Studi Analisa Pengaruh Jumlah Kolom Destilasi Terhadap Kemurnian Methanol Berdasarkan Parameter TMA, Acetone, Ethanol, Acidity, Dan Water Content PT. Kaltim Methanol Industri Bontang, Kalimantan Timur

(1)

STUDI ANALISA PENGARUH JUMLAH KOLOM DESTILASI TERHADAP KEMURNIAN METHANOL BERDASARKAN

PARAMETER TMA, ACETONE, ETHANOL, ACIDITY, DAN WATER CONTENT PT. KALTIM METHANOL

INDUSTRI BONTANG, KALIMANTAN TIMUR

KARYA ILMIAH

M. DIMAS EKANANDA DAWANDONO 102401056

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

STUDI ANALISA PENGARUH JUMLAH KOLOM DESTILASI TERHADAP KEMURNIAN METHANOL BERDASARKAN

PARAMETER TMA, ACETONE, ETHANOL, ACIDITY, DAN WATER CONTENT PT. KALTIM METHANOL

INDUSTRI BONTANG, KALIMANTAN TIMUR KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya

M. DIMAS EKANANDA DAWANDONO NIM :102401056

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Studi Analisa Pengaruh Jumlah Kolom Destilasi Terhadap Kemurnian Methanol Berdasarkan Parameter TMA, Acetone, Ethanol, Acidity, Dan Water Content PT. Kaltim Methanol Industri Bontang, Kalimantan Timur

Kategori : Karya Ilmiah

Nama : M. Dimas Ekananda Dawandono Nomor Induk Mahasiswa : 102401056

Program Studi : Diploma III (D3) kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Mei 2013

Disetujui oleh

Program Studi Diploma 3 Kimia Dosen Pembimbing Ketua,

Dra. Emma Zaidar, M.Si. Dr. Minto Supeno, MS. NIP. 195512181987012001 NIP. 196105091987031002

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS. NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

STUDI ANALISA PENGARUH JUMLAH KOLOM DESTILASI TERHADAP KEMURNIAN METHANOL BERDASARKAN

PARAMETER TMA, ACETONE, ETHANOL, ACIDITY, DAN WATER CONTENT PT. KALTIM METHANOL

INDUSTRI BONTANG, KALIMANTAN TIMUR

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa Karya Ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2013

M. DIMAS EKANANDA DAWANDONO 102401056


(5)

PENGHARGAAN

Bismillaahhirrohmaanirrohiim.

Alhamdulillaahi Robbil aalamiin Penulis ucapkan sebagai suatu ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT yang Maha Esa atas kuasanya yang tetap mencurahkan berkah, rahmat, nikmat kesehatan jasmani dan rohani, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya (AMD) pada program studi Diploma 3 Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara dalam waktu yang telah ditetapkan.

Karya Ilmiah ini ditulis berdasarkan pengamatan dan pengalaman Penulis selama menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Kaltim Methanol Industri dari tangaal 05 Februari sampai dengan 01 Maret 2013. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan karena adanya keterbatasan pada Penulis, baik dari segi pengetahuan maupun waktu. Meski demikian Penulis mengharapkan Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan semua pihak yang telah membacanya serta dapat bermanfaat bagi Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Minto Supeno, MS sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya selama penyusunan Karya Ilmiah ini. Terima kasih kepada Dr. Rumondang Bulan, MS dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen dan Sekertaris Departemen Kimia FMIPA USU Medan, Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA USU, seluruh staff dan Dosen Kimia FMIPA USU, pegawai FMIPA USU dan rekan-rekan kuliah. Akhirnya tidak terlupakan kepada kedua orang tua saya Ir. Nono Sudarmono dan Hj. Ida Leidiani serta keluarga dan orang-orang terdekat yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya.

Medan, Mei 2013 Penulis


(6)

STUDI ANALISA PENGARUH JUMLAH KOLOM DESTILASI TERHADAP KEMURNIAN METHANOL BERDASARKAN

PARAMETER TMA, ACETONE, ETHANOL, ACIDITY, DAN WATER CONTENT PT. KALTIM METHANOL

INDUSTRI BONTANG, KALIMANTAN TIMUR

ABSTRAK

Telah dilakukan studi analisa pengaruh jumlah kolom destilasi terhadap kemurnian methanol berdasarkan parameter TMA, acetone, ethanol, acidity, dan water content, dimana analisa ini mengacu pada IMPCA (international Methanol Producers & Consumers Assocition) revisi 2010 dengan analisa menggunakan metode kromatografi gas untuk analisa TMA, acetone, dan ethanol, kemudian metode titrasi acidimetry untuk analisa acidity dan metode karl fischer untuk analisa water content. Analisa pengaruh jumlah kolom tersebut dilakukan dengan cara menghitung kadar impurities TMA, acetone, ethanol, air, dan asam asetat yang terkandung dalam methanol dari setiap keluaran kolom-kolom destilasi sehingga didapat hasil analisa yaitu berturut; (1) raw methanol Tank adalah 2478,8 ppb: 6,18653 ppm: 480,6267 ppm: 13,8667 %wt: 274 ppm, (2) bottom prerun column adalah 549,9267 ppb: 3,1023 ppm: 479,86 ppm: 12,91867 %wt: 262 ppm, (3) top pressure column F07 adalah 1,263 ppb: 2,9283 ppm 4,158 ppm: 0,0110367 %wt:23 ppm, (4) top atmospheric column F05 adalah 0,0489 ppb: 0,67 ppm: 1,615 ppm: 0,01725 %wt: 23,533 ppm. Dan juga didapat hasil perhitungan tingkat kemurnian methanol setelah melewati kolom-kolom tersebut. Hasil dari perhitungan yaitu: (1) Raw methanol tank adalah 90,63%, (2) Bottom prerun column adalah 96,235%, (3) Top pressure column F07 adalah99,9097 %, dan (4) Top atmospheric column adalah 99.93 %.

Pengaruh jumlah column destilasi terhadap kemurnian metanol adalah yang mana setiap kolom mempunyai fungsi dan spesialis masing-masing dalam memisahkan metanol dari impuritisnya, sehingga semakin meningkatkan kemurnianya.


(7)

STUDY ANALYSIS EFFECT OF TOTAL DISTILLATION COLUMN TO PURITY OF METHANOL BASED ON PARAMETERS TMA,

ACETONE, ETHANOL, ACIDITY, AND WATER CONTENT PT. KALTIM METHANOL INDUSTRI BONTANG,

KALIMANTAN TIMUR

ABSTRACT

Studies have been conducted analyzing the influence of the amount of the purity of the methanol distillation column based on parameters of TMA, acetone, ethanol, acidity, and water content, which this analysis refers to IMPCA (International Methanol Producers and Consumers Assocition) revised 2010 by analysis using gas chromatography method for the analysis of TMA , acetone, and ethanol, then acidimetry titration method for the analysis of acidity and karl fischer method for analysis of water content. Analysis of the influence of the number of columns is done by calculating the levels of impurities TMA, acetone, ethanol, water, acetic acid and methanol contained in the output of each distillation columns so that the analysis results are obtained respectively: (1) raw methanol Tank is 2478.8 ppb: 6.18653 ppm: 480.6267 ppm: 13.8667% wt: 274 ppm, (2) bottom prerun column is 549.9267 ppb: 3.1023 ppm: 479.86 ppm: 12.91867% wt: 262 ppm, (3) F07 column top pressure is 1,263 ppb: 2.9283 ppm 4.158 ppm: 0.0110367 wt%: 23 ppm, (4) top atmospheric column is 0.0489 ppb F05: 0.67 ppm: 1,615 ppm: 0.01725% wt: 23.533 ppm. And also obtained the results of the calculation of the level of purity methanol after passing through the columns. The results of the calculation are: (1) Raw methanol tank is 90.63%, (2) Bottom prerun column is 96.235%, (3) Top pressure column F07 adalah99, 9097%, and (4) Top atmospheric column is 99.93%.

Influence the amount of purity methanol distillation column is where each column has a function and each specialist in separating methanol of impurities, further enhancing of purity.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

BAB 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Analisa 4

1.4 Manfaat Analisa 4

BAB 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Metanol 5

2.2 Etanol 7

2.3 Aseton 8

2.4 Trimetilamin 9

2.5 Air 11

2.5.1 Sifat Air 11

2.5.2 Sumber Air 13


(9)

2.7 Distilasi 15

2.7.1 Distilasi PT. KMI 16

2.7.1.1 Prerun Column 17

2.7.1.2 Pressure Column 18

2.7.1.3 Atmospheric Column 19

2.8 Kromatografi 20

2.8.1 Konsep Polaritas Dalam Kromatografi 21

2.8.2 Kromatografi Gas 21

2.8.3 Prinsip Dasar Kromatografi Gas 22

2.9 Titrasi Karl Fischer 23

2.10 Titrasi Acidimetry 24

BAB 3. Metodologi Analisa

3.1 Alat Dan Bahan 26

3.1.1 Alat 26

3.1.2 Bahan 27

3.2 Prosedur Analisa 27

3.2.1 Pengambilan Sampel 28

3.2.2 Menghidupkan Alat Kromatografi Gas 28 3.2.3 Analisa TMA (Trimetilamine) 29

3.2.4 Analisa Aceton 29

3.2.5 Analisa Etanol 30

3.2.6 Analisa Water Content 31

3.2.7 Analisa Acidity 32

BAB 4. Hasildan Pembahasan

4.1 Hasil Data Analisa 33

4.1.1 Data Kadar TMA 33


(10)

4.1.3 Data Kadar Etanol 36

4.1.4 Data Kadar Air 37

4.1.5 Data Kadar AsamA setat 38

4.2 Analisa Data 40

4.3 Pembahasan 42

BAB 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 45

5.2 Saran 46


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

1.1 Spesifikasi Produk Metanol Murni 2

4.1 Standar TMA33 4.2 Hasil Analisa TMA Sampel Raw MeOH Tank 33

4.3 Hasil Analisa TMA Sampel Bottom Prerun Column 34

4.4 Hasil Analisa TMA Sampel Top Pressure Column F03 34

4.5 Hasil Analisa TMA Sampel Top Pressure Column F0734 4.6 Hasil Analisa TMA Sampel Top Atmospheric Column F05 34

4.7 Standar Acetone 35

4.8 Hasil Analisa Acetone Sampel Raw MeOH Tank 35

4.9 Hasil Analisa Acetone Sampel Bottom Prerun Column 35

4.10 Hasil Analisa Acetone Sampel Top Pressure Column F07 35

4.11 Hasil Analisa Acetone Sampel Top Atmospheric Column F05 36

4.12 Standar Etanol 36

4.13 Hasil Analisa Etanol Sampel Raw MeOH Tank 36

4.14 Hasil Analisa Etanol Sampel Bottom Prerun Column 36

4.15 Hasil Analisa Etanol Sampel Top Pressure Column F07 37

4.16 Hasil Analisa Etanol Sampel Top Atmospheric Column F05 37

4.17 Hasil Analisa Air Sampel Raw MeOH Tank 37

4.18 Hasil Analisa Air Sampel Bottom Prerun Column 38

4.19 Hasil Analisa Air Sampel Top Pressure Column F07 38

4.20 Hasil Analisa Air Sampel Top Atmospheric Column F05 38


(12)

