Pada tabel terlihat bahwa proporsi bayi yang diberikan frekuensi MP-ASI tidak tepat lebih banyak pada kelompok bayi yang mengalami diare yaitu sebanyak
30 orang 75,0 dan pada bayi yang tidak diare yang diberikan frekuensi MP-ASI sering sebanyak 26 orang 65,0. bayi yang diare dan bayi yang tidak diare tentang
pemberian porsi MP-ASI yaitu lebih banyak yang sering pada kelompok bayi yang diare sebanyak 29 orang 72,5 dan sebanyak 19 orang 47,5 pada bayi yang
tidak diare. Proporsi jenis MP-ASI antara bayi yang diare dan tidak diare yaitu pada bayi yang diare lebih banyak yang tidak lumat sebanyak 24 orang 60,0 dan pada
bayi tidak diare sebanyak 13 orang 32,5. Proporsi cara MP-ASI yang tidak baik lebih banyak pada kelompok bayi yang diare sebanyak 31 orang 77,5 dan pada
bayi yang tidak diare hanya sebanyak 18 orang 45,0.
4.4 Analisis Bivariat
4.4.1 Hubungan Frekuensi MP-ASI dengan Diare
Pada Tabel 4.3 hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 1,615 dengan 95CI=0,614-4,247 dan nilai p=0,166 artinya tidak ada hubungan frekuensi
MP-ASI dengan diare. Bayi yang menderita diare 1,615 kali perkiraan kemungkinannya dengan seringnya pemberian frekuensi MP-ASI dibanding dengan
bayi yang tidak menderita diare.
Tabel 4.4 Hubungan Frekuensi MP-ASI dengan Diare Frekuensi
MP-ASI Kelompok
p OR
95 Cl χ
2
Kasus Kontrol
n n
Sering 30
75,0 26
65,0 0,329
1,615 0,614-4,247
0,952 Jarang
10 25,0
14 35,0
Jumlah 40
100,0 40
100,0
Universitas Sumatera Utara
4.4.2 Hubungan Porsi MP-ASI dengan Diare
Pada Tabel 4.5 hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 2,914 dengan 95CI=1,149-7,393 dan nilai p=0,022 artinya ada hubungan porsi MP-ASI
dengan dengan diare. Bayi yang menderita diare 2,810 kali perkiraan kemungkinannya dengan banyaknya pemberian porsi MP-ASI dibanding dengan bayi
yang tidak menderita diare.
Tabel 4.5 Hubungan Porsi MP-ASI dengan Diare Porsi
MP-ASI Kelompok
p OR
95 Cl χ
2
Kasus Kontrol
n n
Banyak 29
72,5 19
47,5 0,022
2,914 1,149-7,393
5,208 Sedikit
11 27,5
21 52,5
Jumlah 40
100,0 40
100,0
4.4.3 Hubungan Jenis MP-ASI dengan Diare
Pada Tabel 4.6 hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 3,115 dengan 95CI=1,247-7,781 dan nilai p=0,014 artinya ada hubungan jenis MP-ASI
dengan dengan diare. Bayi yang menderita diare 3,115 kali perkiraan kemungkinannya dengan jenis MP-ASI tidak lumat dibanding dengan bayi yang tidak
menderita diare.
Tabel 4.6 Hubungan Jenis MP-ASI dengan Diare Jenis
MP-ASI Kelompok
p OR
95 Cl χ
2
Kasus Kontrol
n n
Tidak Lumat 24
60,0 13
32,5 0,014
3,115 1,247-7,781
6,084 Lumat
16 40,0
27 67,5
Jumlah 40
100,0 40
100,0
Universitas Sumatera Utara
4.4.4 Hubungan Cara MP-ASI dengan Diare
Pada Tabel 4.7 hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 3,222 dengan 95CI=1,268-8,188 dan nilai p=0,012 artinya ada hubungan cara MP-ASI
dengan dengan diare. Bayi yang menderita diare 3,222 kali perkiraan kemungkinannya dengan cara MP-ASI tidak baik dibanding dengan bayi yang tidak
menderita diare.
Tabel 4.7 Hubungan Cara MP-ASI dengan Diare Cara
MP-ASI Kelompok
p OR
95 Cl χ
2
Kasus Kontrol
n n
Tidak Baik 31
77,5 18
45,0 0,003
4,210 1,598-11,093
8,901 Baik
9 22,5
22 55,0
Jumlah 40
100,0 40
100,0
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Porsi Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Diare pada Bayi 0-6 Bulan di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten
Langkat
Hasil analisis menunjukkan porsi pemberian MP-ASI dengan kejadian diare berhubungan signifikan dengan nilai p=0,022 dan OR=2,914 95 CI 1,149-7,393.
Ibu yang memberikan porsi MP-ASI banyak kemungkinan bayi diare 2,810 kali lebih besar dibanding bayi yang tidak diare.
MP-ASI diberikan mulai umur 6-24 bulan dan merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan
secara bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat cerna bayi dalam menerima MP-ASI Depkes RI,
2004. Pemberian makanan atau minuman pendamping ASI berbahaya bagi bayi
karena saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencernakan makanan atau minuman selain ASI. Adapun waktu yang baik dalam memulai pemberian makanan
tambahan pada bayi adalah umur 6 bulan. Makanan tambahan mulai diberikan umur enam bulan satu hari. Pada usia ini otot dan saraf didalam mulut bayi cukup
berkembang untuk mengunyah, menggigit, menelan makanan dengan baik, mulai tumbuh gigi, suka memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya dan berminat terhadap
rasa yang baru Rosidah, 2004. Menurut Ariani 2008 pemberian makanan
45
Universitas Sumatera Utara
tambahan pada bayi sebelum umur tersebut 6 bulan akan menimbulkan risiko sebagai berikut: 1 Anak akan minum ASI lebih sedikit dan ibu pun memproduksinya
lebih sedikit sehingga akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak, 2 Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit sehingga risiko infeksi
meningkat, 3 Risiko diare juga meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih ASI, 4 Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer, buburnya
berkuah atau berupa sup karena mudah dimakan bayi, makanan ini memang membuat lambung penuh tetapi memberikan nutrient sedikit, 5 Ibu mempunyai risiko lebih
tinggi untuk hamil kembali. Pemberian nutrisi yang tepat dan mencukupi sejak bayi sangat penting untuk
kesehatan jangka panjang. Bayi harus mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang optimal.
Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya yang terus meningkat bayi usia 6 bulan harus menerima Makanan Pendamping ASI yang bernutrisi dan aman sambil
melanjutkan pemberian ASI sampai usia 2 tahunlebih. Pada saat bayi menerima asupan lain selain ASI, maka imunitaskekebalan yang diterima bayi akan berkurang.
Pemberian MP-ASI dini beresiko membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman, apa lagi jika porsi MP-ASI yang diberikan terlalu berlebihan yang dapat
menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan bayi yang umum diderita bayi seperti diare yang ini disebabkan karena enzim seperti amylase, enzim yang diproduksi
pankreas belum cukup ketika bayi belum berusia 6 bulan. Begitu pula dengan enzim
Universitas Sumatera Utara
perncerna karbohidrat maltase, sukrase, dan lipase serta bile salts untuk mencerna lemak.
Pencernaan makanan selain ASI dalam saluran cerna bayi 0-6 bulan masih belum sempurna. Sekresi enzim yang berfungsi untuk menguraikan karbohidrat
polisakarida seperti enzim amilase yang dihasilkan oleh pankreas belum disekresi dalam 3 bulan pertama dan hanya terdapat dalam jumlah sedikit sampai bayi usia 6
bulan. Pencernaan polisakarida yang tidak sempurna pada bayi dapat mengganggu penyerapan zat gizi lain dan dapat mengakibatkan ganggua pertumbuhan Widodo,
2005. Bayi ketika lahir sampai beberapa bulan sesudahnya belum dapat membentuk
kekebalan sendiri secara sempurna. ASI merupakan substansi bahan yang hidup dengan kompleksitas biologis yang luas yang mampu memberikan daya
perlindungan, baik secara aktif maupun melalui pengaturan imunologis. ASI tidak hanya menyediakan perlindungan yang unik terhadap infeksi dan alergi, tetapi juga
memacu perkembangan yang memadai dari sistem imunologi bayi sendiri. ASI memberikan zat-zat kekebalan yang belum dibuat oleh bayi tersebut. Selain itu ASI
juga mengandung beberapa komponen antiinflamasi, yang fungsinya belum banyak yang diketahui. Sehingga bayi yang minum ASI lebih jarang sakit, terutama pada
awal kehidupannya Suryaprajogo, 2009. Jenis MP-ASI yang diberikan yaitu mulai dari susu formula, sereal dan bahan
makanan pokok yang dilumatkan seperti nasi tim dan pisang. Jika hal ini diteruskan
Universitas Sumatera Utara
akan berakibat buruk bagi bayi karena organ pencernaan bayi yang berusia kurang dari 6 bulan belum berkembang sempurna.
Menurut WHO, makanan tambahan harus mulai diberikan ketika bayi tidak lagi mendapat cukup energi dan nutrien dari ASI saja. Untuk kebanyakan bayi,
makanan tambahan mulai diberikan mulai usia 6 bulan. Pada usia ini, otot dan syaraf di dalam mulut bayi cukup berkembang untuk mengunyah, menggigit dan memamah.
Sebelum usia 6 bulan, bayi akan mendorong makanan ke luar dari mulutnya karena mereka tidak dapat mengendalikan gerakan lidahnya secara penuh. Maturitas otot dan
syaraf disekitar mulut dan leher, saluran cerna dan sistem ekskresi belum berfungsi sempurna. Bayi dapat mengalami alergi terhadap salah satu zat gizi misalnya,
muncul eksim, terhambatnya penyerapan zat besi dan gizi lainnya dari ASI Widodo, 2005.
Hasil dilapangan didapatkan bahwa porsi MP-ASI yang diberiakan pada bayi yang menderita diare lebih banyak yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan umur
bayi alasan ibu memberikan porsi yang lebih banyak disebabkan karena bayi sering menangis dan lapar dan anggapan ibu dengan memberikan porsi yang banyak akan
membuat anak kenyang dan tidak mudah menangis. Pemberian porsi MP-ASI yang berlebihan dapat menyebabkan porsi pemberian ASI menjadi berkurang pada bayi.
Hal ini sangat berbahaya bagi bayi karena banyak nutrisi ASI yang diperlukan bayi, dengan kurangnya pemberian ASI akan menyebabkan keadaan kurang gizi pada bayi
yang menyebabkan kekebalan bayi menurun dan jika infeksi menyerang bayi dengan mudah bayi akan terinfeksi dan menyebabkan bayi mudah sakit. Pemberian MP-ASI
Universitas Sumatera Utara
dini menyebakan kesehatan bayi menjadi rapuh dan akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan bayi sejak umur 3 bulan sampai anak mencapai umur 18 bulan Ansori,
2002 Beberapa ibu juga mengatakan bahwa ASI mereka tidak cukup dan untuk
mengantisipasi hal tersebut ibu memberikan susu formula kepada bayi, karena ekonomi yang kurang mampu alternatif lain untuk mengurangi biaya susu formula
ibu memberian air teh. Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan ketidakstabilan pencernaan bayi yang pada akhirnya menyebabkan bayi alergi dan mengalami diare.
Pemberian air teh kepada bayi didapatkan ibu dari pengalaman-pengalaman saudara ibu yang sudah memiliki anak oleh karena itu ibu percaya dengan apa yang mereka
katakan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dukungan yang kurang dari pelayanan kesehatan, terlebih petugas kesehatan akan meningkatkan pemberian
MP-ASI yang salah. Dikaitkan dengan karakteristik ibu pada usia 20 tahun lebih banyak yang memberikan porsi ASI kepada bayi hal ini dikarenakan usia ibu yang
muda menyebabkan kurangnya pengetahuan yang memadai dalam merawat bayi apalagi ditambah dengan pendidikan yng rendah. Hasil penelitian menunjukkan ibu
yang hanya tamat SD mayoritas memberikan porsi MP-ASI banyak, hal ini memperkuat bahwa pendidikan yang rendah akan menyebabkan terbatasnya sumber
informasi yang diterima ibu. Pada sisi lain ibu yang pekerjaannya sebagai wiraswasta lebih banyak memberikan porsi MP-ASI lebih banyak, diasumsikan ibu memberikan
porsi banyak supaya bayi tidak rewel atau tidak mudah lapar sehingga tidak menggangu pekerjaan ibu.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Hubungan Jenis Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Diare pada Bayi 0-6 Bulan di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten
Langkat
Hasil analisis multivariat menunjukkan jenis pemberian MP-ASI dengan kejadian diare berhubungan signifikan dengan nilai p=0,014 dan OR=3,115 95 CI
1,247-7,781. Ibu yang memberikan MP-ASI dengan lumat kemungkinan bayi diare 2,914 kali lebih besar dibanding bayi yang tidak diare. Sejalan dengan hasil penelitian
Apriyanti dkk 2009 di wilayah kerja Puskesmas Swakelola 11 Ilir Palembang yang menunjukkan ada hubungan signifikan antara pemberian MP-ASI dengan kejadian
diare pada anak. Hasil penelitian menyatakan pada kelompok kasus terdapat 60 bayi
diberikan MP-ASI dini dengan jenis MP-ASI tidak lunak. Hal ini sejalan Penelitian yang dilakukan Anies Irawati dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan
Makanan, Departemen Kesehatan, diperoleh data bahwa 50 bayi di Indonesia sudah mendapatkan MP-ASI pada umur kurang dari satu bulan. Bahkan, pada umur 2
– 3 bulan, bayi sudah mendapatkan makanan padat dan bayi bayi yang mendapatkan MP-
ASI dini lebih banyak terserang diare, batuk- pilek, alergi, dan berbagai penyakit infeksi yang menyebabkan mereka menderita kurang gizi malnutrisi
Berdasarkan hasil lapangan bahwa ini dikarenakan sistem pencernaan anak pada usia di bawah 2 tahun sedang mengalami perkembangan secara bertahap
sehingga apabila diberikan makanan yang tidak tepat dapat menyebabkan sistem pencernaan anak tidak berkembang dengan baik dan bisa menyebabkan diare. Daerah
Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang, merupakan wilayah yang banyak
Universitas Sumatera Utara
dihuni oleh masyarakat asli melayu. Para ibu di desa ini sudah terbiasa dalam budaya untuk memperkenalkan makanan sejak bayi pertama kali lahir seperti madu dan air
putih, bahkan ada ibu yang sudah membiasakan anaknya untuk makan makanan pedas. Padahal makanan-makanan ini belum tepat dikonsumsi oleh anak yang berusia
di bawah 2 tahun, karena makanan ini sulit dicerna dan bisa merangsang usus anak. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Mutiara Roslianti 2007 tubuh anak
membutuhkan zat gizi yang sesuai untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Asupan zat gizi yang baik dapat diupayakan dengan memberikan ASI eksklusif
sampai umur 6 bulan. Setelah itu, periode pemberian makanan pendamping Air Susu Ibu MP-ASI. MP-ASI adalah makanan tambahan selain ASI yang diberikan pada
bayi sampai usia 24 bulan, sehingga MP-ASI diberikan tepat waktu pada usia 6-12 bulan, karena pada usia tersebut merupakan waktu yang sangat rawan terjadi
malnutrisi Suhardjo, 1999. MP-ASI pertama sebaiknya adalah golongan beras dan seleria, karena berdaya
alergi rendah. Secara atau seberangsur-angsur, diperkenalkan sayuran yang dikukus dan dihaluskan, kecuali piasang adan alpukat matang dan yang harus diingat adalah
jangan berikan buah atau sayuran mentah. Setelah bayi dapat menerima beras atau sereal, sayur dan buah dengan baik, baru diberi sumber protein tahu, tempe, daging
ayam, hati ayam, dan daging sapi yang dikukus dan dihaluskan. Setelah bayi mampu mengkoordinasikan lidahyan dengan baik, secara bertahap bubur dibuat lebih kental
kurangi campuran air, kemudian menjadi lebih kasar disaring kemudian cincang
Universitas Sumatera Utara
halus, lalu menjadi kasar cincang kasar, dan akhirnya bayi siap menerima makanan pada yang dikonsumsi keluarganya Mann j, 2007.
