Fisiologi Pendengaran Gangguan Pendengaran Akibat Bising

2.2 Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga, dialirkan ke liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan kerangkaian tulang pendengaran „ossicle‟ yang akan mengamplifikasi getaran tersebut. Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe dan membrana basal ke bawah. Perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar foramen Rotundum terdorong kearah luar Adenan 1983. Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimfe dan mendorong membran basal sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimfe pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok- kelok dan dengan berubahnya membran basal, ujung sel itu menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perubahan ion kalium dan ion natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang nervus VIII yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak area 39-40 melalui syaraf pusat yang ada di lobus temporalis Adenan 1983.

2.3 Gangguan Pendengaran Akibat Bising

Gangguan pendengaran akibat bising GPAB sering dijumpai pada pekerja industri yang belum menerapkan sistem perlindungan pendengaran dengan baik. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dalam upaya meningkatkan pembangunan banyak menggunakan peralatan industri yang dapat membantu dan mempermudah pekerjaan. Sebagai akibatnya, timbul bising lingkungan kerja yang dapat berdampak buruk terhadap para pekerja. Menurut OSHA Occupational Safety Health Administration batas aman pajanan bising bergantung pada lama pajanan, frekuensi dan intensitas Universitas Sumatera Utara bising serta kepekaan individu dan beberapa faktor lain. Di Indonesia khususnya dan negara lain umumnya, pajanan bising yang dianggap cukup aman adalah pajanan rata-rata sehari dengan intensitas bising tidak melebihi 85 dB selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu Bashiruddin 2010. GPAB ialah kurang pendengaran atau tuli akibat pajanan bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya disebabkan oleh bising lingkungan kerja Krishnamurti 2009; Muyassaroh 2011. Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga Bashiruddin 2010; Sen 2010. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising , frekuensi, lama paparan perhari, lama masa kerja, kerentanan individu, umur dan jenis bising Kujawa 2006 ; Ologe 2008; Carmelo 2010. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah paparan energi bising yang di terima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat Daniel 2007; Muyassaroh 2011. GPAB adalah penyakit akibat kerja yang sering dijumpai pada banyak pekerja industri. Gangguan pendengaran ini biasanya bilateral tetapi tidak jarang yang terjadi unilateral. Gangguan biasanya mengenai nada tinggi dan terdapat takik di frekuensi 4000 Hz pada gambaran audiogramnya Moller, 2006. Pada tahap awal gangguan ini hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan audiometri. Gejala awal biasanya adanya keluhan berdenging di telinga, gangguan pendengaran jenis sensorineural ini terjadi akibat kerusakan struktur di koklea yaitu kerusakan pada sel-sel rambut di Organ Corti. GPAB dapat terjadi mulai ringan sampai berat akibat pajanan bising yang berlangsung lama, yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel rambut juga terjadi bertahap, perlahan-lahan sehingga tidak disadari oleh para pekerja Ferrite 2005; Hong 2007; Daniel, 2007. Pada tahap yang berat dapat mengganggu komunikasi, sehingga mempengaruhi kehidupan sosialnya. GPAB ini bersifat menetap dan tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu pencegahan sangat penting Bashiruddin 2010; Attarchi 2010. Universitas Sumatera Utara Kemajuan dalam bidang teknologi sejak tiga dekade terakhir ini menyebabkan peningkatan bahaya bising baik dalam jumlah, intensitas, kecepatan dan jumlah orang yang terpajan bising, terutama di negara industri dan negara maju Nandi 2008; Ketabi 2010. Penelitian-penelitian yang dilakukan secara terpisah-pisah, menunjukkan prevalensi terjadinya gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja berkisar antara 10-30. Masalah yang dihadapi adalah banyak perusahaan sebagai sektor formal yang belum melakukan Program Konservasi Pendengaran, sebagai perlindungan terhadap pekerjanya, sehingga risiko terjadinya gangguan pendengaran pada pekerja akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh berbagai kendala, antara lain adalah kurangnya kesadaran para pekerja tentang bahaya timbulnya gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja Mallapiang 2008; Bashiruddin 2010.

2.4 Bising