Jaringan Pekerja Seks Komersil Di Super Diskotik Nibung Raya Medan.
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi syarat mendapat gelar
Sarjana Ilmu Sosial dalam bidang Antropologi
Disusun oleh:
AGUSTINA IKA H SARAGIH
020905002
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
MEDAN
2008
(2)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Halaman Persetujuan Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan: Nama : Agustina Ika H. Saragih Nim : 020905002
Departeman : Antropologi
Judul :JARINGAN PEKERJA SEKS KOMERSIL DI
SUPER DISKOTIK NIBUNG RAYA MEDAN
Medan, 21 April 2008
Pembimbing Skripsi Ketua Departemen Antropologi
( Dra. Sabariah Bangun, M. Soc.Sc) ( Drs. Zulkifli Lubis, MA ) NIP :131674460 NIP : 131 882 278
Dekan Fisip USU
( Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA ) NIP : 131 757 010
(3)
karunia dan nikmat yang diberikan – Nya kepada penulis. Terutama nikmat kesehatan dan kesempatan yang masih dilimpahkan dengan kesempatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kemudian salawat dan salam kepada Rasulullah SAW, contoh tauladan dalam kehidupan ini.
Penulis menyadari tanpa bantuan dan dukungan beberapa pihak, penulis tidak akan dapat meyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan FISIP USU, kepada Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA. ketua jurusan Departeman Antropologi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Sabariah Bangun, M. Soc. Sc., selaku dosen pembimbing penulis dari proposal hingga penyusunan skripsi ini.. kasih untuk seluruh Dosen – dosen di bawah naungan departemen Antropogi. Dan Kak Sri yang selalu setia berada di kantor Departemen antropologi untuk membantu keperluan penulis membuat surat-surat
Penulisan skripsi ini pun tidak lepas dari bantuan seluruh informan,oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarny kepada seluruh informan yang telah menyediakan waktuuntuk memberikan informasi yang penulis perlukan dalam skripsi ini.
(4)
Hazbi Hendra Daswono. Aiptu. Ifran Suheri, Dani, Bripka. Syadarsah, Ade Fadly. Karena telah menjadi abang yang baik untuk penulis. Juga terima kasih untuk sepupuku Try Feny Aprilia. Amd telah memberi semangat dan inspirasi..
Terima kasih untuk sahabat terbaik, yang selalu mengingatkan penulis untuk secepatnya menyelesaikan skripsi ini (Sarie, Fithri, Wina)
Terima kasih untuk teman – temanku yang spesial di Antropologi (Nanda, Ryna),yang selalu bersama disaat- saat apa pun.
Penulis juga ucapkan terima kasih untuk teman – teman berbagi tawa di bawah pohon rindang ( Luna, Rani, Endang, Ami, Fikri, Abu, Buaya, Blender, Abeb, Demank, Yupi, Siwa, Sky).
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian dan bagi pengembang ilmu pengetahuan di masa mendatang.
Medan, Juni 2008
(5)
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAK ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ... 1
2. Perumusan Masalah ... 7
3. Lokasi Penelitian ... 7
4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
5. Kerangka Teori ... 9
6. Kerangka Konsep ... 15
7. Metodologi Penelitian ... 17
BAB II GAMBARAN UMUM DISKOTIK SUPER 1. Sejarah Singkat Berdirinya Diskotik Super ... 22
2. Sarana Pendukung Diskotik Super ... 26
3. Komposisi Pengunjung Diskotik Super ... 30
4. Peranan Diskotik Super dalam Perubahan Kebudayaan ... 31
(6)
c. Interaksi Internal ... 47
d. Peran Mucikari ... 49
BAB IV MENGENAL PSK DI DISKOTIK SUPER NIBUNG RAYA MEDAN 1. Sejarah Pelacuran di Indonesia ... 51
2. Faktor – Faktor Pendorong Timbulnya Pelacuran ... 54
3. Pelacuran Sebagai Masalah Sosial ... 57
4. Akibat – Akibat yang Ditimbulkan Masalah Pelacuran ... 59
5. Jaringan PSK Diskotik Super Nibung Raya ... 60
5.1. Tugas dan Fungsi Mucikari ... 63
5.2. Pemilik Lokalisasi ... 66
5.3. Perantara PSK ... 69
5.4. Bagian Pemasaran PSK ... 71
5.5. Hubungan Pelanggan Dengan PSK ... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77
B. Saran – Saran ... 79 Daftar Pustaka ... Lampiran – Lampiran
(7)
Tabel III – 02 : Jumlah Responden Menurut Umur ... 40
Tabel III – 03 : Pendapatan Responden ... 41
Tabel III – 04 : Asal Mula Menjadi PSK ... 42
Tabel III – 05 : Keluarga Mengetahui Profesi Anda ... 43
(8)
BPS dan 1 dari kamus bahasa umum Bahasa Indonesia, dan beberapa lampiran daftar pertanyaan (interview guide), daftar informan, 6 tabel, 3 lampiran,yang terdiri surat penelitian dari FISIP USU, surat izin penelitian Balitbang, dan surat izin penelitian dari dinas Pariwisata.
Pekerjaan menjadi sangat penting bagi manusia, karena dari pekerjaan orang bisa mendapatkan uang. Uang dapat mensejahterahkan manusia dari segi materi. Sehigga pekerjaan apapun dapat dilakukan manusia demi mendapatkan uang tersebut. Khusus bagi wanita peluang untuk mendapat pekerjaan begitu sulit didalam persaingan industri dunia pekerjaan.. Kebutuhan ekonomi harus tetap dipenuhi untuk melanjutkan hidup. Bekerja menjadi Pekerja Seks Komersil, menjadi pilihan dari mereka. Dalam masyarakat Pekerja Seks Komersil dipanadang tidak baik karena melanggar etika, sopan santun dan norma sosial. Ada kelompok masyarakat yang membenci mereka, tetapi tidak sedikit yang memujanya sebagai penjaja seks pemenuh birahi sesaat. Bahkan komoditi seksualitas menciptakan lapangan pekerjaan dengan tawaran keuntungan dan pemenuhan kebutuhan secara luas.
Tujuan penelitian ini untuk memahami jaringan Pekerja Seks Komersil. Untuk menggambarkan jaringan ini dengan menggunakan metode deskriptif melalui pengumpulan data dengan melalui observasi non partisipasi, wawancara dengan 10 orang informan dari 20 PSK yang terdapat di Diskotik Super, Nibung Raya, Medan. Pemilihan informan ini melalui teknik pengumpulan data snowball sampling.
Dalam jaringan Pekerja seks Komersil terdapat peran- peran yang berbeda. Diantara peran mucikari yang melindungi kepentingan Pekerja Seks Komersil. Perantara adalah orang yang menghubungkan PSK dengan konsumen, konsumen bisa meminta seperti apa yang dingiinkan maka perantara akan menjemput PSK sesuai keinginan konsumen. PSK di Diskotik Super dapat diketahui melalui tingkah laku mereka yang energik, berpenampilan seksi dengan dandanan yang sedikit menor. Memiliki akses bebas keluar masuk Diskotik Super. Hubungan antara sesama PSK hanya saling kenal saja, tidak memiliki hubungan yang akrab antara satu sama lainnya. Latar belakang belakang mereka menjadi PSK juga berlainan namun
(9)
BPS dan 1 dari kamus bahasa umum Bahasa Indonesia, dan beberapa lampiran daftar pertanyaan (interview guide), daftar informan, 6 tabel, 3 lampiran,yang terdiri surat penelitian dari FISIP USU, surat izin penelitian Balitbang, dan surat izin penelitian dari dinas Pariwisata.
Pekerjaan menjadi sangat penting bagi manusia, karena dari pekerjaan orang bisa mendapatkan uang. Uang dapat mensejahterahkan manusia dari segi materi. Sehigga pekerjaan apapun dapat dilakukan manusia demi mendapatkan uang tersebut. Khusus bagi wanita peluang untuk mendapat pekerjaan begitu sulit didalam persaingan industri dunia pekerjaan.. Kebutuhan ekonomi harus tetap dipenuhi untuk melanjutkan hidup. Bekerja menjadi Pekerja Seks Komersil, menjadi pilihan dari mereka. Dalam masyarakat Pekerja Seks Komersil dipanadang tidak baik karena melanggar etika, sopan santun dan norma sosial. Ada kelompok masyarakat yang membenci mereka, tetapi tidak sedikit yang memujanya sebagai penjaja seks pemenuh birahi sesaat. Bahkan komoditi seksualitas menciptakan lapangan pekerjaan dengan tawaran keuntungan dan pemenuhan kebutuhan secara luas.
Tujuan penelitian ini untuk memahami jaringan Pekerja Seks Komersil. Untuk menggambarkan jaringan ini dengan menggunakan metode deskriptif melalui pengumpulan data dengan melalui observasi non partisipasi, wawancara dengan 10 orang informan dari 20 PSK yang terdapat di Diskotik Super, Nibung Raya, Medan. Pemilihan informan ini melalui teknik pengumpulan data snowball sampling.
Dalam jaringan Pekerja seks Komersil terdapat peran- peran yang berbeda. Diantara peran mucikari yang melindungi kepentingan Pekerja Seks Komersil. Perantara adalah orang yang menghubungkan PSK dengan konsumen, konsumen bisa meminta seperti apa yang dingiinkan maka perantara akan menjemput PSK sesuai keinginan konsumen. PSK di Diskotik Super dapat diketahui melalui tingkah laku mereka yang energik, berpenampilan seksi dengan dandanan yang sedikit menor. Memiliki akses bebas keluar masuk Diskotik Super. Hubungan antara sesama PSK hanya saling kenal saja, tidak memiliki hubungan yang akrab antara satu sama lainnya. Latar belakang belakang mereka menjadi PSK juga berlainan namun
(10)
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Susahnya lapangan pekerjaan di Indonesia, menjadi salah satu masalah sosial yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Keterbatasan lapangan pekerjaan yang tidak sesuai dengan jumlah peningkatan pendidikan yang setiap tahun mahasiswa maupun siswa sehingga menyebabkan mereka sulit mendapatkan pekerjaan. Akibatnya menjadi problematika sosial dalam pembangunan ekonomi nasional dan regional. Masyarakat tanpa pekerjaan menjadi menjadi beban ekonomi berkepanjangan, yang sebenarnya mereka juga tidak ingin dalam keadaan seperti itu.
Ketika masalah pekerjaan dikelompokkan atau pun dibedakan menjadi masalah pekerjaan wanita dan pria, akan menyebabkan munculnya permasalahan tersendiri. Khusus bagi pekerja wanita, peluang dan kesempatan karir yang masih terbatas pada setiap kesempatan kerja menunjukkan perbedaan kelas di dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan perempuan (sebagai sebutan lain untuk wanita) semakin menjadikan mereka terpinggirkan dalam pola dan teknis kerja. Padalah peran serta perempuan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan juga sama pentingnya dalam pengembangan ekonomi di dalam keluarga mereka masing – masing.
(11)
Kebutuhan ekonomi tidak bisa menunggu, kebutuhan makan, perumahan dan kebutuhan lainnya harus dipenuhi. Bukan berarti dengan keterbatasan lapangan pekerjaan bagi perempuan akan menghentikan kebutuhan mereka sebagai salah satu pilar ekonomi keluarga. Salah satu pilihan mudah bagi pekerjaan perempuan dengan keterampilan dan pendidikan rendah dengan harapan mendapat kehidupan yang layak melalui menjalani profesi sebagai Pekerja Sek Komersial (PSK).
