83 5.2.1
PEMBAHASAN
Berdasarkan dari hasil olah data lapangan melalui wawancara, disini data – data yang diperoleh selama penelitian akan dianalisa sebagai langkah
penginterpretasian data. Dalam penelitian kualitatif data akan dianalisa oleh logika dan penafsiran si peneliti. Hal ini untuk mengetahui optimalisasi peran
Badan Permusyawaratan Desa BPD di Desa Aek Goti, sehingga dapat diketahui sejauhmana dan bagaimana peran tersebut dilaksanakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa BPD.
5.2.1 Analisa Data Tentang Peran Badan Permusyawaratan Desa BPD
Pada orde baru, pemerintahan Habibie mengeluarkan Undang–Undang UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang–Undang ini
mendorong terjadinya otonomi asli atau demokratisasi pada akar rumput yang diharapkan juga terjadi efisiensi pemerintahan desa dalam bingkai sistem
demokratis, oleh karena itu, pemerintahan desa diatur menurut model pemerintahan demokrasi modern.
Berdasarkan pasal 94 dan pasal 104 UU No. 22 Tahun 1999, Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa dan Badan perwakilan Desa. Badan perwakilan
Desa berfungsi mengayomi adat – istiadat membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan desa. Pengisian anggota BPD dilakukan dengan cara pemilihan oleh penduduk desa yang memenuhi persyaratan, namun dalam
UU No. 22 Tahun 1999 tidak dijelaskan persyaratan tersebut. Konstruksi pemerintahan desa tersebut mirip dengan konstruksi pemerintahan daerah karena
84 tugas kepala daerah dan perangkat daerah mirip dengan tugas kepala desa dan
perangkat desa. Pengisisan anggota sama yaitu dengan cara pemilihan. Begitu juga tugas Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah DPRD mirip dengan tugas
Badan perwakilan Desa BPD, kecuali ada tambahan yaitu mengayomi adat istiadat. BPD juga diberi wewenang mensahkan kepala desa seperti DPRD kepada
kepala daerah. Model kelembagaan desa ala UU No. 22 Tahun 1999 yang didesain
dengan mengikuti struktur kelembagaan pemerintahan modern dan rasional ternyata menimbulkan goncangan yang keras pada masyarakat desa. Masyarakat
desa yang rata–rata berpendidikan rendah dan berfikir sederhana dipaksa untuk menyelenggarakan pemerintahan demokratis yang rasional dan modern. Pada
masa itu masyarakat memiliki kebebasan partisipasi yang sangat luas namun kapasitas lembaga desa tidak siap untuk menerima dan menjalankan sistem baru
tersebut. Kepala desa dan perangkat desa yang pada awalnya mendapat perlindungan kuat dari pemerintah kini harus berbagi kekuasaan dengan BPD.
Masyarakat yang tidak paham akan politik tiba–tiba diberi ruang politik yang luas dalam BPD, hal itu membuat sistem pemerintahan desa merasa terganggu akan
“pengawasan” dari BPD. Dalam prakteknya banyak oknum – oknum yang memanfaatkan BPD
sebagai wadah untuk melakukan oposisi dengan dalih melakukan pengawasan, alih – alih mengawasi justru kegiatan politik yang tidak sehat pun terjadi dalam
pemerintahan desa. Kemampuan BPD untuk mejatuhkan pemerintahan desa dimanfaatkan untuk menarik keuntungan dari desa, seperti pada kebanyakan desa
85 dimana anggota BPD meminta tanah bengkok dengan cara paksa karena merasa
dirinya adalah pejabat, sama seperti kepala desa dan perangkat desa. Hal tersebut diperparah dengan tidak adanya ketetapan akan jumlah anggota dan masa jabatan
dari seorang anggota BPD. Pemerintah kemudian membuat Undang-undang tentang Pemerintahan
Daerah yang baru, yaitu UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi UU No.22 Tahun 1999 dan desa diatur dalam pasal 200 sampai
dengan pasal 216, BPD yang dulunya bernama Badan Perwakilan Desa berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 diganti nama menjadi Badan
Permusyawaratan Desa. Adapun BPD dalam UU No.32 Tahun 2004 mengalami penyempitan peran dan kewenangan, tidak lagi memiliki fungsi pengayoman adat,
tetapi hanya berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Meskipun Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 tidak memiliki peran pengawasankontrol terhadap kepala desa, tetapi dari
sisi pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan masih terbuka dengan diberikannya dua peran kepada Badan Permusyawaratan Desa yang dulu
dimiliki oleh BPD berdasarkan UU 22 Tahun 1999, yaitu sebagai penampung, penyalur aspirasi masyarakat dan menetapkan peraturan desa. Pengisian anggota
BPD juga tidak melalui pemilihan seperti BPD sebelumnya tapi ditunjuk dari Ketua RW, Ketua RT, Pemangku Adat, dan Tokoh Masyarakat. Sama seperti UU
22 Tahun 1999, dalam UU No.32 Tahun 2004 juga tidak ditetapkan berapa jumlah anggota BPD tetapi ada beberapa penambahan dalam UU No.32 Tahun 2004 yaitu
86 syarat menjadi anggota dan tata cara penetapan anggota Badan Permusyawaratan
Desa diatur dalam Peraturan daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah, hal itu menunjukkan bahwa pemerintah mulai lebih serius dalam mengatur
tentang BPD. Dengan berubahnya kelembagaan desa, dinamika internal polittik desa
menjadi relatif lebih tenang, Pemerintah desa dapat melaksanakan kembali tugasnya tanpa perlu adanya pengawasan yang keras dari BPD. Dalam UU No.32
Tahun 2004 juga dijelaskan bahwa Kepala desa hanya perlu membuat laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, dikarenakan BPD tidak dapat lagi
menekan kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintaha desa. Seiring dengan berjalannya waktu, pemerintah pun mulai menyadari akan
pentingnya keberadaan desa, oleh sebab itu desa diatur dalam sebuah undang- undang tersendiri yaitu UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa. Pada undang–undang
ini, seluruh tentang BPD diperjelas dan diperkuat posisi nya dalam pemerintahan desa. Dengan dikeluarkannya UU No.6 Tahun 2014, Badan Permusyawaratan
Desa memiliki fungsi membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa,
dan mengalami penambahan satu fungsi yaitu melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Dalam melakukan pengawasan kinerja, BPD bertindak sebagai
pengingat agar kepala desa melaksanakan tugasnya sebagaimana yang telah diatur dalam undang–undang. Pengisian anggota BPD pun dilakukan secara demokratis,
yaitu berdasarkan keterwakilan dari setiap wilayahdusun yang ada didesa. Syarat untuk menjadi anggota BPD pun lebih diperjelas dalam Undang – Undang dan
87 periode kerja juga diberlakukan lebih lama yaitu dapat dipilih 3 kali secara
berturut–turut. Umumnya permasalah yang terjadi pada pemerintahan adalah seringnya pergantian aparatur dikarenakan masa jabatan yang singkat, sehingga
program kerja tidak dapat diselesaikan sampai selesai. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Undang–Undang No.6 tahun 2014 menambah masa jabatan
anggota, dengan begitu anggota BPD nanti nya diharapkan dapat bekerja lebih optimal karena menjabat lebih lama dan diharapkan semua program kerja dapat
dikerjakan seluruhnya dengan baik. Berikut tabel perbandingan UU No.22 Tahun 1999, UU No.32 Tahun
2004, dan UU No.6 tahun 2014 :
88
Tabel 5.1 Perbandingan UU No.22 Tahun 1999, UU No.32 Tahun 2004, dan UU No. 6 Tahun 2014
Penjelasan Tentang Badan Permusyawaratan Desa BPD No
Indikator UU No. 22 Tahun 1999
UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 6 Tahun 2014
1. Nama Badan
Badan Perwakilan Desa Badan Permusyawaratan
Desa Badan Permusyawaratan Desa
2. Fungsi Badan
a. Mengayomi adat istiadat b. Membuat Peraturan Desa
c. Menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat
d. Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
Pemerintahan Desa. a. Menetapkan peraturan desa
bersama kepala desa
b. Menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat. a. Membahas dan menyepakati Rancangan
Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
c. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
3. Sumber
Anggota Anggota Badan Perwakilan
Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang
memenuhi persyaratan. Anggota Badan
Permusyawaratan Desa adalah wakil dari penduduk
desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara
musyawarah dan mufakat. Anggota Badan Permusyawaratan Desa
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang
pengisiannya dilakukan secara demokratis.
89
No Indikator
UU No. 22 Tahun 1999 UU No. 32 Tahun 2004
UU No. 6 Tahun 2014
4. Pimpinan
Anggota Pimpinan Badan Perwakilan
Desa dipilih dari dan oleh anggota.
Pimpinan badan permusyawaratan desa dipilih
dari dan oleh anggota badan permusyawaratan desa.
Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa terdiri atas 1 orang ketua, 1 orang wakil ketua, dan 1
orang sekretaris. Pimpinan dipilih dari dan oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa
secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus.
5. Jumlah
Anggota Tidak Tercantum
Tidak Tercantum Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa
ditetapkan dengan jumlah gasal, paling sedikit 5 lima orang dan paling banyak 9 sembilan
orang, dengan memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan
Keuangan Desa.
6. Penetapan
Anggota BPD
Tidak Tercantum Tata cara penetapan anggota
dan Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa diatur
dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan
Pemerintah Peresmian anggota Badan Permusyawaratan
Desa ditetapkan dengan keputusan BupatiWalikota.Anggota Badan
Permusyawaratan Desa sebelum memangku jabatannya bersumpahberjanji secara bersama-
sama di hadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati Walikota atau pejabat yang ditunjuk
90
No Indikator
UU No. 22 Tahun 1999 UU No. 32 Tahun 2004
UU No. 6 Tahun 2014
7. Syarat
Anggota BPD
Tidak Tercantum Syarat anggota dan pimpinan
badan permusyawaratan desa diatur dalam Perda yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. Memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan Bhinneka Tunggal Ika; c. Berusia paling rendah 20 dua puluh tahun
atau sudahpernah menikah; d. Berpendidikan paling rendah tamat sekolah
menengah pertama atau sederajat; e. Bukan sebagai perangkat Pemerintah Desa;
f. Bersedia dicalonkan menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa; dan
g. Wakil penduduk Desa yang dipilih secara demokratis.
8. Masa Jabatan Tidak Tercantum
Masa jabatan anggota badan permusyawaratan desa adalah
6 enam tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 satu kali
masa jabatan berikutnya. Masa keanggotaan Badan Permusyawaratan
Desa selama 6 enam tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpahjanji.
Anggota Badan Permusyawaratan Desa dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak
3 tiga kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
91
5.2.2 Analisis Peran Badan Permusyawaratan Desa Di Desa Aek Goti