Kenyataan dilapangan terlihat bahwa bayi yang diare mayoritas sudah diberi makanan yang tidak lumat, rata-rata kisaran umur 2-3 bulan bayi sudah diberi MP
ASI dan biasanya sudah diberi pisang yang digerus dengan sendok ada juga beberapa sudah memberikan nasi yang telah dihaluskan dan dicampur dengan ikan. Alasan ibu
sudah memberikan jenis makanan seperti itu disebabkan bayi sering menangis karena lapar, ibu juga mengarapkan dengan pemberian makanan yang bervariasi akan
menyebabkan perkembangan dan pertumbuhan anak semakin cepat yaitu cepat gemuk, cepat tinggi dan cepat besar. Hasil dilapangan juga mayoritas ibu tidak
memahami bahwa pemberian jenis MP-ASI yang tidak lumat yang diberikan pada bayi usia 0-6 bulan dapat menyebabkan diare, sebagian ibu juga mengetakan bahwa
terkadang makanan yang jenisnya tidak lunak seperti pisang mereka kunyah dahulu baru diberikan kepada bayinya. Anggapan ibu, bayi yang terkena diare adalah hal
yang biasa, jadi tidak perlu dikhawatirkan. Ditambah dengan petugas puskesmas yang tidak menjelaskan penyebab diare yang diderita bayi mereka, sehingga para ibu tidak
sadar dengan jenis MP-ASI yang mereka berikan dapat menyebabkan diare. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa pengetahun ibu mengenai pemberian MP-ASI pada bayi
sangat minim. Pengetahuan ibu yang rendah terlihat dari hasil penelitian yaitu ibu yang hanya tamat SD mayoritas memberikan jenis MP-ASI tidak lumat. Pekerjaan
ibu sebagai petani lebih banyak memberikan jenis MP-ASI tidak lumat.
Universitas Sumatera Utara
5.3 Hubungan Cara Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Diare pada Bayi 0-6 Bulan di Desa Kwala Pesilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten
Langkat
Hasil analisis menunjukkan cara pemberian MP-ASI dengan kejadian diare berhubungan signifikan dengan nilai p=0,003 dan OR=4,210 95 CI 1,598-11,093.
Ibu yang memberikan MP-ASI dengan memenuhi syarat kesehatan kemungkinan bayi diare 4,210 kali lebih besar dibanding bayi yang tidak diare. Sejalan dengan
penelitian Apriyanti dkk 2009 di wilayah kerja Puskesmas Swakelola 11 Ilir Palembang yang menunjukkan ada hubungan signifikan antara kebiasaan cuci tangan
dengan kejadian diare pada anak. Berdasarkan hasil di lapangan ini dikarenakan tangan merupakan salah satu
media masuknya kuman penyebab penyakit ke dalam tubuh. Dengan demikian, apabila seseorang terbiasa mencuci tangan terutama pada waktu-waktu penting maka
ia akan meminimalkan masuknya kuman melalui tangan. Namun, sebagian besar ibu yang menjadi responden masih memiliki kesadaran yang rendah untuk mencuci
tangan, mereka hanya terbiasa mencuci tangan apabila tangan mereka terlihat kotor saja. Padahal tangan yang terlihat bersih belum tentu bebas dari kuman penyebab
penyakit. Suhardjo 1999 mengatakan bahwa pemberian makan setelah bayi berumur
6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal ini disebabkan sistem imun bayi berumur kurang dari 6 bulan belum sempurna. Pemberian makanan
pendamping ASI MPASI dini sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman. Belum lagi jika tidak disajikan secara higienis. Hasil riset
Universitas Sumatera Utara
terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan MP- ASI sebelum bayi berumur 6 bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-
pilek, dan panas dibandingkan bayi yang hanya mendapat ASI eksklusif. Penyebab diare dari faktor bayi adalah adanya infeksi baik di dalam ataupun di luar saluran
pencernaan baik itu infeksi bakteri, virus, maupun infeksi parasit. Perilaku ibu juga dapat menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya diare seperti tidak mencuci
tangan setelah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak Purwanti, 2004.