Seks menjadi sebuah komoditi yang dipertentangkan dalam masyarakat, ada kelompok masyarakat yang menggambarkannya sebagai hak hidup yang seharusnya dinikmati dengan tidak mempertentangkan bagaimana menggunakan kepentingan seksualitas bukan untuk kepentingan umum dengan cara memperjual berlikan hal tersebut. Perdebatan panjang dalam memahami seks dari pelbagai sudur pandang yang membedakan cara pandang kelompok masyarakat, apalagi mengangkut komersialisasi seks sebagai sebuah fenomena sosial yang ada ditengah kita seperti sekarang ini. Seks bukan merupakan sesuatu yang tabu ketika ditempatkan pada tempat yang sebenarnya, sesuai aturan agama, adat istiadat dan nilai sosial yang menjadi tradisi masyarakat.
Indrawan (2006:473) mengartikan seks menunjuk pada perbedaan secara jenis kelamin antara wanita dan pria. Dalam pengertian dan batasan ini, seks menjadi sesuatu yang seharusnya dipahami oleh semua orang termasuk kita,
(12)
sebagai pembeda antara permpuan dan lak – laki. Berkaitan dengan organ tubuh perempuan dan laki – laki secara umum.
Ketika seks diperjual belikan layaknya komoditi seperti barang dan jasa di pasaran, terjadi penyimpangan dan persinggungan antara pelbagai cara pandang masyarakat. Dan biasanya yang menjadi sorotan tajam masyarakat adalah kegiatan komersialisasi seks perempuan. Hingga sebutan bagi mereka dikenal dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK). Melalui upaya memperjual berlikan tubuh, melalui penjajaan dan jaminan kepuasan seksual yang mereka tawarkan. Tujuannya mendapatkan uang dengan mudah dengan alasan – alasan yang berupaya membenarkan tindakan mereka tersebut.
PSK, dalam beragam konotasi lainnya sama dengan Wanita Tuna Susila (WTS), pelacur, penjaja seks, kupu – kupu malam, sundal, lonte atau cabo, merupakan pengertian yang menunjukkan tentang wanita yang pekerjaannya menjual diri kepada siapa saja atau kepada banyak laki – laki yang membutuhkan pemuasan nafsu sekual dan mereka membayar sejumlah uang sebagai kontrak seksual yang disepakati bersama antara dirinya dan PSK. Atau dengan kata lain adalah wanita yang melakukan hubungan seksual dengan banyak laki – laki di luar pernikahan dan sang wanita memperoleh imbalan dari laki – laki yang menyetubuhinya (Tjahyo Purnomo dan Ashadi Siregar, 1983:11). Meminjam syair dari salah seorang penyanyi dan komposer lagu terkenal di tanah air, Titik
(13)
Puspa, menggambarkan kegiatan PSK dengan kisah: “… ada yang benci dirinya. Ada yang butuh dirinya. Ada yang berlutut mencintanya. Ada pula yang kejam menyiksa dirinya. Ini hidup wanita si kupu – kupu malam. Bekerja bertaruh seluruh jiwa raga. Bibir senyum kata halus merayu memanja kepada setiap mereka yang datang. Dosakah yang mereka kerjakan, sucikah mereka yang datang. Kadang dia tersenyum dalam tangis, kadang dia menangis di dalam seyuman…”.
Sebuah realita sosial yang ada dalam kelompok masyarakat dan menjadi adegan seru melalui upaya pengakuan dan pencarian identitas diri sebagai profesi komersialisasi, sebagai pekerjaan yang ditekuni PSK. Ada kelompok masyarakat yang membenci mereka, tetapi tidak sedikit yang memujanya sebagai penjaja seksualitas pemenuh birahi sesaat. Bahkan komoditi seksualitas menciptakan lapangan pekerjaan dengan tawaran keuntungan dan pemenuhan kebutuhan hidup secara luas. Terutama bagi para pebisnis dan penekun dunia hiburan dan mereka yang menggantungkan diri dari segi pendapatan di dalamnya. Unsur manusia, dengan perasaan dan naluri kemanusian, menjadi pertentangan batin tersendiri bagi PSK, wanita baik – baik dalam kategorisasi masyarakat tentu tidak akan mampu menjalankan dan memainkan peran hidup sebagai PSK yang mencoba mengabaikan perasaan diri. Bibir tersenyum di bawah pengaruh alkohol yang
(14)
kental, akan tetapi bathin mereka konsong dari eksistensi (penentuan dan pengakuan) dari kesucian manusia secara fitrah.
Pelacuran merupakan masalah bila dilihat dari adat istiadat sebagian besar kelompok masyarakat di Indonesia, dengan pengingkaran terhadap lembaga perkawinan yang sah, sebagai lembaga yang luhur guna mencapai tanggung jawab akan perbuatan diri antara laki – laki dan perempuan. Al – Ghifari (2006:14) menjelaskan nilai seorang wanita yang melakukan hubungan seks di luar lembaga resmi (pernikahan), dengan keadaan sebagai berikut: “… seorang wanita yang sekali saja membiarkan dirinya dinodai, maka sampai kapanpun ia akan ternoda. Nilai dia sebagai seorang wanita anjlok di mata laki – laki. Dia sudah tidak memiliki harga diri sebagai seorang wanita”.
Westernisasi (kehidupan dengan pola kebarat – baratan) menunjukkan adanya kecenderungan wanita tidak lagi mempermasalahkan keperawanan (virginitas), membudaya dikalangan remaja yang menglaim diri sebagai penganut paham kebebasan. Modernisasi dihubungkan dengan pelepasan keperawaan dan pengalaman seks pra nikah, ketika perempuan dan laki – laki memasuki usia 17 tahun.
Fakta ini seperti yang pernah diungkapkan Dr. Sarlito Wirawan Sarwono dalam buku Psikologi Remaja yang peneliti kutip kembali dalam buku Hamil di Luar Nikah Trend Atau Aib (Abu Al –Ghifari, 2006:15), disebutkan “… sebagian
(15)
besar remaja di kota besar yang masih perawan untuk dipertemukan dengan pacarnya di suatu tempat agar mereka mengakhiri keperawanannya. Setelah selesai mereka lantas menanyakan bagaimana kesannya”.
Menurut Sumardiko (1986:1) tindakan tuna susila itu berdampak pada: a. Sangat bertentangan dengan nilai – nilai sosial dan relegius, serta dapat
merendahkan martabat bangsa.
b. Dapat mengakibatkan terpengaruhnya sendi – sendi kehidupan masyarakat dan bangsa dari segala aspek, seperti aspek sosial, aspek ketertiban umum, aspek keamanan dan aspek kesusilaan dan lain sebagainya.
c. Mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap generasi muda penerus bangsa. A.S. Alam (1984:10), menggambarkan pelacuran sangat bertentangan dengan Pancasila, “… karena tidak sesuai dengan manusia yang berketuhanan, di mana Tuhan dengan jelas mengutuk perzinahan yang tidak sesuai dengan perikemanusian yang adil dan beradab. Karena pelacuran justru memperlakukan manusia sebagai benda yang dapat dipertagangkan, tidak sesuai juga dengan keadilan sosial karena tindakan pelacuran merupakan eksploitasi terhadap manusia dengan manusia”.
Sistem jaringan yang kompleks sebagai fakta sosial dalam pelacuran, terorganisir dalam rangka memberikan pelayanan kepada para pelanggan dengan
(16)
kemampuan membayar sesuai dengan keuangannya, akan diangkat dalam penelitian Jaringan PSK di Diskotik Super Nibung Raya.
2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dimaksudkan untuk mempermudah jalannya penelitian, fous tidak terlalu luas dalam pembahasan, dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. bagaiman jaringan PSK di Diskotik Super Nibung Raya? a. Apa peran mucikari di Diskoti Super Nibung Raya? b. Bagaiman mencari calon PSK?
c. Bagaimana PSK mencari calon pelanggan?
d. Bagaiman hubungan kesesama teman PSk di Diskotik Super Nibung Raya?
3.Lokasi Penelitian
Dalam upaya menjawab masalah penelitian yang sudah dibuat di atas, maka dibutuhkan data penelitian. Untuk secara keseluruhan data penelitian ini akan dikumoulkan melalui upaya observasi atau pengamatan langsung di Diskoti Super Nibung Raya, Jl. Nibung Raya II, sebagai salah satu disotik yang ada di Kota Medan.
Berdasarkan judul skripsi penulis, tentang jaringan Pekerja Seks Komersial (PSK), maka daerah Jl. Nibung Raya merupakan daerah yang sesuai
(17)
untuk dujadikan lokasipenelitian, karena daerah ini banyak penginapan – penginapan yang menyediakan jasa PSK terselubung, dengan berkedok rumah toko dan latar belakang kegiatan usaha lainnya.
4.Tujuan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat penelitian yang hendak dicapai aalh sebagai berikut: 4.1. Tujuan Penelitian
Dengan berpedoman pada ruang lingkup masalah di atas, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang tepat dan realistis tentang jaringan PSK di Diskotik Super Nibung Raya, Jl. Nibung Raya II, Medan.
Memahami keberadaan jaringan PSK Dikorik Super Nibung Raya, dijadikan perbandingan dalam melihat kehidupan mereka secara umum. Adapun tujuan penelitian ini:
a. Untuk memahammi jaringan PSK di Diskotik Super Nibung Raya Medan. b. Untuk memahami peran mucikari di Diskotik Super Nibung Raya Medan. c. Untuk mengetahui cara PSK mencari pelanggan di Diskotik Super Nibung
Raya Medan.
d. Untuk mengetahui hubungan sesama PSK di Dskotik Super Nibung Raya Medan
(18)
4.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini, mencakup dua hal pokok, yakni secara teoritis dan praktis, seperti di bawah ini:
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memperkaya keberagaman bahan bacaan dan tema penelitian sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas sumatera Utara, Medan.
b. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada masyarakat dalam melihat sebuah realitas sosial tentang keberadaan PSK dan sekaligus menjadi tambahan wawasan bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian tentang fenomena ini.
c. Bahan perbandingan dalam melihat kehidupan PSK secara umum.
5. Kerangka Teori
Sejalan dengan paradaban kita pada masa kini, menjadikan perkembangan pola piker juga terus mengalami perkembangan demi pemenuhan kebutuhan mereka, yang sangat kuat dipengaruhi oleh interaksi yang kita lakukan di lingkungan masing-masing. Pada kenyataannya, interaksi sosial yang kita lakukan, baik secara individu, atau juga dalam sistem sosial, dimulai dengan pertukaran pesan sebagai informasi dalam hubungan tersebut. Sebagai makhluk sosial, manusia dalam kehidupannya, termasuk kita, selalu melakukan hubungan
(19)
dengan dua orang atau bahkan banyak orang lainnya. Disinilah komunikasi menjadi alat pertukaran pesan antar mereka yang melakukan interaksi.
Setiap individu biasanya akan mempergunakan kerangka kognitifnya (pengetahuan) masing-masing, sehingga apa yang dimauinya dalam rangka melakukan interaksi dengan orang-orang akan tercapai. Kerangka kognitif seorang individu pada dasarnya merupakan keseluruhan pengetahuan yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungannya. Keseluruhan pengatahuan yang dapat diinterpretasikan pada lingkungannya merupakan pedoman bagi inidividu dalam berperilaku. Dengan kata lain tindakan tersebut adalah suatu kebudayaan.
Kebudayaan dalam pergaulan sehari-hari antar manusia menujukkan perbedaan antara satu orang dengan orang lainnya, sebagai pola-pola tindakan (pattern of action) dari manusia. Koentjaraningrat (1990:102) menggambarkan pola kelakuan manusia sebagai: dorongan-dorongan, refleks-refleks, atau kelakuan manusia yang tidak lagi di pengaruhi dan ditentukan oleh akalnya dan jiwanya, yaitu kelakuan manusia yang membabi buta. Susunan unsure-unsur akal dan jiwa manusia yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia itu, adalah apa yang disebut kepribadian (personality).
Mengenai soal dan macam serta jumlah dorongan naluri manusia, yang membentuk kepribadian dan dipertegas melalui pola interaksinya antara lain
(20)
seperti yang digambarkan oleh Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1990:108), adalah:
1. Dorongan untuk mempertahankan hidup. dorongan ini memang merupakan suatu kekuatan biologi yang juga ada pada sesama makhluk di dunia dini dan menyebabkan mampu mempertahankan hidup.
