Latar Belakang ANALISIS PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK YANG MENJADI PELAKU DAN KORBAN TINDAK PIDANA PADA TAHAP PENYIDIKAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah seorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah selayaknya mendapakan perhatian khusus,baik bagi anak yang menjadi pelaku tindak pidana maupun anak yang menjadi korban tindak pidana karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam undang-undang dasar 1945 dan konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang hak-hak anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Penyimpangan tingkah laku anak atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi dibidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan bermasyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap, perilaku, penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua, wali atau orang tua asuh akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat sehingga sianak dapat melakukan tindak pidana yang merugikan perkembangan pribadinya sendiri. Dalam menghadapi Anak yang menjadi Pelaku dan Korban tindak pidana perlu penanganan secara khusus, oleh sebab itu dalam menghadapi masalah Anak yang menjadi Pelaku dan Korban tindak pidana, orang tua dan masyarakat seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap pembinaan, pendidikan dan pengembangan perilaku anak tersebut. Perlindungan bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak fundamental rights and freedoms of children serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Barda Nawawi Arief, 1996 : 46. Anak yang menjadi Pelaku dan Korban tindak pidana atau perbuatan yang dilarang oleh hukum, harus digambarkan sebagai ketidakmampuan akal pikiran, fisik badan ataupun moral yang ada pada diri anak karena secara biologis, psikologis dan sosiologis kondisi fisik dan sosial anak berbeda dengan organg dewasa karena sifat dan keadaan yang melekat padanya tersebut maka anak memerlukan perlakuan dan perlindungan khusus, terutama terhadap perbuatan-perbuatan yang pada hakekatnya dapat merugikan perkembangan anak itu sendiri, masyarakat ataupun pemerintah. Oleh sebab itu pemerintah perlu untuk memberikan pendidikan, bimbingan, serta perlindungan khusus kepada Anak yang menjadi Pelaku dan Korban tindak pidana. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonorni danatau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol. psikotropika, dan zat adiktif lainya napza, anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik danatau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Menurut Pasal 64 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak disebutkan beberapa perlindungan khusus terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana diantaranya, yaitu: 1 Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana maksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pinana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. 2 Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 dilaksanakan melalui: a perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak; b penyediaan petugus pendamping khusus anak sejak dini; c penyedikan sarana dan prasarana khusus; d penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak; e pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak: yang berhadapan dengan hukum; f pemberian jaminan untuk mempertahankan huhungan dengan orang tua atau keluarga; dan g perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi. 3 Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 dilaksanakan melalui: a upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga, b upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi; c pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan d pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara Proses perlindungan khusus terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana pada tahap penyidikan seperti yang dinyatakan Undang-Undang diatas, nyatanya sering diabaikan. Ketika diperiksa di kantor Kepolisian, anak tidak diperlakukan secara manusiawi dengan kata lain pada tahap penyidikan anak dibentak-bentak dan diperlakukan secara kasar , petugas penyidik dalam melakukan penyidikan tetap memakai pakaian dinas, tidak didampingi oleh orang tua,psikolog atau penasehat hukum, anak tidak ditahan dalam ruang tahanan khusus tetapi di tahan dalam tahanan orang dewasa dan banyak lagi kejanggalan-kejaggalan atau bahkan pelanggaran hukum yang dialami anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana. Sebagai contoh kecil kasus pada tahun 2008, Yudha Assiam alias Yudha yang mencuat secara nasional, siswa SMP di Kabupaten Bojonegoro itu di vonis bersalah oleh hakim. Kasus Yudha menarik perhatian nasional karena dia masih anak-anak, umurnya masih delapan tahun namun sidang dilakukan layaknya orang dewasa dan dilakukan secara terbuka. Hal ini jelas-jelas telah bertentangan dengan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yang berbunyi “Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup”. Bahkan hakim pun pernah memerintahkan penahanan Yudha. Anak tersebut sempat dimasukkan di sel orang dewasa meski hanya beberapa saat dan masih banyak pelanggaran-pelanggaran lainya yang dialami oleh Yudha pada tahap penyidikan dikutip dari Republik.co.id. 05 Desember. Meski sudah ada peraturan yang mengatur tentang perlindungan khusus terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana tetapi masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang dialami oleh anak pada tahap penyidikan. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Analisis perlindungan khusus bagi anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana pada tahap penyidikan”

B. Pemasalahan dan Ruang Lingkup