Pirantel Pamoat Suspensi PENELAAHAN PUSTAKA

6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pirantel Pamoat

Gambar 1. Struktur pirantel pamoat Pirantel pamoat gambar 1 merupakaan garam yang terdiri dari basa pirantel dan asam pamoat. Rumus molekulnya adalah C 11 H 14 N 2 S·C 23 H 16 O 6 dengan bobot molekul 594, 7 dan titik leburnya 178-179 C. Kelarutan pirantel pamoat praktis tidak larut dalam air dan dalam metanol, larut dalam dimetil sulfoksida, dan sukar larut dalam dimetil formamida Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995. Pirantel pamoat 1-Methyl-2-[E-2- thiophen-2-ylethenyl]-1,4,5,6-tetrahydropyrimidine hydrogen 4,4 methylenebis3-hydroxynaphthalene-2-carboxylate memiliki khasiat sebagai anthelmintik yang mekanisme kerjanya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing sehingga terjadi pelepasan asetilkolin dan penghambatan kolinesterase. Hal ini menyebabkan pelumpuhan cacing-cacing, yang diikuti dengan pembuangan dari saluran intestinal manusia Katzung, 1989. Pirantel pamoat memiliki panjang gelombang teoritis 300 nm E 1cm 1 366; ɛ = 21770 M -1 .cm -1 dan 288 nm E 1cm 1 370; ɛ = 22000 M -1 .cm -1 dalam pelarut metanol Dibbern, 2002. Pada penelitian ini panjang gelombang teoritis pirantel pamoat tidak terdapat absorban dari pelarut yang digunakan, sedangkan nilai absorptivitas molar dari pirantel pamoat lebih dari 20000 M -1 .cm -1 , sehingga mudah untuk dilakukan deteksi secara spektrofotometri UV. Pirantel pamoat yang akan ditetapkan berbentuk sediaan suspensi oral, yang mengandung basa pirantel , C 11 H 14 N 2 S, tidak kurang dari 90,0 dan tidak lebih dari 110,0 dari jumlah yang tertera pada etiket Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995.

B. Suspensi

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Pada penelitian ini, menggunakan sediaan suspensi oral yaitu sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan oral Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995. Suspensi mengandung komponen-komponen berikut: 1. Zat aktif Berupa bahan aktif atau komponen utama dari sediaan yang memberikan efek terapeutik. 2. Zat tambahan Bahan yang dengan sengaja ditambahkan pada sediaan untuk tujuan tertentu sehingga memperoleh hasil yang lebih baik. Terdapat bermacam-macam zat tambahan sesuai dengan fungsinya, yaitu: a. Zat pengental suspending agent Berfungsi untuk mendispersikan partikel zat aktif yang tidak larut dalam larutan pembawa serta meningkatkan viskositas sehingga kecepatan sedimentasi diperlambat. b. Pemanis Digunakan untuk menutupi rasa yang tidak enak dari zat aktif, contoh sukrosa. c. Penyedap rasa dan aroma Digunakan untuk menutupi aroma tidak enak dari zat aktif, contoh mentol. d. Pewarna Digunakan untuk menambah daya tarik suspensi yang disesuaikan dengan pemberi rasa, contoh rasa jeruk dan diberi warna orange. e. Pengawet Digunakan untuk melindungi suspensi dari pertumbuhan mikroorganisme dengan adanya media air, contoh asam benzoat Ansel, 1989. C . Ekstraksi Ekstraksi merupakan proses pemisahan dua zat atau lebih dengan menggunakan pelarut yang tidak saling campur. Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair, namun pada penelitian ini akan dibahas ekstraksi cair-cair Gandjar dan Rohman, 2007. Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakuan sampel atau untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen matriks yang mungkin menganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit. Pemisahan ekstraksi cair-cair dilakukan untuk mendapatkan analit yang diinginkan terlarut dalam pelarut yang sesuai. Proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar: 1. Proses penyampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan dipisahkan komponen-komponennya. 2. Proses pembentukkan fase seimbang. 3. Proses pemisahan kedua fase seimbang. Untuk memperoleh hasil baik dalam ekstraksi, perlu dilakukan pemilihan pelarut yang tepat. Adapun pertimbangan yang dilakukan sebelum ekstraksi yaitu pelarut yang digunakan mampu melarutkan solute, pelarut memiliki perbedaan titik didih yang besar dengan solute dan mempunyai kemurnian tinggi. Prinsip dari ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum partisi yang menyatakan bahwa pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang saling tidak campur. Perbandingan konsentrasi pada kesetimbangan di antara dua pelarut yang tidak saling campur disebut koefisien distribusi atau koefisien partisi K D , yang ditulis dengan persamaan berikut: K D = Corg [Caq ] ............................................................................................1 C org dan C aq masing-masing merupakan konsentrasi analit dalam fase organik dan dalam fase air. Semakin besar konsentrasi analit dalam pelarut organik maka akan semakin besar nilai koefisien distribusinya. Sebaliknya, semakin kecil konsentrasi analit dalam pelarut organik maka akan semakin kecil nilai koefisien distribusinya. Namun dalam kenyataannya, analit seringkali berada dalam bentuk kimia yang berbeda karena adanya disosiasi ionisasi, protonasi dan kompleksasi atau polimerisasi sehingga definisinya bisa disebut rasio distribusi D atau rasio partisi, yang ditulis dengan persamaan berikut: D = Cs org Cs aq ............................................................................................2 Cs org dan Cs aq masing-masing merupakan konsentrasi total analit dalam segala bentuk dalam fase organik dan fase air. Jika tidak ada interaksi antar analit yang terjadi pada kedua fase tersebut maka nilai K D dan D adalah sama Gandjar dan Rohman, 2007. Teknik ekstraksi cair-cair yang mulai dikembangkan akhir-akhir ini adalah menggunakan ultrasonikator. Ultrasonikasi merupakan teknik pemberian gelombang ultrasonik yaitu merupakan rambatan energi dalam medium yang bersumber pada gelombang frekuensi tinggi, sehingga membutuhkan medium untuk merambat sebagai interaksi dengan molekul Tipler, 2001. Aplikasi gelombang ultrasonik yang terpenting adalah pemanfaatannya dalam menimbulkan efek kavitasi akustik Brennen, 1995. Pada penelitian Anggraeni 2012 uji disinfeksi bakteri Escherichia coli menggunakan kavitasi water jet secara ultasonikasi untuk menghilangkan gelembung dan adanya kavitasi digunakan untuk pembentukkan, pertumbuhan, dan hancurnya gelembung mikro dalam cairan. Gelembung tersebut dapat terbentuk karena terdapat gaya atau energi yang diberikan pada suatu medium yang dapat menyebabkan molekul di dalamnya bergetar. Adanya getaran menyebabkan struktur molekul akan meregang. Jika energi yang diberikan terus ditingkatkan maka akan dicapai suatu kondisi maksimum dimana gaya intramolekul tidak dapat lagi menahan struktur molekul, akibatnya molekul itu pecah dan terbentuklah lubang yang disebut gelembung kavitasi. Pada penelitian isolasi metabolit sekunder dan uji toksisitas ekstrak metanol daun tanaman srikaya Tripiana, Teruna dan Balatif, 2013 menggunakan ultasonikasi sebagai metode ekstraksi. Gelombang ultasonik yang terjadi menghasilkan rambatan energi yang berupa getaran, sehingga analit-analit yang terdapat dalam sampel akan keluar dan larut dalam pelarut yang digunakan. Penelitian lainnya yang melakukan ekstraksi menggunakan metode ultrasonikasi adalah optimised ultrasonic-assisted extraction of flavonoids from folium Eucommiae and evaluation of antioxidant activity in multi-test systems in vitro Huang, Xue, Niu, Jia and Wang, 2009.

D. Spektrofotometri UV