4.22 Hasil Analisa Asetat Sampel Bottom Prerun Column 39 4.23 Hasil Analisa Asetat SampelTop Pressure Column F03 40 4.24 Hasil Analisa Asetat Sampel Top Atmospheric Column F05 40 4.25 Data Nilai Impuritis Standar (desain pabrik) Methanol 99,85% 41 4.26 Data Nilai Impuritis Sampel Methanaol 41


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Reaksi perubahan garam TMA menjadi TMA bebas 11 2.2 Diagram alir proses unit distilasi PT. KMI 20


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Reaksi pembentukan metanol 49 2 Reaksi pembentukan impuritis TMA, aseton, etanol, dan asam

asam asetat pada metanol 51


(15)

STUDI ANALISA PENGARUH JUMLAH KOLOM DESTILASI TERHADAP KEMURNIAN METHANOL BERDASARKAN

PARAMETER TMA, ACETONE, ETHANOL, ACIDITY, DAN WATER CONTENT PT. KALTIM METHANOL

INDUSTRI BONTANG, KALIMANTAN TIMUR

ABSTRAK

Telah dilakukan studi analisa pengaruh jumlah kolom destilasi terhadap kemurnian methanol berdasarkan parameter TMA, acetone, ethanol, acidity, dan water content, dimana analisa ini mengacu pada IMPCA (international Methanol Producers & Consumers Assocition) revisi 2010 dengan analisa menggunakan metode kromatografi gas untuk analisa TMA, acetone, dan ethanol, kemudian metode titrasi acidimetry untuk analisa acidity dan metode karl fischer untuk analisa water content. Analisa pengaruh jumlah kolom tersebut dilakukan dengan cara menghitung kadar impurities TMA, acetone, ethanol, air, dan asam asetat yang terkandung dalam methanol dari setiap keluaran kolom-kolom destilasi sehingga didapat hasil analisa yaitu berturut; (1) raw methanol Tank adalah 2478,8 ppb: 6,18653 ppm: 480,6267 ppm: 13,8667 %wt: 274 ppm, (2) bottom prerun column adalah 549,9267 ppb: 3,1023 ppm: 479,86 ppm: 12,91867 %wt: 262 ppm, (3) top pressure column F07 adalah 1,263 ppb: 2,9283 ppm 4,158 ppm: 0,0110367 %wt:23 ppm, (4) top atmospheric column F05 adalah 0,0489 ppb: 0,67 ppm: 1,615 ppm: 0,01725 %wt: 23,533 ppm. Dan juga didapat hasil perhitungan tingkat kemurnian methanol setelah melewati kolom-kolom tersebut. Hasil dari perhitungan yaitu: (1) Raw methanol tank adalah 90,63%, (2) Bottom prerun column adalah 96,235%, (3) Top pressure column F07 adalah99,9097 %, dan (4) Top atmospheric column adalah 99.93 %.

Pengaruh jumlah column destilasi terhadap kemurnian metanol adalah yang mana setiap kolom mempunyai fungsi dan spesialis masing-masing dalam memisahkan metanol dari impuritisnya, sehingga semakin meningkatkan kemurnianya.


(16)

STUDY ANALYSIS EFFECT OF TOTAL DISTILLATION COLUMN TO PURITY OF METHANOL BASED ON PARAMETERS TMA,

ACETONE, ETHANOL, ACIDITY, AND WATER CONTENT PT. KALTIM METHANOL INDUSTRI BONTANG,

KALIMANTAN TIMUR

ABSTRACT

Studies have been conducted analyzing the influence of the amount of the purity of the methanol distillation column based on parameters of TMA, acetone, ethanol, acidity, and water content, which this analysis refers to IMPCA (International Methanol Producers and Consumers Assocition) revised 2010 by analysis using gas chromatography method for the analysis of TMA , acetone, and ethanol, then acidimetry titration method for the analysis of acidity and karl fischer method for analysis of water content. Analysis of the influence of the number of columns is done by calculating the levels of impurities TMA, acetone, ethanol, water, acetic acid and methanol contained in the output of each distillation columns so that the analysis results are obtained respectively: (1) raw methanol Tank is 2478.8 ppb: 6.18653 ppm: 480.6267 ppm: 13.8667% wt: 274 ppm, (2) bottom prerun column is 549.9267 ppb: 3.1023 ppm: 479.86 ppm: 12.91867% wt: 262 ppm, (3) F07 column top pressure is 1,263 ppb: 2.9283 ppm 4.158 ppm: 0.0110367 wt%: 23 ppm, (4) top atmospheric column is 0.0489 ppb F05: 0.67 ppm: 1,615 ppm: 0.01725% wt: 23.533 ppm. And also obtained the results of the calculation of the level of purity methanol after passing through the columns. The results of the calculation are: (1) Raw methanol tank is 90.63%, (2) Bottom prerun column is 96.235%, (3) Top pressure column F07 adalah99, 9097%, and (4) Top atmospheric column is 99.93%.

Influence the amount of purity methanol distillation column is where each column has a function and each specialist in separating methanol of impurities, further enhancing of purity.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Metanol merupakan senyawa alkohol denga merupakan bent cairan yang mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan dari pada digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi industri etanol.

Salah satu perusahaan yang memproduksi methanol adalah PT. Kaltim Methanol Industri. PT. Kaltim Methanol Industri (KMI) didirikan dengan kapasitas produksi rancangan 2000 metrik ton/hari atau 660.000 metrik ton per tahun, yang pembangunannya dilaksanakan oleh LURGI (Lurgi Oel Gas Chemi GmbH) sebagai kontraktor utama sekaligus pemegang lisensi proses. Sejak awal berdirinya sasaran dan visi PT. KMI adalah menjadi perusahaan supplier metanol utama di kawasan Asia. Oleh karena itu PT. KMI sangat menjaga kulitas dan kemurnian metanol yang diproduksinya. PT. KMI memproduksi metanol grade AA yaitu metanol yang mempunyai kemurnian di atas 99,85%. Spesifikasi metanol dengan kualitas grade AA dapat dilihat pada Tabel 1.1 yang sesuai dengan standar internasional IMPCA.


(18)

Tabel 1.1 Spesifikasi Produk Methanol Murni Komponen Nilai

Kemurnian 99,85 %-wt Ethanol 5 ppm-wt Water content 50 ppm-wt Tri Methyl Amine 30-ppb Acetone 10-ppm Chloride 0,1 ppm-wt Total Fe 50 ppb-wt Acidity 30 ppm Alkalinity 30 ppm Appearance Clear Permanganat Time 60 minute SG20/20 0,7926 Sumber: IMPCA, 2010

Produksi metanol PT. KMI terdiri dari empat proses utama, yaitu desulphurizing, reforming, methanol synthesis dan distillation. Proses ini didukung oleh sistem utilitas yang menyediakan kebutuhan air, listrik, steam, oksigen dan udara. Metanol dibuat dari gas sintesis CO, CO2, dan H2 yang berasal dari bahan baku gas alam (KMI, 1997).

Metanol disintesis pada reaktor yang berisi katalis Zn/Cu/Al2O3, di mana reaksi bersifat eksotermis. Hasil dari sintesis metanol pada rekator tersebut merupakan raw metanol yang kemurniannya sekitar 89,5-90,5 %, sehingga masih banyak mengandung zat-zat pengotor. Untuk menghasilkan metanol dengan kemurnian yang tinggi PT. KMI menggunakan teknik pemisahan destilasi fraksionasi untuk memisahkan metanol dari zat-zat pengotornya seperti ethanol, acetone, trimetilamine, asam asetat dan air serta melakukan


(19)

analisa bersekala pada sampel metanol yang diambil dari hasil sintesis dan destilasi, di antaranya dengan metode kromatografi gas, acidimetry dan titrasi karl fischer.

Destilasi fraksionasi adalah proses pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih dua atau lebih komponen zat yang tidak jauh berbeda atau kurang dari 20 0C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau pada tekanan rendah (Van Winkel, 1967). Perbedaan distilasi fraksionasi dan distilasi sederhana adalah adanya kolom fraksionasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk pemurnian distilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya.

Namun jumlah kolom fraksionasi yang di gunakan dalam pemurnian metanol pada PT. KMI adalah tiga kolom yaitu prerun column, pressure column, dan atmospheric column, yang merupakan jumlah yang cukup banyak.

Berdasarkan uraian di atas, Penulis tertarik untuk melakukan studi analisa pengaruh jumlah kolom destilasi terhadap kemurnian metanol berdasarkan parameter TMA, acetone, ethanol, acidity, dan water content pada PT. Kaltim Methanol Industri.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah apakah pengaruh jumlah kolom terhadap kemurnian methanol dan apakah methanol yang dihasilkan sudah memenuhi standar IMPCA.


(20)

1.3. Tujuan Analisa

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui kadar impuritis TMA, aseton, etanol, asam asetat, dan air beserta pengaruh jumlah kolom terhadap kadar impuritis dan kemurnian metanol.

1.4. Manfaat Analisa

1. Memberikan informasi tentang kadar impurities etanol, aseton, trimetilamina, asam asetat dan air yang terkandung dalam metanol.

2. Memberikan informasi bagaimana cara pemurnian metanol dan pengaruh jumlah kolom terhadap kemurniannya.

3. Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam menganalisa sampel menggunakan kromatografi gas, karl fischer, dan acidimetry.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metanol

Metanol adalah senyawa Alkohol dengan 1 rantai karbon. Rumus Kimia CH3OH, dengan berat molekul 32. Titik didih 640-650C (tergantung kemurnian), dan berat jenis 0,7920-0,7930 (juga tergantung kemurnian). Secara fisik metanol merupakan cairan bening, berbau seperti alkohol, dapat bercampur dengan air, etanol, chloroform dalam perbandingan berapapun, hygroskopis, mudah menguap dan mudah terbakar dengan api yang berwarna biru (Spencer, 1988).

Secara teori metanol dapat dibuat dari proses penyulingan kayu, gasifikasi batu bara dan sintesis gas alam, tetapi produksi metanol di Indonesia menggunakan gas alam. Sintesa metanol dari gas alam inilah yang saat ini tekhnologinya di pakai pada pembuatan metanol skala industri besar di mana di Indonesia adalah PT. Kaltim Metanol Industri di Bontang kapasitas produksi 2000 MT/day.

Produksi metanol PT. KMI terdiri dari empat proses utama, yaitu desulphurizing, reforming, methanol synthesis dan distillation. Proses ini didukung oleh sistem utilitas yang menyediakan kebutuhan air, listrik, steam, oksigen dan udara. Berikut keterangan dari masing-masing proses :


(22)

1. Desulphurizing

Tahap desulfurisasi bertujuan menurunkan kandungan sulfur dalam bahan baku gas alam sampai kadar yang diijinkan dalam proses. Proses ini menjadi penting karena katalis yang digunakan pada unit reforming dan sintesis methanol sensitif terhadap keracunan sulfur. Proses yang digunakan adalah Co-Mo Vessel dan Sulphur Catchpot.

2. Reforming

Proses ini bertujuan untuk menghasilkan gas sintesis yang akan digunakan untuk sintesis methanol. Proses ini terdapat tiga unit operasi yakni pre-reformer, steam reformer, dan autothermal reformer. Proses pre-reforming bertujuan untuk memecah seluruh hidrokarbon berat di gas masukan dan mereaksikan sebagian methana dengan steam untuk menghasilkan gas H2, CO, dan CO2. Proses steam reforming bertujuan mereaksikan gas-gas keluaran pre-reformer dengan steam untuk dihasilkan reformed gas. Proses autothermal reforming bertujuan mereaksikan gas terutama CH4 yang belum bereaksi dengan oksigen dan steam untuk mendapatkan gas sintesis dengan rasio stoikiometrik yang optimum.

3. Methanol Synthesis

Pada proses ini terjadi reaksi sintesis methanol yang berlangsung eksotermis pada suhu 250°C dan tekanan 80 bar terjadi di dua reaktor yang berkerja secara paralel.

4. Distillation

Proses ini bertujuan untuk memisahkan methanol dari komponen-komponen yang tidak diinginkan seperti air, gas terlarut, dan hasil samping


(23)

serta menghasilkan methanol grade AA dengan kemurnian di atas 99,85 %. Unit operasi yang digunakan meliputi prerun column, pressure column, dan atmospheric column (KMI, 1997).

2.2. Etanol

Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hidroksil (-OH) dengan dua atom karbon (C). Jenis alkohol yang banyak digunakan adalah CH3OH yang disebut dengan metil alkohol (methanol), C2H5OH yang disebut dengan etil alkohol (etanol). Dalam dunia perdagangan, yang disebut dengan alkohol adalah etil alkohol atau etanol dengan rumus kimia C2H5OH (Prihandana et al., 2007). Lebih lanjut menurut Prihandana et al. (2007), penggunaan etanol tidak hanya untuk minuman namun juga digunakan sebagai pelarut, antiseptik, dan bahan baku untuk bahan organik lain seperti etil ester, dietil eter, butadien, dan etil amin. Fuel grade etanol (etanol 99 %) dapat digunakan sebagai bahan bakar. Molekul etanol diikat satu sama lain di dalam fase cair oleh ikatan hidrogen. Interkasi tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar pada titik didih etanol yaitu sekitar 780C -800C. Kemampuan ikatan hidrogen tersebut membuat etanol dapat larut dengan cukup baik di dalam air karena terdapat empat atau kurang atom karbon yang dapat berikatan dengan molekul air (Weininger, 1972).

Alkohol yang mempunyai bobot molekul lebih rendah mempunyai sifat yang menyerupai air. ikatan kimia antara atom yang berbeda adalah ikatan polar, seperti ikatan C-O dan C-Cl. Semakin besar komponen polar dalam


(24)

suatu senyawa, semakin polar senyawa tersebut dan juga sebaliknya (O’Leary, 1976).

Etil alkohol (CH3CH2OH) sering juga disebut alkohol untuk menunjukkan sumber bahan baku yang digunakan atau tujuan umum penggunaannya. Etanol mempunyai penampakan tidak berwarna, mudah menguap, jernih, memiliki bau yang halus dan rasa yang pedas (Setyaningsih, 2006).

Etanol terbentuk pada sintesis metanaol melalui reaksi antara metanol dengan CO2 dan H2 yang merupakan sebagian dari gas yang terlarut dan tidak memenuhi stoikiometri reaksi sehingga menjadi sisa gas dalam reaksi pembentukan metanol (KMI,1997).

2.3. Aseton

Aseton merupakan keton yang paling sederhana, digunakan sebagai pelarut polar dalam kebanyakan reaksi organik. Aseton dikenal juga sebagai dimetil keton, 2-propanon, atau propan-2-on. Aseton adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar, digunakan untuk membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya. Selain dimanufaktur secara industri, aseton juga dapat ditemukan secara alami, termasuk pada tubuh manusia dalam kandungan kecil. Aseton memiliki gugus karbonil yang mempunyai ikatan rangkap dua karbon-oksigen terdiri atas satu ikatan σ dan satu ikatan π. Umumnya atom hidrogen yang terikat pada atom karbon sangat stabil dan sangat sukar diputuskan. Namun lain halnya dengan atom hidrogen yang berada pada karbon (C) di samping gugus karbonil yang disebut atom


(25)

hidrogen alfa (α). Sebagai akibat penarikan elektron oleh gugus karbonil, kerapatan elektron pada atom karbon α semakin berkurang, maka ikatan karbon dan hidrogen α semakin melemah, sehingga hidrogen α menjadi bersifat asam dan dapat mengakibatkan terjadinya substitusi α (Wade, L.G. 2006).

2.4. Trimetilamin

Trimetilamin adalah komponen organic dengan rumus N(CH3)3, tidak berwarna dan memiliki aroma seperti ikan pada konsentrasi rendah sedangkan pada konsentrasi tinggi aromanya seperti amonia. Trimetilamin memiliki sifat fisik higroskopis, tidak berwarna, berbentuk gas dalam suhu ruang, dan mudah terbakar (Hadiwiyoto, 1990). Senyawa ini berasal dari makanan yang mengandung kadar trimetilamin yang tinggi seperti ikan atau dari makanan yang mengandung senyawa prekursor trimetilamin seperti trimetilamin N-oksida (TMNO), kolin, dan L-carnitine (Bain et al. 2006). Senyawa trimetilamin merupakan hasil dari pemecahan ikatan karbon dan nitrogen (C-N) yang terdapat pada asam amino kolin. Ikatan karbon dan nitrogen tersebut akan diuraikan oleh zat pengoksidasi seperti gugus peroksida dalam lemak dan menghasilkan senyawa trimetilamin (Hadiwiyoto 1990).

Trimethylamine, biasa dikenal dengan NMe3, N(CH3)3 atau TMA, bersifat tidak berwarna, higroskopis, dan merupakan senyawa amine sederhana. Senyawa ini relatif mudah terbakar dengan ciri berbau amis pada konsentrasi rendah dan berbau seperti ammonia pada konsentrasi tinggi. TMA terbentuk dalam reaktor sintesis methanol dan ditemukan di unit pemurnian


(26)

raw methanol. Di dalam reaktor sintesis, TMA terbentuk sebagai hasil dari reaksi antara amoniak dan metanol.

NH3 + CH3OH MMA + H2O MMA + CH3OH DMA + H2 DMA + CH3OH TMA + H2O

Ammonia sendiri berasal dari N2 yang terkandung dalam natural gas. Selanjutnya gas N2 bereaksi dengan oksigen menjadi NOx di dalam reactor autothermal dan steam reformer, yang kemudian mengalami hidrogenasi menjadi ammonia.

Trimethylamine dapat dijumpai dalam bentuk TMA bebas (free TMA) yang memiliki titik didih normal 3,5 °C atau dalam bentuk larutan senyawa asam (acidic compounds) seperti yang dijumpai pada raw methanol (Perry, 1997).

Spesifikasi metanol standar yang digunakan sebagai bahan kimia mengacu kepada IMPCA yang mempunyai grade AA. Di dalam spesifikasi tersebut, metanol harus bebas dari bau amis yang disebabkan adanya kandungan TMA. Oleh karena itu TMA yang ada harus seminimal mungkin untuk mencegah adanya bau amis pada produk.

TMA yang terkandung dalam metanol merupakan garam TMA yang bersifat asam dan non volatile yang tidak dapat dipisahkan dengan destilasi. Oleh karena itu, garam TMA dalam metanol mentah harus diubah menjadi TMA bebas terlebih dahulu sehingga dapat dipisahkan dengan destilasi sesuai desain pabrik. Perubahan garam TMA menjadi TMA bebas dapat dilakukan dengan penambahan NaOH ke dalam metanol mentah berdasarkan reaksi:


(27)

H3C H + H3C

N + OH- N CH3 + H2O H3C CH3 H3C

Gambar 2.1 Reaksi perubahan garam TMA menjadi TMA bebas

Berdasarkan IMPCA pada dokumen KMI (1997) analisa mengenai TMA telah dilakukan mengenai munculnya bau amis dari TMA pada berbagai konsentrasi, hasilnya bahwa TMA dengan batas maksimal 50 ppb bau amis sudah tidak terasa.

2.5. Air

Air adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimiawi H2O. Karena air merupakan suatu larutan yang hampir-hampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling alamiah maupun buatan manusia hingga tingkat tertentu terlarut di dalamnya. Dengan demikian, air di dalam mengandung zat-zat terlarut. Zat-zat ini sering disebut pencemar yang terdapat dalam air (Linsley, 1991).

2.5.1. Sifat Air

Nama Sistematis : air

Nama Alternatif : aqua, dihidrogenmonoksida, Hidrogen hidroksida Rumus Molekul : H2O

Massa Molar : 18,0153 g/mol

Densitas dan Fase : 0,998 g/cm³ (cair pada 20 °C) ; 0,92 g/cm³ (padat) Titik Lebur : 0 oC


(28)

Titik Didih : 100 oC

Kalor Jenis : 4184 J/kg.K (cair pada 20 0C)

Atom oksigen memiliki nilai keelektronegatifan yang sangat besar, sedangkan atom hidrogen memiliki nilai keelektronegatifan paling kecil diantara unsur-unsur bukan logam. Hal ini selain menyebabkan sifat kepolaran air yang besar juga menyebabkan adanya ikatan hidrogen antar molekul air. Ikatan hidrogen terjadi karena atom oksigen yang terikat dalam satu molekul air masih mampu mengadakan ikatan dengan atom hidrogen yang terikat dalam molekul air yang lain. Ikatan hidrogen inilah yang menyebabkan air memiliki sifat-sifat yang khas. Sifat-sifat khas air sangat menguntungkan bagi kehidupan makhluk di bumi (Achmad, 2004). Hal sama dikemukakan oleh Dugan (1972) yang menyatakan bahwa air memiliki beberapa sifat khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia lain. Diantara sifat-sifat tersebut adalah : Air memiliki titik beku 0 oC dan titik didih 100 0C (jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan secara teoritis), sehingga pada suhu sekitar 0 0C sampai 100 0C yang merupakan suhu yang sesuai untuk kehidupan, air berwujud cair. Hal ini sangat menguntungkan bagi makhluk hidup, karena tanpa sifat ini, air yang terdapat pada jaringan tubuh makhluk hidup maupun yang terdapat di laut, sungai, danau dan badan perairan yang lain mungkin ada dalam bentuk gas ataupun padat. Sedangkan yang diperlukan dalam kehidupan adalah air dalam bentuk cair.


(29)

2.5.2 Sumber Air

Air yang ada di permukaan bumi berasal dari beberapa sumber. Berdasarkan letak sumbernya air dibagi menjadi tiga, yaitu air hujan, air permukaan dan air tanah. Air hujan merupakan sumber utama dari air di bumi. Air ini pada saat pengendapan dapat dianggap sebagai air yang paling bersih, tetapi pada saat di atmosfer cenderung mengalami pencemaran oleh beberapa partikel debu, mikroorganisme dan gas (misal : karbon dioksida, nitrogen dan amonia). Air permukaan meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa dan sumur permukaan. Sebagian besar air permukaan ini berasal dari air hujan dan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah dan lainnya. Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi, kemudian mengalami penyerapan ke dalam tanah dan penyaringan secara alami. Proses-proses ini menyebabkan air tanah menjadi lebih baik dibandingkan air permukaan (Chandra,B., 2007).

2.6. Asam Asetat

Asam asetat dengan rumus struktur CH3COOH dikenal juga dengan asam etanoat merupakan bahan kimia organik, dinamakan cuka karena rasanya yang asam dan baunya yang menyengat. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati. Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berarti cuka. Nama sistematis dari


(30)

senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7°C, sedikit di bawah suhu ruang. Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakat singkatan resmi bagi asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac berarti gugus asetil, CH3−C(=O)−. Dalam keadaan murni, asam asetat bebas air (asam asetat glasial) merupakan cairan tidak berwarna yang menyerap air dari lingkungan (bersifat higroskopis) dan membeku dibawah 16,7 oC (62 oF) menjadi sebuah kristal padat yang tidak berwarna. Asam asetat merupakan satu dari asam karboksilat yang paling sederhana (berikutnya adalah asam format), merupakan regensia dan bahan kimia industri yang sangat penting yang dipakai untuk memproduksi berbagai macam bahan (Anonim, 2010).

Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas dalam industri kimia. Asam asetat diproduksi secara sintetis maupun secara alami melalui fermentasi bakteri. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan melalui jalur alami, namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri kimia, 75%


(31)

diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui metode-metode alternative (Safitra, 2008).

2.7. Distilasi

Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Bahan yang akan didestilasikan pada drum pemasakan tidak boleh penuh, melainkan harus menyediakan sedikitnya 10% ruang kosong dari kapasitas penuh drum pemasakan pada drum pemasakan (Kister, 1992).

Distilator adalah alat yang digunakan dalam proses produksi bioetanol. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, alat ini bekerja berdasarkan perbedaan titik didih (air dan etanol).

Macam-Macam Destilasi :

1. Distilasi Sederhana, prinsipnya memisahkan dua atau lebih komponen cairan berdasarkan perbedaan titik didih yang jauh berbeda.

2. Distilasi Fraksionasi (Bertingkat), sama prinsipnya dengan distilasi sederhana, hanya distilasi bertingkat ini memiliki rangkaian alat kondensor


(32)

yang lebih baik, sehingga mampu memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang berdekatan.

3. Distilasi Azeotrop : memisahkan campuran azeotrop (campuran dua atau lebih komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut, atau dengan menggunakan tekanan tinggi.

4. Distilasi Kering : memanaskan material padat untuk mendapatkan fasa uap dan cairnya. Biasanya digunakan untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bata.

5. Distilasi Vakum: memisahkan dua komponen yang titik didihnya sangat tinggi, motode yang digunakan adalah dengan menurunkan tekanan permukaan lebih rendah dari 1 atm, sehingga titik didihnya juga menjadi rendah, dalam prosesnya suhu yang digunakan untuk mendistilasinya tidak perlu terlalu tinggi (Van Winkel, 1967).

2.7.1. Distilasi di PT. KMI

Produk dari unit sintetis tidak hanya mengandung methanol saja, namun juga masih mengandung impuritis seperti TMA, higher alcohol, dimethyl ether, methyl formiate, keton, air, gas terlarut dan berbagai hasil samping lainnya. Karena produk yang akan dijual adalah methanol grade AA yang mempunyai kemurnian lebih dari 99, 85% maka produk dari unit 200 harus dimurnikan di unit 300. Proses pemisahan pada unit ini bergantung pada relative volatility dari komponen umpan. Komponen yang lebih volatil (low boilers) cenderung untuk membentuk fase uap sedangkan komponen yang kurang volatil (high


(33)

boilers) akan cenderung membentu fase liquid. Hasilnya uap akan ke atas saling berkontak dengan liquid di setiap tray sehingga uap akan lebih kaya pekat dengan low boiler dan liquid akan lebih kaya dengan high boiler. Liquid yang mencapai dasar kolom akan diuapkan sebagian di reboiler untuk menyediakan uap yang akan kembali naik ke puncak kolom. Sedangkan sebagian lainnya akan diambil sebagai produk. Uap yang mencapai puncak kolom akan dikondensasi total dan didinginkan menjadi liquid oleh overhead condenser. Semua liquid ini akan dikembalikan ke kolom sebagai reflux untuk menyediakan overflow liquid.

2.7.1.1. Prerun Column

Sebelum mengalami proses distilasi, aliran raw methanol dimasukkan kedalam expansion vessel (030-F01) yang bertujuan untuk menghilangkan dissolved gas pada raw methanol seperti CO, CO2, H2, CH4, N2. Expansion gas kemudian dialirkan menuju unit 100 sebagai fuel di 010-B01 dan raw methanol dialirkan menuju prerun column (030-D01). Dalam kolom distilasi ini impuritis volatil seperti dimetil eter, metilformiat dan gas inert yang mempunyai titik didih dibawah methanol dipisahkan dari campuran. Kolom ini bekerja pada tekanan 1,38 bar dengan temperatur bottom sebesar 95oC dan top sebesar 80oC. Overhead product kemudian didinginkan di condenser 030-E02 dengan memanfaatkan sea water sebagai pendingin. Outlet dari condenser terpisah menjadi dua fase yaitu gas dan liquid. Fase liquid masuk kedalam prerun column reflux vessel 030-F02 dan fase gas didinginkan lebih lanjut di 030-E03 dengan pendingin yang sama. Fase liquid yang terbentuk dialirkan kembali menuju 030-F02 dan fase gas dipanaskan lagi di 030-E07 dengan


(34)

pemanas LP steam. Jumlah upstream 030-F07 adalah sebagai kontrol tekanan dari overhead product. Selanjutnya, gas yang terbentuk akan digunakan sebagai fuel di 010-B03 dan apabila terjadi kelebihan tekanan akan dibakar di flare. Campuran pada 030-F02 dikembalikan ke dalam 030-D01 dengan pompa 030-G02A/S sebagai refluxuntuk mengambil methanol yang tersisa didalamnya. Produk bawah yang terbentuk dialirkan menuju ke pressure column (030-D02). Produk bawah yang berupa liquid dipanasi sebagian dalam reboiler 030-E01II yang memanfaatkan reformed gas sebagai pemanas Sejumlah caustic soda ditambahkan dalam kolom ini yang bertujuan untuk mencegah korosi di bagian bawah kolom karena suasana asam didalamnya. Selain itu juga untuk menghilangkan TMA (Tri Methyl Amine) yang terdapat dalam raw methanol.

2.7.1.2. Pressure Column

Kolom ini berfungsi untuk memisahkan methanol dari air dan komponen lain yang lebih berat daripada methanol. Aliran produk bawah masuk kedalam pressure column yang mempunyai tekanan 7,27 bar dan temperatur 130oC pada bagian atas, sedangkan pada bagian bawah sebesar 135°C. Di dalamnya terjadi proses pemisahan methanol dengan pengotornya. Hasil atas berupa methanol sedangkan komponen lain dan sebagian komponen methanol yang belum teruapkan berbentuk liquid sebagai hasil bawah. Hasil yang diinginkan adalah produk atas yang berupa uap methanol. Panas dari aliran ini dimanfaatkan sebagai pemanas dalam reboiler atmospheric column 030-E08A/B. Aliran yang telah didinginkan di simpan sementara dalam pure methanol refluxvessel (030-F03). Sebagian dari methanol dimasukkan kembali ke dalam pressurecolumn


(35)

sebagai refluks dan sebagian lagi didinginkan di 030-E09 hingga temperature mencapai 44oC langsung dialirkan menuju TMAcatchpot (030-F07) karena konsentrasi TMA pada produk dari 030-D02 masih mengandung cukup tinggi. Setelah itu downstream dari 030-F07 akan dialirkan langsung ke tangki penyimpanan 040-K02A/B bersama dengan produk methanol dari 030-F05.Sebagian dari produk bawah kemudian dialirkan lagi menuju atmospheric column (030-D03) untuk dimurnikan lagi.

2.7.1.3. Atmospheric Column

Bottom product dari 030-D02 dialirkan menuju atmospheric column (030-D03) untuk pemisahan methanol yang masih ada dengan air dan komponen high boiling yang lain. Uap methanol keluar dari 030-D03 sebagai produk atas lalu dikondensasikan dengan menggunakan condenser E05A,B dan kemudian didinginkan di final cooler untuk menyempurnakan kondensasi. Methanol kemudian ditampung sementara di F05, sebagian dari methanol ada yang dipompa oleh G05A/S masuk ke dalam 030-D03 kembali sebagai reflux dan sebagian lagi langsung dialirkan bersama produk methanol keluaran 030-E09 ke dalam K02A/B. Jumlah produk yang dialirkan menuju 040-K02A/B adalah sebagai kontrol level pada F05. Produk bawah dari 030-D03 berupa process water(1-3% methanol) dialirkan ke unit 100 (KMI, 1997).


(36)

Gambar 2.2 Diagram alir proses unit distilasi PT. KMI

2.8. Kromatografi

Kromatografi berasal dari kata chroma (warna) dan graphein (penulisan) merupakan suatu teknik pemisahan fisik karena memanfaatkan perbedaan yang kecil sifat-sifat fisik dari komponen-komponen yang akan dipisahkan. Istilah penulisan warna sudah tidak tepat lagi karena pemisahan dengan kromatografi dapat dipakai untuk memisahkan komponen-komponen yang tidak berwarna. Kromatogarfi adalah pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia berdasarkan pada perbedaan migrasi dari masing-masing komponen campuran yang terpisah pada fase diam di bawah pengaruh fase gerak. (H. M Mc nair, 1988)

Kromatografi merupakan metode pemisahan yang dewasa ini telah banyak digunakan. Dibandingkan dengan metode lain seperti destilasi, kristalisasi, pengendapan, ekstraksi, dan lain-lain mempunyai keuntungan


(37)

dalam pelaksanaan yang lebih sederhana, penggunaan waktu yang singkat, terutama mempunyai kepekaan yang tinggi. Metode ini dapat digunakan, jika dengan metode lain tidak dapat dilakukan, misalnya karena jumlah cuplikan sangat sedikit atau campurannya kompleks (Yazid, E., 2005).

2.8.1. Konsep Polaritas Dalam Kromatografi

Di dalam kromatografi, berlaku suatu prinsip umum “like dissolves like”, artinya polar menyukai yang polar dan tak polar menyukai yang tak polar. Jadi dalam hal ini, fase diam yang polar akan mengikat lebih kuat komponen yang relatif polar. Sedangkan fase diam yang tak polar akan mengikat lebih kuat komponen-komponen yang juga tak polar, hal yang sama juga berlaku bagi fase gerak. Hubungan polaritas antara fase diam, fase gerak dan molekul inilah yang menjadi peranan penting dalam pemisahan pada kromatografi (Harjadi, 1993).

2.8.2. Kromatogrfi Gas

Kromatografi gas adalah suatu metode pemisahan campuran yang terdiri dari dua macam komponen atau lebih, yang didasarkan pada distribusi differensial diantara dua fase yaitu fase diam yang berupa padatan atau cairan dan fase gerak yang berupa gas.

Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2007).


(38)

Berdasarkan pada kombinasi fasa diam dan fasa gerak yang digunakan, kromatografi gas dibagi menjadi dua macam yaitu:

1. Kromatografi gas–padat (gas solid chromatography)

Fasa diam dalam kromatografi gas-padat berupa padatan yang memiliki afinitas adsorbs yang berbeda-beda terhadap komponen-komponen dalam campuran. Fasa diam yang sering digunakan misalnya karbon, molekuler sieve, silika gel. Sedangkan fasa geraknya berupa gas inert. Pemisahan yang sering terjadi pada kromatografi gas padat berdasarkan perbedaan adsorbsi komponen.

2. Kromatografi gas-cair (gas liquid chromatography)

Fasa diamnya adalah cairan yang tidak mudah menguap yang melekat pada hambatan pendukung (support) yang inert yang berupa butiran halus. Untuk kolom dengan diameter cairan ini diletakkan sebelah dalam dalam kolom. Dan fasa geraknya adalah gas yang inert. Pemisahan campuran dengan kromatografi gas didasarkan pada perbedaan partisi komponen dalam fasa diam (Harjadi, 1993).

2.8.3. Prinsip Dasar Kromatografi Gas

Dalam menganalisis suatu zat yang tersusun secara kimia, maka langkah pertama adalah memisahkan komponen-komponen dari campurannya. Dasar pemisahan secara kromatografi gas ialah penyebaran komponen di antara dua fase yaitu fase gerak yang berupa gas dan fase diam yang berupa padatan atau cairan.


(39)

Proses kromatografi dapat divisualisasikan secara kualitatif, yaitu jika suatu kolom atau pipa yang terisi dengan butiran-butiran silika gel dengan ukuran tertentu, kemudian ke dalam kolom tersebut diinjeksikan larutan x, maka larutan x akan ikut bersama pelarutnya namun sebagian zat x tertahan pada permukaan silika gel karena peristiwa adsorbs atau mekanisme lainnya. Butiran silika gel yang tidak terlarut dengan pelarut dan tetap berada di dalam kolom disebut fase diam. Sebaliknya pelarut yang mengalir ke sepanjang kolom sambil membawa sebagian zat x disebut fase gerak. Maka waktu yang diperlukan sebagian zat x tertahan pada fase diam disebut waktu retensi (retention time). Bagian zat x yang ikut mengalir bersama pelarut ternyata bukan zat x sendiri, tetapi bersama zat lain yang tercampur zat x, misalnya zat y. Pemisahan zat x dari zat y tergantung pada afinitas masing-masing terhadap fase diam dan fase geraknya. Yang pertama tertahan lebih lama dalam fase diam dan yang lain lebih lama tertahan pada fase gerak. Yang tertahan lebih lama dalam fase gerak akan segera sampai ke ujung kolom, sebaliknya yang tertahan pada fasa diam akan keluar kemudian, proses ini disebut proses partisi (LIPI, 1998).

2.9. Titrasi Karl Fischer

Titrasi Karl fischer adalah metode analisa air dengan cara menitrasi sampel dengan larutan iodine dalam metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan piridin digunakan untuk melarutkan iodin dan sulfur dioksida agar reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan metanol akan mengikat asam sulfat yang


(40)

terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama masih ada air dalam bahan, iodin akan bereaksi, tetapi begitu air habis, maka iodin akan bebas. Pada saat timbul warna iodin bebas ini, titrasi dihentikan. iodin bebas ini akan memberikan warna kuning coklat. Untuk memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilin biru dan akhir titrasi akan memberikan warna hijau (Sudarmadji, 1989).

Tahapan reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut: I

2 + SO2 + 2 C6H5N → C6H5N. I2 + C6H5N. SO2 C

6H5N. I2 + C6H5N. SO2 + C6H5N + H2O → 2(C6H5N. HI) + C6H5N. SO 3 C

6H5N. SO3 + CH3OH → C6H5N (H)SO4CH 3 + I 2

dengan penambahan metilen biru akan berubah warnanya menjadi hijau. Dalam pelaksanaannya titrasi harus dilakukan dengan kondisi bebas dari pengaruh kelembaban udara. Untuk keperluan tersebut dapat dilakukan dalam ruang tertutup. Cara titrasi Karl Fischer ini telah berhasil dipakai untuk penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu dan bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan harga yang tepat dan dikerjakan cepat. Tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji, 1989).

2.10. Titrasi Acidimetry

Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat didalam proses titrasi, sebagai


(41)

contoh bila melibatan reaksi asam-basa maka disebut sebagai titrasi asam-basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi-oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks, dan lain sebagainya (Day dan Underwood, 1986).

Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran ditambahkan sedikit demi sedikit (dari dalam buret) pada titrat (larutan yang dititrasi) sampai terjadi perubahan warna indikator. Baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan. Titik dimana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut.Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral). Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi. Oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran. Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH-, maka reaksi itu disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen dengan jumlah basa (Sukmariah,1990).


(42)

BAB 3

METODOLOGI ANALISA

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat

1. Gas Chromatography Shimadzu 2010 plus 2. Buret digital

3. Karl fischer titrator/ aquameter 4. Erlenmeyer

5. Gelas ukur 100 ml 6. vial 1,5 ml

7. auto injector 8. syringe 50 µL

9. Tabung gas helium dan hidrogen 10. Tabung gas nitrogen

11. Kompresor 12. Neraca analitik 13. Sample bottle 14. Ember


(43)

3.1.2. Bahan

1. Sampel raw methanol tank

2. Sampel methanol bottom prerun column 3. Sampel methanol top pressure column F07 4. Sampel methanol top atmospheric column F05 5. Standar etanol

6. Standar acetone

7. Standar trimetilamina 8. Pereaksi karl fischer 9. Indikator PP

10. NaOH 0,05 N 11. Bidest

12. gas helium 13. gas hidrogen 14. gas nitrogen

3.2. Prosedur Analisa

Analisa yang dilakukan mengacu pada IMPCA (International Methanol Producers & Consumers Assocition) revisi 2010. Dengan standar acuan sebagai berikut:

a. ASTM E 346-08 “Standard Test Methods For Analysis Of Methanol”. b. ASTM E 1064-05 “Standard Test Method For Water In Organic Liquids


(44)

c. ASTM D 1613-06 “Standard Test Method For Acidity In Volatile Solvents And Chemical Intermediates Used In Paint, Varnish, Lacquer, And Related Products”

3.2.1. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 20 Februari 2013 sebanyak tiga kali mulai jam 07.00 wita, 11.00 wita, dan 15.00 wita. Sampling dilakukan pada empat titik sampling yaitu: raw methanol tank, bottom prerun column, top pressure column F07, top atmospheric column F05. Prosedur pengambilan sampel adalah sebagai berikut:

Ember diletakan di bawah keran pengambilan sampel, kemudian dibuka keran secara perlahan dan diatur pembuka keran agar aliran metanol yang keluar tidak terlalu besar. Selanjutnya ditampung metanol ke dalam botol sampel hingga penuh, lalu ditutup. Untuk metanol yang tertampung di dalam ember dimasukan ke unit recycle untuk dimurnikan kembali. Selanjutnya sampel yang telah diambil di bawa ke laboratorium untuk dianalisa.

3.2.2. Menghidupkan Alat Kromatografi Gas

Gas helium dialirkan ke dalam instrument GC diikuti gas hidrogen dan nitrogen. Kemudian dipastikan semua instrument telah terhubung dengan sumber listrik. Selanjutnya dihidupkan kompresor dan ditekan tombol power untuk menyalakan GC. Setelah itu dihidupkan PC sebagai alat pemograman instrumentasi GC. Kemudian ditekan tombol heat pada posisi “ON” dan perangkat GC sudah siap digunakan.


(45)

3.2.3. Analisa TMA (trimetilamine)

Kondisi analisa pada perangkat GC diatur sebagai berikut: a. Suhu injector = 250 0C

b. Suhu Detektor = 330 0C c. Suhu oven = 50 0C

d. Flow = 17,6 ml/menit

Kemudian dilakukan running no injection saat kondisi ready dan baseline lurus untuk konfirmasi kolom bersih dan siap analisis. Setelah itu diinjeksikan standar TMA sebanyak 1µL, lalu diatur running sebanyak tiga kali untuk standar TMA dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 50 ppm, 100 ppm, dan 150 ppm. Selanjutnya diisi nama file dan dipilih metode yang sesuai. Kemudian dipilih start dan tunggu hingga hasil pembacaan selesai.

Sebanyak 1,5 ml sampel dipipet ke dalam vial. Kemudian dimasukan vial ke dalam rak auto injector. Setelah itu diatur program pada batch table dari urutan vial untuk injeksi dan diatur running sebanyak dua kali. Selanjutnya dibuat nama file dan dibuat metode yang sesuai. Setelah itu dipilih start dan alat akan beroprasi secara otomatis. Kemudian ditunggu hingga hasil pembacaan selesai.

3.2.4. Analisa Acetone

Kondisi analisa pada perangkat GC diatur sebagai berikut: a. Suhu injektor = 275 0C


(46)

c. Suhu oven = 50 0C, 100 0C setelah 5 menit, dan 250 0C setelah 10 menit

d. Flow = 49,9 ml/menit

Kemudian dilakukan running no injection saat kondisi ready dan baseline lurus untuk konfirmasi kolom bersih dan siap analisis. Setelah itu diinjeksikan standar aseton sebanyak 1 µL, lalu diatur running sebanyak dua kali untuk standar aseton dengan konsentrasi 100 ppm. Selanjutnya diisi nama file dan dipilih metode yang sesuai. Kemudian dipilih start dan tunggu hingga hasil pembacaan selesai.

Sebanyak 1,5 ml sampel dipipet ke dalam vial. Kemudian dimasukan vial kedalam rak auto injector. Setelah itu diatur program pada batch table dari urutan vial untuk injeksi dan diatur running sebanyak dua kali. Selanjutnya dibuat nama file dan dibuat metode yang sesuai. Setelah itu dipilih start dan alat akan beroprasi secara otomatis. Kemudian ditunggu hingga hasil pembacaan selesai.

3.2.5. Analisa Etanol

Kondisi analisa pada perangkat GC diatur sebagai berikut: a. Suhu injektor = 300 0C

b. Suhu detektor = 300 0C

c. Suhu oven = 50 0C, 30 0C setelah 12 menit, dan 250 0C setelah 19 menit


(47)

Kemudian dilakukan running no injection saat kondisi ready dan baseline lurus untuk konfirmasi kolom bersih dan siap analisis. Setelah itu diinjeksikan standar etanol sebanyak 1 µL, lalu diatur running sebanyak tiga kali untuk standar etanol dengan konsentrasi 10 ppm. Selanjutnya diisi nama file dan dipilih metode yang sesuai. Kemudian dipilih start dan tunggu hingga hasil pembacaan selesai.

Sebanyak 1,5 ml sampel dipipet ke dalam vial. Kemudian dimasukan vial kedalam rak auto injector. Setelah itu diatur program pada batch table dari urutan vial untuk injeksi dan diatur running sebanyak dua kali. Selanjutnya dibuat nama file dan dibuat metode yang sesuai. Setelah itu dipilih start dan alat akan beroprasi secara otomatis. Kemudian ditunggu hingga hasil pembacaan selesai.

3.2.6. Analisa Water Content

Alat titrasi karl Fischer dihidupkan, lalu dimasukkan pereaksi karl fischer pada titrator. Sampel kemudian ditimbang dengan menggunakan syringe 100 µL sebagai wadahnya. Selanjutnya ditekan “GO” dan diinjeksikan sampel pada aquameter. Setelah itu ditimbang kembali syringe yang telah kosong tersebut. Kemudian ditekan “smpl”, lalu dimasukkan angka berat dari sampel. Selanjutnya ditekan “enter”, dan ditunggu sampai alat meminta dimasukkan angka berat dari syringe kosong. Kemudian ditekan “enter”, dan ditunggu hasil pembacaan keluar.


(48)

3.2.7. Analisa Acidity

Sebanyak 50 ml bides dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan indikator PP sebanyak 0,5 ml. Selanjutnya dititrasi menggunakan NaOH 0,05 hingga warna larutan menjadi merah muda. Setelah itu dimasukkan 50 ml sampel metanol ke dalam erlenmeyer yang berisi bides yang telah dititrasi. Indikator PP kemudian ditambahkan ke dalam campuran metanol dan bides, lalu dititarsi lagi menggunakan NaOH 0,05 N hingga larutan berubah warna menjadi merah muda. Selanjutnya dilakukan perhitungan angka keasaman sebagai asetat dengan rumus sebagai berikut:

V1 x M1 = V2 x M2

Keterangan : V1 = volume As. Asetat (sampel) M1= konsentrasi As. Asetat V2= volume NaOH

M2= konsentrasi NaOH


(49)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Data Analisa

Pada bagian ini dipaparkan hasil analisa yang diperoleh dari pengukuran kadar impurities methanol yaitu TMA, acetone, etanol, air, dan asam asetat dari setiap keluaran kolom-kolom distilasi. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah kolom terhadap tingkat kemurnian methanol. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh data sebagai berikut.

4.1.1. Data Kadar TMA Tabel 4.1 Standar TMA

Konsentrasi Total Area Area 1 Area 2 Area 3 50 ppb 13519

100 ppb 27038 150 ppb 40557

13392 26784 41721

13907 26514 40176

13257 27814 39771

Tabel 4.2 Hasil Analisa TMA Sampel Raw MeOH Tank

Clock Total Area Area 1 Area 2 Konsentrasi 07. 00 WITA 684908,685 684911,765 684905,602 2533,1 ppb 11. 00 WITA 684114,31 684111,6 684117,02 2530,2 ppb 15. 00 WITA 641633,15 641591,2 641675,1 2373,1 ppb


(50)

Tabel 4.3 Hasil Analisa TMA Sampel Bottom Prerun Column

Clock Total Area Area 1 Area 2 Konsentrasi 07. 00 WITA 151962,157 151962,263 151962,05 562 ppb 11. 00 WITA 151772,88 151772,986 151772,773 561,3 ppb 15. 00 WITA 142349,604 142349,704 142349,504 526,48 ppb

Tabel 4.4 Hasil Analisa TMA Sampel Top Pressure Column F03

Clock Total Area Area 1 Area 2 Konsentrasi 07. 00 WITA 89134,865 89139,23 89130,5 329,665 ppb 11. 00 WITA 89036,096 89041,086 89031,106 329,281 ppb 15. 00 WITA 83507,5896 83507,9 83507,2792 308,835 ppb

Tabel 4.5 Hasil Analisa TMA Sampel Top Pressure Column F07

Clock Total Area Area 1 Area 2 Konsentrasi

07. 00 WITA 361 309 413 1,3 ppb

11. 00 WITA 348,8 348,6 349 1,29 ppb 15. 00 WITA 324,5 315,6 333,4 1,2 ppb

Tabel 4.6 Hasil Analisa TMA Sampel Top Atmospheric Column F05

Clock Total Area Area 1 Area 2 Konsentrasi 07. 00 WITA 13,52 13,60 13,44 0,05 ppb 11. 00 WITA 13,491 13,492 13,49 0,0499 ppb 15. 00 WITA 12,653 12,658 12,648 0,0468 ppb


(51)

4.1.2.Data Kadar Acetone Tabel 4.7 Standar Acetone

Konsentrasi Total Area Area 1 Area 2 100 ppm 22357,1 22105,3 22608,9

Tabel 4.8 Hasil Analisa Acetone Sampel Raw MeOH Tank

Clock Total Area Area 1 Area 2 Konsentrasi 07. 00 WITA 1397,31938 1397,32996 1397,3088 6,25 ppm 11. 00 WITA 1365,9294 1365,9758 1365,883 6,1096 ppm 15. 00 WITA 1386,1402 1386,21 1386,0704 6,2 ppm

Tabel 4.9 Hasil Analisa Acetone Sampel Bottom Prerun Column

Clock Total Area Are 1 Are 2 Konsentrasi

07. 00 WITA 693,4 693,398 693,402 3,1 ppm 11. 00 WITA 697,542 697,551 697,533 3,12 ppm 15. 00 WITA 690,1637 690,211 690,1164 3,087 ppm

Tabel 4.10 Hasil Analisa Acetone Sampel Top Pressure Column F07

Clock Total Area Area 1 Area 2 Konsentrasi 07. 00 WITA 643,661 643,576 643,746 2,879 ppm 11. 00 WITA 672,05443 672,1 672,00886 3,006 ppm 15. 00 WITA 648,3559 649,02 647,6918 2,9 ppm


(52)

Tabel 4.11 Hasil Analisa Acetone Sampel Top Atmospheric Column F05 Clock Total Area Area 1 Area 2 Konsentrasi 07. 00 WITA 125,19976 125,0761 125,32342 0,56 ppm 11. 00 WITA 170,21081 170,198 170,22362 0,77 ppm 15. 00 WITA 152, 02828 152,04096 152,0156 0,68 ppm

4.1.3. Data Kadar Etanol Tabel 4.12 Standar Etanol

Konsentrasi Total Area Area 1 Area 2 Area 3 10 ppm 199,91 189,9 209,92 199,9

Tabel 4.13 Hasil Analisa Etanol Sampel Raw MeOH Tank

Clock Total Area Area 1 Area 2 Konsentrasi

07. 00 WITA 9655,653 9660,31 9650,996 483 ppm 11. 00 WITA 9552,2995 9552,3 9552,299 477,83 ppm 15. 00 WITA 9616,671 9581,03 9652,312 481,05 ppm

Tabel 4.14 Hasil Analisa Etanol Sampel Bottom Prerun Column

Clock Total Area Area 1 Area 2 Konsentrasi 07. 00 WITA 9596,6796 9591,72 9601,6392 480,05 ppm 11. 00 WITA 9587,6836 9587,8662 9587,501 479,6 ppm 15. 00 WITA 9594,28063 9586,993 9601,5683 479,93 ppm


(53)

Tabel 4.15 Hasil Analisa Etanol Sampel Top Pressure Column F07

Clock Total Area Area 1 Area 2 Konsentrasi 07. 00 WITA 85,36157 89,32214 81,401 4,27 ppm 11. 00 WITA 80,983541 80,1516 81,81548 4,051 ppm 15. 00 WITA 83,022623 83,1 82,945246 4,153 ppm

Tabel 4.16 Hasil Analisa Etanol Sampel Top Atmospheric Column F05

Clock Total Area Area 1 Area 2 Konsentrasi 07. 00 WITA 39,38227 39,188 39,57654 1,97 ppm 11. 00 WITA 19,891045 19,26379 20,5183 0,995 ppm 15. 00 WITA 37,58308 37,3301 37,83606 1,88 ppm

4.1.4. Data Kadar Air

Tabel 4.17 Hasil Analisa Air Sampel Raw MeOH Tank Clock Konsentrasi

07. 00 WITA 14,5 %wt 11. 00 WITA 13,38 %wt 15. 00 WITA 13,72 %wt


(54)

Table 4.18 Hasil Analisa Air Sampel Bottom Prerun Column Clock Konsentrasi

07. 00 WITA 13,386 %wt 11. 00 WITA 12,82 %wt 15. 00 WITA 12,55 %wt

Table 4.19 Hasil Analisa Air Sampel Top Pressure Column F07 Clock Konsentrasi

07. 00 WITA 0,0113 %wt 11. 00 WITA 0,01125 %wt 15. 00 WITA 0,01056 %wt

Table 4.20 Hasil Analisa Air Sampel Top Atmospheric Column F05 Clock Konsentrasi

07. 00 WITA 0,01832 %wt 11. 00 WITA 0,01573% wt 15. 00 WITA 0,0177 %wt

4.1.5. Data Kadar AsamAsetat

Penghitungan kadar Asam asetat dihitung dengan rumus: V1 x M1 = V2 x M2

Keterangan : V1 = volume As. Asetat M1= konsentrasi As. Asetat


(55)

V2 = volume NaOH M2 = konsentrasiNaOH

Misalnya : 50 ml x M1 = 4,5 ml x 0,05 mol/L M1 = 0,225 ml.mol/L/50 ml M1 = 0,0045 mol/L

Konversi ke ppm (b/v) = M1 x Mr ppm (b/v) = 0,0045 mol/L x 60 g/mol ppm (b/v) = 0,27 g/L atau 270 mg/L

Dari perhitungan di atas, maka didapat data sebagai berikut. Tabel 4.21 Hasil Analisa Asetat Sampel Raw MeOH Tank

Clock VolumeNaOH Konsentrasi 07. 00 WITA 4,5 ml 270 ppm 11. 00 WITA 4,6 ml 276 ppm 15. 00 WITA 4,6 ml 276 ppm

Table 4.22 Hasil Analisa Asetat Sampel Bottom Prerun Column Clock Volume NaOH Konsentrasi

07. 00 WITA 4,3 ml 258 ppm 11. 00 WITA 4,3 ml 258 ppm 15. 00 WITA 4,5 ml 270 ppm


(56)

Table 4.23 Hasil Analisa Asetat SampelTop Pressure Column F03 Clock Volume NaOH Konsentrasi

07. 00 WITA 0,38 22,8 ppm 11. 00 WITA 0,38 22,8 ppm 15. 00 WITA 0,39 23,4 ppm

Table 4.24 Hasil Analisa Asetat Sampel Top Atmospheric Column F05 Clock Volume NaOH Konsentrasi

07. 00 WITA 0,38 ml 22,8 ppm 11. 00 WITA 0,41 ml 25,6 ppm 15. 00 WITA 0,37 ml 22,2 ppm

4.2. Analisa Data

Methanol grade AA adalah metanol yang mempunyai kemurnian sebesar 99,99 % atau minimal 99,85 dengan nilai impuritisnya yang meliputi TMA, Acetone, etanol, air, dan asam asetat adalah 52,1 (desain pabrik) atau 0,15% dari 100% larutan methanol sehingga untuk menghitung tingkat kemurnian methanol digunakan rumus sebagai berikut:

Nilai impurities sampel

% Impuritis sampel = x % impurities standar Nilai impurities standar


(57)

Tabel 4.25 Data Nilai Impuritis Standar (desain pabrik) Methanol 99,85% Parameter Nilai

TMA 2,1 ppb

Aseton 10 ppm

Etanol 5 ppm

Air 5%-wt

Asamasetat 30 ppm Total 52,1/0,15%

Table 4.26 Data Nilai Impuritis Sampel Methanol

Sampel Nilai Impuritis

Raw MeOH Tank 3253,47993

Bottom Prerun Column 1307,80767 Top Pressure Column F03 31,3603 Top Atmospheric Column F05 25,884

Dari data di atas dapat dihitung tingkat kemurnian methanol sebagai berikut: 1. Kemurnian MeOH hasil sintesis/ raw

3253,47993

Jadi, % Impuritis sampel = x 0,15 % = 9,367 % 52,1


(58)

2. Kemurnian MeOH hasil bottom prerun column 1307,80767

Jadi, % Impuritis sampel = x 0,15 % = 3,76528 % 52,1

% K MeOH = 100% - 3,76528 % = 96,235 %

3. Kemurnian MeOH hasil top pressure column F07 31,3603

Jadi, % Impuritis sampel = x 0,15 % = 0,090289% 52,1

% K MeOH = 100% - 0,090289% = 99,9097 %

4. Kemurnian MeOH hasil top atmospheric column F05 25,884

Jadi, % Impuritis sampel = x 0,15 % = 0,074522 % 52,1

% K MeOH = 100% - 0,074522 % = 99.93 %

4.3. Pembahasan

Dari data dan perhitungan analisa yang diperoleh, di mana dengan melakukan analisa sampel methanol dari setiap keluaran kolom-kolom destilasi ternyata didapat hasil analisa kadar impurities TMA, aseton, etanol, air, dan asam asetat yang berbeda-beda dari setiap kolom yaitu berturut; (1)raw methanol Tanka dalah 2478,8 ppb: 6,18653 ppm: 480,6267 ppm: 13,8667 %wt: 274 ppm, (2) bottom prerun column adalah 549,9267 ppb: 3,1023 ppm: 479,86


(59)

ppm: 12,91867 %wt: 262 ppm, (3) top pressure column F07 adalah 1,263 ppb: 2,9283 ppm: 4,158 ppm: 0,0110367 %wt: 23 ppm, (4) top atmospheric column F05 adalah 0,0489 ppb: 0,67 ppm: 1,615 ppm: 0,01725 %wt: 23,533 ppm. Sehingga kemurnian metanol semakin meningkat setelah melewati kolom-kolom tersebut yaitu berturut 90,63 % - 96,235 % -, 99,9097 % - 99.93 % .

Kolom distilasi disusun secara bertahap dimana hasil dari unit methanol synthesis dialirkan ke dalam prerun column di sini terjadi pemisahan antara methanol dengan zat lowboilingnya yaitu TMA bebas dan aseton, kemudian dialirkan ke dalam pressure column di sini terjadi pemisahan methanol dengan high bolingnya yaitu etanol dan asam asetat, di mana bagian atas merupakan methanol murni dan bagian bawah merupakan air dan sisa metanol yang di alirkan ke atmospheric column untuk memisahkan metanol dari air yang keluar dari bagian atas column.

Dalam pemisahan metanol dari TMA, pada prerun column diinjeksikan NaOH 10% melalui bagian bawah column tujuannya adalah untuk mengubah garam TMA yang bersifat asam dan non volatil menjadi TMA bebas yang bersifat volatil sehingga dapat mudah dipisahkan dari metanol. Namun pemisahan metanol dari TMA yang terjadi di prerun column hanya dapat memisahkan sebagian dari TMA yang terkandung dalam metanol, hal ini disebabkan jumlah NaOH yang dialirkan kedalam column tersebut tidak sebanding dengan jumlah TMA yang dapat dinetralisasi sehingga hasil dari keluaran column tersebut masih terdapat TMA dengan konsentrasi yang tinggi. Pada hasil keluaran pressure column juga masih terdapat kandungan TMA yang tinggi, dikarenakan titik didih garam TMA yang sangat dekat dengan


(60)

metanol sehingga sangat sulit untuk dipisahkan. Oleh karena itu PT. KMI menambahkan TMA catchpot vessel yang berguna untuk mengurangi kadar TMA dari hasil keluaran pressure column, di mana dalam vessel tersebut terdapat resin-resin yang mengikat TMA sehingga terpisah dari metanol.

Dapat diketahui pengaruh jumlah column distilasi terhadap kemurnian metanol, yang mana setiap kolom mempunyai fungsi dan spesialis masing-masing dalam memisahkan metanol dari impuritisnya berdasarkan perbedaan titik didih dari impuritis-impuritis tersebut.


(61)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan analisa diketahui bahwa sampel metanol mengandung impurities TMA, aceton, ethanol, asam asetat, dan air dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap hasil destilasi yaitu berturut-turut; (1) raw methanol Tank adalah 2478,8 ppb:6,18653 ppm:480,6267 ppm:13,8667 %wt:274 ppm, (2) bottom prerun column adalah 549,9267 ppb:3,1023 ppm:479,86 ppm:12,91867 %wt:262 ppm, (3) top pressure column F07 adalah 1,263 ppb:2,9283 ppm4,158 ppm:0,0110367 %wt:23 ppm, (4) top atmospheric column F05 adalah 0,0489 ppb:0,67 ppm:1,615 ppm:0,01725 %wt:23,533 ppm.

2. Hasil analisa pengaruh jumlah kolom terhadap kemurnian metanol didapat dari hasil analisa kadar impuritisnya, dimana kemurnian methanol semakin meningkat setelah melewati kolom-kolom destilasi tersebut yaitu berturut-turu: 90,63 % - 96,235 % -, 99,9097 % - 99.93 % .

3. Pengaruh jumlah column destilasi terhadap kemurnian methanol adalah yang mana setiap kolom mempunyai fungsi dan spesialis masing-masing dalam memisahkan metanol dari impuritisnya berdasarkan perbedaan titik didih masing-masing impuritis tersebut.

4. Methanol yang dihasilkan sudah sesuai dengan standar mutu IMPCA yaitu sekitar 99,92 %.


(62)

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan evaluasi fungsi kolom distilasi untuk mendapatkan efisiensi dari penggunaanya.

2. Diharapkan adanya studi analisa pengaruh kolom distilasi dengan parameter yang lebih lengkap.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Edisi 1. Yogyakarta. Andi Offset.

Anonim. 2010. Asam Asetat tanggal 26 April 2013.

ASTM (American Society For Testing And Materials) revisi 2010.

Bain ,M.A. 2006. Accumulation Of Trimethylamine And Trimethylamin-N-Oxide In End Stage Renal Disease Patients Hndergoing Haemodialysis. Nephrol Dial Transplant.

Chandra, Dr. Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.

Day, R.A, dan Underwood A.L, 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Jakarta. Erlangga.

Dugan, P.R, 1972. Biochemical Ecology Of Water Pollution. New York. Plenum Press.

Hadiwiyoto, S. 1990. Hubungan Keadaan Kimiawi Dan Mikrobiologik Ikan Pada Penyimpanan Suhu Kamar Dengan Sifat Organoleptiknya. Bogor. Agritech.

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

IMPCA (International Methanol Producers & Consumers Assocition) revisi 2010. Khopkar, S.M. (2007). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. UI-Press.

Kister, H. Z., 1992. Distillation Design. Carlifornia. Mc Graw-Hill.

KMI. 1997. Final Documentation 3: Vessel Enginering. Volume 21. Bontang. Lurgi OI Gas Chemie GmbH.

KMI. 1997. Methanol And Impurity Section. Bontang. PT Kaltim Methanol Industri.

KMI. 1997. Petunjuk Operasi Pabrik Methanol 2000 MTPD unit 200: Synthesis Methanol. Bontang. PT Kaltim Methanol Industri.

Linsley, Ray K., & Franzini, Joseph B. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta. PT. Gelora Aksara Pratama.


(64)

LIPI. 1998. Kursus Teknik Analisa Kromatografi Gas Dan Aplikasi. Bandung. Puslitbang Kimia Terapan.

Mc Nair, H.M. dan Bonelli, E.J. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Bandung. ITB press.

O’Leary, M.H. 1976. Contemporary Organic Chemistry. New York. McGraw Hill.

Perry, R H. 1997. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook. Seventh Edition. New York. McGraw-Hill Book Company Inc.

Prihandana, dkk. 2007. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta. PT. AgroMedia Pustaka.

Safitra, Edwin R. 2008. Pembuatan Asam Asetat Dari Rebung. http://edwinnuklir.blog.com: 16 Maret 2010.

Spencer, N. D. 1988. Direct Oxidation Of Methane. Journal Of Catalysis.

Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta. Liberti.

Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran. Edisi 2. Jakarta. Binarupa Aksara. Van Winkel. M. 1967. Distillation. New York. McGraw-Hill.

Wade, L.G. 2006. Organic Chemistry. Sixth edition. New Jersey. Pearson Education International.

Weininger, S.J. 1972. Contemporary Organic Chemistry. New York. Holt, Rinehart and Winston, Inc.


(65)

Lampiran 1: Reaksi pembentukan metanol dari gas alam

Reaksi Proses Desulfurisasi

RSH + H2⇋ RH + H2S Pada Co-Mo Vessel

COS + H2 ⇋ CO + H2S

ZnO + H2S ⇋ ZnS + H2O Pada Sulphur Catchpot

Reaksi Proses Reforming

Pemecahan hidrokarbon berat dan metana: Pada Prereformer

CnH2n+2 + 2H2O Cn-1H2n + CO2 + 3H2

Misl: C4H10 + 2H2O ⇋ C3H6 + CO2 + 3H2O CnHm + nH2O nCO + (m/2+ n) H2

Misl: CH4 + H2O ⇋ CO + 3H2 Pembentukan metana:

CO + 3H2 ⇋ CH4 + H2O CO2 + 4H2 ⇋ CH4 + 2H2O Water – gas:

CO + H2O ⇋ CO2 + H2

Reaksi Proses Steam Reformer CH4 + H2O ⇋ CO + 3H2


(66)

CO + H2O ⇋ CO2 + H2

Reaksi Proses Autothermal

Pembakaran hidrokarbon dari 13% desulfurisasi dan metana: 2CnH2n+2 + (3n+1) O2 2nCO2 + (2n+2)H2O

Misl: 2C4H10 + 13O2 ⇋ 8CO2 + 10H2O CH4 + 2O2 ⇋ CO2 + 2H2O

Oksidasi parsial hidrokarbon dari 13% desulfurisasi dan metana: 2CnH2n+2 + 3nO2 2nCO2 + 2H2 + 2nH2O

Misl: 2C4H10 + 12O2 ⇋ 8CO2 +2H2 + 8H2O CH4 + O2 ⇋ CO + H2 + H2O

Pemecahan metan: CH4 + H2O ⇋ CO + 3H2

Reaksi Proses Methanol Reactor Zn/Cu/Al2O3

CO + 2H2

CH3OH Zn/Cu/Al2O3


(67)

Lampiran 2: Reaksi pembentukan Impuritis TMA, aseton, etanol, dan asam asetat pada metanol

TMA

NH3 + CH3OH ⇋ MMA + H2O MMA + CH3OH ⇋ DMA + H2 DMA + CH3OH ⇋ TMA + H2O

Acetone

C2H5OH + CO + 2H2 ⇋ CH3-CH-CH3 + H2O OH

CH3-CH-CH3 + O2 + H2⇋ CH3-C-CH3 + 2H2O OH O

Ethanol

CH3OH + CO2 + 2H2 ⇋ C2H5OH + H2O

Asam Asetat


(1)

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan evaluasi fungsi kolom distilasi untuk mendapatkan efisiensi dari penggunaanya.

2. Diharapkan adanya studi analisa pengaruh kolom distilasi dengan parameter yang lebih lengkap.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Edisi 1. Yogyakarta. Andi Offset.

Anonim. 2010. Asam Asetat

tanggal 26 April 2013.

ASTM (American Society For Testing And Materials) revisi 2010.

Bain ,M.A. 2006. Accumulation Of Trimethylamine And Trimethylamin-N-Oxide In End Stage Renal Disease Patients Hndergoing Haemodialysis. Nephrol Dial Transplant.

Chandra, Dr. Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.

Day, R.A, dan Underwood A.L, 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Jakarta. Erlangga.

Dugan, P.R, 1972. Biochemical Ecology Of Water Pollution. New York. Plenum Press.

Hadiwiyoto, S. 1990. Hubungan Keadaan Kimiawi Dan Mikrobiologik Ikan Pada Penyimpanan Suhu Kamar Dengan Sifat Organoleptiknya. Bogor. Agritech.

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

IMPCA (International Methanol Producers & Consumers Assocition) revisi 2010. Khopkar, S.M. (2007). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. UI-Press.

Kister, H. Z., 1992. Distillation Design. Carlifornia. Mc Graw-Hill.

KMI. 1997. Final Documentation 3: Vessel Enginering. Volume 21. Bontang. Lurgi OI Gas Chemie GmbH.

KMI. 1997. Methanol And Impurity Section. Bontang. PT Kaltim Methanol Industri.

KMI. 1997. Petunjuk Operasi Pabrik Methanol 2000 MTPD unit 200: Synthesis Methanol. Bontang. PT Kaltim Methanol Industri.

Linsley, Ray K., & Franzini, Joseph B. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta. PT. Gelora Aksara Pratama.


(3)

LIPI. 1998. Kursus Teknik Analisa Kromatografi Gas Dan Aplikasi. Bandung. Puslitbang Kimia Terapan.

Mc Nair, H.M. dan Bonelli, E.J. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Bandung. ITB press.

O’Leary, M.H. 1976. Contemporary Organic Chemistry. New York. McGraw Hill.

Perry, R H. 1997. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook. Seventh Edition. New York. McGraw-Hill Book Company Inc.

Prihandana, dkk. 2007. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta. PT. AgroMedia Pustaka.

Safitra, Edwin R. 2008. Pembuatan Asam Asetat Dari Rebung. http://edwinnuklir.blog.com: 16 Maret 2010.

Spencer, N. D. 1988. Direct Oxidation Of Methane. Journal Of Catalysis.

Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta. Liberti.

Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran. Edisi 2. Jakarta. Binarupa Aksara. Van Winkel. M. 1967. Distillation. New York. McGraw-Hill.

Wade, L.G. 2006. Organic Chemistry. Sixth edition. New Jersey. Pearson Education International.

Weininger, S.J. 1972. Contemporary Organic Chemistry. New York. Holt, Rinehart and Winston, Inc.


(4)

Lampiran 1: Reaksi pembentukan metanol dari gas alam

Reaksi Proses Desulfurisasi

RSH + H2⇋ RH + H2S Pada Co-Mo Vessel

COS + H2 ⇋ CO + H2S

ZnO + H2S ⇋ ZnS + H2O Pada Sulphur Catchpot

Reaksi Proses Reforming

Pemecahan hidrokarbon berat dan metana: Pada Prereformer

CnH2n+2 + 2H2O Cn-1H2n + CO2 + 3H2 Misl: C4H10 + 2H2O ⇋ C3H6 + CO2 + 3H2O CnHm + nH2O nCO + (m/2+ n) H2

Misl: CH4 + H2O ⇋ CO + 3H2 Pembentukan metana:

CO + 3H2 ⇋ CH4 + H2O CO2 + 4H2 ⇋ CH4 + 2H2O Water – gas:

CO + H2O ⇋ CO2 + H2

Reaksi Proses Steam Reformer CH4 + H2O ⇋ CO + 3H2


(5)

CO + H2O ⇋ CO2 + H2

Reaksi Proses Autothermal

Pembakaran hidrokarbon dari 13% desulfurisasi dan metana: 2CnH2n+2 + (3n+1) O2 2nCO2 + (2n+2)H2O

Misl: 2C4H10 + 13O2 ⇋ 8CO2 + 10H2O CH4 + 2O2 ⇋ CO2 + 2H2O

Oksidasi parsial hidrokarbon dari 13% desulfurisasi dan metana: 2CnH2n+2 + 3nO2 2nCO2 + 2H2 + 2nH2O

Misl: 2C4H10 + 12O2 ⇋ 8CO2 +2H2 + 8H2O CH4 + O2 ⇋ CO + H2 + H2O

Pemecahan metan: CH4 + H2O ⇋ CO + 3H2

Reaksi Proses Methanol Reactor Zn/Cu/Al2O3

CO + 2H2

CH3OH Zn/Cu/Al2O3


(6)

Lampiran 2: Reaksi pembentukan Impuritis TMA, aseton, etanol, dan asam asetat pada metanol

TMA

NH3 + CH3OH ⇋ MMA + H2O MMA + CH3OH ⇋ DMA + H2 DMA + CH3OH ⇋ TMA + H2O

Acetone

C2H5OH + CO + 2H2 ⇋ CH3-CH-CH3 + H2O OH

CH3-CH-CH3 + O2 + H2⇋ CH3-C-CH3 + 2H2O OH O

Ethanol

CH3OH + CO2 + 2H2 ⇋ C2H5OH + H2O

Asam Asetat