2. Dorongan seks. Bahawa dorongan seks timbul pada setiap individu yang normal tanpa terpengaruh pengetahuan sebagai landasan biologis.
3. Dorongan untuk usaha maencari makan. Sebagai sikap dasar setiap manusia yang tidak dipengaruhi oleh landasan pengetahuan.
4. Dorongan untuk bergaul dan berinteraksi dengan sesama manusia. Dorongan ini merupakan landasan biologi dari kehidupan masyarakat manusia sebagai makhluk kolektif.
Sebenarnya dorongan naluri manusia untuk membentuk kepribadian ada 7 faktor. Tetapi ke empat dorongan ini yang cenderung membuat responden menjadi PSK (Pekerja Seks Komersial. Dorongan naluriah manusia dalam lingkungan interaksinya akan semakin membesar menjadi sebuah keyakinan dalam berbagai pandangan yang berbeda antara manusia yang satu dengan yang lainnya.
(21)
Komunikasi dalam hal ini merupakan suatu proses, sebagian dari proses tersebut mengandung makna atau pengertian tentang pengaruh kebudayaan individu pada identitas pribadi, nilai,pola berbicara, dan pada pola pergaulan individu.berdasarkan pengertian ini pulalah tampak jelas bahwa individu dengan siapa, bagaimana, serta media apa yang ia gunakan akan menentukan pola- pola dan bentuk lainnya dalam interaksi dan kebudayaannya. Dalam hal ini Prof. Dr. H. Anwar Arifin (2002 ; 20) menyebutkan bahwa komunikasi menyentuh seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya semua kehidupan masyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu, orang melukiskan komunikasi sebagai
ubuquitas atau serba hadir. Artinya, komunikasi berada dimanapun, kapanpun juga. Dalam hal ini pada dasarnya peristiwa komunikasi bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan secara serampangan atau asal saja, tetapi di dalam perisriwa tersebut harus ada unsur selektif yang ketat.
Melalui kebudayaan yanng dimiliki sebagai ciri khas seorang individu atau menunjuk tentang kepribadian seseorang di atas turut menentukan bagaiman bentuk interaksi yang diinginkan oleh individu tersebut serta sejauh mana lingkungan dan tempat tinggal mempengaruhi perilaku individu sehingga membentuk pola perilaku interaksi dan bagaiman hal itu dilakukan.
Dalam memahami dan mmemperkecil pemahaman tentang kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1990: 180) kebudayaan merupakan keseluruhan sistem
(22)
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia sebagai milik diri.
Penciptaan peran gender dalamkebudayaan masyarakat kita, dianggap secara umum sebagai citra perempuan, perwujudan media, dan pengaruh-pengaruh lain pada sosialisasi dalam upaya membenarkan diskriminasi nyata dan orde kuasa (Murray, 1995:16). Menunjukkan dengan adanya kontrol ideologis terhadap parisipasi ekonomi perempuan. Dalam pekerjaan mereka dianggap sebagai masyarakat kelas dua dan tetap menomor satukan laki-laki.
Di dunia ketiga, termasuk di Indonesia khususnya dalam melihat partisipasi ekonomi perempuan, dalam konteks penelitian in, meliputi dampak perencanaan pembangunan yang menempatkan mereka pada marginalisasi (keterpinggiran sebagai bentuk kelas pekerja antara perempuan dan laki-laki) melalui pendefinisian mereka sebagai pekerja sekunder (Murray, 1995: 16). Proses kontrol sosial terhadap perempuan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kontrol ideologis terhadap seksualitat perempuan, termasuk kontrol melalui eksploitasi kaidau Islam untuk mengkonstruksi (membangun) perempuan secara moral. Michael Foucault seperti yang dikutip dalam Murray (1995: 16) menggambarkan perempuan dalam seksualitas kelas, menunjukkan adanya pergeseran-pergeseran dan transporsisi, ia meliputi pengaru-pengaruh kelas yang khas.
(23)
Beragam alasan perempuan untuk menekuni bidang pekerjaan dalam konteks partisipasi ekonomi perempuan. Menurut statistik ( www. Pusparagam.oag/pdln 2003/ full texr / harry. Intm – 46 k) kebanyakan PSK bersal dari kelas ekonomi lemah, dari keluarga yang bermasalah, bahkan mengalami
broken home, dengan motif mendapatkan income mudah. Dalam statistik ini ridak termasuk PSK semi profesional, terlebih call girls, mereka sering sudah punya titel akademis dan hidup berkecukupan. Maka apabila mereka memilih semi profesi ini, mereka memutuskannya dengan bebas dan sadar. Secara umum para PSK memulai karir mereka dalam usia relatif sangat muda dan muda, dengan kategori sangat muda antara 10 tahun- 13 tahun, dan kategori muda dalam usia 18 tahun sampai dengan 21 tahun, lari dari rumah atau memang dengan sengaja dipelacurkan oleh orang tuanya dan berbagai alasan lainnya.
Dalam pelaksanaannya, jaringa PSK sebagai profesi melibatkan paling tidak ada empat pihak yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya bisnis ini (islamlib ? id / index. Phap? Page = comment & art- id), digambarkan sebagai berikut:
1. Pelindung para PSK, atau biasa disebut ,germo, atau bahasa halusnya , mucikari,. Mucikari ini biasanya laki-laki, bisa pula perempuan. ]ara PSK bekerja di bawah pimpinan mucikari.
(24)
2. Pemilik lokalisasi dimana bisnis ini berlangsung. Pemilik ini berperan sabagi siempunya yang menyediakan tempat untuk bertemu para PSK.
3. Perantara memfasilitasi isnis ini, biasanya perempuan. Ia tahu benar teknik-teknik untuk membujuk para calon PSK dan dia pula yang mengajar, mendidik, melatih mereka dalam profesi tersebut. Tugas perantara ini menghubungkan para calon PSK dengan mucikari atau juga lagsung dengan cara pelanggan.
4. bagian pemasaran, yani orang khusus dibayar untuk mengembangkan bisnis ini, termasuk mencari para calon PSK diberbagai tempat, memindahkan, mengirim,menjual PSK keberbagai tempat, baik secara nasional maupun internasional.
Keempat bagian yang menunjukkan jaringan di dalam pelaksanaan kerja PSK ini, merupakan satu kesatuan yang juga bisa membangun jaringan lain yang lebih luas. Baik dalam skala nasional maupun internasional.
6.Kerangka Konsep
Sejalan dengan perkembagan peradaban manusia disalam masyarakat, mengakibatkan lahirnya pola – pola hubungan antar manusia di dalam masyarakat yang semakin kompleks. Melalui cara berfikir dan dan berindak sebagai usaha pemenuhan kebutuhan bersama. Sangat dipengaruhi sikap dan perilaku yang
(25)
menunjukkan bagaimana mereka melaksanakan interaksi. Dengan demikian, sikap dan perilaku ndividu membentuk pola hidup yang khas dalam suatu masyarakat.
Kalau kta mengacu pada empat bidang kehidupan manusia,seperti yang dikonsepkan oleh Kluchon, yakni mencakup: 1) bidang kehidupan kekeluargaan; 2) bidang kehidupan ekonomi; 3) bidang kehidupan sosial, dan 4) bidang kehidupan keagamaan (Koenjtaraningrat, 1985:201).
Dalam melihat keberadaan jaringan PSK latar belakag kehidupa ekonomi masih menjadi alasan yang memiliki keterikatan antara keinginan keluar dari kehidupan sosial yang tidak menguntungka dengan tingkat ekonom lemh. Konsep jaringan antar PSK yang ada dalam penelitian ini menunjkkan tentang masing – masing bagia memainkan peran mereka, hingga menunjukka satu kesatuan capaian keinginan bersama dalam perbaikan kehidupan ekonomi.
Masing masing memainkan peran mereka dalam rangka menyediakan dan memberikan pelayanan yang maksimal kepada para pelaggan sesuai dengan kemampuan bayar yang mereka miliki. Semakin baik kemampuan bayar mereka, maka akan semakn baik pelayanan yang diberikan dengan meibatkan pelidung, pemilik lokalisasi, perantara dan bagian pemasaran, yang selanjutnya dalam penelitian ini kita sebut sebagai jaringan. Tidak ada keterkaitan secara khusus yang menunukkan jalur hubungan secara formal, seperti atsan dan bawahan
(26)
dalam pelaksanaan tugas tersebut. Akan tetapi masing – masing bagian memiliki tujuan untuk komersialisasi seksual melalui bagian yang terbentuk tersebut.
Konsep interaksi sosial, di dalam rangka konseptual jaringan PSK di Diskotik Super, Nibung Raya, dimaksudkan sebagai hubungan antar bagian – bagian yang menunjukkan adanya sistem kerja yan saling mempengaruhi, mengubah dan memperbaiki perilaku individu. Lainnya atau sebaliknya. Konsep jaringan merupakan konsep susunan kelembagaan secara non formal dalam melakukan profesi sebagai PSK. Tegasnya, jaringan yang dimaksudkan merupakan keadaan yang menunjukkan adanya pola – pola hubungan yang dibuat berdasarkan tujuan yang hendak dicapai bersama.
7. Metodolgi Penelitian
Metodologi penelitian yang dimaksudkan meliputi tentang mode, populasi, sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data dalam penelitia ini, jelasnya sebagai berikut.
7.1. metode Penelitian
Untuk melihat jaringan PSK di Diskotik Super, Nibung Raya, Medan, dengan menggunakan metode deskriptif. Menurut Prof. Dr. Suharsimi arikunto, dalam buku ’ Manajemen Penelitian”’ (2006:234), bahwa dalam penelitian
(27)
deskriptif tidak diperluka administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk melakukan pengujian hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.
Dengan demikian, dalam penelitian ini, peneliti hanya ingin menggambarkan apa adanya tentang jaringan di Diskotik Super, Jl. Nibung Raya II, Medan, dengan jaringan kerjanya.
7.2. Populasi dan Sampel a. Populasi
populasi dalam penelitian, berupa kumpulan darisetiapobjek penelitian, atau dapat dikatakan populasi sebagai keseluruhan realita sosial yang ingin diketahui (G.H. Erikson dan T.A. Nosamchuck, 1995:51). Dalam penelitian ini, objek penelitian disebut sebagai unit analisis (unit of analysis), atau unsur-unsur populasi.
Populasi dalampenelitian ini, adalah PSK di Diskotik Super, Jl. Nibung Raya II, Medan, dengan usia 15 tahun- 35 tahun. Memberikan jasa layanan seks yang dibutuhkan dan disediakan secara terselubung dengan perantaraan mucikari. Secara ganda peran mucikari ini dijalankanoleh pengelola dan karyawan yang ada saat ini di tempat tersebut (hasil pengamatan lapangan). Usia 15 tahun sebagai
(28)
usia awal dalam rangka melaksanakan komersialisasi tubuh kepada para penggemar dunia hiburan di Diskotok Super, Nibung Raya, Medan. Menajdi satu kesatuan yang menunjukkan adanya tujuan bersama yang hendak dicapai dalam melaksanakan aktivitas tersebut.
b. Sampel
sampel adalah bagain daripopulasi, diambil dengan menggunaka cara-cara tertentu (Hadari Nawawi,(1999:141), berdasarkan kenyataan ini, dengan menggunakan yekni non probability sampling, sebagai teknik sampling yang tidak memberi peluang atau kesempatan bagi setiap unsur atau anggota populasi dipilih menjadi sampel (sugiono, 2006:97). Secara khusu, teknik sampling ini dirincikan dengan menggunakan teknik snowball sampling, penentuan sampel yang mula-mula kecil kemudian membesar (Kriyantono, 20076:156).
Dari hasil teknik snowball sampling tersebut terdapat 20 orang PSK di Diskotik Super tersebut. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 10 orang responden, 8 orang responden PSK, 1 orang pemasok, 1 orang mucikari.
7.3. Teknik Pengumpulan Data
Sumber dan jenis data utama dalam penelitian ini dengan menggunakan data kualitatif melalui kata – kata dan tindakan (verbal dan non verbal),
(29)
selebihnya adalah data tambahan, seperti sumbar data tertulis, dengan menggunakan teknik pengumpulan data seperti di bawah ini.
a. Penelitian kepustakaan (library research), sebagai teknik pengumpulan data dengan menggunakan sejumlah literatur, berupa sumber bacaan yang terdiri dari buku, majalah, dokumen dan berbagai sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian.
b. Penelitia lapangan (field research), yakni teknik awancara yang dilakuka kepada responden, yakni para informan yang menjadi sampel penelitian ini. Sesuai dengan keperluan penelitian, digunakan metode wawncara bebas, dengan tidak terlalu fokus kepada konsep pertanyaan yang terkonsep. Dilakukan karena inforaman tidak dapat secara bebas dimintai informasi, akan tetapi tetap berupaya untuk fokus pada permasalahan penelitian yang sudah ditatapkan sebelumnya. Untuk lebih mmperdalam hasil wawancara bebas, digunakan metode obsrvasi non partisipasi untuk mengetahui motivasi, perasaan, pandangan, harapan, cita – cita, pngalaman hidup dan latar belakang sosial, di dalam dan di luar keluarga responden. Dilakukan dengan mencatat langsung hasil wawancara, karena informan tidak ingin wawancara tersebut direkam dengan menggunakan
(30)
7.4. Teknik Analisis Data
Data yang didapatkan dalam penelitian ini merupakan data kualitatif, berupa kata – kata, sebagai hasil dar wawancara yang dilaksanakan dengan responden. Dibutuhkan pengolahan data lanjutan, dimulai dengan upaya menelaah seluruh data dari berbagai umber yang tersedia, dengan berupaya menggabungkan data lapangan dengan data kepustakaan.
Selanjutnya hasil wawancara tersebut direduksi, yakn disusun secara lebih jelas, singkat, padat, atau secara sistematis. Sehingga lebih mudah dalam menggambarkan keadaan yang ada selamapelaksanaan penelitia lapangan.
Data tersebut selanjutnya diberikan kode ssuai dengan hasil wawancara dengan responden. Untuk lebih memastikan akurasi data, selanjutnya pada tahap akhir, dilakukan kembali pemeriksaan tahapan penyusunan data penelitian, untuk memberikan penafsiran secara sederhana di dalam tabel frekuensi yang memuat hasil temuan data selama peneliian berlangsug. Sekaligus mendeskripsikannya secara parsial (bagian – perbagian) maupun sekaligus melalui penafsira data atau interpretasi data penelitian.
(31)
BAB II
GAMBARAN UMUM DISKOTIK SUPER
1. Sejarah Singkat Berdirinya Diskotik Super
Kalau kita menyusuri salah satu jalan protokol di Kota Medan, tepatnya di seputaran Bundaran Majestik, Jl. Sekip hingga ke Jl. Nibung Raya, hampir dapat dipastikan tidak ada masyarakat Medan yang tidak mengenal daerah tersebut yang saat ini menjadi kawasan padat lalu lintas dengan berbagai aktivitas kehidupan masyarakat, juga termasuk di dalamnya geliat kehidupan malamnya. Jika kita menuju ke sisi lain posisi dunia malam di Kota Medan bertitik pada sebagian besar jalan protokol, melalui berbagai kegiatan seperti message, karoke dan lain sebagainya.
Potret kehidupan malam Kota Medan berawal dari keinginan warga kota yang haus akan hiburan, akibat aktivitas dan rutinitas kehidupan yang padat sekaligus sebagai simbol pergaulan ala metropolitan dengan geliat mesum dan lainnya. Sebut saja beberapa kawasan yang karena memang daerah atau kawasan tersebut menjadi simbol hiburan di Kota Medan, seperti Jl. Pemuda, Jl. Padang Bulan, Jl. Ahmad Yani, dan Bundaran Majestik menuju arah Jl. Nibung Raya.
(32)
Bundaran Majestik yang dikenal dengan daerah ekspresi kebebasan, bagi warga Kota Medan, dari dahulu sampai sekarang masih menjadi salah satu kawasan aksi massa, mulai dari mahasiswa yang menyampaikan aspirasi secara terbuka terhadap berbagai permasalahan sosial, politik, ekonomi dan lainnya, sampai sebagai simbol teatrikal, seperti yang baru – baru ini dilaksanakan oleh para aktivis AIDS Kota Medan, tepatnya pada tanggal 1 Desember lalu. Jl. Sekip sebagai daerah peruntungan, karena aktivitas perjudian yang memang dari dahulu menjadi geliat nadi undian, sebut saja undian pacuan kuda ala anak muda tahun 80 – an sampai dengan judi bola pada tahun 90 – an dan judi Togel, yang mampu menghidupi begitu banyak orang, bahkan diasumsikan Medan sebagai kota judi, begitu juga fenomena itu dapat kita saksikan sejak awal tahun 2000 – an, nasib dan daerah Jl. Nibung Raya sebagai kawasan pemuas syahwat (analisis 2007).
Itu hanya sekilas bagaimana kita dapat menggambarkan kota Medan sebagai kota metropolitan yang haus akan berbagai geliat kesibukan warganya, termasuk dunia pemenuhan syahwat. Akan tetapi fokus penelitian ini, sejak awal sudah dibatasi pada aktivitas PSK di Diskotik Super, Jl. Nibung Raya, Medan. Tidak susah untuk menjangkau tempat keramaian ini, selain berada di tengah kota, juga relatif dekat dari berbagai sudut Kota Medan. Dengan tarif angkutan umum yang murah, misalnya Belawan –
(33)
Brayan – Pinang Baris, yang melewati daerah kawasan Jl. Nibung Raya, kita hanya membayar Rp. 4000, untuk diantar dengan menggunakan angkutan kota No. 117 dan angkutan kota No. 32, mudah didapat karena memang kawasan ini padat dengan berbagai aktivitas ekonomi, juga kendaraan taksi yang siap mengantar dan memanjakan. Apa yang tidak bisa didapatkan jika punya uang, mungkin kalimat tesebut layak untuk dikedepankan sebagai bagian dari hukum tidak tertulis bagi pebisnis dunia hiburan malam, pelaku dan juga penikmat yang menjadi satu kesatuan yang saling mengisi.
Sebut saja kawasan Jl. Nibung Raya, konotasi (padanan keadaan) yang tergambar dalam benak warga Medan merupakan sebuah gambaran kehidupan malam dengan berbagai kesenangan di dalamnya, salah satunya diramaikan dengan berdirinya Diskotik Super, sejak tahun 1980. Berada ditengah Kota Medan di Kecamatan Medan Petisah, dan sampai saat ini masih beroperasi.
Parade wanita – wanita cantik dari berbagai umur menjadi daya pikat tersendiri bagi daerah tersebut. Dengan dandanan yang mencolok menunjukkan kesiapan mereka dalam melayani aktivitas yang dipastikan ramai terutama pada malam Sabtu dan Minggu.
Sebelum terbentuk menjadi sebuah diskotik, ternyata Super memiliki sejarah yang cukup panjang. Dahulu kala daerah tersebut merupakan kuburan
(34)
massal, termasuk diantaranya yang sekarang telah dibangun kantor kepolisian dan pasar Petisah.
Tahun 1980 Diskotik Super merupakan bangunan kompleks perumahan yang diperuntukkan bagi tempat tinggal. Kemudian setelah selesai dibangun maka dipergunakan sebagai tempat bisnis dan dirubah menjadi ruko (show – room sekarang). Sebagai pusat bisnis jual beli mobil, baik baru maupun bekas, sampai sekarang dengan aktivitas yang padat. Akan tetapi, ketatnya persaingan dan upaya untuk mencari alternatif bisnis yang lebih menguntungkan ruko Garuda Mobil, Bintang Mobil dan Tiga Serangkai, yang semula juga bergerak dalam bidang jual beli mobil bergabung mendirikan Losmen (tempat penginapan).
Seiring dengan bertambahnya waktu maka semakin banyak pula pembangunan yang dilaksanakan dikawasan tersebut, Tahun 1989 dibangunlah sebuah pusat perbelanjaan yang bernama Tata Plaza yang membuat daerah Jl. Gatot Subroto menjadi salah satu sentra keramaian warga Kota Medan. Usaha losmen yang didirikan akhirnya dimodifikasi dengan menambahkan di dalamnya tempat hiburan malam.
Sampai saat ini, ditengah ketatnya persaingan antar pengusaha hiburan dengan berbagai layanan dan fasilitan serta kawasan yang semakin luas di Kota Medan, Diskotik Super menunjukkan kemampuannya bertahan dengan
(35)
kemunculan tempat hiburan lain. Terutama melihat perkembangan pesat Kota Medan dengan tingkat tekanan pekerjaan yang semakin kompleks, dan sebagai salah satu ajang untuk bertemu dengan teman – teman baru dan sebagai bagian dari gaya hidup Metropolis, diskotik masih menjanjikan untuk pengembangan ke depan.
Akan tetapi tentu saja dengan tambahan plus – plus di dalamnya, seperti aktivitas hiburan di Diskotik Super yang juga menyiapkan lokasi privat, seperti kamar – kamar hotel yang disiapkan di atas, juga hanya sekedar karoke dengan menggunakan kamar – kamar pribadi di dalamnya. Mudah, nyaman dan cukup menjanjikan bagi para pemuas dan penikmat dunia hiburan malam di Kota Medan.
2. Sarana Pendukung Diskotik Super
Diskotik adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk menari dengan diiringi musik yang disertai dengan pertunjukan cahaya lampu tanpa pertunjukan lantai dan menyediakan jasa pelayanan makanan dan minuman (Peraturan Daerah Kabupaten / Kota Lahat No. 07 Tahun 2000, tentang Izin Usaha Rekreasi dan Tempat Hiburan).
(36)
Dalam Kamus Umum Lengkap Bahasa Indonesia disebutkan bahwa: Diskotik sebagai tempat hiburan yang musiknya berasal dari piringan hitam (W.J.S. Poerwadarminta: 1999:254).
Artinya, dalam makna yang sebenarnya, diskotik merupakan tempat hiburan yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk menari dengan gemerlapnya cahaya lampu diskotik, yang juga menyediakan makanan dan minuman bagi para pengunjung dalam rangka menambah kenyamanan mereka selama melakukan aktivitas di tempat hiburan tersebut. Dengan iringan musik dari piringan hitam atau saat ini lebih berkembang dengan penggunaan media CD yang menggantikan fungsi piringan hitam dalam merekam berbagai musik yang diinginkan. Tanpa lantai dansa, akan tetapi yang terjadi, lantai dansa menjadi tempat pavorit bagi pengunjung dalam mengekspresikan diri dan menunjukkan kebebasan mereka dalam mengikuti hentakan musik yang hingar bingar. Bukan menjadi tempat penyaluran ekspresi kebebasan antara penyedia plus – plus dengan mereka para penikmat dunia malam yang tentu membutuhkan pendamping dalam aktivitas mereka melalui rayuan, cubitan dan ciuman mesra gadis – gadis belia dengan pakaian yang serba minim bahkan bisa dikatakan separuh telanjang, dengan parfum cukup menggoda.
(37)
Kompleksitas persaingan diskotik, menumbuhkan inovasi yang secara terus menerus berupaya memanjakan para konsumen, terutama mereka yang menjadi pengunjung Diskotik Super. Mulai dari fasilitas lantai dansa yang seharusnya bukan menjadi bagian dari perizinan yang diberikan juga sampai penyediaan berbagai fasilitas VIP room (kamar – kamar untuk berdua atau sekelompok pengunjung) tentu dengan tarif yang beragam, mulai dari Rp. 200 ribuan sampai pada tarif jutaan rupiah, tergantung kebutuhan dan apa isi yang diinginkan di dalam kamar pribadi tersebut, tentu dengan layanan plus lainnya.
Hingga perkembangan tersebut menuntun pada kebutuhan adanya layanan tambahan, berupa layanan perempuan – perempuan cantik yang siap menjadi teman berbincang sampai pada cubitan – cubitan nakal. Tujuannya adalah memanjakan dan membuat pengunjung senyaman mungkin di dalamnya. Apa yang tidak mungkin terjadi diruangan pribadi dengan minimnya pencahayaan yang masuk ke dalamnya, ditemani oleh wanita – wanita dengan bebagai balutan busana yang tentu saja untuk memancing gairah sesaat.
Jaminan keamanan, juga menjadi salah satu faktor yang mendukung perkembangan dan keberadaan Diskotik Super sebagai salah satu sarana hiburan malam bagi warga kota. Oknum aparat juga bermain dalam
(38)
memberikan warna tersendiri sebagai salah satu sarana tidak tertulis yang menjadikan bisnis ini semakin diminati banyak pemodal. Sampai pada peredaran barang – barang psikotropika (inex dan pil leksotan) juga menjadi bahagian plus dari pelayanan tidak tertulis yang diberikan pengelola.
Sarana lain yang tidak kalah pentingnya adalah penyediaan daya tarik wanita – wanita yang secara profesional menjadi anggota clubbing yang juga sekaligus sebagai bahagian dari wanita – wanita yang bisa dinikmati kapanpun, tergantung kesepakatan. Tidak berlebihan jika mereka mengedepankan motto “ada uang abang sayang, tak ada uang abang melayang”. Cinta semalam yang dapat terjadi hanya dengan tawar menawar yang sangat memungkinkan diperoleh jika kita mampu melihat komoditi apa yang mereka tawarkan, terutama servis tubuh mereka dan raut wajah yang juga menjadi andalan tersendiri. Bisa hanya dengan tariff Rp. 200 ribu, kita ditemani oleh gadis belia yang siap menjajakan tubuhnya untuk kita, bahkan harganya bisa melambung hingga Rp. 500 ribu atau lebih, tegantung selera dan kelas mereka dalam pergaulan dan bisnis sahwat tersebut. Tidak ada tarif resmi seperti ketika kita akan menaiki angkutan kota dari Sambu – Pinang Baris yang hanya membayar Rp. 4.500. Di dunia hiburan malam, seperti di Diskotik Super, tarif bukanlah persoalan, keberanian dan kemampuan negosiasi juga penting untuk mendapatkan tubuh molek dengan dandanan
(39)
menor yang menjadi incaran sebagian besar pengunjung dalam menentukan malam mereka dalam ruangan yang serba menyenangkan dengan hingar bingar musik, alkohol dan pertemanan dengan asap rokok yang menyelimuti hampir setiap pojok ruangan.
3. Komposisi Pengunjung Diskotik Super
Dikalangan para clubbers (pada penikmat club malam) Kota Medan, Diskotik Super bukanlah prestise tersendiri dalam membangun image.
Kesannya adalah tempat hiburan yang dikunjungi oleh kelompok masyarakat menengah ke bawah. Dengan segmentasi pengunjung beragam, mulai dari mereka yang kerja serabutan sampai pada kelompok pengunjung yang hanya berbekal uang Rp. 20 ribu, sekedar bisa masuk menikmati musik dan sesekali menjamah tubuh molek yang ada disamping mereka ditengah kegelapan suasana hingar bingarnya musik. Akan tetapi ada juga kelompok pengunjung yang memang menyediakan waktu dan uang mereka agar dapat menikmati harga standar yang ditawarkan dengan berebagai fasilitas ala Diskotik Super. Tidak mencerminkan kelompok umur tertentu sebagai pengungjung, akan tetapi sesuai dengan pengamatan selama penelitian, usianya mulai dari 18 tahun sampai maksimal 30 tahun.
(40)
Mulai dari mereka yang remaja sampai para pengunjung dengan usia sekitar 40 tahunan juga masih kelihatan cukup menikmati pesta dengan musik yang menghentak. Kesannya bahwa Diskotik Super merupakan tempat hiburan bagi orang – orang muda dengan usia antara 20 tahun sampai dengan 40 tahun. Mereka yang kelihatan cukup dewasa dari segi usia dan perkembangan kejiwaan mereka.
4. Peranan Diskotik Super dalan Perubahan Kebudayaan
Kebudayaan (Ihromi: 1980:7) umumnya mencakup cara berpikir dan cara berlaku yang telah merupakan ciri khas suatu bangsa atau masyarakat. Sehubungan dengan itu maka kebudayaan terdiri dari hal – hal seperti bahasa, ilmu pengetahuan, hukum – hukum, kepercayaan, agama, kegemaran makanan tertentu, musik, kebiasaan pekerjaan, larangan – larangan dan sebagainya.
Umumnya ada kecenderungan untuk menganggap pandangan – pandangan yang ditentang dalam masyarakat, sebagai sikap yang belum beradab atau terbelakang (Ihromi: 1980:14). Gagasan masyarakat tentang suatu perilaku yang baik, tidak juga mutlak (nisbi) dan dapat berubah dalam waktu. Adat hanya dapat dipahami secara tepat bila dipautkan dalam konteks yang wajar, dan tidak mungkin akan menjadi sama sesuai dengan latar
(41)
belakang dimana terbentuknya kebudayaan tersebut. Orang yang pandangannya ketat terbatas pada kebutuhan – kebutuhan atau keinginan – keinginannya sendiri, pada umumnya tidak efektif untuk berurusan dengan orang lain.
Kebudayaan merupakan cara berlaku yang dipelajari; kebudayaan tidak tergantung dari taransmisi biologis atau pewarisan melalui unsur
genetic. Perlu ditegaskan hal tersebut dalam penelitian ini, agar dapat dibedakan perilaku budaya dari manusia dan primat yang lain dari tingkah laku yang hampir selalu digerakkan oleh naluri.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, perubahan kebudayaan yang terjadi yang dialami oleh pengunjung Diskotik Super melalui tingkah laku yang digerakkan oleh insting dan naluri yang tidak termasuk bagian dari kebudayaan. Misalnya pergaulan bukan termasuk dalam kebudayaan, tetapi bagaimana kita bergaul – bagaimana lingkungan pergaulan kita merupakan bagian dari kebudayaan. Biasanya, pembentukan budaya baru akibat dari pergaulan mereka, lebih terbuka dalam mengekspresikan diri dengan menggunakan kata – kata yang cukup berani untuk menunjukkan eksistensi seksualitas mereka. Bahkan yang sangat kentara adalah rokok yang menjadi teman setia para gadis belia yang biasa menjadi clubbers tersebut. Perwujudan kebudayaan kebebasan yang seharusnya tidak kita tiru.
(42)
5. Gambaran Umum Jaringan PSK Diskotik Super
Geliat kehidupan malam kota Medan, tidak berdiri sendiri, karena banyaknya kepentingan yang bermain di dalamnya. Ada industri penyedia jasa layanan plus sesuai dengan permintaan, selanjutnya kita sebut sebagai pengusaha, yang dalam pelaksanaan aktivitas mereka membutuhkan pelindung dari aparat penegak hukum yang memiliki wewenang. Tidak hanya sampai di sana, perputaran ekonomi membutuhkan magnet yang mampu menarik pengunjung dalam jumlah besar, salah satunya dengan daya tarik gadis belia dari berbagai kelompok umur, akan tetapi diutamakan bagi mereka yang memang masih fresh (segar, muda dan ceria).
Titik – titik kepentingan yang saling berhubungan ini membentuk satu kelompok kerja yang menunjukkan adanya keterikatan tidak resmi. Pengusaha di satu sisi menjadi penyedia jasa layanan yang memberikan pilihan kepada pengunjung untuk dapat menikmati keinginan mereka, terutama dalam masalah penyaluran ekspresi seks sesaat.
Tidak ada petunjuk ataupun pengumuman resmi yang menujukkan di dinding Diskotik Super bahwa mereka menyediakan layanan Pekerja Seks Komersial (PSK), setidaknya itu etika yang masih terjaga dalam pelaksanaan kegiatan resmi dalam aktivitas dan geliat mereka. Dengan gambar – gambar tenaga profesional dan juga tarif bayar akan layanan tersebut. Formalnya
(43)
seperti itu, akan tetapi ketika ditelusuri lebih jauh, di tengah gemerlapnya lampu diskotik dan penuh sesaknya pengunjung yang memadati lantai disko, setiap kita dapat menyaksikan adanya transaksi terselubung dalam pelaksanaan aktivitas hiburan sebagai bahagian dari layanan yang menunjukkan profesionalitas kerja yang tentu juga sesuai dengan permintaan para pengunjung dalam memuaskan hasrat mereka.
Prostitusi terselubung, agaknya kalimat tersebut cocok untuk menggambarkan keadaan yang terjadi di dalamnya. Tidak kelihatan aktivitas seks komersial dari pengumuman resmi yang dikeluarkan oleh pengelola akan tetapi geliat dan bentuk seks komersial terjadi dalam interaksi antar pengunjung. Bahkan tidak jarang pengelola juga menyediakan jasa layanan seks komersial terhadap pengunjung terrentu yang memiliki nilai bagi mereka. Itulah yang terjadi dalam proses tersebut. Rangkaian jaringan tetap menggambarkan adanya pengusaha (penyedia tempat hiburan, perantara, pengunjung dan tenaga profesional dalam bidang seks komersial). Bahkan sampai tingkat yang membedakan profesionalitas mereka yang mampu menyediakan tenaga penghibur bukan hanya produk lokal sampai pada tingkat perdagangan dan perjanjian antar Negara sesama pemasok. Semakin mampu para pemasok menyediakan keinginan lintas tersebut, ia akan diakui sebagai bagian dari jaringan internasional.
(44)
Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas – aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan kunci dari seluruh aktivitas sosial dalam pergaulan hidup, oleh karena itu, tanpa interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama dalam suatu komunitas. Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekamto (1990), “Interaksi sosial merupakan hubungan – hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok – kelompok manusia, maupun antar orang perorangan dan kelompok manusia”.
Bertemunya orang – perorangan secara badaniah saja, tidak akan melahirkan dan menjamin keberlangsungan pergaulan dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup baru akan terjadi apabila orang perorangan atau kelompok manusia berkerjasama, saling berbicara dan seterusnya mencapai tujuan bersama.Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah proses – proses sosial yang menunjukkan pola- pola hubungan sosial yang dinamis (Soekamto, 1984:54).
Thibaut dan Kelly dalam Soekamto (1990), yang merupakan pakar dalam teori interaksi mendefinisikan bahwa interaksi sosial sebagai peristiwa yang saling mempengaruhi sata sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka
(45)
syarat, yaitu adanya kontak sosial (social contact) dan komunikasi. Kontak sosial dapat diartikan sebagai hubungan yang langsung antara orang perorangan atau kelompok untuk tujuan tertentu.
Sedangkan komunikasi berarti bahwa seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan – perasaan apa yang diinginkan sampai orang tersebut dan orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain. Jadi, komunikasi dapat diartikan sebagai perilaku yang berwujud pembicaraan, gerak – gerik, sikap dan perasaan – perasaan yang ingin disampaikan orang.
Interaksi sosial tercipta dalam suatu situasi sosial yang dibedakan menjadi dua golongan, yakni situasi kebersamaan (togetherness situation) dan situasi kelompok sosial (social group situation). Situasi kebersamaan merupakan berkumpulnya sejumlah orang yang tidak saling mengenal dan mempunyai tujuan yang sama. Sedangkan situasi kelompok sosial saling mengenal antara satu dengan yang lain, terdapat hubungan struktural dan hierarkhis antara pengurus dan anggota serta mempunyai peraturan yang khas sehingga merupakan suatu kesatuan (Gerungan, 2004:78).
(46)
tergambar jelas adalah adanya tujuan yang sama, salah satunya upaya menjadikan profesi mereka sebagai mata pencaharian hidup yang mereka tekuni saat ini.
Berlangsungnya, situasi kebersamaan PSK Diskotik Super Nibung Raya, didasarkan pada berbagai faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan kebutuhan. Faktor tersebut dapat bergerak sendiri – sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Apabila masing – masing ditinjau secara lebih mendalam, maka faktor imitasi dan identifikasi memiliki peranan penting dalam proses interaksi sosial.
Menurut Gabriel Tarde dalam Soekamto (1990), imitasi merupakan tindakan meniru, mencontoh atau mengikuti. Seorang individu atau kelompok dalam melakukan interaksi sosial cenderung mengadopsi dan meniru tingkah laku individu atau kelompok lain. Misalnya saja seorang PSK, dalam melakukan interaksi sosial mereka cenderung meniru atau mengadopsi tingkah laku tertentu dari lingkungan mereka, seperti cara berbicara, berpakaian dan gejala metode yang sangat mudah menjalar, dipelajari dengan jalan imitasi.
(47)
keluarga, interaksi internal dan peran mucikari dalam interaksi sosial yang berlangsung dalam lingkungan mereka.
Melalui penelitian ini, akan digambarkan tentang kehidupan sosial, meliputi interaksi antar PSK di Diskotik Super, bagaimana mereka bergaul dan mengatasi persaingan yang semakin ketat dalam kehidupan malam dengan pasar internasional yang semakin terbuka lebar. Kemudian juga interaksi, yakni hubungan mereka dengan keluarga, ayah, ibu dan keluarga lainnya dalam konteks keberadaan mereka yang tentu bertentangan dengan norma agama, adat istiadat dan beragam hal lain yang terpelihara dengan baik dalam lingkungan kekeluargaan. Juga akan menggambarkan interaksi internal, sebagai bentuk pergaulan antar kelompok mereka sendiri, yang tidak saling mengenal secara mendalam hanya sekedar kenal saja tanpa melibatkan simpati atau empati dalam pergaulan tersebut. Berupaya juga menggambarkan peran mucikari, para perantara yang memiliki motif ekonomi dan juga motif seksual dalam mengambil keuntungan dari titik – titik tersebut.
(48)
Tabel III – 01 Jumlah Responden
No Uraian Jumlah Persentase (%)
1. 2. 3.
PSK
Mucikari / Perantara Pemasok
8 1 1
80.00 10.00 10.00
Jumlah 10 100.00
Sumber: Data Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2007
Dari data yang diuraikan dalam tabel III – 01 di atas, bahwa responden yang paling banyak sebagai informan kunci dalam penelitian ini adalah PSK (Pekerja Seks Komersil) yakni sebanyak 8 orang (90.00%), kemudian mucikari perantara, yakni mereka yang hanya memiliki informasi tentang PSK di Diskotik Super, sekaligus menawarkan jasa mereka, salah satunya melalui tukang kusuk (message) yang dipergunakan jasanya oleh para PSK sebanyak 1 orang (10.00%) dan pemasok yang tingkatannya lebih tinggi dari perantara, yakni mereka yang tergolong memiliki PSK yang selama ini menjadi peliharaan mereka, sebanyak 1 orang (10.00%).
(49)
No PSK Mucikari Pemasok Usia 1. 2. 3. 4. 5.
16 tahun – 20 tahun 21 tahun – 25 tahun 26 tahun – 30 tahun 31 tahun – 35 tahun 36 tahun – 40 tahun
4 2 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0
Jumlah 8 1 1
Sumber: Data Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2007
Dari data di atas, pada tabel III – 02, menunjukkan dari segi usia, seluruh PSK yang menjadi informan kunci, sebanyak 4 orang (40.00%), 2 orang (20.00%) berusia 21 tahun – 25 tahun, berusia 16 tahun – 20 tahun. Perantara, 1 orang (10.00%) berusia 26 tahun – 30 tahun, dan sebanyak 1 orang (20.00%) berusia 31 tahun sampai 35 tahun, sulit untuk mendeskripsikan secara pasti usia informan ini, karena memang ia tidak mau menyebutkan secara pasti berapa usia saat ini, pemasok, dengan identitas kelamin waria, sebanyak 1 orang (20.00%) dengan usia menurut pengakuannya antara 26 tahun – 30 tahun.
(50)
1. 2. 3.
Rp. 1 juta – 2 juta Rp. 2,1 juta – 3 juta > dari 3 juta
3 5 2
30.00 50.00 20.00
Jumlah 10 100.00
Sumber: Data Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2007
Pendapatan menunjuk pada penghasilan yang diperoleh dari aktivitas yang mereka laksanakan di Diskotik Super, yakni pendapatan PSK, mucikari dan pemasok, secara umum sebagai berikut: 5 orang (50.00%), terdiri dari 2 PSK dan 1 mucikari, mengaku mendapat penghasilan perbulan sebesar Rp. 2,1 juta - 3 juta, 3 orang (30.00%) mengaku memiliki pendapatan sebesar Rp. 1 juta sampai dengan 2 juta, dan 2 orang PSK (20.00%) menyatakan memiliki pendapatan rata – rata setiap bulannya lebih besar dari 3 juta.
Gambaran data di atas menunjukkan bahwa besarnya penghasilan yang diterima PSK, mucikari dan pemasok cukup menjanjikan hingga mereka merasa memiliki penghasilan yang memadai. Akan tetapi pengakuan mereka tetap menunjukkan menginginkan pekerjaan tetap lainnya guna mendapatkan penghasilan tambahan sebagai wujud diri mereka secara utuh.
(51)
alasan mereka melakukan profesi seperti sekarang ini, dengan uraian sebagai berikut:
Tabel III – 04 Asal Mula Menjadi PSK
No Uraian Jumlah Persentase (%)
1. 2. 3.
Coba – coba Terpaksa
Kemauan sendiri
1 8 1
10.00 60.00 10.00
Jumlah 10 100.00
Sumber: Data Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2007
Hasil temuan data tentang alasan menjadi PSK atau jaringan lain yang mereka tekuni saat ini, adalah sebagai berikut: sebanyak 8 orang responden (80.00%) menyebutkan dalam petikan wawancara yang berhasil penulis lakukan, mereka terpaksa masuk ke dunia profesi yang ditekuni saat ini, adapun petikan wawancara tersebut, adalah sebagai berikut:
(52)
dan memiliki anak”.
Gambaran data di atas, menunjukkan kepada kita bahwa kisah Mei Hua, salah seorang PSK yang mengaku menjalani profesi tersebut karena kehidupan rumah tangga yang ia jalani selama kurang lebih satu tahun dengan seorang pemuda yang tidak berasal dari warga Tionghoa, mendapat tantangan keras dari orang tuanya. Bahkan keluarganya tersebut memisahkan mereka dengan memenjarakan suaminya, karena tuduhan melarikan anak di bawah umur, karena pada waktu itu usianya memang masih belum genap 18 tahun. Akan tetapi, menurut pengakuan Mei, sapaan akrabnya ia tetap selektif dalam melayani tamu, tidak sembarangan dengan beragam pertimbangan yang memang sesuai dengan kriteria dirinya.
Sementara itu, 1 orang responden (20.00%) mengaku bahwa ia mulanya coba – coba, untuk memasuki dunia seperti sekarang ini, ajakan teman dan kebutuhan menjadi motif utama mereka, akhirnya menjadi seperti sekarang, demikian petikan wawancara dengan Bunga, sebutan nama yang ia berikan kepada saya ketika proses pengumpulan data penelitian ini berlangsung. Jelasnya petikan wawancara dengan responden mengenai hal tersebut:
(53)
dikucilkan”.
Permasalahan ini tentu berbeda dengan pengalaman Mei, diskotik mulanya dianggap tempat yang tepat untuk menjadi pelarian dari berbagai permasalahan keluarga. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, biaya yang tidak sedikit dibutuhkan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru mereka, termasuk bagaimana mereka membiyai kebutuhan akan obat – obatan yang menjadi teman mereka guna menghalau pemberontakan batin, menjadi permasalahan tersendiri.
“Pertama kali ketika keperawanan kuserahkan, pada waktu itu aku dibayar Rp. 5 juta – an. Ada pemberontakan dalam bathinku, aku menangis sejadinya, membayangkan apa yang telah aku lakukan. Akan tetapi dalam perjalanan selanjuntya, dengan masukan dari teman – teman seprofesi dan nasehat untuk menjalani dan menerima apa yang sudah terjadi sebagai nasib, akhirnya aku tetap menjalankan profesi ini, tegas bunga”.
Gambaran tersebut di atas, pengalaman Bunga menjadi salah satu penyebab PSK belia, menentukan pilihan mereka menjalani profesi seperti sekarang ini. Pergaulan dan interaksi mereka menjadi alasan mengapa mereka menjalani profesi seperti sekarang, awalnya tidak menerima apa yang terjadi, tapi karena alasan sosial dan ekonomi dengan dukungan penuh dari teman – teman seprofesi menjadikan mereka dapat menerima keadaan tersebut.
(54)
Tabel III – 05
Keluarga Mengetahui Profesi Anda
No Uraian Jumlah Persentase (%)
1. 2. 3.
Tahu Tidak tahu Tidak mau tahu
1 8 1
10.00 80.00 10.00
Jumlah 10 100.00
Sumber: Data Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2007
Data tentang interaksi antara PSK atau jaringan yang ada di dalamnya, sesuai dengan pendapat responden, menunjukkan: mayoritas mereka, yakni sebanyak 8 orang (80.00%) mengaku bahwa mereka tidak memberitahu secara terbuka kepada keluarga, orang tua dan hirarkhi keluarga lainnya tentang profesi yang mereka jalani saat ini. Berikut petikan wawancaranya, seperti di bawah ini:
(55)
Penggalan petikan wawancara ini, diakui secara terus terang oleh pemasok, yakni ia yang sering disapa Om oleh para pelanggan yang menjadikan pasokan waria ini sebagai pilihan utama ketika mereka membutuhkan teman mengobrol hingga sampai pada teman sesuai kebutuhan pada saat itu. Beban ekonomi mengalahkan faktor sosial, yang di dalamnya ada religi, adat istiadat dan norma yang ada di dalam masyarakat.
“Walaupun serapat – rapatnya kita menutupi kejelekan, akan tetapi tetap diketahui juga. Akhirnya keluarga saya tahu, apa yang saya kerjakan selama ini, omongan tetanggan menjadi ramai mencemooh dan merendahkan apa yang menjadi jalan hidup yang sudah aku pilih. Akan tetapi tetap ini menjadi kenyataan hidup yang harus aku terima. Aku yang tahu apa dan sampai kapan seperti ini”.
Kepasrahan dan kemenduaan dalam menanggapi apa yang terjadi dalam hidup mereka ini, diakui oleh Mei dan Bunga. Masyarakat menurut mereka menjadi barometer juga dalam bertindak dan berbuat. Tetap penekanan kepada upaya untuk membahagiakan orang tua menjadi prirotas mereka. Mereka merasa apapun pilihan hidup yang dijalani saat ini memiliki konsekuensi. Inilah yang harus diterima, akan tetapi tetap ada keinginan untuk menjalani kehidupan normal sebagaimana mereka sebelum ini.
(56)
mengenal tidak terlalu dalam, hanya sekedar memiliki kepentingan bersama sesuai profesi yang dijalankan. Dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel III – 05
Saling Mengenal Sesama PSK
No Uraian Jumlah Persentase (%)
1. 2. 3.
Mengenal
Kurang Mengenal Tidak Mengenal
2 7 1
20.00 70.00 10.00
Jumlah 10 100.00
Sumber: Data Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2007
Bukti kebersamaan yang terjalin antar sesama PSK, dapat digambarkan dari tabel di atas, sebagai berikut: 7 orang responden (70.00%) mengaku bahwa mereka kurang mengenal antara satu dengan lainnya. Sifat pergaulan yang terbangun hanya jika ada kepentingan bersama, maka mereka akan saling memperhatikan, berikut petikan pengakuan mereka:
(57)
apa dan bagaimana hidup besok. Sampai kapan bisa bertahan ditengah persaingan yang semakin ketat, bahkan ditengah pasokan baru yang masih segar”.
Menunjukkan kepada kita bahwa pada dasarnya, pergaulan yang terbina secara internal dalam hubungan dengan sesama PSK, merupakan hubungan kepentingan. Bagaimana masing – masing mampu bertahan ditengah persaingan yang semakin ketat. Pengakuan Mei dan Bunga tentang ketatnya persaingan ini, sebagai berikut:
“Tidak jarang obral harga, biasanya kita punya standar tarif Rp. 250 ribu – 300 ribu short time loh, kalau long ya beda lagi. Tergantung kesepakatan, biasanya pembayaran setengah di depan baru sisanya menyusul. Ada juga yang terkadang menjatuhkan harga mereka, tetapi itu strategi masing - masing”.
Artinya, di dalam kehidupan persaingan bisnis, masing – masing PSK memiliki strategi tersendiri guna mendapatkan uang balas jasa dari kegiatan komersialiosasi tubuh yang dilakukan dengan mengeksploitasi seksualitas diri untuk kepuasan dan kebutuhan bersama. Kalau mereka menganggap harga yang dibayarkan untuk kebutuhan itu sesuai, ya sudah orang sama – sama enak kok, tegas Bunga, sambil tersenyum. Akan tetapi periksa kesehatan yang semakin mahal dan cuci vagina dengan desinfektan tertentu seharusnya menjadi pertimbangan dalam tarif, tegas Mei.
(58)
bermanfaat sebagai pelindung PSK yang memang menjadi peliharaan mereka selama ini.
“Tugas ku itu memastikan bahwa anak – anak ku tetap mendapatkan haknya. Bayaran sesuai dengan tarif ya paling tidak sesuai dengan negosiasi antar mereka. Kalau ada yang macam – macam ya sikat aja. ”.
Peran Mama, Mami, atau juga sebutan Om profsesi mucikari dalam jaringan PSK di Diskotik Super Nibung Raya, dimainkan oleh mucikari dan pemasok untuk melindungi kepentingan mereka dan kepentingan anak asuh yakni para PSK yang selam ini menjadi tanggung jawab mereka. Bahkan mereka juga tidak segan – segan untuk bertindak tegas karena keamanan yang mampu mereka berikan kepada para PSK menjadi penilain sendiri untuk kerja yang dilaksanakan.
Hal tersebut membuktikan bahwa dalam jaringan PSK, keamanan juga menjadi penekanan tersendiri baikpara pelaku, pebisnis tetap menginginkan investasi yang ia lakukan aman, PSK tetap mampu melaksanakan aktivitas profesional mereka, pelanggan membutuhkan pelayanan yang baik dalam memberikan dan memenuhi keinginannya. Mucikari dan pemasok tetap mampu memberikan apa yang menjadi kebutuhan pasar.
(59)
tetap nyaman dengan jasa pemuas syahwat tersebut, dan pada posisi PSK, mereka sebagai asset para mucikari untuk mendapatkan pengahasilan selama ini.
(60)
1. Sejarah Pelacuran di Indonesia
Pelacuran di Indonesia telah ada di tengah - tengah masyarakat sejak wilayah Indonesia berbentuk kerajaan. Rukmini (1964:38) mengatakan bahwa hal tersebut berakar pada adanya kelas dalam masyarakat kelas tuan tanah dan kelas petani miskin. Golongan pertama memiliki kedudukan ekonomi yang kuat sehingga mereka mampu memelihara beberapa orang istri dan selir. Selir – selir ini banyak diambil dari keluarga petani dan rakyat kecil. Keadaan masyarakat yang demikian itulah yang kemudian menimbulkan pergundikan dan pelacuran.
Soedjono (1977:43) menggambarkan pertumbuhan pelacuran, terutama di kota – kota besar mendapat angin ketika pendudukan Jepang yang mengakibatkan kesengsaraan rakyat. Dengan melalui kaki tangan tertentu, wanita – wanita miskin dikumpulkan di tempat khusus yang kemudian dijadikan WTS untuk meladeni tentara – tentara pendudukan yang haus seks dan yang rupanya tidak membawa istri mereka.
(61)
pelacuran merajalela di hampir setiap ibukota povinsi dan bahkan terdapat dibeberapa kota kecamatan beberapa kompleks pelacuran yang besar, menampung ratusan WTS baik yang diatur oleh pemerintah daerah, maupun yang setengah resmi liar dapat kita jumpai dibeberapa kota di Indonesia. Melihat dari aktivitasnya prostitusi (pelacuran) di Indonesia dapat dibagi dua:
a. Prostitusi yang terdaftar, pelakunya diawasi oleh bagian vice control
dari kepolisian yang dibantu dan bekerjasama dengan Jawatan Sosial dan Jawatan Kesehatan. Pada umumnya mereka dilokalisir dalam suatu daerah tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan, dan mendapatkan suntikan serta pengobatan, sebagai tindakan kesehatan dan keadaan umum.
b. Prostitusi yang tidak terdaftar, termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang melakukan prostitusi secara gelap – gelapan dan liar, baik secara perorangan maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisir termpatnyapun tidak terorganisir bisa disetiap tempat baik mencari pelanggan sendiri maupun melalui calo – calo dan panggilan.
(62)
Di daerah Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, dengan luas wilayah meliputi 21 kecamatan di dalamnya, di mana keberadaan Diskotik Super Nibung Raya, berada di Kecamatan Medan Petisah, sebagai salah satu pub and bar yang diperuntukkan bagi masyarakat Kota Medan dalam memenuhi kebutuhan hiburan mereka. Jika ditinjau dari keberadaan lokalisasi di tempat ini, termasuk bagian dari lokalisasi yang diadakan oleh pemerintah Kota Medan, sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan dari sektor pajak hiburan, yang menampung puluhan pelacur atau PSK, seperti yang terdapat di Jalan Nibung Raya, Si Canang, Bandar Baru dan sebagainya. Di samping lokalisasi yang resmi tersebut, terdapat juga berbagai bentuk kegiatan prostitusi terselubung di beberapa kawasan jalan di Kota Medan, seperti di seputaran Jalan Iskandar Muda, Jalan Gajah Mada, dan Seputaran Kawasan Sudirman. Dengan melakukan transaksi seks baik perorangan maupun dengan bantuan mucikari sebagai penghubung mereka dengan para pelanggan, dan biasanya ditangani oleh beberapa orang saja yang menjadi penghubung.
(63)
ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni, konflik – konflik internal dan eksternal, juga disorganisasi dalam kelas sosial masyarakat. Peristiwa tersebut di atas memudahkan individu menggunakan pola – pola responsi / reaksi yang tidak lazim digunakan atau penyimpangan dari pola – pola umum yang berlaku.
Dalam hal ini, ada pola pelacuran untuk mempertahankan hidup ditengah – tengah hiruk pikuk alam pembangunan khusunya di Kota Medan. Adapun faktor – faktor penyebab timbulnya pelacuran tersebut antara lain adalah:
a. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian, kurang pendidikan dan buta huruf sehingga menghalalkan pelacuran.
b. Adanya nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan keroyalan seks, histeris dan hiper seks, sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria / suami.
(64)
d. Aspirasi materil yang tinggi daripada diri wanita dan kesenangan, ketamakan terhadap pakaian – pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewah – mewahan, tetapi malas bekerja.
e. Kompensasi terhadap perasaan – perasaan imperior. Jadi ada adjustment
yang negatif, terutama sekali terjadi pada masa puber dan adolesen. Ada keinginan untuk melebihi kakak, ibu sendiri, teman putri, tante – tante atau wanita – wanita modern lainnya.
f. Rasa ingin tahu gadis – gadis kecil dan anak – anak puber pada masalah seks, yang kemudian tercebur dalam dunia pelacuran oleh bujukan – bujukan bandit seks.
g. Anak – anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan banyaknya tabu dan peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat, dan norma – norma susila yang dianggap terlalu mengekang diri anak – anak remaja itu yang lebih menyukai pola seks bebas.
h. Pada masa kanak – kanak pernah melakukan relasi seks, atau suka melakukan hubungan seks sebelum perkawinan untuk sekedar iseng,
(65)
relasi seks secara bebas dengan pemuda – pemuda sebaya. Lalu terperosoklah mereka ke dalam dunia pelacuran.
i. Gadis – gadis dari daerah slums (perkampungan – perkampungan melarat dan kotor) dengan lingkungan yang immoral, yang sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan orang – orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga terorganisir mentalnya dengan tindakan tuna susila. Lalu menggunakan mekanisme pelacuran untuk mempertahankan hidupnya.
j. Oleh bujuk rayu kaum lelaki dan para calo, terutama yang menjanjikan pekerjaan – pekerjaan terhormat dengan gaji yang tinggi misalnya sebagai pelayan toko, bintang film, pragawati dan lain – lain. Namun pada akhirnya gadis – gadis tersebut dengan kejamnya dijebloskan ke dalam bordil – bordil dan rumah – rumah pelacuran. Dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan janji – janji yang diberikan kepada mereka hingga tidak ada pilihan, akibat rasa malu dan prustasi dari keadaan tersebut, akhirnya tetap menjalankan aktivitas pelacuran sebagai penghasilan utama.
(66)
pencegahan dan perbaikannya. Pelacuran ini berasal dari bahasa Latin ‘prostituere’ atau ‘pro – stauree’ yang berarti membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan, percabulan, pergendakan. Sedangkan
prostitute adalah pelacur atau sundal, dikenal dengan istilah WTS dalam perkembangan hingga sekarang.
Tuna susila itu diartikan sebagai, kurang beradab karena keroyalan relasi seksualnya, dalam bentuk penyerahan diri kepada lelaki untuk pemuasan seksual, dan mendapatkan imbalan jasa atau uang dalam bentuk pelayanannya. Tuna susila ini juga bisa diartikan sebagai salah tingkah, tindakan tuna susila atau gagal dalam menyesuaikan diri terhadap norma – norma sosial.
Perkembangan penciptaan peran gender yang dianggap universal melalui citra perempuan, representasi dalam media, dan pengaruh – pengaruh lain pada sosialisasi adalah bagian dari rezim kebenaran yang bertindak mengabadikan diskriminasi nyata dan orde kuasa (Allison J. Murray, 1991:16). Proses ini tidak dapat diabaikan dari control ideologis
(67)
kehidupan manusia itu sendiri. Yaitu berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas – batas kesopanan. Pelacuran itu selalu ada pada semua Negara berbudaya, sejak zaman purba sampai sekarang. Dan senantiasa menjadi masalah sosial, atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi, selanjutnya dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia, turut berkembang pula pelacuran dalam berbagai tingkatan.
Pelacuran merupakan suatu masyarakat tersendiri dengan sub kultur yang khas, sebagai suatu kelompok sosial yang memiliki karakteristik yang khas, kehidupannya penuh gemerlapan, bau parfum dan minuman keras yang menusuk hidung dan tawa cekikikan yang mengundang nafsu. Disitu mereka harus menyenandungkan birahi, membuat laki – laki resah menunggu, saat berkencan, hidup mereka penuh sandiwara dan kepalsuan.
Tidak seorang pun wanita mempunyai cita – cita menjadi pelacur, tetapi keadaan tidak bisa diajak berdamai, dengan keadaan yang serba sulit dimana kebutuhan hidup semangkin banyak dan harus dipenuhi, terpaksa
(68)
berdaya untuk merambah kemungkinan hidup yang lebih baik.
Dengan latar belakang dan berbagia sebab, profesi sebagai pelacur mereka jalani tanpa menghiraukan akibat – akibat ataupun bahaya – bahaya yang ditimbulkannya.
4. Akibat – Akibat Yang Ditimbulkan Masalah Pelacuran
Pelacuran merupakan masalah sosial karena pelacuran merugikan keselamatan, ketentraman, kemakmuran baik jasmani, rohani maupun sosial dari kehidupan bersama. Untuk lebih jelasnya akibat – akibat yang ditimbilkan oleh masalah pelacuran akan diuraikan oleh penulis pada tulisan berikut ini.
a. Menimbulkan dan menyebar luaskan penyakit kelamin dan kulit, seperti penyakit syphilis dan gonorhoe (kencing nanah).
b. Merusak sendi – sendi kehidupan keluarga, seperti disharmonisasi keluarga, dimana seorang istri tidak akan mungkin mau berbagi fisik dan psychis dengan PSK, apalagi yang menjadi saingannya itu adalah seorang pelacur.
(69)
disekitarnya, juga mengenai masalah dirinya, terutama masalah kehidupan seksualnya.
d. Pengeksploitasian manusia oleh orang lain, yakni dalam rangka melihat pelacur sebagai sebuah profesi dan harus memberikan sebagian besar pemasukannya dari segi ekonomi yang diberikan kepada pelindung, pemilik lokalisasi, dan perantara dalam kegiatan tersebut.
5. Jaringan PSK Diskotik Super Nibung Raya Medan
Saat ini, banyak orang menggunakan kata jaringan. Tak kecuali media cetak maupun media elektronik. Kata jaringan begitu popular di telinga masyarakat Indonesia (bahkan dunia). Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kata jaringan itu sendiri? Apa batasan – batasannya tentang “sesuatu” agar bisa disebut jaringan dan sesuatu yang lain tidak bisa dikatakan sebagai jaringan atau serangkaian pertanyaan – pertanyaan lainnya? Semua persoalan itu tidak pernah dipermasalahkan bagi mereka yang menggunakan kata itu maupun bagi yang mendengarkannya. Seolah – olah semua pihak mempunyai pemahaman yang sama terhadap kata jaringan
(70)
“jaringan” tersebut, marilah kita telaah komponen – komponen yang membentuk suatu jaringan dan prinsip – prinsip yang mendasar agar “sesuatu” bisa dikategorikan sebuah “jaringan”. Komponen – komponen sebuah “jaringan” adalah sebagai berikut (Agusyanto, 2007:7):
1. Sekumpulan orang, objek, atau kejadian; minimal berjumlah tiga satuan – yang berperan sebagai terminal (pemberhentian). Biasanya dipresentasikan dengan titik – titik, yang dalam peristilahan jaringan disebut sebagai aktor atau node.
2. Seperangkat ikatan yang menghubungkan satu titik ketitik – titik lainnya dalam jaringan. Ikatan ini biasanya direpresentasikan dengan “garis” , yang merupakan suatu saluran atau jalur. Berupa “mata rantai” atau “rangkaian”. Ikatan ini biasanya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (a) ikatan yang tampak; dan (b) ikatan yang tidak tampak.
3. Arus, yang dalam diagram digambarkan dengan ‘anak panah’. Ada sesuatu yang “mengalir” dari satu titk ke titik – titik lainnya, melalui saluran atau jalur yang menghubungkan masing – masing titik di dalam “jaringan”.
(71)
ekonomi yang saling menguntungkan antara satu pihak dengan pihak lain, seperti misalnya mucikari sebagai penghubung dengan waktu lamanya / jam Rp. 5 ribu perpelanggan yang diberikan oleh PSK bersangkutan.
Gambaran Diskotik Super Nibung Raya Secara khusus, pada mulanya merupakan pub dan bar, diupayakan dalam menyeimbangkan perkembangan pembangunan Kota Medan dengan kebutuhan masyarakat yang semakin sibuk dengan berbagai aktivitas kerja. Terdiri dari 2 lantai, lantai 1 merupkan diskotik dan lantai kedua untuk untuk penginapan. Tarif masuk untuk 1 orang Rp. 15.000 mendapat minuman botol aqua sedang, penjaga parkir 1orang, penjaga tiket ada 2 orang. Pintu masuk sebelah kiri masuk ke diskotik sebelum masuk ke penginapan.
Buka mulai 10.00 wib alunan musik diiringi oleh seorang Dj bernama Dj Datok. Begitu masuk kita akan melihat ada tempat yang terpisah , menurut responden tempat itu VVIP, khusus untuk mereka yang sudah memboking terlebih dahulu. Letak Bartender sebelah kiri. Memiliki pelayan semuanya adalah laki – laki berusia diantara 20 – 25 tahun, berjumlah 10 orang. Tempat duduk tamu disediakan berjumlah 100 kursi.
(72)
berikut:
1. Ada pola tertentu. Sesuatu yang mengalir dari titik – titik yang satu ke titik – titik lainnya, saluran atau jalur yang harus dilewati tidak terjadi secara acak, artinya bisa memilih sekehendaknya (secara acak).
2. Rangkaian “ikatan – ikatan” itu menyebabkan sekumpulan titik – titik yang ada bisa dikategorikan atau digolongkan sebagai “satu kesatuan” yang berbeda dengan “satu kesatuan” yang lain.
3. ikatan – ikatan yang menghubungkan satu titik ke titik – titik lainnya harus bersifat reletif permanent (ada unsur – unsur waktu, yaitu masalah ‘durasi’)
4. Ada ‘hukum’ yang mengatur saling keterhubungan masing – masing titik di dalam jaringan, ada hak dan ada kewajiban yang mengatur masing – masing titik(anggota), hubungan titik yang satu terhadap titik – titik yang lain, hubungan semua titik dengan titik – titik pusat dan sebagainya.
(1)
Interview Guide:
Sebagai rujukan dalam pelaksanaan penelitian di Diskotik Super Nibung Raya, dalam melihat aktivitas dan geliat seks komersial, dengan melibatkan jaringan yang saling mendukung dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.
I. Untuk PSK
1. Kenapa memilih profesi menjadi PSK? 2. Bagaimana cerinta awal menjadi PSK?
3. Bagaimana tanggapan terhadap profesi sebagai PSK yang dijalani sekarang?
4. Sampai kapan akan menjadi PSK?
5. Apa harapan untuk kehidupan mendatang?
6. Bagaimana peran mucikari dalam pelaksanaan kegiatan transaksi seksualitas?
7. Bagaimana peran pemilik diskotik dalam pelaksanaan profesi sebagai PSK?
8. Bagaimana hubungan yang terbangun antar sesama PSK?
9. Apakah dilakukan penetapan tarif tertentu bagi para pelanggan jasa seks komersil yang mereka terima?
10.Pertimbangan apa yang dikedepankan dalam menerima tawaran jasa seks komersial?
11.Apakah lebih mengutamakan chec in atau chec out dalam melaksanakan aktivitas jasa seks yang dilakukan selama ini?
(2)
II. Untuk Pengunjung
1. Kenapa suka memakai jasa PSK untuk menyalurkan keinginan seksualitas?
2. Sudah berapa lama menggunakan jasa PSK?
3. Adakah pertimbangan tertentu dalam memilih lokalisasi atau pub and bar
dalam memenuhi keinginanan seksualitas dengan PSK?
4. Biasanya menggunakan jasa PSK dalam bentuk long time atau shortime? 5. Bagaimana tarif dalam penggunaan jasa PSK?
6. Rata – rata berapa umur PSK yang disukai?
7. Rata – rata berapa kali menggunakan 1 PSK yang sama dalam memberikan layanan seksualitas?
8. Apakah menjadi pelanggan tetap pengguna jasa PSK? 9. Apakah memiliki PSK pavorit?
(3)
Nama Responden:
Tidak ada status jelas yang diberikan oleh PSK dan pengunjung dalam pelaksanaan penelitian yang saya lakukan, nama dan identitas yang ada dan dituliskan dalam penelitian ini, menurut mereka hanya sebagai nama samaran atau nama malam yang dikenal antar mereka selama melaksanakan aktivitas seks komersial. Dari data dan hasil observasi ini adalah sebagai berikut:
No Nama Usia Pekerjaan Keterangan
1 Ko Amin ± 30 tahun Karyawan Swasta Pelanggan jasa PSK sudah selama 10 tahun, sejak tahun 1998 sampai sekarang, mulanya iseng saja sampai sekarang tidak bisa menghentikan kebiasaan tersebut.
2 Cokro ± 41 tahun Karyawan Swasta Pelanggan jasa PSK, sudah selama 12 tahun.
Tidak memiliki keinginan yang macam
– macam dalam aktivitas seksual dengan PSK, biasanya mencari PSK yang biasa saja, tidak terlalu
banyak diminati pelanggan, salah satunya dalam upaya menjaga kemungkinan penularan HIV / AIDS. 3 Dedy ± 40 tahun Karyawan Swasta Pelanggan jasa PSK,
lama menjadi pelanggan 12 tahun,
(4)
jasa PSK ketika ingin melaksanakan dan menyalurkan hasrat seksualitas.
4 Bunga ± 25 tahun PSK Alasan menjadi PSK karena sakit hati atas perlakuan orang tuanya, yang memenjarakan
suaminya karena bukan orang Tionghoa. Atas desakan dan kebutuhan
ekonomi juga menjalankan profesi menjadi PSK selama 9 tahun. Tidak memiliki fantasi seksualitas yang berlebihan tehadap pelanggan hanya sekedar menjalankan profesi yang sudah ia tekuni selama ini.
5 Meihuwa ± 21 tahun PSK Menjalani profesi
menjadi PSK karena kurangnya eknomi keluarga, hingga ia merasa tidak iri dan berkecil hati terhadap keadaan lingkungan di sekitarnya. Terutama di antara etnis Tionghoa,
yang menjadikan ekonomi sebagai simbol kejayaan dan kemakmuran.
Menjalani profesi menjadi PSK selama 4 tahun, dan berganti dari satu pub ke pub
(5)
Medan. Dengan tarif bervariasi sesuai dengan kemampuan negosiasi. Yang menarik dari sosok
Meihua adalah
kemampaun ia berdagang yang tetap
dijalankan dengan para pelanggan atau juga para PSK, terutama menjual bra (BH) dan celana dalam wanita
(underwear) dengan merek luar negeri.
6 Popy ± 20 tahun PSK Menjadi PSK karena
dijual oleh pacarnya sendiri. Karena perasaan sakit hati, frustasi, dan dibuang dari keluarga, sampai sekarang Popy masih memilih menjadi PSK. Sudah menjadi PSK selama 3 tahun. Keinginan yang paling kuat di dalam dirinya saat ini, mendapatkan lelaki yang mau bertanggung jawab terhadap hidupnya, dan membina rumah tangga dengan penerimaan apa adanya tentang masa lalu yang ia jalani. Ia berasal dari salah satu daerah di Pulau Jawa (ia tidak mau menunjukkan dengan pasti asal daerah).
(6)
7 Eka ± 24 tahun PSK Menjadi PSK selama 7 tahun, alasan utama ia menjadi PSK karena tuntutan dan keadaan ekonomi keluarga dengan kurangnya kasih sayang yang ia dapatkan selama ini di
dalam keluarga. Motivasi menjadi PSK
yang terbesar sebagai obsesi dirinya adalah mampu mensejajarkan kehidupan keluaganya yang broken akibat perceraian kedua orang tuanya.
8 Wiwit ± 20 tahun – 40 tahun
Mucikari Mucikari sebagai
perantara antara PSK dan pelanggan yang akan menggunakan jasa mereka, biasanya dalam jaringan di Diskotik Super Nibung Raya, adalah karyawan dalam lingkungan kerja mereka. Dengan jumlah 5 – 7 orang mucikari dalam sekali pergantian jam kerja. Sumber: Hasil interview dan observasi, tahun 2008