Seperti yang diungkapkan oleh Ngastiyah 2007 sebagian besar 85 diare disebabkan oleh virus dan sisanya 15 disebabkan oleh bakteri, parasit jamur,
alergi makanan, keracunan makanan, malabsorpsi makanan dan lain-lain dan hal ini salah satu penyebabnya adalah penggunaan MP-ASI dini. Mekanisme dasar yang
menyebabkan timbulnya diare ialah gangguan osmotik akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat di serap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.Isi rongga usus berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul lah diare. Yang kedua adalah gangguan sekresi akibat gangaguan rangsangan tertentu misalnya toksin pada dinding usus akan terjadi timbulnya diare karena
terdapat peningkatan isi rongga usus. Yang ketiga gangguan Motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkuranganya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare.
Universitas Sumatera Utara
Besarnya persentase pada ibu-ibu yang sudah memberikan makanan pendamping ASI sejak dini dipengaruhi oleh berbagai alasan. Antara lain dikarenakan
bayi terus menerus menangis, tangisan ini sering diartikan sebagai ungkapan lapar dari sang bayi sehingga orang tua dan orang
–orang disekitar bayi langsung memberikan makanan yang sekiranya dapat mengenyangkan bayi dan bayi berhenti
menangis. Dalam hal ini dapat dikatakan masih kurangnya pemahaman tentang karakteristik bayi baru lahir dan pentingnya diberikan ASI saja pada usia 0-6 bulan.
Sudaryat Suraatmaja dalam Soetjiningsih 1997 adanya perubahan social budaya juga memberikan pengaruh yang tidak sedikit. Alasan ibu bekerja dan
kesibukan lainnya juga menjadi penyebab diberikannya makanan pendamping ASI dini. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pada kelompok kasus bahwa dari 40 ibu
mayoritas sebesar 70 ibu bekerja sebagai petani, buruh, pedagang dan PNS sedangkan hanya 30 sebagai Ibu Rumah Tangga IRT.
Hasil di lapangan didapatkan ibu tidak selalu mencuci tangan sebelum mempersiapkan makanan bayi, ibu menyatakan mereka tidak sempat lagi mencuci
tangan dan menganggap tangan mereka bersih secara kasat mata. Pengolahan makanan sebagian ibu memaang menyatakan menggunakan air mengalir karena kran
di rumh tersedia, sebagian ibu tidak menggunakan air mengalir karena tidak mempunya kran dan air yang telah digunakan membersihkan bahan makanan
digunakan kembali untuk mencuci bahan olahan lainnya. beberapa ibu menyebutkan makanan yang tidak dihabiskan oleh bayi akan disimpan lagi, jika bayi merengek
akan diberikan kembali makanan sisa yang tadi. Alasan yang dikemukan ibu
Universitas Sumatera Utara
melakukan hal yang demikian karena merasa sayang jika sisa makanan tersebut dibuang, lagipula makanan sisa tersebut belum basi jadi masih bisa diberikan
kemabali kepada bayi. Padahal makanan sisa dapat tercemar mikroorganisme pembusuk yang dapat menggangu kesehatan bayi. Ketidaktahuan ibu tentang cara
pemberian MP-ASI yang baik diasumsikan karena usia ibu masih muda dan juga pendidikan yang kurang memadai yaitu mayoritas tamat SD dan SMP. Akses
informasipun terbatas apalagi ditambah ibu bekerja terkhususnya sebagai wiraswasta yang juga mayoritas tidak mengetahui cara pemberian MP ASI yang benar.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan