ANALISIS PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK YANG MENJADI PELAKU DAN KORBAN TINDAK PIDANA PADA TAHAP PENYIDIKAN

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK YANG MENJADI PELAKU DAN KORBAN TINDAK PIDANA PADA TAHAP

PENYIDIKAN Oleh

JENI MERIYANTO

Anak yang menjadi Pelaku dan Korban tindak pidana atau perbuatan yang dilarang oleh hukum, harus digambarkan sebagai ketidak mampuan akal (pikiran), fisik (badan) ataupun moral yang ada pada diri anak karena secara biologis, psikologis dan sosiologis kondisi fisik dan sosial anak berbeda dengan orang dewasa karena sifat dan keadaan yang melekat padanya tersebut maka anak memerlukan perlakuan dan perlindungan khusus, terutama terhadap perbuatan-perbuatan yang pada hakekatnya dapat merugikan perkembangan anak itu sendiri maupun masyarakat. Adapun permasalahan dalam ini adalah (1) Bagaimanakah bentuk perlindungan khusus terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban Tindak Pidana pada tahap Penyidikan. (2) Apakah faktor-faktor penghambat yang dijumpai dalam perlindungan khusus terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban Tindak Pidana pada tahap Penyidikan.

Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari dan menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan, sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan berdasarkan pada fakta yang didapatkan dalam penelitian dilapangan yang berupa hasil wawancara dengan responden. Responden pada penelitian ini adalah 2 orang Polisi Penyidik pada Polsek Kedaton, 2 orang pengurus LADA (Lembaga Advokasi Anak), 2 orang anak pelaku tindak pidana dan 1 orang anak korban Tindak Pidana.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam skripsi ini dapat disimpulkan bahwa (1) Bentuk perlindungan terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana pada tihap penyidikan Polisi antara lain anak diperiksa dalam suasana kekeluargaan, polisi tidak memekai pakaian dinas, anak didampingi oleh orang tuanya ketika ditangkap dan ditahan untuk diadakan pemeriksaan oleh Polisi, penahanan terhadap anak dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh


(2)

mempertimbangkan kepentingan yang terbaik bagi anak. (2) Faktor-faktor penghambat yang dijumpai dalam perlindungan khusus terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana pada tahap penyidikan antara lain: keterbatasan polisi penyidik anak sehingga yang melakukan penyidikan terhadap anak dilakukan oleh polisi penyidik orang dewasa, belum adanya ruang tahanan khusus untuk anak, dan tidak digunakannya jasa psikolog dalam melakukan pemeriksaan terhadap anak.

Adapun saran-saran dalam penelitian ini antara lain: Perlu diadakan polisi khusus yang menangani masalah anak disetiap kepolisian di Bandar lampung agar hak anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana terlindungi dengan baik, Lembaga Swadaya Masyarakat juga diikutsertakan dalam semua tingkat pemeriksaan, dan bagi pemerintah agar mendirikan tempat pendidikan khusus bagi anak yang bermasalah tetapi bukan Lembaga Pemasyarakatan.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah selayaknya mendapakan perhatian khusus,baik bagi anak yang menjadi pelaku tindak pidana maupun anak yang menjadi korban tindak pidana karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam undang-undang dasar 1945 dan konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang hak-hak anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Penyimpangan tingkah laku anak atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi dibidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan bermasyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak.

Anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap, perilaku, penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua, wali atau orang tua asuh akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya


(4)

yang kurang sehat sehingga sianak dapat melakukan tindak pidana yang merugikan perkembangan pribadinya sendiri. Dalam menghadapi Anak yang menjadi Pelaku dan Korban tindak pidana perlu penanganan secara khusus, oleh sebab itu dalam menghadapi masalah Anak yang menjadi Pelaku dan Korban tindak pidana, orang tua dan masyarakat seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap pembinaan, pendidikan dan pengembangan perilaku anak tersebut. Perlindungan bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. (Barda Nawawi Arief, 1996 : 46).

Anak yang menjadi Pelaku dan Korban tindak pidana atau perbuatan yang dilarang oleh hukum, harus digambarkan sebagai ketidakmampuan akal (pikiran), fisik (badan) ataupun moral yang ada pada diri anak karena secara biologis, psikologis dan sosiologis kondisi fisik dan sosial anak berbeda dengan organg dewasa karena sifat dan keadaan yang melekat padanya tersebut maka anak memerlukan perlakuan dan perlindungan khusus, terutama terhadap perbuatan-perbuatan yang pada hakekatnya dapat merugikan perkembangan anak itu sendiri, masyarakat ataupun pemerintah.

Oleh sebab itu pemerintah perlu untuk memberikan pendidikan, bimbingan, serta perlindungan khusus kepada Anak yang menjadi Pelaku dan Korban tindak pidana. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonorni dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol. psikotropika, dan zat adiktif lainya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik


(5)

fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Menurut Pasal 64 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak disebutkan beberapa perlindungan khusus terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana diantaranya, yaitu:

(1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana maksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pinana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

(2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilaksanakan melalui:

a) perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak; b) penyediaan petugus pendamping khusus anak sejak dini;

c) penyedikan sarana dan prasarana khusus;

d) penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;

e) pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak: yang berhadapan dengan hukum;

f) pemberian jaminan untuk mempertahankan huhungan dengan orang tua atau keluarga; dan

g) perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.

(3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilaksanakan melalui:

a) upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga,

b) upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;

c) pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan

d) pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara

Proses perlindungan khusus terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana pada tahap penyidikan seperti yang dinyatakan Undang-Undang diatas, nyatanya sering diabaikan. Ketika diperiksa di kantor Kepolisian, anak tidak diperlakukan secara manusiawi dengan kata


(6)

lain pada tahap penyidikan anak dibentak-bentak dan diperlakukan secara kasar , petugas penyidik dalam melakukan penyidikan tetap memakai pakaian dinas, tidak didampingi oleh orang tua,psikolog atau penasehat hukum, anak tidak ditahan dalam ruang tahanan khusus tetapi di tahan dalam tahanan orang dewasa dan banyak lagi kejanggalan-kejaggalan atau bahkan pelanggaran hukum yang dialami anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana.

Sebagai contoh kecil kasus pada tahun 2008, Yudha Assiam alias Yudha yang mencuat secara nasional, siswa SMP di Kabupaten Bojonegoro itu di vonis bersalah oleh hakim. Kasus Yudha menarik perhatian nasional karena dia masih anak-anak, umurnya masih delapan tahun namun sidang dilakukan layaknya orang dewasa dan dilakukan secara terbuka. Hal ini jelas-jelas telah bertentangan dengan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yang berbunyi “Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup”. Bahkan hakim pun pernah memerintahkan penahanan Yudha. Anak tersebut sempat dimasukkan di sel orang dewasa meski hanya beberapa saat dan masih banyak pelanggaran-pelanggaran lainya yang dialami oleh Yudha pada tahap penyidikan (dikutip dari Republik.co.id. 05 Desember).

Meski sudah ada peraturan yang mengatur tentang perlindungan khusus terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana tetapi masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang dialami oleh anak pada tahap penyidikan. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul“Analisis perlindungan khusus bagi anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana pada tahap penyidikan”

B. Pemasalahan dan Ruang Lingkup


(7)

Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah:

a. Bagaimanakah bentuk perlindungan khusus terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban Tindak Pidana pada tahap Penyidikan?

b. Apakah Faktor-faktor penghambat yang dijumpai dalam perlindungan khusus terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban Tindak Pidana pada tahap Penyidikan?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup permasalahan dalam skripsi ini hanya dibatasi berdasarkan Pasal 64 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan penelitian ini dilakukan diwilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang. C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan pokok bahasan, maka tujuan penulisan dalam pelaksanaan penulisan ini adalah

a. Untuk mengetahui bentuk perlindungan khusus yang didapat anak yang menjadi pelaku dan korban Tindak Pidana.

b. Untuk mengetahui hambatan yang dijumpai dalam memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban Tindak Pidana.

2. Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.

a) Secara teoritis sebagai pengembangan daya pikir dan nalar yang sesuai dengan disiplin ilmu pengetahuan yang dimiliki guna dapat mengungkapkan secara obyektif


(8)

melalui metode ilmiah dalam memecahkan setiap permasalahan yang ada khususnya masalah perlindungan khusus yang didapat anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana.

b) Secara praktis kegunaan penulisan ini adalah untuk kegunaan penulis sendiri dalam rangka mengembangkan dan memperluas wawasan cakrawala berfikir dalam menganalisis suatu permasalahan, penu1isan ini juga dimaksudkan untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam proses ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan hukum dalam rangka proses pemberian perlindungan khusus yang diberikan pemerintah terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi social yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto, 1936 : 125 ).

Perhatian terhadap anak sudah lama ada sejalan dengan perkembangan manusia itu sendiri, yang dari hari ke hari semakin berkembang. Anak adalah putra kehidupan, masa depan bangsa dan negara. Oleh kerena itu, anak memerlukan pembinaan, bimbingan khusus agar dapat berkembang fisik, mental, dan spritualnya secara maksimal (Darwan Prinst, 1997 : 4).


(9)

(1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana maksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pinana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

(2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilaksanakan melalui:

a. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak; b. penyediaan petugus pendamping khusus anak sejak dini;

c. penyedikan sarana dan prasarana khusus;

d. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;

e. pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak: yang berhadapan dengan hukum;

f. pemberian jaminan untuk mempertahankan huhungan dengan orang tua atau keluarga; dan

g. perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.

(3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilaksanakan melalui:

a. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga,

b) upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;

c) pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan

d) pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara

Dengan kata lain perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartispasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah sepantasnya anak mendapat perhatian yang khusus dari pemerintah baik pemenintah pusat maupun pemerintah daerah dan diimplementasikan kedalam berbagai bentuk kebijakan perundang-undangan dan kebijakan sosial lainnya


(10)

Konseptual adalah gambaran tentang hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istiah yang akan diteliti atau diinginkan (Soerjono Soekanto, l986 : 132). Agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap pembahasan dalam penulisan ini maka penulis akan memberikan beberapa konsep yang bertujuan untuk menjelaskan dan beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan ini, adapun istilah-istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. (Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002).

b. Perlidungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartispasi, secara opimal scsuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. (Pasal I butir 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002).

c. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban: penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. (Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002).

d. Pelaku adalah mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, dan mereka yang sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan tertentu.(pasal 55 ayat 1 KUHP).


(11)

e. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.(Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban).

E. Sistematika Penulisan

Agar penulisan ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan dapat mudah dipahami secara keseluruhan maka sistematika penulisan ini disusun sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar belakang penulisan, perumusan permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teori dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dikemukakan tinjauan pustaka yang berisikan tentang pengertian anak pengertian perlindungan anak, perlindungan khusus yang didapat anak yang berhadapan dengan hukum dan prnlindungan anak yang berhadapan dengan hukum dalam kontes hukum pidana materil, formulir dan hukum pelaksanaan pidana.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode penelitian yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu menjelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian yang memuat tentang pendekatan masalah, data dan sumber data. penentuan populasi dan sample, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data.


(12)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang hasil hasil penelitian dan hasil pembahasan di lapangan terhadap permasalahan dalam penulisan ini, yang akan menjelaskan bagaimana pengaturan perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum meliputi anak pelaku tidak pidana dan anak korban tindak pidana, ditinjau dari hukum perlindungan anak.

V. PENUTUP

Merupakan bab penutup dari penulisan skripsi yang berisikan secara singkat hasil pembahasan dan penelitian dan beberapa Saran dari penulis sehubungan dengan masalah yang dibahas serta memuat lampiran-lampiran yang berhubungan dengan penulisan.


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi 1996.Masalah perlindungan hukum terhadap anak. Ananta, Semarang Prinst, Darwan. 1997.Hukum anak lndonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 1996, Pengantar penelitian hukum. UI, Press, Jakarta. Undang-Undang No.23 Tahun 2002Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang No.3 Tahun 1997Tentang Pengadilan Anak.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2006Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Kitap Undang-Undang Hukum Pidana.


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Anak

Perumusan mengenai pengertian anak yang terdapat pada Undang-Undang No 23 tahun 2002 Pasal 1 butir 1 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Memang orang dewasa dan anak ada persamaanya, tetapi juga ada perbedaannya (mental, pisik, social) karena situasi dan kondisi yang bersangkutan. Persamaan yang harus dikembangkan dan dipertahankan adalah pengertian bahwa anak dan orang dewasa keduanya adalah manusia yang sama harkat dan martabatnya sebagai manusia dan sebagai sesama manusia yang hidup didalam masyarakat.

Cara suatu masyarakat memperlakukan anak, tidak hanya mencerminkan kualitas rasa iba, hasrat untuk melindungi dan memperhatikan anak, namun juga mencerminkan kepekaannya akan rasa keadilan, komitmennya akan masa depan dan peranan penting anak sebagai generasi penerus bangsa. (Romli Atmasasmita,1997:83).

Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah selayaknya mendapakan perhatian khusus, karena dalam’ dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam undang-undang dasar 1945 dan konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang hak-hak anak. Dari sisi kehidupan berbangsa-bangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas


(15)

kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dn kebebasan.

B. Pengertian Perlindungan Anak

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dari hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi. secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasat 1 butir 2 Undang-Undang No.23 Tahunn 2002). Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Dengan demikian maka perlindungan anak harus diusahakan da1am berbagai bidang penghidupan dan kehidupan bernegara, bermasyarakat dan berkeluarga berdasarkan hukum demi perlakuan benar, adil dan sejahtera bagi anak.

Melindungi anak adalah melindungi manusia dan membangun manusia seutuh mungkin. Mengabaikan masalah perlindungan anak berarti tidak akan memantapkan pembangunan nasional, akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang dapat menggangu penegakan hukum, ketertiban, keamanan dan pembangunan nasional maka dari itu berarti bahwa perlindungan anak harus diusahakan, apabila kita ingin mengusahakan pembangunan nasional yang memuaskan. Perlindungan anak dalam suatu keluarga, masyarakat dan bangsa merupakan tolak ukur peradaban keluarga, masyarakat dan bangsa, jadi demi pengembangan manusia seutuhnya dan peradaban orang wajib mengusahakan perlindungan anak sesuai dengan kemampuan demi kepentingan nusa dan bangsa.

Mencegah perlakuan salah terhadap anak dan penelantaran anak mengembangkan dan meningkatkan perlindungan anak adalah meningkatkan kesejahteraan anak yang dapat berakibat


(16)

peningkatan kesejahteraan keluarga, masyarakat dan bangsa. Dalam semua usaha menangani pemasalahan kesejahteraan anak secara bertanggung jawab maka, unsur perlindungan anak harus merupakan wawasan, tujuan dan sifat semua kegiatan yang ingin mengembangkan kesejahteraan anak (mental, pisik dan sosial) yang menyangkut berbagai bidang penghidupan dan kehidupan. Jangan mengharap orang akan mencapai kesejahteraan dalam keluarga, masyarakat dan bangsa, apabila orang tidak mau dan tidak. mempunyai semangat untuk melindungi anak secara bersama-sama dengan masyarakat dan pemerintah. Melindungi anak pada hakekatnya adalah melindungi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Arief Gosita, 1986:162).

Setiap manusia dapat melaksanakan haknya, ini berarti dilindungi untuk memperoleh dan mempertahankan haknya untuk hidup, mempunyai kelangsungan hidup, bertumbah-kernbang dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibanya sendiri dan atau bersama para pelindungnya. Setiap anak mempunyai hak untuk melaksanakan kewajibannya untuk memperjuangkan kelangsungan hidupnya, tumbuh-kembang dirinya, perlindungan bagi dirinya sesuai dengan kemampuannya pada usia tertentu. Antara hak dan kewajiban harus ada keseimbangan dan pengembangan kemanusiaan yang positif dengan demikian maka akan terwujud adanya perlakuan adil terhadap anak, oleh karena itu keadilan adalah suatu kondisi yang memungkinkan setiap orang melaksanakan hak dan kewajibannya secara seimbang dan manusiawi.

Sebagai generasi muda, anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, kelangsungan hidup, pengembangan fisik dan mental serta perlindungan dari berbagai mara bahaya yang dapat mengancam integritas dan masa depan mereka, perlu upaya


(17)

pembinaan yang berkelanjutan dan terpadu. Dalam kenyataan, upaya pengembangan generasi muda, acapkali dihadapkan pada berbagai masalah dan tantangan yang sulit dihindari, antara lain di jumpai penyimpangan sikap dan penilaku anak, bahkan lebih jauh dari itu, terdapat anak-anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum, baik anak dari kalangan sosial ekonomi tinggi, menengah, maupun bawah.

Selain itu terdapat pula anak yang dalam keadanan terlantar, yakni anak yang karena satu dan yang lain hal ternyata berbagai kebutuhannya tidak terpenuhi dengan wajar, baik secara rohani,jasmani, maupun sosial. Karena keadaan diri yang tidak memadai tersebut, anak-anak tersebut baik sengaja ataupun tidak, sering juga melakukan perbuatan atau perilaku yang dapat merugikan masyarakat atau dirinya sendiri baik dalam bentuk perbuatan melanggar (melawan) hukurn atau melakukan perbuatan yang terarang bagi anak-anak.

Usaha untuk menanggulangi berbagai perbuatan dan tingkah laku menyimpang anak, tidak boleh melupakan kedudukan anak dengan segala karakternya yang khusus. Walaupun anak pada dasarnya dan dalam batas wajar telah menentukan sendiri langkah perbuatan berdasarkan pikiran, perasaan dan kehendaknya. Tetapi karena kondisinya sebagai anak, keadaan sekitarnya dapat berpengaruh, lebih besar dalam menentukan sikap dan nilai pribadinya. Oleh karena itu dalam menghadapi anak nakal dan terlantar masyarakat dan sekelilingnya dan terutama orang tua lebih bertanggung jawab dari pada anak itu sendiri.

Hubungan antara orang tua dengan anak dalam kehidupan manusia merupakan suatu hubungan yang hakiki, termasuk hubungan mental psikologis maupun mental spritual. Mengingat hakekat hubungan tersebut dalam kehidupan manusia, maka dalam menangani masalah anak harus senantiasa diusahakan agar anak tidak dipisahkan dari orang tuanya. Kalaupun terpaksa


(18)

dipisahkan, tetaplah dipertimbangkan pemisahan itu semata-mata demi kepentingan menjaga perkembangan dan pertumbuhan anak secara sehat dan wajar.

Peradilan anak meliputi segala aktifitas pemeriksaan dan pemutusan perkara yang menyangkut kepentingan anak. Menekankan atau memusatkan pada kepentingan anak harus merupakan pusat perhatian dalam peradilan anak. Keterlibatan pengadilan dalam kehidupan anak dan keluarganya pada suatu saat hanya ditujukan pada upaya penanggulangan keadaan yang buruk sehubungan dengan perilaku menyimpang dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak, penelantaran anak dan eksploitasi terhadap anak.

Negara-negara seperti Amerika, Inggris, dan juga Belanda, peradilan anak yang berfungsi memberikan perlindungan terhadap anak-anak yang berprilaku menyimpang atau melakukan perbuatan yang melanggar hukum, telah lama diakui eksistensinya. Kehadiran Peradilan anak di negara-negara Eropa Barat dan Amerika sudah di mulai sejak akhir abad 19. Di Belanda penanganan terhadap anak-anak yang berprilaku menyimpang atau melakukan perbuatan melanggar hukum, telah diatur dalam Kinder Wetten tahun 1901. Di Amerika Serikat pembentukan pengadilan anak (juvenile Court) telah terjadi pada tahun 1899. Pengadian anak tersebut dibentuk dalam undang-undang yang mendasarkan pada asas “parent patriae” yaitu bahwa penguasa harus bertindak apabila anak-anak membutuhkan pertolongan, sedangkan anak yang melakukan kejahatan bukannya dipidana melainkan harus dilindungi dan diberi bantuan, begitu juga di inggris, (Juvenile Court) telah dibentuk dengan undang-undang tanggal 25 juli 1921 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Nopember 1922.

Memperhatikan berbagai perkembangan tingkah laku menyimpang yang dilakukan anak dan untuk melindungi mereka dari suatu perkembangan yang tidak sehat, perhatian terhadap


(19)

anak-anak sebenarnya agak sudah lama diberikan. Hal ini terbukti dari berbagai pertemuan ilmiah yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun badan-badan sosiai seperti yayasan Pra Yuana dan Wisma Parmadi Siwi. Memperhatikan rasa peduli terhadap nasib anak-anak semakin menemukan bentuknya, terutama ketika Departemen Sosial bekerja sama dengan Departemen kehakiman, Departemen Pendidikan, Departemen kebudayaan, Departemen Tenaga kerja, Departemen kesehatan, dan mahkamah Agung pada tanggal 12 sampai dengan tanggal 13 Oktober 1970 menyelenggarakan loka karya mengenai masalah anak dan pemuda dalam kaitannya dengan hukum pidana dan acara pidana, pendidikan, sosial, kesehatan. dan ketenagakerjaan. Loka karya tersebut berhasil menyusun rekomondasi mengenai dasar-dasar bagi hukum keluarga, yang diantaranya meliputi pengakuan dan pengesahan anak diluar kawin, kebelumdewasaan, pembebasan dan pencabutan. kekuasan orang tua, perwalian dan pengakuan anak. Tujuh tahun kemudian, usaha untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak semakin jelas dan langsung pada inti permasalahan, yaitu ketika pada tanggal 30 mei sampai dengan 4 juni 1977 Pra Yuana menyelenggarakan seminar mengenai perlindungan anak/remaja. Seminar tersebut tentang perlindungan anak/remaja dan kelembagaannya.

Secara yuridis usaha pemberian perlindungan hak-hak anak oleh dunia Iternasional telah dimulai sejak Deklarasi PBB tahun 1959 tentang hak-hak anak dan terakhir Konvensi hak anak (Contention of the rights of the child) tahun 1989 yang kemudian dituangkan dalam Resolusi PBB nomor 44/25 tanggal 5 desember 1989. Konvensi ini berisi tentang penegasan hak-hak anak, perlindungan anak oleh negara, dan peran serta berbagai pihak (negara, masyarakat dan swasta) dalam menjamin perlindungan hak-hak anak.


(20)

Menurut pembukaan konvensi yang kemudian secara normatif dijabarkan dalam batang tubuhnya, mengandung norma-norma, antara lain tentang:

a) Pengakuan bahwa demi perkembangan anak secara penuh dan harmonis maka anak harus dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan ke1uarganya dengan penuh kasih sayang dan penuh pengertian;

b) Anak dengan berbagai kekurang matangan pisik dan mental membutuhkan perhatian dan penjagaan secara khusus termasuk kebutuhan akan perlindungan hukum;

c) Perlindungan anak dilakukan dengan tetap memperhatikan pentingnya peranan nilai-nilai tradisi dan kultur dari setiap bangsa sejauh menyangkut perlindungan dan perkembangan anak secara harmonis.

Undang-undang peradilan anak tujuannya untuk mengatur mengenai tata cara penyelenggaraan sidang perkara anak. Oleh karena itu, materi utama muatan undang- undang ini bersifat acara atau menyangkut hukum formal. Sebagai ketentuan yang dimaksudkan untuk mengatur mengenai tata cara beracara, maka tidak mengatur mengenai materi yang berkaitan dengan kelembagaan. Kelembagaan peradilan anak. masuk dalam lingkungan peradilan umum, sebagai bagian dari peradilan umum, maka sidang perkara anak dengan sendirinya dan sudah semestinya mencakup berbagai lingkup wewenang badan peradilan umum sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1986. Dengan demikian bahwa peradilan anak bukan suatu lingkungan badan peradilan baru, melainkan pengkhususan dari lingkungan peradilan umum.

Selain alasan lingkup wewenang peradilan umum tersebut diatas, cakupan pemidanaan terhadap anak didasarkan pada pertimbangan bahwa undang-undang peradilan anak disusun dalam rangka menjamin dan melindungi kepentingan anak secara integral.

C. Perlindungan Anak yang menjadi pelaku tindak pidana

1. Perlindungan Anak yang menjadi pelaku tindak pidana dalam konteks hukum pidana materil


(21)

Perlindungan terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana sebelum berlakunya UU No.3 tahun 1997 tetang pengadilan anak, hukum pidana Indonesia tidak mengatur dalam kitab undang-undang hukum pidana secara tersendiri, melainkan tersebar diberbagai peraturan yang berkaitan dengan hukum pidana yaitu KUHP (Hukum Pidana Materil), KUHAP (Hukurn Pidana Formil) maupun Undang-undang pemasyarakatan (Hukum Pelaksanaan pidana). Ketentuan yang berkaitan dengan anak dalam KUHP (Hukum Pidana Materil), antara lain sebagai berikut

a) Pasal 40 yang merumuskan:

Jika seorang di bawah umur enam belas tahun mempunyai, memasukkan atau menganggkut barang-barang dengan melanggar aturan-aturan mengenai pengawasan pelayaran di bagian-bagian Indonesia yang tertentu, atau aturan-aturan mengenai larangan memasukkan, mengeluarkan, dan meneruskan pengangkutan barang-barang, maka hakim dapat menjatuhkan pidana perampasan atas barang-barang itu, juga dalam hal yang bersalah diserahkan kembali kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya tanpa pidana apapun. Ketentuan dalam pasal ini merupakan perkembangan dalam ketentuan umum, bahwa hukuman tambahan itu biasanya dijatuhkan beserta hukuman pokok dan tidak pernah dijatuhkan sendiri.

b) Pasal 45, 46 dan47 telah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh UU No.3/1997 c) Pasal 78 ayat (2) yang merumuskan:

Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.

Dalam beberapa pasal KUHP yang telah diuraikan diatas, bahwa jenis-jenis pidana pada pasal 10 KUHP yang tidak dapat dijatuhkan kepada anak adalah: (a).Pidana Mati (b).Pidara Tambahan berupa pencabutan-hak-hak tertentu, dan (c). Pidana Tambahan berupa pengumuman putusan hakim.

2. Perlindungan Anak yang menjadi pelaku tindak pidana dalam konteks hukum pidana formil

Sebagaimana dipahami, seorang anak karena sifat dan keadaan yang melekat padanya, memerlukan perlakuan dan perlindungan khusus, terutama terhadap perbuatan-perbuatan yang


(22)

pada hakekatnya dapat merugikan perkembangan anak itu sendiri maupun masyarakat. Walaupun secara sekilas seorang dapat menentukan sendiri langkah perbuatannya berdasarkan pikirannya, perasaan dan kehedaknya, namun karena kualitasnya sebagai anak maka pada umumnya keadaan yang menimpa pada dirinya akan besar pengaruhnya dalam menentukan sikap dan nilai pribadinya. Anak-anak yang melakukan kenakalan/tindak pidana memerlukan suatu penanganan tersendiri yang sangat berbeda dengan pelaku kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa.

Penyelenggaraan proses peradilan anak sebagai suatu sistem, harus berorientasi pada kepentingan masa depan anak, karena anak nakal pada akhirnya harus diperbaiki kembali sifat,tingkah laku kondisi-kondisi jiwa, dan alam pikirannya. Untuk itu yang diperlukan dalam penanganan masalah tersebut adalah mengembalikan keseimbangan jiwa anak. Mengembalikan kesadaran dan ketaatan anak pada aturan hukum dan tata nilai yang berlaku berbeda dengan cara yang harus dilakukan terhadap orang dewasa. Oleh sebab itu wajarlah apabila diperlukan pendekatan khusus dalam menangani masalah hukum dalam proses peradilan anak, seperti yang sering terungkap di dalam berbagai pernyataan, antara lain:

a. Anak yang melakukan kenakalan (juvenile offender) janganlah dipandang sebagai seorang penjahat (criminal), tetapi harus dilihat sebagai orang yang memerlukan bantuan, perhatian dan kasih sayang.

b. Pendekatan yuridis terhadap anak hendaknya lebih mengutamakan pendidikan persuasif-edukatif dan pendekatan kejiwaan atau psikologis yang berarti sejauh mungkin menghindari proses hukum yang semata-mata bersifat menghukum yang bersifat degradasi mental dan penurunan semangat (diseouragement) serta menghindari proses


(23)

stigmatisasi yang dapat menghambat proses perkembangan, kematangan, dan kemandirian anak dalam arti wajar. (Barda Nawawi Arief,1996:115).

D. Perlindungan Anak yang menjadi korban tindak pidana

Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Didalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dasar pertimbangan perlunya Undang-Undang yang mengatur perlindungan korban kejahatan (dan saksi) untuk segera disusun dengan jelas dapat dilihat pada bagian menimbang dari Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang antara lain menyebutkan: Penegak hukum sering mengalami kesukaran dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku karena tidak dapat menghadirkan saksi dan/atau korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu. Pada saat saksi dan/atau korban akan memberikan keterangan, tentunya harus disertai jaminan bahwa yang bersangkutan terbebas dari rasa takut sebelum, pada saat dan setelah memberikan kesaksian. Maka anak perlu diperlakukan secara khusus agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik fisik, mental dan rohaninya (Darwan Prinst. 1997:98)

Menurut pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dilaksanakan melalui:

a) Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga,

b) Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;


(24)

c) Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan

d) Pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.

Berdasarkan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.


(25)

DAFTAR PUSTALKA

Arif. Barda Nawavi 1996.Masalah Perlindungan Hukum terhadap Anak. Ananta, Semarang Atmasasmita, Romli. 1997.Peradilan Anak di Indonesia. Mandar Maju, Sernarang

Gosita, Arief 1997.Hukum dan Hak-hak Anak. Rajawali, Jakarta.

Prinst, Darwan. 1997.Hukum Anak IndonesiaCitra Aditya l3kti, Bandung. UU No.3 tahun 1997Tentang Pengadilan Anak.

Undang-Undang No.23 Tahun 2002,Tentang Perlindungen Anak.

Undang-Undang No.13 Tahun 2006Tentang Perlindungan saksi dan Korban. Kitap Undang-Undang Hukum Pidana


(26)

1

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perlindungan khusus terhadap anak yang menjdi pelaku dan korban tindak pidana pada tahap penyidikan bukan hanya dilakukan oleh polisi tetapi juga masyarakat dan keluarga mempunyai peranan penting sehingga perlindungan khusus terhadap pelaku dan korban bisa berjalan dengan maksimal. Perlindungan khusus yang diberikan oleh aparat penegak hukum kepada pelaku dan korban pada tahap penyidikan berupa perlakuan secara manusiawi terhadap pelaku maupun korban tindak pidana, pelaku tindak pidana anak ditempatkan diruangan khusus anak, diperiksa dengan suasana kekeluargaan dan didampingi oleh orang tua, identitas pelaku dan korban tidak dipublikasikan dan pemeriksaan terhadap pelaku dan korban dilakukuan dalam waktu yang singkat.

2. Fakto-faktor penghambat yang dijumpai oleh aparat penegak hukum dalam melakukuan perlindungan terhadap anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana pada tahap penyidikan adalah, masih kurangnya petugas khusus yang menanganai pelanggaran terhadap anak, belum adanya ruang tahanan khusus anak terutama di polsek kedaton, kurangnya koordinasi antara masyarakat dan pemerintah dan minimnya pengetahuan pelaku dan korban tentang hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan pada tahap penyidikan.


(27)

2

B. Saran

1. Perlu diadakan polisi khusus yang menangani masalah anak disetiap kepolisian di Bandar lampung agar hak anak yang menjadi pelaku dan korban tindak pidana terlindungi dengan baik, Lembaga Swadaya Masyarakat juga diikutsertakan dalam semua tingkat pemeriksaan.

2. Kepada pemerintah diharapkan agar mendirikan tempat pendidikan khusus bagi anak yang bermasalah dengan hukum tetapi bukan Lembaga Pemasyarakatan


(28)

ANALISIS PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK YANG MENJADI PELAKU DAN KORBAN TINDAK PIDANA PADA TAHAP

PENYIDIKAN

Oleh

JENI MERIYANTO Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(29)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan. ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 10

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak 13 B. Pengertian Perlindungan Anak... 14

C. Perlindungan Anak yang Menjadi Pelaku Tindak Pidana………. 21

D. Perlindungan Anak yang menjadi korban tindak pidana……… 23

DAFTAR PUSTAKA III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 26

B. Data dan Sumber Data ... 26

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 28

D. Metode Pengumpulan dan Pengelolaan Data ... 29

E. Analisis Data ... 30 DAFTAR PUSTAKA


(30)

IV. PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ... 32 B. Bentuk Perlindungan Khusus Bagi Anak Yang Menjadi Pelaku dan

Korban Tindak Pidana Pada Tahap Penyidikan... 34 C. Faktor-Faktor Penghanbat Yang Dijumpai Dalam Perlindungan Khusus

Terhadap Anak Yang Menjadi Pelaku dan Korban Pada Tahap

Penyidikan... 47 DAFTAR PUSTAKA

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 50 B. Saran ... 51


(31)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota : Firganefi, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Diah Gustiniati, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heriyandi, S.H., M.S. NIP 196211091987031003


(32)

PERSEMBAHAN

Dengan ketulusan dan kerendahan hati kupersembahkan karya kecil ini kepada orang-orang yang terkasih dan mengasihiku :

Ibu tercinta, yang selama ini berjuang keras mendidik aku hinga dewasa, memberikan dukungan moril maupun materil, tiap tetes keringat yang keluar untuk keberhasilanku dan untuk semangat, nasihat, dorongan dan doa disetiap

shalat dan sujudnya.

Untuk kakak-kakakku tercinta, Susanti, Hayuna, Gustinawati, Eko Desmoniyanto, dan Edi Sepriyanto aku sangat berterima kasih atas dukungannya selama ini

sehingga aku dapat mneyelesaikan skripsi ini. Aku adalah adik yang sangat beruntung mempunyai kakak-kakak seperti kalian.


(33)

Judul Skripsi : ANALISIS PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK YANG MENJADI PELAKU DAN KORBAN TINDAK PIDANA PADA TAHAP PENYIDIKAN

Nama Mahasiswa : JENI MERIYANTO No. Pokok Mahasiswa : 0742011198

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. Firganefi, S.H., M.H. NIP 196112311989031023 NIP 197706012005012002

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati, S.H., M.H. NIP 196208171987032003


(34)

RIWAYAT HUDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Katun Malay pada tanggal 16 Juni 1989. Merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Ali Rahman dan Aisah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri I Gunung Katun Malay yang diselesaikan tahun 2001, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Tulang Bawang Udik yang diselesaikan tahun 2004, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Tulang Bawang Tengah yang diselesaikan tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(35)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Analisis Perlindungan Khusus Bagi Anak Yang Menjadi Pelaku Dan Korban Tindak Pidana Pada Tahap Penyidikan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heriyandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan masukan-masukan yang membangun, memotifasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

4. Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan masukan-masukan yang membangun, memotifasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;


(36)

5. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I atas waktu, saran, masukan dan kritik membangunnya kepada penulis untuk dapat menyempurnakan skripsi ini;

6. Ibu Dona Raisa, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas II atas waktu, saran, masukan dan kritik membangunnya kepada penulis untuk dapat menyempurnakan skripsi ini;

7. Ibu Yulia Neta.M, S.H., M.SI. Selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis;

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mendidik, membimbing serta memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis;

9. Teman-temanku di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas persahabatannya;

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.Amin.

Bandar Lampung, 15 Februari 2012 Penulis


(1)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota : Firganefi, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Diah Gustiniati, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heriyandi, S.H., M.S. NIP 196211091987031003


(2)

PERSEMBAHAN

Dengan ketulusan dan kerendahan hati kupersembahkan karya kecil ini kepada orang-orang yang terkasih dan mengasihiku :

Ibu tercinta, yang selama ini berjuang keras mendidik aku hinga dewasa, memberikan dukungan moril maupun materil, tiap tetes keringat yang keluar untuk keberhasilanku dan untuk semangat, nasihat, dorongan dan doa disetiap

shalat dan sujudnya.

Untuk kakak-kakakku tercinta, Susanti, Hayuna, Gustinawati, Eko Desmoniyanto, dan Edi Sepriyanto aku sangat berterima kasih atas dukungannya selama ini

sehingga aku dapat mneyelesaikan skripsi ini. Aku adalah adik yang sangat beruntung mempunyai kakak-kakak seperti kalian.


(3)

Judul Skripsi : ANALISIS PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK YANG MENJADI PELAKU DAN KORBAN TINDAK PIDANA PADA TAHAP PENYIDIKAN

Nama Mahasiswa : JENI MERIYANTO No. Pokok Mahasiswa : 0742011198

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. Firganefi, S.H., M.H. NIP 196112311989031023 NIP 197706012005012002

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati, S.H., M.H. NIP 196208171987032003


(4)

RIWAYAT HUDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Katun Malay pada tanggal 16 Juni 1989. Merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Ali Rahman dan Aisah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri I Gunung Katun Malay yang diselesaikan tahun 2001, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Tulang Bawang Udik yang diselesaikan tahun 2004, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Tulang Bawang Tengah yang diselesaikan tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(5)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Analisis Perlindungan Khusus Bagi Anak Yang Menjadi Pelaku Dan Korban Tindak Pidana Pada Tahap Penyidikan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heriyandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan masukan-masukan yang membangun, memotifasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

4. Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan masukan-masukan yang membangun, memotifasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;


(6)

5. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I atas waktu, saran, masukan dan kritik membangunnya kepada penulis untuk dapat menyempurnakan skripsi ini;

6. Ibu Dona Raisa, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas II atas waktu, saran, masukan dan kritik membangunnya kepada penulis untuk dapat menyempurnakan skripsi ini;

7. Ibu Yulia Neta.M, S.H., M.SI. Selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis;

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mendidik, membimbing serta memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis;

9. Teman-temanku di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas persahabatannya;

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.Amin.

Bandar Lampung, 15 Februari 2012 Penulis