Ditinjau dari ketiga aspek dalam pemeriksaan organoleptis, wujud fisik senyawa hasil sintesis berbeda dengan starting material. Berdasarkan hasil dari
pemeriksaan organoleptis, dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa yang berbeda dari starting material. Perbedaan dilihat
berdasarkan warna dari hasil produk yaitu kuning dan starting material tidak berwarna. Perubahan warna dari tidak berwarna menjadi kuning menandakan
bahwa senyawa hasil sintesis bereaksi dari starting material menjadi senyawa yang berbeda, dan terjadi perpanjangan kromofor yang menyebabkan perubahan
warna menjadi kuning. Perbedaan juga dapat dilihat dari karakteristik bau antara starting material
dibandingkan dengan senyawa hasil sintesis. 2-kloro- benzaldehida memiliki bau menyengat, dan etil 3-oksobutanoat memiliki berbau
khas yang berbeda dengan senyawa hasil sintesis.
2. Pemeriksaan kemurnian dengan kromatografi lapis tipis KLT
Pemeriksaan kemurnian senyawa hasil sintesis menggunakan kromatografi lapis tipis KLT dapat digunakan sebagai identifikasi awal secara
kualitatif yang menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis berbeda dengan dengan starting material yang digunakan. Selain itu penggunaan kromatografi
lapis tipis juga dapat digunakan untuk mengetahui kemurnian dari hasil sintesis senyawa dengan melihat bercak yang muncul pada setiap penotolan pada plat
KLT. Kemurnian hasil sintesis senyawa dapat dilihat dari nilai R
f
Retardation factor
yang didapatkan berdasarkan interaksi antara senyawa dengan fase diam dan fase gerak.
1
1,5 cm Pada penelitian ini, pemeriksaan KLT dilakukan dengan menggunakan
fase diam silika gel F
254
dengan ketebalan 0,2-0,25 mm yang dapat berfluoresensi hijau jika dilihat dibawah sinar UV 254 nm. Fase gerak yang
digunakan dalam analisis KLT senyawa hasil sintesis adalah toluena. Pada awalnya, dilakukan pengenceran senyawa hasil sintesis dan starting material
menggunakan etanol dikarenakan senyawa hasil sintesis dan starting material sangat pekat sehingga hasil penotolan memberikan hasil yang tailing. Hal ini
menyatakan bahwa kapasitas suatu fase diam sangat terbatas, dan perlu dilakukan pengenceran untuk memberikan hasil yang lebih baik. Hasil
pemeriksaan dengan KLT ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 19. Hasil analisis kromatografi lapis tipis dibawah sinar UV 254 nm menggunakan fase diam silika gel F
254
dan fase gerak toluena dengan jarak elusi 9 cm. Senyawa hasil sintesis
dengan pengenceran 100x A dan B, senyawa 2-kloro-benzaldehida dengan pengenceran sebesar
100x C, dan senyawa etil 3-oksobutanoat dengan pengenceran sebesar 9x D
9 cm
Suatu senyawa yang terdeteksi menggunakan kromatografi lapis tipis akan memadamkan fluoresensi dari silika dilihat dari warna hitam yang
terbentuk. Hasil pemeriksaan menggunakan kromatografi lapis tipis menyatakan bahwa hasil sintesis yang didapat berbeda dengan starting material yang
digunakan. Perbedaan antara hasil sintesis dengan starting material dapat dilihat dari perbedaan nilai R
f
yang menyatakan bahwa senyawa hasil sintesis memiliki dua bercak dengan nilai 0,72 B dan 0,61 A, sedangkan 2-kloro-benzaldehida
memiliki nilai R
f
0,86 C dan etil 3-oksobutanoat memiliki nilai R
f
0,43 D Tabel IV. Pengujian senyawa hasil sintesis menggunakan kromatografi lapis
tipis juga memberikan informasi bahwa senyawa hasil sintesis tidak murni karena memiliki dua bercak yaitu A dan B pada pengenceran 100 kali.
Tabel IV. Nilai R
f
senyawa hasil sintesis dan starting material
Senyawa Nilai R
f
2-kloro-benzaldehida 0,86 C
Etil 3-oksobutanoat 0,43 D
Senyawa hasil sintesis 0,72 B
0,61 A
C. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis