Klasifikasi Data ANALISIS DATA
c. Kepemilikan institusional
Klasifikasi data kepemilikan institusional didasarkan pada jumlah yang dimiliki oleh institusi. Menurut PSAK 15 tahun 2015 tentang
Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama dan PSAK 65 tahun 2015 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian. Berdasarkan
PSAK 15 dan PSAK 65, data kepemilikan institusional diklasifikasikan menjadi :
1 Tidak memiliki pengaruh signifikan
: 20 2
Memiliki pengaruh signifikan : 20 - 50
3 Hak pengendalian kontrol
: 50
Tabel 5.8 Hasil Klasifikasi Kepemilikan Institusional
Frequency Percent
Cumulative Percent
Tidak Memiliki Pengaruh Signifikan
3 1.5
1.5
Memiliki Pengaruh Signifikan
9 4.4
5.9
Hak Pengendalian 192
94.1 100.0
Total 204
100.0 Sumber : Data sekunder yang diolah, 2017.
Pada tabel 5.8 terdapat 6 data atau 1,5 kepemilikan institusional yang tidak memiliki pengaruh signifikan, lalu sebanyak 9 data atau
4,4 kepemilikan institusional yang memiliki pengaruh signifikan dan sebanyak 192 data atau sebesar 94,1 memiliki hak
pengendalian kontrol. Memiliki pengaruh yang signifikan berarti adanya wewenang untuk berpartisipasi dalam keputusan kebijakan
keuangan dan operasional suatu aktivitas ekonomi dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengendalikan bersama atas kebijakan tersebut, penjabaran ini seperti yang tertuang dalam PSAK 15 tahun 2015 tentang
Akuntansi untuk Investasi dalam Perusahaan Asosiasi. d.
Nilai Perusahaan Klasifikasi nilai perusahaan didasarkan pada rasio tobin’s Q yang
diperoleh perusahaan. Fahmi 2011 mengatakan jika rasio tobin’s Q diatas satu 1, maka menunjukkan bahwa investasi dalam
aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi. Jika rasio tobin’s Q dibawah satu,
maka investasi dalam aktiva tidak menarik. Data nilai perusahaan diklasifikasikan menjadi :
1 Rendah : tobin’s Q 1
2 Sedang : tobi
n’s Q 1 - 3 3
Tinggi : tobin’s Q 3
Tabel 5.9 Hasil Klasifikasi Nilai Perusahaan
Frequency Percent
Cumulative Percent
Rendah 76
37.3 37.3
Sedang 85
41.7 78.9
Tinggi 43
21.1 100.0
Total
204 100.0
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2017
Pada tabel 5.9 terdapat 76 data atau sebesar 37,3 data nilai perusahaan berada pada tingkatan yang rendah, ini menunjukkan
bahwa rasio tobin’s Q dibawah satu 1 yang berarti bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
investasi dalam aktiva tidak menarik. Selanjutnya, sebesar 85 data atau 41,7 data nilai perusahaan berada pada tingkatan yang
sedang dan sebesar 43 data atau 21,1 data nilai perusahaan berada pada tingkatan yang tinggi, ini menunjukkan bahwa rasio
tobin’s Q diatas satu 1, maka menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih
tinggi daripada pengeluaran investasi. e.
Financial Distress Klasifikasi data financial distress didasarkan pada perolehan
earning per share selama 3 tahun berturut-turut 2013-2015. Data financial distress diklasifikasikan menjadi :
1 Non-Financial Distress :
apabila perusahaan
memiliki earning per share EPS positif selama 3 tahun 2013-2015
berturut-turut. 2
Financial Distress :
apabila perusahaan
memiliki earning per share positif selama 3 tahun 2013-2015 berturut-
turut.
Tabel 5.10 Hasil Klasifikasi Financial Distress
Frequency Percent
Cumulative Percent
Non Financial Distress
60 88.2
88.2
Financial Distress
8 11.8
100.0
Total 68
100.0 Sumber : Data sekunder yang diolah, 2017
Data menunjukkan bahwa sebanyak 60 perusahaan atau sebesar 88,2 masuk dalam kriteria perusahaan non-financial distress. Hal
ini menunjukkan bahwa earning per share atau laba per lembar saham perusahaan selama periode 2013-2015 menunjukan angka
yang positif. Selanjutnya, untuk 8 perusahaan atau sebesar 11,8 masuk kedalam kriteria perusahaan yang mengalami financial
distress. Hal ini menunjukkan bahwa earning per share atau laba per lembar saham perusahaan perusahaan selama periode 2013-
2015 menunjukkan angka yang negatif. Earning per share yang negatif dalam beberapa periode menggambarkan prospek earning
dan pertumbuhan perusahaan yang tidak baik dimana hal ini bukanlah situasi yang disukai investor. Dalam kondisi semacam
ini, ada kemungkinan bahwa perusahaan sulit mendapatkan dana dikarenakan pendapatannya negatif sehingga memicu terjadinya
financial distress.