasan dapat diketahui bahwa, kekayaan yayasan merupakan kekayaan yang dipisahkan dapat berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan UU Yayasan.

3. Peruntukkan kekayaan yayasan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang

sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Hal ini sejalan dengan adanya pendapat

yang mengatakan bahwa yayasan adalah badan hukum yang philantropic,

memiliki tujuan yang ideal, sehingga kegiatannya tidak diperuntukkan semata-mata untuk mencari keuntungan.

4. Yayasan tidak mempunyai anggota. Yayasan tidak terdiri atas

anggota-anggota. Orang-orang yang merupakan para pendiri dan organ yayasan, yaitu pembina, pengawas dan pengurus bukan merupakan anggota yayasan.

Manusia ternyata bukan satu-satunya pendukung hak-hak dan kewajiban. Selain manusia, masih ada lagi pendukung hak-hak dan

kewajiban-kewajiban yang dinamakan badan hukum (rechtspersoon) untuk membedakan

dengan manusia (natuurlijk persoon).17 Yayasan termasuk salah satu pendukung

hak dan kewajiban karena yayasan merupakan badan hukum, maka perlu diketahui tentang badan hukum secara umum.

Salah satu teori badan hukum adalah teori Harta Kekayaan Bertujuan yang dapat diterapkan pada yayasan oleh karena yayasan merupakan badan hukum yang memiliki kekayaan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Teori ini

17


(21)

dikenal juga dengan nama ajaran hak-hak yang tanpa subjek atau doel vermogens theory. Ada juga yang menamakan zweck vermogenstheory yang dikemukakan oleh A. Brinz. Menurut teori ini pada suatu ketika di dalam masyarakat akan ditemukan adanya kumpulan dari suatu harta kekayaan (hak-hak dan kewajiban-kewajiban) untuk suatu tujuan tertentu, terpisah dari pemilikan seseorang. Berhubung dengan tujuannya maka kumpulan tersebut perlu mendapat perlindungan dengan memberikannya status sebagai badan hukum. Menurut teori ini hanya manusia yang dapat menjadi subjek hukum. Namun, tidak dapat dibantah bahwa adanya hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tidak ada satu manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Kekayaan yang dianggap

milik suatu badan hukum sebenarnya memiliki suatu tujuan.18

Pada ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU Yayasan disebutkan bahwa yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/ atau ikut serta dalam suatu badan usaha. Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan. Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU Yayasan harus sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yayasan tidak diperkenankan untuk langsung melaksakan kegiatan usaha selain dengan cara mendirikan badan usaha atau ikut serta dalam suatu badan usaha (Pasal 3 ayat (1) UU Yayasan). Pendirian badan usaha oleh yayasan merupakan satu-satunya cara bagi yayasan untuk melakukan kegiatan usaha.

18

Abdul Muis, Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat (Suatu Tinjauan Mengenai Yayasan Sebagai Badan Hukum Dalam Menjalankan kegiatan sosial) (Medan : FH USU), hlm. 32-33.


(22)

Karena dalam melaksanakan kegiatan usaha selalu dikaitkan dengan tujuan untuk pencarian keuntungan (profit atau laba), sedangkan bagi yayasan, pencarian

keuntungan bukanlah suatu tujuan.19

Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25

% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan yayasan.20 Pada UU

Yayasan tidak dijelaskan mengenai usaha yang bersifat prospektif. Jika yang dimaksud di sini semata-mata usaha yang akan memberikan keuntungan, mungkin yayasan tidak akan banyak bedanya dengan PT, yang sering kali disebut pintu gerbang untuk masuk ke kapitalisme, sebagai usaha yang mudah mengumpulkan

modal dan merupakan suatu profit making company. Yayasan sebaiknya tidak

dalam usaha yang mengejar keuntungan walaupun memperoleh keuntungan

diperkenankan.21

Salah satu bentuk penyertaan modal yang dapat dilakukan yayasan adalah penyertaan modal melalui perseroan terbatas. Penyertaan modal pada sebuah PT membuat yayasan akan mendapatkan saham dan berkedudukan sebagai pemegang saham dalam PT tersebut. Saham adalah bukti telah dilakukannya penyetoran penuh modal yang diambil bagian oleh para pemegang saham PT. Saham menunjukkan bagian kepemilikan bersama dari seluruh pemegang saham dalam

suatu perseroan.22 Saham sebagai bagian dari modal mempunyai konsekuensi

yakni bagi pemilik saham mempunyai hak-hak dan kewajiban yang melekat kepada saham yang dimilikinya.

19

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit., hlm. 38.

20

Pasal 7 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan.

21

Chatamarrasjid Ais I,Op.Cit., hlm. 131.

22


(23)

Pada Pasal 40 KUHD ditentukan bahwa pemegang saham atau sero tidak bertanggung jawab lebih daripada jumlah penuh saham-saham itu. Pada Pasal 3 ayat (1) UU PT ditentukan bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Ini mempertegas ciri perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.

Namun, tanggung jawab terbatas pemegang saham dapat hapus jika memenuhi ketentuan Pasal 3 ayat (2) UU PT, antara lain persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi, pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi, pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan atau pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

Penghapusan tanggung jawab terbatas suatu perseroan (piercing the

corporate veil) sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 3 ayat (2) UU PT bertujuan agar perseroan tidak didirikan sebagai alat untuk mencapai tujuan

kepentingan pribadi pemegang saham (alter ego), sehingga antara harta kekayaan

pribadi pemegang saham dan harta kekayaan PT tidak dapat dibedakan dan terjadi percampuran. Pada dasarnya, tanggung jawab pemegang saham terhadap utang perseroan adalah hanya pada modal saham yang disetorkan oleh pemegang saham


(24)

kepada perseroan, kecuali jika dia memenuhi unsur-unsur doctrine of separate corporate personality dan doctrine of piercing the corporate veil.23

Adapun hak-hak yang dimiliki oleh para pemegang saham antara lain seperti yang akan dijabarkan di bawah ini hak memesan efek, hak mengajukan gugatan ke pengadilan, hak saham dibeli dengan harga yang wajar, hak meminta ke pengadilan negeri menyelenggarakan RUPS, dan hak menghadiri RUPS.

F. Spesifikasi Penelitian

1. Jenis, pendekatan dan sifat penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah Penelitian Hukum Normatif. Jenis penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mengkaji kualitas dari norma hukum itu sendiri yang

dilakukan berdasarkan perundang-undangan24. Penelitian ini dikaji berdasarkan

peraturan perundang-undangan, antara lain : Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan.

Pendekatan penelitian dalam menyusun skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dengan menganalisa permasalahan dalam penelitian melalui

23

Frans Satrio Wicaksono, Op.Cit., hlm. 113-114.

24

Diambil dari Law Education, http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/metode-penelitian-hukum, diakses pada tanggal 02 Maret 2014.


(25)

pendekatan terhadap asas-asas hukum, pendekatan terhadap sistematika hukum,

pendekatan sinkronisasi hukum, sejarah hukum serta perbandingan hukum.25

Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang suatu hal tertentu dan

pada saat tertentu.26

2. Alat Pengumpul Data

Materi dalam penelitian ini diambil dari data sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah :

a. Bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait,

antara lain :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2004 tentang Yayasan.

4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Yayasan.

b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul

skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya yang diperoleh melalui media cetak maupun media elektronik.

c. Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang memberi

petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti : jurnal ilmiah, kamus hukum, dan bahan-bahan lain yang

25

Diambil dari http://dspace.library.uph.edu:8080/bitstream/123456789/937/2/lw-05-03-2006-jenis_metode_dan_pendekatan.pdf, Diakses Pada Tanggal 21 Maret 2014.


(26)

relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam menyusun skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui teknik studi pustaka yaitu mengumpulkan, mempelajari, menganalisa dan membandingkan buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Selain itu, pengumpulan data dilakukan juga melalui media elektronik/internet.

4. Analisis data

Metode analis data yang digunakan penulis adalah metode kualitatif dimana data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelesan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Penggungaan metode kualitatif akan menghasilkan data yang bersifat deskriptif analistik.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab untuk mempermudah penulisan dan penjabaran dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan spesifikasi penelitian yang berkaitan dengan pembahasan tanggung jawab yayasan sebagai pemegang saham melalui penyertaan modal dalam PT


(27)

BAB II PENGATURAN KEPEMILIKAN SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS

Pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah pengertian perseroan terbatas sebagai badan hukum, organ-organ dalam perseroan terbatas, saham sebagai bukti kepemilikan, jenis-jenis kepemilikan saham dalam perseroan terbatas dan prinsip-prinsip umum terkait kepemilikan saham.

BAB III KEDUDUKAN YAYASAN DALAM PENYERTAAN MODAL

PADA PERSEROAN TERBATAS

Pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah pengertian yayasan sebagai badan hukum nirlaba, kekayaan yayasan, organ-organ yayasan, landasan hukum penyertaan modal oleh yayasan pada perseroan terbatas, kedudukan yayasan dalam penyertaan modal pada perseroan terbatas.

BAB IV TANGGUNG JAWAB YAYASAN SEBAGAI PEMEGANG

SAHAM TERKAIT PRINSIP PIERCING THE CORPORATE VEIL

Pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah prinsip piercing the

corporate veil terhadap tindakan pemegang saham menurut

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tanggung jawab yayasan sebagai pemegang saham terkait

prinsip piercing the corporate veil, akibat hukum

pertanggungjawaban pribadi yayasan terhadap kekayaan yayasan.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran menyangkut permasalahan yang ada dalam penulisan ini.


(28)

BAB II

PENGATURAN KEPEMILIKAN SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS

A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum

Pada ketetuan Pasal 1 UU PT disebutkan apa yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas, yaitu :

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

Melalui batasan yang diberikan tersebut di atas ada lima hal pokok yang

dapat kita kemukakan di sini :27

1. Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum;

2. Didirikan berdasarkan perjanjian;

3. Menjalankan usaha tertentu;

4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham;

5. Memenuhi persyaratan undang-undang.

Ilmu hukum mengenal dua macam subjek hukum, yaitu subjek hukum pribadi (orang perorangan) dan subjek hukum berupa badan hukum. Terhadap masing-masing subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan yang lainnya, meskipun dalam hal-hal tertentu terhadap keduanya

dapat diterapkan suatu aturan yang berlaku umum.28

27

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2000), hlm. 7.

28Ibid


(29)

Salah satu ciri khas yang membedakan subjek hukum pribadi dengan subjek hukum berupa badan hukum adalah saat lahirnya subjek hukum tersebut, yang pada akhirnya akan menentukan saat lahirnya hak-hak dan kewajiban bagi masing-masing subjek hukum tersebut. Pada subjek hukum pribadi, status subjek hukum dianggap telah ada bahkan pada saat pribadi orang perseorangan tersebut berada dalam kandungan (Pasal 1 ayat (2)) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Keberadaan status badan hukum baru diperoleh setelah adanya pengesahan dari pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan para pendiri, pemegang saham, maupun para

pengurusnya.29

Pada UU PT ditegaskan bahwa perseroan merupakan badan hukum yang hidup karena undang-undang menghendaki. Sejalan dengan hal tersebut, Yahya

Harahap menyebutkan bahwa PT sebagai badan hukum adalah makhluk hukum (a

creature of law). Hal ini berbeda dengan KUHD yang tidak tegas menyebutkan

suatu perseroan merupakan badan hukum.30

Sebagai badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum

seperti yang ditentukan dalam UU PT. Unsur-unsur tersebut adalah :31

1. Organisasi yang teratur

Organisasi yang teratur ini dapat diketahui dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), direksi, dan komisaris (Pasal 1 angka (2) UU PT). Keteraturan organisasi perseroan dapat

29 Ibid. 30

Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban Pemberitahuan oleh Direksi (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 14.

31


(30)

diketahui melalui ketentuan UU PT, anggaran dasar perseroan, keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, keputusan dewan komisaris, keputusan direksi dan peraturan-peraturan perusahaan lainnya yang dikeluarkan dari waktu ke waktu.

2. Harta kekayaan sendiri

Memiliki harta kekayaan tersendiri yang dicatatkan atas namanya sendiri dan pertanggungjawaban sendiri atas setiap tindakan, perbuatan, termasuk perjanjian yang dibuat.

3. Melakukan hubungan hukum sendiri

Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan pihak ketiga yang diwakili oleh pengurus yang disebut direksi dan komisaris. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Direksi berada dalam pengawasan dewan komisaris di dalam melaksanakan kegiatannya, yang dalam hal-hal tertentu “membantu” direksi dalam menjalankan tugasnya tersebut.

4. Mempunyai tujuan sendiri

Tujuan tersebut ditentukan dalam anggaran dasar perseroan. Tujuan utama

perusahaan adalah memperoleh keuntungan/laba karena perseroan

menjalankan perusahaan.

Perseroan terbatas dapat dipersamakan dengan Limited Liability Company

yang oleh Bainbridge memiliki ciri-ciri:32

32


(31)

1. Associates; (pendirian Limited Liability Company (LLC), didasarkan pada berkumpulnya subjek hukum dan berkumpulnya modal);

2. A business purpose; (pendirian dari LLC, harus ditujukan untuk kepentingan mencari keuntungan);

3. Continuity of life; (hidupnya LLC terpisah dari hidupnya para pengurus (management), pergantian manajemen tidak mengakibatkan kematian dari LLC);

4. Centralization of management; (pendiri LLC terpisah dari LLC sebagai legal entity, dalam penyelenggaraan kegiatan LLC, pendiri tidak dapat mencampuri manajemen dari perseroan);

5. Limited liability; (LLC secagai legal entity, memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari pendirinya dan bersifat mandiri, oleh karena itu pendiri sebagai pemegang saham terbatas tanggung jawabnya pada saham yang dimilikinya); 6. Free transferability of ownership; (kepemilikan atas saham suatu LLC adalah

tidak diam, tetapi dapat diperdagangkan dan dialihkan kepada pihak lain, sehingga kepemilikan atas saham suatu LLC tidak selalu dimiliki oleh pendiri).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui ciri pokok dari PT, yaitu mempunyai kekayaan sendiri, ada para pemegang saham yang bertindak sebagai pemasok modal, tanggung jawabnya tidak melebihi modal yang disetor, harus ada pengurusan yang terorganisir guna mewakili perseroan dalam menjalankan aktivitasnya dalam lalu lintas hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan serta tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan-perikatan


(32)

yang dibuat oleh PT.33 Sebagai badan hukum, PT menyandang hak dan kewajibannya tersendiri, terlepas dari hak dan kewajiban para pemegang saham, anggota direksi dan komisaris PT sehingga PT dikatakan memiliki sifat tanggung jawab yang terbatas, yaitu terbatas bagi para pemegang saham, anggota direksi

dan komisaris perseroan.34

Suatu PT secara hukum baru ada sebagai subjek hukum yaitu berstatus badan hukum setelah akta pendiriannya mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman. Hal ini berarti bahwa sebelum pengesahan itu PT tidak ada atau

bukan sebagai subjek hukum.35 Sebagai badan hukum, orientasi pendirian PT

adalah melakukan kegiatan usaha yang menghasilkan laba/keuntungan. Melakukan kegiatan usaha artinya menjalankan perusahaan. Kegiatan usaha yang dilakukan perseroan adalah dalam bidang ekonomi baik industri, perdagangan maupun jasa yang bertujuan memperoleh keuntungan/laba. Pendirian perseroan sebagai suatu bentuk perjanjian wajib memiliki objek tertentu. Objek tersebut dicerminkan dalam bentuk pendirian perseroan dengan tujuan untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu yang “halal”. Perseroan tidak dapat didirikan dan

dijalankan jika ia tidak memiliki tujuan dan kegiatan usaha yang jelas.36

B. Organ-Organ dalam Perseroan Terbatas

Sebagai suatu badan hukum, pada prinsipnya PT dapat memiliki segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh setiap orang-perorangan, dengan pengecualian hal-hal yang bersifat pribadi, yang hanya mungkin dilaksanakan

33

Ibid. 34

Gunawan Widjaja II, Op.Cit., hlm. 1.

35

Hardijan Rusli, Op.Cit., hlm. 25.

36


(33)

oleh orang-perorangan, seperti yang diatur dalam buku pertama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan sebagian dari buku kedua Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Perdata tentang kewarisan. Pelaksanaan segala hak dan kewajiban tersebut dilaksanakan oleh organ perseroan dimana ilmu hukum telah merumuskan fungsi dan tugas dari masing-masing organ perseroan tersebut, yang berbeda satu dengan yang lainnya. Organ-organ tersebut antara lain adalah Rapat

Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris.37

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Sebagaimana diketahui, UU PT tidak lagi mengenal RUPS sebagai organ

perseroan yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam perseroan.38 Pada Pasal 1

angka 4 UU PT dinyatakan pengertian Rapat Umum Pemegang Saham yaitu: “Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.”

Adapun wewenang RUPS yang diberikan oleh UU PT adalah sebagai berikut :39

a. Menyetujui perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk

kepentingan perseroan yang belum didirikan sehingga perbuatan hukum calon pendiri tersebut mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum (Pasal 13 ayat (1) UU PT);

37

Ibid., hlm. 77.

38

Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 3.

39Ibid


(34)

b. Menyetujui perbuatan hukum yang dilakukan pendiri setelah pendirian PT namun sebelum PT memperoleh status badan hukum (Pasal 14 UU PT);

c. Menyetujui usulan perubahan anggaran dasar perseroan (Pasal 19-28 UU

PT);

d. Menyetujui penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak (Pasal

34 ayat (3) UU PT);

e. Menyetujui hak tagih pemegang saham atau kreditor terhadap perseroan

sebagai kompensasi penyetoran saham dalam permodalan perseroan (Pasal 35 UU PT);

f. Menyetujui maksud perseroan untuk membeli kembali saham (buy back)

yang telah dikeluarkan (Pasal 38 UU PT);

g. Menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan atas maksud

perseroan untuk membeli kembali saham (buy back) yang telah

dikeluarkan kepada dewan komisaris (Pasal 39 UU PT);

h. Menyetujui penambahan modal perseroan yaitu modal dasar, modal

ditempatkan dan modal disetor (Pasal 41 ayat (1) UU PT);

i. Menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan pelaksanaan

keputusan RUPS tentang penambahan modal perseroan kepada dewan komisaris (Pasal 41 ayat (2) UU PT);

j. Menyetujui pengurangan modal perseroan, yaitu modal dasar, modal

ditempatkan, dan modal disetor (Pasal 44 UU PT);

k. Menyetujui pemindahan hak atas saham apabila disyaratkan oleh anggaran


(35)

l. Menolak untuk mengesahkan laporan keuangan perseroan yang termasuk dalam kualifikasi perseroan yang bergerak di bidang pengerahan dana masyarakat atau perseroan yang mengeluarkan surat pengakuan utang atau perseroan yang merupakan perseroan terbuka atau perseroan merupakan persero atau perseroan yang mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha paling sedikit Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) atau perseroan yang laporan keuangannya wajib diaudit Akuntan Publik sebagaimana disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, yang mana direksi perseroan tersebut ternyata tidak menyerahkan laporan keuangan perseroan tersebut kepada akuntan publik untuk diaudit (Pasal 68 ayat (1) dan (2) UU PT);

m. Menyetujui laporan tahunan perseroan dan mengesahkan perhitungan

tahunan perseroan (Pasal 69 ayat (1) UU PT);

n. Menyetujui penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah

penyisihan untuk cadangan (Pasal 71 ayat (1) UU PT);

o. Mengatur tata cara pengambilan dividen yang telah dimasukkan ke dalam

cadangan khusus (Pasal 73 ayat (2) UU PT);

p. Menyetujui penggabungan (merger), peleburan, pengambilalihan atau

pemisahan, pengajuan permohonan agar perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya dan pembubaran perseroan (Pasal 89 ayat (1) UU PT);

q. Mengangkat anggota direksi (Pasal 94 ayat (1) UU PT) dan anggota dewan


(36)

r. Memberhentikan anggota direksi (Pasal 94 ayat (5) jo Pasal 105 ayat (1) UU PT) dan anggota dewan komisaris (Pasal 115 ayat (5) dan Pasal 119 UU PT);

s. Menetapkan pembatasan atau persyaratan kewenangan direksi (Pasal 98

ayat (3) UU PT);

t. Menunjuk pihak di luar anggota direksi dan dewan komisaris Perseroan

untuk mewakili perseroan dalam hlm terdapat seluruh anggota direksi dan

dewan komisaris mempunyai benturan kepentingan (conflict of interest)

dengan perseroan (Pasal 99 ayat (2) huruf c UU PT);

u. Menyetujui maksud direksi untuk mengalihkan kekayaan atau menjadikan

jaminan utang kekayaan perseroan yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari kekayaan bersih perseroan (Pasal 102 ayat (1) UU PT);

v. Menyetujui atau menolak rencana/maksud direksi untuk mengajukan

permohonan pailit atas perseroan (Pasal 104 ayat (1) UU PT);

w. Mencabut atau menguatkan keputusan dewan komisaris yang

memberhentikan sementara anggota direksi (Pasal 106 ayat (6) UU PT);

x. Mengangkat komisaris independen (Pasal 120 ayat (2) UU PT);

y. Menyetujui rancangan penggabungan yang disusun direksi dan

sebelumnya telah mendapatkan persetujuan dewan komisaris perseroan (Pasal 123 ayat (3) UU PT);

z. Menunjuk likuidator (Pasal 142 ayat (3) jo Pasal 145 ayat (2) UU PT);

2. Direksi

Salah satu organ yang cukup penting dalam menjalankan kegiatan PT adalah direksi. Direksi disebut cukup penting karena direksilah yang


(37)

mengendalikan perusahaan dalam kegiatan sehari-hari. Tidak berlebihan jika masyarakat berpandangan posisi direksi dalam suatu perusahaan identik dengan pemilik perusahaan. Pandangan yang demikian tidaklah sepenuhnya dapat disalahkan, terlebih lagi dalam PT Tertutup dimana pemegang sahamnya didominasi oleh kalangan keluarga, hampir dapat dipastikan yang duduk di posisi

direksi pun adalah dari kalangan pemilik perusahaan sendiri.40

Menurut Pasal 1 angka 5 UU PT yang dimaksud dengan direksi adalah sebagai berikut:

“Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”

Defenisi di atas memperlihatkan bahwa istilah tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi hampir memiliki arah dan maksud yang sama, yaitu melakukan pengurusan perseroan (sesuai dengan maksud dan tujuan dalam anggaran dasar perseroan) dan mewakili perseroan (baik di dalam maupun di luar pengadilan). Ada tiga macam tanggung jawab anggota direksi yang diatur dalam Pasal 97 UU PT, yaitu seperti berikut :

1. Bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan dengan itikad baik.

2. Bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila

yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

40

Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas (Bandung : Nuansa Aulia, 2006), hlm. 43.


(38)

3. Bertanggung jawab secara renteng dalam hal direksi terdiri atas dua orang

atau lebih atas kerugian yang sama seperti pada poin 2 di atas.41

Ada beberapa kewajiban direksi yang ditetapkan oleh UU PT, antara lain

sebagai berikut :42

1. Direksi wajib :

a. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan

risalah rapat direksi.

b. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan perseroan.

c. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan perseroan.

2. Anggota direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang

dimiliki anggota anggota direksi yang bersangkutan dan atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. Anggota direksi yang tidak melaksanakan kewajiban dimaksud dan menimbulkan kerugian bagi perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan tersebut.

3. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan

perseroan atau menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari lima puluh persen jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.

4. Direksi wajib mendaftarkan dalam daftar perusahaan, seperti berikut :

a. Akta Pendirian beserta surat pengesahan menteri Hukum dan HAM.

41

Mulhadi, Op.Cit., hlm. 103.

42Ibid


(39)

b. Akta Perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri Hukum dan HAM (untuk perubahan yang bersifat mendasar).

c. Akta Perubahan Anggaran Dasar beserta pemberitahuan kepada Menteri

Hukum dan HAM (untuk perubahan lainnya).

3. Dewan komisaris

Dewan komisaris menurut Pasal 1 angka (6) UU PT adalah sebagai berikut:

“Dewan komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan

pengawasan secara umum atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta

memberi nasihat kepada direksi.”

Dewan komisaris mempunyai tanggung jawab melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi. Pengawasan tersebut ditujukan atas kebijakan pengurusan perseroan, dan jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan. Pengawasan dan pemberian nasihat tersebut dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh dewan komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan

perseroan.43

Ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh dewan komisaris yaitu

sebagai berikut :44

a. Membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya.

Risalah rapat dewan komisaris memuat segala sesuatu yang dibicarakan

43

Ibid., hlm. 106.

44Ibid.,


(40)

dan diputuskan dalam rapat tersebut, sedangkan yang dimaksud dengan salinannya adalah salinan risalah rapat dewan komisaris karena risalah asli tersebut dipelihara direksi.

b. Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan saham atau

keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain. Demikian juga dengan setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib juga dilaporkan.

c. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan

selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS. Laporan dewan komisaris mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) UU PT.

Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, dewan komisaris punya kewajiban dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dewan komisaris yang dalam keadaan dan waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 118 ayat (1) berlaku semua ketentuan, wewenang, dan kewajiban direksi terhadap

perseroan dan pihak ketiga.45

C. Saham sebagai Bukti Kepemilikan

1. Pengertian Saham

Saham disebut dengan andeel di dalam bahasa Belanda,dan dalam bahasa

Inggris disebut dengan istilah share atau stock. Saham adalah suatu kepentingan

kepemilikan (ownership interest) dalam suatu perusahaan, yang biasanya tercipta

45Ibid.


(41)

dengan memberikan kontribusi ke dalam modal dari perusahaan yang

bersangkutan.46 Ada yang memberi arti kepada saham (in casu saham perusahaan)

sebagai suatu bagian dalam kepemilikan suatu perusahaan atau suatu modal yang ditanam dalam suatu perusahaan seperti yang diwakili oleh bagian-bagian dari modal itu yang dimiliki oleh individu masing-masing dalam bentuk sertifikat

saham.47 Sementara itu, dalam Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa yang

dimaksudkan dengan saham (share of corporate stock) adalah bagian yang

proporsional dari hak-hak tertentu dalam manajemen dan profit dari suatu perusahaan selama masa eksistensinya dan dalam asetnya manakala perusahaan

dibubarkan.48

Setiap saham yang telah diterbitkan harus menunjukkan nilai nominal atau biasa disebut dengan “nilai pari”. Secara teori, nilai nominal saham memberikan arti nilai yang merupakan tanggung jawab pemegang setiap lembar saham. Nilai nominal saham juga menunjukkan hak pemegang saham atas aktiva bersih setelah kewajiban kepada pihak ketiga dilunasi pada saat perseroan dilikuidasi. Hakikat tanggung jawab terbatas pemegang saham terletak pada berapa besar nilai nominal saham yang dimiliki. Saham yang dijual di bawah nilai nominal saham menyebabkan si pemegang saham memiliki kewajiban kontijensi membayar

46

Ibid., hlm. 109.

47Munir Fuady (selanjutnya disebut Munir Fuady I), Hukum Perusahaan Dalam

Paradigma Hukum Bisnis (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 35. 48 Ibid.


(42)

sebesar nilai disagio49 tersebut kepada perseroan apabila perseroan tidak mampu

melunasi kewajibannya pada saat dilikuidasi.50

Saham merupakan modal perseroan yang paling utama pada saat perseroan tersebut didirikan, dan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UU PT, modal perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Saham ini, berbeda menurut jenis perseroannya, dapat dikeluarkan dalam macam dan bentuk yang beragam, selama saham-saham ini dikeluarkan dalam nominal mata uang Indonesia. Ketentuan UU PT tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal perseroan terdiri atas saham

tanpa nilai nominal.51

Pada ketentuan Pasal 31 Ayat (1) dan Pasal 33 Ayat (1) UU PT dikenal tiga macam modal dalam perseroan, yaitu modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Besarnya modal yang disetor harus sama dengan modal yang telah ditempatkan dan diambil bagian seluruhnya oleh para pemegang saham. Modal ditempatkan dan modal yang disetor tersebut sekurang-kurangnya harus mewakili 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh modal dasar perseroan. Selanjutnya, setiap peningkatan modal ditempatkan oleh perseroan harus disetor penuh. Peningkatan modal ditempatkan ini dilakukan dalam bentuk pengeluaran saham baru oleh perseroan. Pada prinsipnya dalam suatu perseroan, setiap pengeluaran saham baru harus ditawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham yang ada

49

Pengertian Nilai disagio adalah selisih kurang antara nilai yang sebenarnya dan nilai nominal yang tercantum pada satu sekuritas di nilai tukar alat pembayaran luar negeri atau turunnya nilai uang logam karena aus. Diakses melalui www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank, pada tanggal 16 April 2014.

50

Marisi P. Purba, Aspek Akuntansi Undang-Undang Perseroan Terbatas Suatu Pembatasan Kritis Atas Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008), hlm. 36.

51

Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Digadaikan (Medan : USU Press, 2012), hlm. 37.


(43)

dalam perseroan secara proporsional dengan pemilikan sahamnya untuk

masing-masing kelas saham.52

Peningkatan modal dapat dilakukan dari berbagai sumber, yaitu sebagai berikut :53

a. Dari pihak eksternal perusahaan,

b. Dari pihak pemerintah, dan

c. Peningkatan modal dari sumber internal fund.

Saham adalah bukti kepemilikan atas sejumlah modal dalam suatu PT. Demikian juga yang dirumuskan dalam Pasal 51 UU PT disebutkan modal adalah tentang sesuatu yang abstrak yang lebih merupakan wujud kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang pendiri atau pemegang saham sebagai suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan berdasarkan perjanjian pendirian perseroan terbatas, sedangkan saham merefleksikan sesuatu hak yang merupakan benda yang dapat dikuasai dengan hak milik, yang memiliki wujud konkret, yang dapat dilihat dan

dikuasai secara fisik oleh setiap pemegang saham dalam suatu PT.54

Secara teoritis dalam berbagai kepustakaan hukum perusahaan dikemukakan berbagai jenis saham. Misalnya dari sudut pandang manfaat, pada

dasarnya saham dapat dibagi dalam dua klasifikasi, yakni sebagai berikut:55

a. Saham biasa (common stocks). Kedudukan para pemegang saham sama

dan tidak ada yang diistimewakan untuk jenis saham ini.

b. Saham preferen (preferred stocks) atau sering juga disebut saham prioritas.

Pemegang saham mempunyai hak-hak tertentu untuk jenis saham ini.

52

Ibid., hlm. 38.

53

Munir Fuady I, Op.Cit., hlm. 52.

54

Megarita, Op.Cit., hlm. 39.

55


(44)

hak tertentu tersebut antara lain diberikan hak prioritas untuk membeli saham jika diterbitkan saham baru, diberi hak untuk mencalonkan atau dicalonkan menjadi direksi atau komisaris. Pada umumnya, hak semacam ini dicantumkan dalam anggaran dasar. Klausul semacam ini secara teknis yuridis dikenal dengan klausul oligarki.

Selain penggolongan dari segi manfaat, saham juga dapat dilihat dari segi

peralihannya yaitu sebagai berikut :56

a. Saham atas tunjuk (bearer stocks). Nama pemiliknya tidak disebutkan

dalam sertifikat saham untk jenis saham ini, sehingga pengalihannya mudah, cukup dari tangan ke tangan. Siapa yang menguasai atau memegang saham dianggap sebagai pemilik.

b. Saham atas nama (registered stocks). Nama pemilik dicantumkan dalam

sertifikat saham. Cara pengalihannya harus mengikuti prosedur tertentu yakni dengan dokumen peralihan hak. Nama pemiliknya dicatat dalam daftar buku pemegang saham dengan adanya dokumen peralihan hak. Jika nama pemegang saham sudah tercatat, maka mempunyai hak-hak sebagaimana lazimnya pemegang saham

Sesuai dengan ketentuan Pasal 53 Ayat (1) UU PT bahwa PT di dalam anggaran dasar harus ditetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih yang salah satu di antaranya adalah saham biasa. Klasifikasi saham yang ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai Pasl 53 ayat (4) UU PT adalah sebagai berikut :

a. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;

56


(45)

b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris;

c. Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar

dengan klasifikasi saham lain;

d. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima

dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;

e. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih

dahulu dari pemegang sagam klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi.

2. Arti Kepemilikan Saham

Bagian dari modal atau saham dapat diketahui siapa pemiliknya dan

berapa jumlahnya melalui daftar buku pemegang saham.57 Pada Pasal 50 ayat (1)

UU PT ditegaskan bahwa sebagai tanda bukti kepemilikan, maka nama pemegang saahm dicatat dalam buku Daftar Pemegang Saham. Perusahaan dapat menjalankan aktivitasnya sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perusahaan dengan terkumpulnya modal tersebut. Jika perusahaan mendapatkan keuntungan, maka pemilik modal (pemegang saham) berhak menikmati keuntungan yang lebih

dikenal dengan dividen. Besarnya dividen akan ditentukan dalam RUPS.58

Seperti yang telah dijelaskan, saham adalah bukti kepemilikan atas sejumlah modal dalam suatu PT. Modalnya sudah diinvestasikan di dalam perseroan dan ia berkedudukan sebagai pemegang saham. Saham sebagai bagian

57

Ibid., hlm. 53.

58Ibid


(46)

dari modal mempunyai konsekuensi yakni bagi pemilik saham mempunyai

hak-hak yang melekat kepada saham yang dimilikinya.59

Sebagai pemilik dari saham yang telah menyertakan modal dalam PT, maka UU PT telah mengatur hak-hak yang melekat oleh sebab kepemilikan saham tersebut. Pasal 52 ayat (1) UU PT menyatakan bahwa saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk :

1. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;

2. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;

3. Menjalankan hak lainnya berdasarkan UU PT ini.

Secara umum hak pemegang saham dapat dibedakan ke dalam :60

1. Hak individual yang melekat pada diri pemegang saham pribadi, yang dapat

dibagi lagi ke dalam:

a. Hak yang melekat pada penyelenggaraan atau pelaksanaan suatu Rapat

Umum Pemegang Saham;

b. Hak yang sama sekali tidak berkaitan atau berhubungan dengan

pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham.

2. Hak yang diturunkan dari perseroan, yang dinamakan dengan hak derivatif

(derivative suit atau derivative action).

Hak individual pemegang saham dalam PT adalah hak yang melekat pada diri pemegang saham, atas setiap lembar saham yang dimilikinya. Pada UU PT, hak-hak yang individual pemegang saham dapat ditemukan pengaturannya

dalam:61

59

Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm. 49.

60

Gunawan Widjaja II, Op.Cit., hlm. 69.

61Ibid


(47)

a. Pasal 43 ayat (1) UU PT, yaitu hak untuk ditawarkan terlebih dahulu jumlah saham yang seimbang dengan pemilikan sahamnya untuk kualifikasi saham yang sama, manakala PT bermaksud mengeluarkan saham baru dengan kelas saham yang sama.

b. Pasal 43 ayat (2) UU PT, yang menyatakan dalam hal saham yang akan

dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, pemegang saham yang ada berhak mengambil bagian terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham seseuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.

c. Pasal 51 jo. 48 ayat (1) UU PT tentang hak untuk memperoleh setiap

lembar saham yang dikeluarkan oleh PT.

d. Hak untuk menjual dan atau mengalihkan dalam bentuk apapun saham

yang dimiliki olehnya sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU PT.

e. Hak untuk ditawarkan terlebih dahulu jumlah saham seimbang dengan

pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama, apabila ada pemegang saham yang bermaksud untuk menjual sahamnya (Pasal 57 ayat (1) UU PT).

f. Pasal 60 ayat (2) UU PT, yang menyatakan bahwa saham dapat diagunkan

dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar.

g. Pasal 61 ayat (1) UU PT yang secara tegas memberikan hak kepada setiap

pemegang saham untuk mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang


(48)

dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, direksi dan/atau dewan komisaris.

h. Pasal 62 ayat (1) UU PT, yaitu hak untuk meminta kepada perseroan agar

sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa perubahan anggaran dasar, pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan atau penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan.

i. Pasal 71 UU PT terkait dengan pembagian dividen dan Pasal 72 terkait

dengan dividen interim/sementara62.

j. Pasal 79 ayat (2) UU PT terkait dengan hak 1 (satu) orang atau lebih

pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menetukan suatu jumlah yang lebih kecil untuk meminta penyelenggaraan RUPS.

k. Pasal 80 ayat (1) UU PT, terkait dengan keadaan dimana direksi atau

dewan komisaris atau dewan komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang ditentukan, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumya meliputi tempat kedudukan

62

Dividen interim/dividen sementara adalah dividen yang dinyatakan dan dibayarkan sebelum laba tahunan perusahaan ditetapkan. Biasanya pembayaran dilakukan secara berkala (per triwulan) selama tahun berjalan. Diakses melalui www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank, pada tanggal 16 April 2014.


(49)

perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS.

l. Pasal 82 ayat (4) UU PT, mengenai hak untuk meminta salinan bahan

RUPS dari perseroan.

m. Pasal 85 ayat (1) UU PT, pemegang saham berhak menghadiri RUPS dan

mengggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.

n. Pasal 138 ayat (1) UU PT memberikan hak kepada 1 (satu) pemegang

saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara untuk memohon pemeriksaan PT.

o. Pasal 144 ayat (1) UU PT memberikan hak kepada 1 (satu) pemegang

saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, berhak mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS.

Selain itu hak-hak tersebut di atas, hak pemegang saham juga dapat dikategorikan juga ke dalam :

a. Hak untuk melakukan pengendalian terhadap PT, berlaku bagi pemegang

saham mayoritas/pengendali

b. Hak untuk melakukan pengawasan terhadap PT, dinikmati oleh pemegang

saham minoritas (non-pengendali).

Selain memiliki hak oleh karena kepemilikan saham, pemegang saham juga memiliki kewajiban. Kewajiban pemegang saham yang paling utama adalah menyetor bagian saham yang harus dibayar dan selama belum dibayar penuh, ia


(50)

tidak dibolehkan pindah ke tangan lain tanpa persetujuan PT. Kewajiban umum pemegang PT adalah mengurus harta kekayaan perseorangan, mengemudi

usaha-usaha perseroan dan mewakili PT di dalam dan di luar hukum.63

Sebagai pemegang saham, maka ada tanggung jawab terbatas yang melekat pada saham yang dimiliki pemegang saham. Salah satu prinsip dari PT adalah terbatasnya tanggung jawab para pemegang saham sebatas besarnya saham yang dimilikinya dan prinsip ini yang dapat membedakan PT dari bentuk-bentuk usaha yang lainnya, hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) UU PT yaitu pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertangggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Ini mempertegas ciri perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.

D. Jenis-Jenis Kepemilikan Saham dalam Perseroan Terbatas 1. Kepemilikian Melalui “Holding Company”64

Di dalam struktur kepemilikan saham PT dimungkinkan terjadinya pemilikan saham oleh satu induk perusahaan ke dalam lebih dari satu anak perusahaan dan selanjutnya, sehingga membentuk suatu kepemilikan bertingkat yang pada akhirnya bermuara pada suatu “Holding company” dengan anak

perusahaan, cucu perusahaan dan seterusnya.

2. Kepemilikan Piramid oleh Perseroan65

63

Farida Hasyim, Hukum Dagang (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm.155.

64

Gunawan Widjaja II, Op.Cit., hlm. 41.

65Ibid.,


(51)

Di samping kepemilikan melalui holding company, seringkali dalam kepemilikan saham perseroan, terjadi kepemilikan piramid. Kepemilikan piramid adalah pengendalian suatu perseroan oleh pemegang saham minoritas dalam suatu perusahaan, sekaligus yang juga merupakan pemegang saham pengendali pada pemegang saham mayoritas perseroan tersebut.

3. Kepemilikan Sendiri oleh Perusahaan66

Larangan kepemilikan sendiri adalah larangan yang ditujukan kepada suatu PT untuk menjadi pemilik dan atau menguasai sahamnya sendiri secara langsung. Dikatakan langsung karena perseroan memiliki dan atau menguasai sahamnya sendiri tanpa melalui perseroan perantara. Kepemilikan langsung atau penguasaan langsung oleh perseroan atas saham-saham miliknya sendiri jelas dapat menciptakan kesewenang-wenangan dalam PT, oleh karena PT tersebut menjadi tidak dapat lagi dikontrol dan diawasi. Bersatunya pemilikan dan pengurusan perseroan di bawah satu kendali, yaitu direksi sebagai wakil perseroan sebagai pemilik dan direksi sekaligus sebagai organ yang melaksanakan fungsi

pengurusan dan perwakilan jelas sangat bertentangan dengan prinsip Good

Corporate Governance sehingga kepemilikan jenis ini pada umumnya dilarang.

4. Kepemilikan Oleh Anak Perusahaan67

Larangan kepemilikan jenis ini seringkali disebut juga dengan larangan kepemilikan saham sendiri secara tidak langsung. Disebut tidak langsung adalah karena perseroan memiliki dan atau menguasai sahamnya sendiri melalui perseroan perantara. Kepemilikan tidak langsung atau penguasaan langsung perseroan oleh anak perusahaannya jelas dapat mengurangi efektifitas kontrol dan

66

Ibid., hlm. 44.

67Ibid


(1)

87

kerugian atas perbuatan PT juga dapat menyebabkan yayasan dinyatakan pailit sebagai akibat kegagalan kegiatan usaha dimana hal ini sebenarnya bukan kegiatan utama yayasan.


(2)

88

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan permasalahan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat dihasilkan kesimpulan antara lain :

1. Pengaturan kepemilikan saham telah cukup jelas, rinci dan memberikan kepastian hukum bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas beserta peraturan pelaksananya. Adapun pengaturan kepemilikan saham terkait pada siapa yang dapat menjadi pemegang saham, bukti kepemilikan saham berupa saham, hak-hak dan tanggung jawab yang melekat pada pemegang saham, perlindungan hukum bagi pemegang saham serta jenis kepemilikan saham yang boleh dan dilarang dalam PT.

2. Kedudukan yayasan dalam melakukan penyertaan modal pada PT adalah sebagai pemegang saham. Berdasarkan kedudukannya sebagai pemegang saham, yayasan memiliki hak-hak/wewenang, tanggung jawab dan mendapatkan perlinsungan hukum seperti yang diatur dalam ketentuan yang berlaku.Yayasan akan mendapatkan hak-hak seperti menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi dan menjalankan hak lainnya berdasarkan UU PT. 3. Pada dasarnya dalam PT tanggung jawab pemegang saham adalah terbatas

pada nilai saham yang dimilikinya. Namun, pertanggungjawaban terbatas ini dapat diterobos oleh prinsip piercing the corporate veil antara lain oleh karena badan usaha belum berstatus badan hukum, pemegang saham yang


(3)

89

bersangkutan beritikad tidak baik, melakukan perbuatan melawan hukum bersama perseroan dan menggunakan kekayaan perseroan sehingga kekayaan perseroan tidak cukup. Yayasan sebagai pemegang saham jika dikaitkan dengan prinsip piercing the corporate veil akan mengakibatkan tanggung jawab terbatasnya menjadi hapus dan terhadap kerugian atau utang dapat dikenakan ke kekayaan yayasan.

B. Saran

Adapun saran yang dikemukakan setelah memperoleh kesimpulan adalah sebagai berikut :

1. Sebaiknya yayasan melakukan kegiatan usaha yang dapat menguntungkan bagi yayasan untuk menjalankan kegiatan yayasan yang bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan sehingga tidak bergantung kepada sumbangan. 2. Sebaiknya yayasan bersikap hati-hati dalam melakukan usaha melalui

penyertaan modal khususnya di bidang usaha prospektif dimana dimungkinkan yayasan dikenakan prinsip piercing the corporate veil yang mengakibatkan pertanggungjawaban pribadi yayasan.

3. Hendaknya dalam melakukan kegiatan usaha sebaiknya dilakukan mekanisme pengawasan yang baik agar yayasan tidak menyimpang dari kegiatan semula.


(4)

C. Kamus

Kamus istilah hukum fockema andreae Belanda-Indonesia, Binacipta, 1983

D. Website

Benny Batara Tumpal Hutabarat, http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20170307-S57-Penerapan%20prinsip.pdf, Diakses pada tanggal 18 Februari 2014. Liza Marina, Prinsip Tanggung Jawab Terbatas Menurut Undang-undang

Perseroan Terbatas dan Aplikasinya Terhadap Doktin Piercing the corporateveil, http://supremasihukumusahid.org.attachments/article/, diakses pada tanggal 09 Maret 2013.

http://dspace.library.uph.edu:8080/bitstream/, Diakses Pada Tanggal 21 Maret

2014

http://yosafatigulo.blogspot.com/2013/03/menggali-dana-yayasan-dengan-mendirikan.html, Diakses Pada Tanggal 23 Maret 2014.

http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/metode-penelitian-hukum, diakses pada tanggal 02 Maret 2014.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemegang_saham, Diakses Pada Tanggal 08 Maret 2013.


(5)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Adjie, Habib. Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas. Bandung: Mandar Maju, 2008.

Ali, Chidir. Badan Hukum. Bandung: Alumni, 1991.

Ais, Chatamarrasjid. Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Aktual Hukum Perusahaan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

. Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.

Borahima, Anwar. Kedudukan Yayasan Di Indonesia (Eksistensi, Tujuan dan Tanggung Jawab Yayasan). Jakarta: Prenada Media, 2010.

Fuady, Munir. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Harahap, M. Yahya. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Harris, Freddy dan Teddy Anggoro. Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban

Pemberitahuan oleh Direksi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010. Hasyim, Farida. Hukum Dagang. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Kansil, CST dan Christine ST Kansil. Kamus Istilah Aneka Hukum, Cet. 1. Jakarta: Pusat Sinar Harapan, 2000.

Kusumastuti Maria Suhardiadi, Arie. Hukum Yayasan di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Jakarta: Abadi, 2002.

Megarita. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Digadaikan. Medan: USU Press, 2012.

Muis, Abdul. Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat (Suatu Tinjauan Mengenai Yayasan Sebagai Badan Hukum Dalam Menjalankan kegiatan sosial). Medan: FH USU, 1991.

Mulhadi. Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.


(6)

P. Purba, Marisi. Aspek Akuntansi Undang-Undang Perseroan Terbatas Suatu Pembatasan Kritis Atas Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008.

Panggabean, H.P. Praktik Peradilan Menangani Kasus Aset Yayasan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002.

Rusli, Hardijan. Perseroan Terbatas Dan Aspek Hukumnya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Satrio Wicaksono, Frans. Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT). Jakarta: Visimedia, 2009.

Sembiring, Sentosa. Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas. Bandung: Nuansa Aulia, 2006.

Supramono, Gatot. Hukum Yayasan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Untung, Budi dkk. Reformasi Yayasan Perspektif Hukum dan Manajemen.

Yogyakarta: Andi, 2002.

Widijowati, Dijan. Hukum Dagang. Yogyakarta: Andi, 2012.

Widjaja, Gunawan. Suatu Panduan Komprehensif Yayasan di Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2002.

. Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham. Jakarta: Praninta Offset, 2008.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

B. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan