Perbandingan Kadar Adiponectin Pada Penderita Sindroma Metabolik Dengan Penderita Dm Tipe 2 Baru Penelitian Di Departemen / SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Usu / RS H Adam Malik Medan

(1)

PERBANDINGAN KADAR ADIPONECTIN PADA

PENDERITA SINDROMA METABOLIK DENGAN

PENDERITA DM TIPE 2 BARU

PENELITIAN DI DEPARTEMEN / SMF

ILMU PENYAKIT DALAM

FK USU / RS H ADAM MALIK MEDAN

JUNI 2007 – JULI 2008

TESIS

OLEH

SHAHRUL RAHMAN

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RS H ADAM MALIK / RSUD Dr PIRNGADI

MEDAN

2008


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, berkat rahmah, hidayah dan taufiq dari Allah SWT, saya dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul : “Perbandingan Kadar Adiponectin Pada Penderita Sindroma Metabolik Dengan Penderita DM Tipe 2 Baru“. Penelitian ini berlangsung sejak bulan Juni 2007 sampai Juli 2008. Tulisan ini dibuat sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter spesialis dibidang Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesai dibuatnya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr Salli Rossefi Nasution SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah berkenan menerima saya untuk dapat mengikuti Program Dokter Spesialis sekaligus memberikan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan.

2. Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Dr Zulhelmi Bustami SpPD-KGH dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Dr Dharma Lindarto SpPD-KEMD yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis menjadi ahli penyakit dalam yang berkualitas, handal dan berbudi luhur serta siap untuk mengabdi bagi nusa dan bangsa.

3. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUD Dr Pirngadi/ RSUP H. Adam Malik Medan : Prof Dr Harun Rasyid Lubis SpPD-KGH, Prof Dr T Renardi Haroen SpPD-KKV MPH, Prof Dr Bachtiar Fanani Lubis SpPD-KHOM, Prof Dr Habibah Hanum SpPD-KPsi, Prof Dr


(3)

4. Dr Armon Rahimi SpPD, Dr Heriyanto Yoesoef SpPD, Dr R Tunggul Ch Sukendar SpPD-KGH, Dr Daud Ginting SpPD, Dr Tambar Kembaren SpPD, Dr Saut Marpaung SpPD, Dr Mardianto SpPD, Dr Zuhrial SpPD, Dr Dasril Efendi SpPD, Dr Ilhamd SpPD, Dr Calvin Damanik SpPD, Dr Zainal Safri SpPD, Dr Rahmat Isnanta SpPD, Dr Santi Safril SpPD, Dr Dairion Gatot SpPD, Dr Jerahim Tarigan SpPD, Dr Endang Sembiring SpPD, Dr T Abraham SpPD, Dr Soegiarto Gani SpPD, Dr Savita Handayani SpPD, Dr Syafrizal SpPD, Dr Deske Muhadi SpPD sebagai dokter kepala ruangan/ senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.


(4)

5. Para dewan penilai yang telah membantu dalam perbaikan dan penyempurnaan tesis ini.

6. Direktur RSUP H Adam Malik Medan dan RSUD Dr Pirngadi Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini.

7. Kepada Direktur RSUD Tanjung Pura Dr Agusnadi Tala, SpA yang telah memberikan kesempatan kepada penulis bertugas sebagai Konsultan Penyakit Dalam RSUD Tanjung Pura dalam rangka pendidikan ini.

8. Kepada Kepala Dinas Kesehatan TK I Departemen Kesehatan RI Propinsi Sumatera Utara, Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima saya, sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini.

9. Para pasien yang telah dengan ikhlas menjadi “guru” sehingga memungkinkan saya mencapai gelar dokter spesialis dibidang Ilmu Penyakit Dalam.

10. Kepada senior saya Dr Yensuari, Dr Masrul Lubis, Dr Bernard S Dachi, Dr Akbar Siregar, Dr Munadi, Dr OK Yulizal, Dr Alwi Thamrin, Dr Lili Syarief, Dr Wika, Dr Anita, Dr. Rudi M yang banyak membimbing saya dan teman-teman : Dr Zulfan, Dr Irwin, Dr Faizal Drissa, Dr Dede, Dr Kurniakin, Dr Iva YS, Dr Eric N, Dr Jannus, Dr Suvianto, Dr Wahyu, Dr Rudi Laksono, Dr Nina K, Leli, Denny, Yanti dan Rekan Sejawat sesama PPDS, perawat serta paramedis lainnya dan karyawan RSUD. Dr. Pirngadi/ RSUP.H.Adam Malik / RSUD Tanjung Pura yang telah membantu saya selama menjalani pendidikan.


(5)

11. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr Dharma Lindarto, SpPD-KEMD sebagai kepala divisi Endokrinologi dan Metabolik yang sekaligus sebagai pembimbing yang senantiasa tidak henti-hentinya memberi semangat dan memberi kemudahan seluas-luasnya selama penulis mengikuti pendidikan dan dalam melaksanakan penelitian ini sampai selesai dan juga penulis rasakan benar-benar dengan tulus membantu penulis menyelesaikan penelitian dan karya tulis ini, hanya doa yang dapat penulis berikan semoga kiranya Allah SWT memberikan kesehatan dan membalas kebaikan beliau serta keluarga dengan surga-Nya. Dan Dr Mardianto SpPD serta Dr Santi Syafril SpPD yang banyak memotivasi penulis untuk mengikuti pendidikan di bagian penyakit dalam dan membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini sampai selesai

12. Kepada Drs Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah memberikan bantuan dan bimbingan yang tulus dalam menyelesaikan penelitian ini.

Pada kesempatan ini pula saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda H. Anwar Ul Haq dan Ibunda Hj Shamim Akhter

yang telah melahirkan, mengasuh, mendidik dan membesarkan saya. Begitu besarnya kasih sayang yang telah Abaji dan Mama berikan kepada saya, dari semenjak saya bayi sampai setelah sedewasa inipun kasih sayang Abaji dan Mama tidak pernah berkurang sedikitpun kepada saya dan saya tidak akan pernah mampu membalasnya kecuali hanya dengan berdoa kepada Allah SWT semoga Allah SWT selalu melindungi Abaji dan Mama serta membalas kebaikan dan ketulusan hati Abaji dan Mama dengan Ampunan-Nya. Amin. Begitu juga terima kasih saya haturkan kepada Ayahanda mertua Almarhum Legimin dan Ibunda mertua Hj. Muhaini yang telah banyak memberikan dorongan selama


(6)

mengikuti pendidikan, sembari memanjatkan doa kepada Allah SWT semoga arwah ayah mertua mendapatkan tempat yang mulia disisi Allah SWT.

Khusus untuk istri tercinta dr Maiyuzalina, sulit rasanya memilih kata-kata yang tepat untuk menyampaikan rasa terima kasih atas segala kesabaran, keikhlasan serta pengorbanan yang telah diberikan selama ini selain syukurku kepada Allah SWT atas istri yang Engkau karuniakan bagiku, yang selalu menjadi pendorong dan teman paling setia dalam suka maupun duka serta selalu mendengarkan dan memberikan solusi yang baik dalam berbagai masalah yang dihadapi penulis.

Begitu juga untuk anak-anakku tersayang : Ahmad Mujahid Anwar,

Fatimah Zahra, dan Nabila Humairah yang merupakan tempat curahan kasih sayang penulis, pendorong setia dan pelipur lara bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini. Pesan abah untuk kalian rajin – rajinlah belajar semoga kalian akan menjadi anak yang bertaqwa dan semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik bagi kita untuk menambah kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Kepada Kakak dan Abang : Hj Safina Anwar, Hj Yasmin Anwar, H Ahmad Zubair, H Shamsul Rahman, dan H Saiful Rahman, terima kasih atas bantuan dan pengertian selama ini, semoga kekerabatan yang telah terjalin selama ini akan semakin bertambah erat lagi dibawah lindungan Allah SWT. Begitu juga kepada seluruh keponakan tercinta, tiada kata yang terindah selain terima kasih atas dukungannya selama ini buat penulis.

Sebenarnya masih banyak lagi kata ucapan terima kasih yang ingin penulis sampaikan buat berbagai pihak yang tidaklah mungkin disebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus secara menyeluruh. Semoga Allah SWT membalaskan kebaikan


(7)

dan ketulusan dari semua pihak yang telah membantu penulis sehingga penelitian dan tulisan ini dapat penulis selesaikan.

Medan, September 2008


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I . PENDAHULUAN ... 1

BAB II . TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 5

2.1. SINDROMA METABOLIK ... 5

2.1.1. DEFENISI ... 5

2.1.2. KRITERIA ... 6

2.1.3. PREVALENSI... 8

2.1.4. PATOFISIOLOGI ... 9

2.1.5. PENATALAKSANAAN ... 10

2.2. ADIPONECTIN ... 13

2.2.1. PERAN ADIPONECTIN ... 14

2.2.1.1 Efek adiponectin pada fungsi dan struktur vaskuler ... 14

2.2.1.2 Efek anti inflamasi adiponectin ... 16

2.2.1.3 Efek adiponectin terhadap NO ... 17

2.3. SINDROMA METABOLIK dan ADIPONECTIN ... 17

BAB III PENELITIAN SENDIRI... 23

3.1. Latar Belakang Penelitian ... 23

3.2. Perumusan Masalah ... 25

3.3. Hipotesa ... 25

3.4. Tujuan Penelitian ... 25


(9)

3.6 Kerangka Konsepsional ... 26

3.7 Batasan – batasan Kerja ... 26

3.8 Bahan dan Cara ... 27

3.8.1. Desain Penelitian... 27

3.8.2. Waktu dan Tempat ... 27

3.8.3 Subjek Penelitian ... 27

3.8.4 Kriteria Inklusi ... 27

3.8.5 Kriteria Eksklusi ... 28

3.8.6 Besar sampel... 28

3.8.7 Prosedur Penelitian ... 28

3.8.8 Analisa Data ... 29

3.9 Kerangka Operasional... 30

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 31

BAB V. PEMBAHASAN... 36

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 42

6.1 KESIMPULAN ... 42

6.2 SARAN ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN 1. MASTER TABEL... 52

LAMPIRAN 2. LEMBAR PENJELASAN CALON SUBYEK PENELITIAN ... 54

LAMPIRAN 3. INFORMED CONSENT ... 55

LAMPIRAN 4. STATUS PENELITIAN... 56

LAMPIRAN 5. PERSETUJUAN KOMITE ETIK ... 57

LAMPIRAN 6. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 58

6.1 DATA PRIBADI ... 58

6.2 RIWAYAT PENDIDIKAN ... 58


(10)

6.4 KEANGGOTAAN PROFESI ... 59

6.5 KARYA ILMIAH DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM ... 59

6.6 PENGHARGAAN DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM... 59


(11)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1 : Karakteristik subjek penelitian... 31 Tabel 2 : Perbandingan karakteristik sampel antara penderita

sindroma metabolik dan naive DM ... 32 Tabel 3 : Perbandingan karakteristik sampel pada kadar adiponectin

rendah dan normal pada penderita sindroma metabolik dibandingkan dengan penderita naive DM... 33 Tabel 4 : Perbandingan kadar adiponectin berdasarkan komponen sindroma metabolik pada penderita sindroma metabolik... 34 Tabel 5 : Korelasi adiponectin dengan variabel-varaibel yang diukur

pada peserta studi... 35

Gambar 1 : Mekanisme molekuler dari fungsi-fungsi anti aterogenik adiponectin... 14 Gambar 2 : Penekanan proses aterosklerosis yang dilakukan oleh adiponectin... 15 Gambar 3 : Adiponectin dapat mengaktivasi AMPK dan PPAR di hati

dan otot polos... 19 Gambar 4 : Konsep sindroma metabolik. Pentingnya akumulasi lemak


(12)

Abstract

The Comparison of Adiponectin Level between Metabolic Syndrome Patients and Naïve Type 2 Diabetic Patients Division of Endocrinology and Metabolic, Department Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara, H. Adam Malik General

Hospital, Medan-Indonesia.

Shahrul Rahman*, Dharma Lindarto**

Background : Adiponectin has been known to have an anti inflammation effect which prevent atherogenesis process. Both in metabolic syndrome and diabetic patients already recognize if level adiponectin serum is lower than normal.

Objective : This study is meant to show the adiponectin concentration in metabolic syndrome which compared to naïve type 2 diabetic

Methods : We conducted the adiponectin serum level cross sectionals from 16 metabolic syndrome patients (criteria from IDF 2005) and 16 naïve type 2 diabetic patients (criteria from WHO). For comparison adiponectin level between metabolic syndrome and diabetic patient were used t independent if the distribution were normal. If not, used Mann Whitney test. Significant if p<0.05. Statistic analysis using SPSS 13.0.

Result : The adiponectin serum level in metabolic syndrome patients is lower compared to naïve type 2 diabetic patients but the differences is not statistically significant (3.7413 ± 1.61 vs 4.7538 ± 2.09; p= 0.135). The adiponectin level has negative correlation with waist circumference (r= -0.373, p= 0.035), white blood cell (r= -0.39, p= 0.027) and positive correlation with HDL cholesterol (r= +0.457, p= 0.009).

Conclusion :There was no significant differences of adiponectin level between metabolic syndrome and naïve type 2 diabetic, level adiponectin not only determined by blood glucose. The adiponectin serum is important marker, which can be used to measure inflammation level.

Keyword : Adiponectin, metabolic syndrome, naïve type 2 diabetes, inflammation.

* Residence of Department Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara, H. Adam Malik General Hospital, Medan-Indonesia.

** Division of Endocrinology and Metabolic, Department Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara, H. Adam Malik General Hospital, Medan- Indonesia.


(13)

Abstrak

PERBANDINGAN KADAR ADIPONECTIN PADA PENDERITA SINDROMA METABOLIK DENGAN

PENDERITA DM TIPE 2 BARU

Shahrul Rahman*, Dharma Lindarto**

Divisi Endokrin & Metabolik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUSU / RSUP.H.Adam Malik

Latar belakang : Adiponectin telah diketahui memiliki efek anti inflamasi yang berperan dalam pencegahan aterogenesis. Pada penderita sindroma metabolik (SM) maupun penderita diabetes mellitus (DM) telah diketahui jika kadar adiponectin lebih rendah dibanding normal.

Tujuan : Studi ini untuk mengetahui kadar adiponectin pada penderita SM dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 baru

Metode : Dilakukan pemeriksaan kadar adiponectin serum secara potong lintang pada 16 penderita SM (kriteria IDF 2005) dan 16 penderita DM tipe 2 baru (kriteria WHO). Untuk membandingkan kadar adiponectin antara kelompok SM dan DM tipe 2 digunakan uji t independen jika data kedua kelompok berdistribusi normal. Jika sebaliknya digunakan uji Mann Whitney. Dikatakan bermakna bila p<0,05. Analisa statistik menggunakan SPSS versi 13.0

Hasil : Kadar adiponectin serum pada penderita SM lebih rendah dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 baru tetapi perbedaannya tidak bermakna secara statistik (3.7413 ± 1.61 vs 4.7538 ± 2.09; p= 0.135). Kadar adiponectin mempunyai korelasi negatif dengan lingkar pinggang (r= -0.373, p= 0.035), lekosit (r= -0.39, p= 0.027) dan mempunyai korelasi yang positif dengan HDL kolesterol (r= +0.457, p= 0.009).

Kesimpulan : Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara kadar adiponectin penderita SM dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 yang baru, kadar adiponectin bukan saja ditentukan oleh nilai kadar gula darah. Adiponectin serum merupakan petanda penting yang dapat digunakan untuk menilai derajat inflamasi.

Kata kunci : Adiponectin, sindroma metabolik, DM tipe 2 baru, derajat inflamasi

* PPDS Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP.H. Adam Malik. Medan- Indonesia ** Divisi Endokrin & Metabolik Departemen Ilmu Penyakit Dalam,

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik. Medan-Indonesia


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab kematian nomor satu diantara pasien dengan diabetes, dan pencegahannya adalah merupakan langkah utama pada penatalaksanaan diabetes pada saat ini. Para ahli diabetes telah lama mengetahui bahwa keadaan komorbid seperti obesitas, hipertensi dan hiperlipidemia pada pasien DM tipe 2 mereka perlu diobati untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Kelompok dari resistensi insulin, obesitas, hipertensi dan dislipidemia disebut juga “sindroma metabolik”.1

Sindroma metabolik merupakan kumpulan dari faktor-faktor resiko yang dapat memprediksi perkembangan dari penyakit kardiovaskuler dan DM tipe 2 pada dewasa. Kumpulan faktor resiko ini terdiri dari : atherogenic dyslipidemia, hipertensi, intoleransi terhadap glukosa, keadaan proinflamasi dan protrombotik. Atherogenic dyslipidemia adalah merupakan keadaan yang meliputi peningkatan trigliserida dan apolipoprotein B, peningkatan partikel-partikel kecil LDL (small LDL) dan

penurunan HDL. Walaupun patofisiologi yang mendasari terjadinya sindroma metabolik masih belum jelas, tapi resistensi insulin diduga merupakan abnormalitas sentral dalam patogenesis sindroma metabolik.2,3

Obesitas telah lama diketahui sebagai faktor resiko utama untuk diabetes, tetapi baru belakangan ini saja hubungan antara obesitas


(15)

dengan diabetes ini mulai dapat dijelaskan. Jaringan adipose bukan saja berfungsi sebagai organ penyimpan energi tetapi juga sebagai organ sekresi. Protein – protein yang dihasilkan oleh jaringan adipose, kebanyakan bersifat proinflamasi, dapat menerangkan hubungan antara obesitas dengan resistensi insulin, DM tipe 2 dan penyakit aterosklerosis.4,5

Adiponectin, salah satu protein yang disekresikan oleh jaringan adipose, memiliki efek anti inflamasi dan metabolik yang penting dalam peranan untuk mencegah perkembangan diabetes. Beberapa studi mendapatkan bahwa adiponectin merupakan petanda prediktif penting untuk sindroma metabolik. Kadar adiponectin plasma yang rendah juga merupakan prediktif untuk resistensi insulin dan DM tipe 2 pada individu dewasa.2,4

Hipoadiponectinemia berhubungan dengan resistensi insulin, dimana peningkatan dari kadar adiponectin yang beredar di sirkulasi akan memperbaiki kadar glukosa dan meningkatkan oksidasi asam lemak. Adiponectin dapat dipertimbangkan sebagai petanda untuk sensitivitas insulin dan pada studi – studi prospektif didapat bahwa hipoadiponectinemia dapat memprediksi insiden dari DM tipe 2 dan penyakit arteri koroner. Sebagai tambahan dari kemampuan adiponectin memperbaiki sensitivitas insulin, hubungan antara adiponectin dan inflamasi kronis, yang merupakan karakteristik dari obesitas, DM tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler, juga sudah diteliti. Secara in vitro, adiponectin akan menghambat ekspresi dari molekul – molekul adhesi


(16)

pada sel – sel endotel, mengganggu fungsi makrofag dan sekresi sitokin dari adiposit.6

Engeli S dkk mendapatkan hubungan antara penurunan kadar adiponectin plasma dan peningkatan dari level-level hs-CRP (r = -0.32, p

<0.05) dan IL-6 plasma (r = -0.51, p <0.001). hs-CRP adalah petanda awal

dari kerusakan vaskular dan merupakan prediktif yang kuat untuk menunjukkan kejadian kardiovaskular pada masa mendatang.7

Matsuzawa Y dkk mengemukakan bahwa adiponectin mempunyai peran yang penting dalam pencegahan sindroma metabolik. Hipoadiponectinemia yang bersamaan dengan peningkatan dari TNF-α atau PAI-1 mengakibatkan akumulasi dari visceral obesitas dan merupakan dasar utama dari perubahan vaskular seperti pada kelainan metabolik, termasuk resistensi insulin, yang merupakan karakteristik dari sindroma metabolik.8

Ada beberapa studi yang telah dilakukan untuk menilai kadar adiponectin pada penderita sindroma metabolik. Pada studi yang dilakukan oleh Esposito dkk pada tahun 2006 didapati penurunan kadar adiponectin pada penderita dengan sindroma metabolik dibandingkan dengan yang tidak menderita sindroma metabolik (5.3 vs 8.7, p 0.01). Hal

yang sama juga didapat oleh Langenberg dkk (8.15 vs 12.57, p <0.0001)

dan Koh dkk (3.21 vs 3.54, p <0.05).9-11

Pada studi yang dilakukan oleh Daimon dkk pada tahun 2003 didapati penurunan kadar adiponectin pada penderita diabetes dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes (8.01 ± 2.55 vs 9.06 ± 2.41, p


(17)

<0.001) . Hal yang sama juga didapat oleh Nakashima dkk (9.47 ± 0.48 vs 11.69 ± 0.25, p<0.001) dan Hotta dkk (6.6 ± 0.4 vs 7.9 ± 0.5, p<0.001).12-14

Berdasarkan uraian diatas sampai saat ini sepanjang pengetahuan penulis, penelitian tentang kadar adiponectin pada penderita sindroma metabolik dan DM tipe 2 baru belum pernah diteliti. Oleh karenanya penulis berminat meneliti tentang kadar adiponectin pada penderita sindroma metabolik dan penderita DM tipe 2, terutama penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa (Naive DM).


(18)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Sindroma Metabolik (SM) 2.1.1 Defenisi

Walaupun sindroma metabolik (SM) ini relatif konsep yang baru, tetapi penelitian terhadap kelompok individu yang mempunyai faktor-faktor resiko kardiovaskuler merupakan usaha yang sudah lama. Pada tahun 1920-an, peneliti-peneliti melaporkan kejadian dari hiperglikemia, hipertensi dan hiperurisemia pada beberapa grup dari individu-individu tertentu. Pada tahun 1960-an, obesitas dan hiperlipidemia ditambah ke kelompok ini.3

Kemudian pada tahun 1988, Gerald Reaven secara sistematis memperkenalkan istilah sindroma metabolik atau syndrome X yang terdiri dari gabungan gejala seperti hipertensi, obesitas central, dislipidemia, dengan atau tanpa hiperglikemia. Sebelumnya, Framingham study pada

tahun 1970 dan Scandanavian studies pada tahun 1980 sudah

menyebutkan gejala-gejala diatas.15

Pada tahun 1999, WHO memperkenalkan defenisi dari sindroma metabolik. Ada 2 hal penting yang diterangkan oleh WHO pada deskripsi dari defenisi sindroma metabolik, yaitu :15

- Setiap komponen dari sindroma metabolik akan menyebabkan

peningkatan resiko kardiovaskuler dan dengan kombinasi, resiko kardiovaskuler akan semakin meningkat.


(19)

- Gambaran dari sindroma metabolik dapat dijumpai untuk lebih dari

10 tahun sebelum terdeteksinya kelainan glikemik.

Menurut National Cholesterol Education Program Expert Panel on

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults

Treatment Panel III (NCEP ATP III) tahun 2001, sindroma metabolik

adalah sekelompok kelainan metabolik baik lipid maupun non-lipid yang merupakan faktor resiko penyakit jantung koroner, yang terdiri atas obesitas sentral, dislipidemia aterogenik (kadar trigliserida meningkat dan kadar kolesterol high-density lipoprotein (HDL) rendah), hipertensi, dan

glukosa plasma puasa yang abnormal.16 2.1.2 Kriteria

Beberapa grup, seperti World Health Organization (WHO) dan

NCEP ATP III, mempublikasikan defenisi klinis dari sindroma metabolik yang diharapkan dapat digunakan dalam menegakkan diagnosa terhadap pasien. Hal ini diikuti dengan pembuatan kode diagnostik International

Classification of Diseases (277.7) untuk sindroma metabolik.3

Pada tahun 1999, WHO mempublikasikan kriteria dari sindroma metabolik. Kriteria WHO ini merekomendasikan penanganan yang lebih dini dari sindroma ini untuk pencegahan efek kardiovaskuler yang merugikan. Perhatian diletakkan pada deteksi dari resistensi insulin, yang membutuhkan baik pengukuran langsung maupun tidak langsung dari sensitivitas insulin untuk diagnosis.17

Kriteria diagnostik untuk sindroma metabolik berdasarkan WHO : dijumpainya resistensi insulin (DM tipe 2, glukosa puasa terganggu,


(20)

toleransi glukosa terganggu, hiperinsulinemik) ditambah 2 dari berikut : hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg), trigliserida ≥ 150 mg/dl atau kolesterol HDL < 35 mg/dl pada pria atau < 39 mg/dl pada wanita, BMI > 30 kg/m2 dan atau rasio pinggang – pinggul > 0.9 inci pada pria atau > 0.85 inci pada wanita, mikroalbuminuria.17

NCEP ATP III mengemukakan kriteria sindroma metabolik pada tahun 2001, yang kemudian direvisi pada tahun 2005. Sekurang-kurangnya 3 dari 5 faktor resiko kardiovaskuler yang telah diketahui harus dijumpai untuk menegakkan diagnosa. Penekanan pada kriteria ini diberikan terhadap obesitas abdominal yang diukur dengan menggunakan lingkar pinggang.18,19

Kriteria diagnostik untuk sindroma metabolik berdasarkan NCEP ATP III : Sekurang-kurangnya dijumpai 3 dari 5 kriteria yaitu : lingkar pinggang pria ≥ 102 cm (≥ 40 inci) atau wanita ≥ 88 cm (≥ 35 inci), trigliserida ≥ 150 mg/dl, kolesterol HDL pria < 40 mg/dl atau wanita < 50 mg/dl, hipertensi (tekanan darah ≥ 130/85 mmHg) atau mendapat pengobatan anti hipertensi, kadar gula darah puasa ≥ 100 mg/dl.19

Pada tahun 2003, American Academy of Clinical Endocrinologists

(AACE) memberikan kriteria untuk sindroma resistensi insulin. AACE memilih istilah ini untuk memfokuskan kembali diskusi terhadap patogenesis yang mendasari resistensi insulin dan hiperinsulinemia.20

Kriteria diagnostik untuk sindroma metabolik berdasarkan AACE : kadar gula darah 2 jam pasca pembebanan > 140 mg/dl, kadar gula darah puasa 110-126 mg/dl, BMI ≥ 25 kg/m2, trigliserida ≥ 150 mg/dl, kolesterol


(21)

HDL pria < 40 mg/dl atau wanita < 50 mg/dl, hipertensi (tekanan darah ≥ 130/85 mmHg). Faktor-faktor lain yang berhubungan : riwayat keluarga DM tipe 2, hipertensi atau penyakit kardiovaskuler, PCOS, kebiasaan hidup yang tidak sehat, grup-grup etnik beresiko tinggi, NAFLD, acanthosis nigricans.20

Kemudian, kriteria dari International Diabetes Federation (IDF) 2005 mensyaratkan : adanya obesitas sentral, pada laki-laki bila lingkaran perutnya > 90 cm dan pada wanita > 80 cm ditambah 2 dari :21

a. Trigliserid ≥ 150 mg/dl (1.7 mmol/l) atau mendapat obat untuk kelainan lipid.

b. HDL untuk laki-laki < 40 mg/dl (1.03 mmol/l) dan untuk wanita < 50 mg/dl (1.29 mmol/l) atau mendapat pengobatan untuk kelainan lipid c. TD ≥ 130/85 mmHg atau mendapat pengobatan antihipertensi

d. KGD puasa ≥ 100 mg/dl (5.6 mmol/l) atau sebelumnya telah didiagnosa menderita diabetes

2.1.3 Prevalensi

Prevalensi sindroma metabolik di Amerika 23,7%. Prevalensi pada pria 24% dan pada wanita 23,4%. Prevalensi meningkat dari 6,7% pada kelompok usia 20-29 tahun menjadi 43,5% pada kelompok usia 60-69 tahun dan 42% pada usia lebih dari 70 tahun. Menurut catatan dari Adult

Treatment Panel III (ATP III) pada pria dan wanita Arab Amerika pada usia

20-49 tahun berturut-turut adalah 17% dan 15%, dan pada usia 50-75 tahun 37% dan 61%. Prevalensi sindroma metabolik juga meningkat dengan cepat sesuai dengan peningkatan BMI sampai dengan 35 kg/m2.


(22)

Pada penelitian Framingham hanya 3% sukarelawan dengan BMI < 25

kg/m2 yang memiliki kadar adiponectin rendah dibandingkan dengan 32% dari sukarelawan dengan BMI > 25 kg/m2.22,23

Prevalensi sindroma metabolik pada kelompok masyarakat golongan sosial ekonomi menengah keatas yang diwakili oleh para staf / karyawan menengah keatas PTP IV Pabatu Sumatera Utara, didapat sebesar 36.8% (38.12% pria dan 16.67% wanita) dengan prevalensi tertinggi terdapat pada grup dengan usia 51-60 tahun. Sindroma metabolik lebih sering dijumpai pada penderita DM dibandingkan dengan yang non DM (82.9% vs 31.9%).24

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi dari sindroma metabolik masih merupakan perdebatan. Studi-studi sebelumnya mendapatkan bahwa resistensi insulin mempunyai peran yang sangat penting. Tetapi, penelitian yang baru mendapatkan bahwa adiposit visceral merupakan prediktor yang bermakna dari sensitivitas insulin, toleransi glukosa terganggu, peningkatan tekanan darah dan dislipidemia yang terdapat pada sindroma metabolik. Prevalensi yang tinggi dari sindroma metabolik mempunyai implikasi yang bermakna dari kesehatan masyarakat oleh karena peningkatan dari resiko penyakit jantung koroner sampai dua kali, peningkatan resiko kematian oleh karena penyakit jantung koroner sampai 3-4 kali dan resiko perkembangan DM tipe 2 menjadi 6 kali.25

Resistensi insulin telah diketahui akan membuat berbagai perubahan–perubahan patologi, seperti aterogenik dislipidemia,


(23)

hipertensi, gangguan glikemia, dan lain-lain sehingga akan menghasilkan peningkatan resiko untuk kumpulan kondisi-kondisi klinis seperti DM tipe 2, penyakit kardiovaskuler, hipertensi esensial, polycystic ovarian

syndrome (PCOS), non alcoholic fatty liver disease (NAFLD), penyakit

batu empedu , kanker (seperti kanker payudara), dan sleep apnea.3

Istilah “Sindroma X” yang dahulu digunakan lebih difokuskan terhadap penyakit kardiovaskuler, tetapi saat ini telah diketahui bahwa resistensi insulin berimplikasi terhadap perkembangan PCOS, NAFLD, kanker payuudara dan kondisi-kondisi lain. Secara singkat, dapat diterangkan mengapa seorang individu yang gemuk dan resisten insulin lebih sering untuk dijumpainya peningkatan enzim transaminase hati (NAFLD), siklus menstruasi yang tidak reguler (PCOS), keadaan pro inflamasi yang diketahui dengan peningkatan kadar C-reactive protein dan mempunyai resiko untuk berkembangnya beberapa jenis kanker.3

2.1.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari sindroma metabolik ada 2 kelompok yaitu : 18 - Pengobatan penyebab dasar :

- penatalaksanaan berat badan secara intensif

- peningkatan aktivitas fisik

- Pengobatan faktor – faktor resiko lipid dan non lipid jika tidak ada perubahan dengan terapi gaya hidup :


(24)

- penggunaan aspirin untuk penderita penyakit jantung koroner untuk mengurangi keadaan protrombotik

- pengobatan peningkatan trigliserida dan atau HDL yang rendah Pemahaman tentang hubungan antara obesitas dan sindroma metabolik serta peranan otak dalam pengaturan energi, merupakan titik tolak yang penting dalam penatalaksanaan klinik. Pengaturan berat badan merupakan dasar tidak hanya bagi obesitas tapi juga sindroma metabolik. Penurunan berat badan 5-10% sudah dapat memberikan perbaikan profil metabolik. Penanganannya yang terintegrasi dalam pengelolaan berat badan mencakup diet, aktivitas fisik dan yang terpenting adalah perubahan perilaku. Obat-obatan dapat diberikan sebagai bagian pengaturan berat badan. Dua obat yang dapat digunakan dalam menurunkan berat badan adalah sibutramin dan orlistat.26

STORM (Sibutramine Trial in Obesity Reduction and Maintenance)

Study yang melibatkan 605 pasien obese untuk periode 6 bulan

pengurangan berat badan dengan sibutramin mendapatkan bahwa sibutramin dapat mencapai target pengurangan berat badan, mempertahankan penurunan berat badan, mengurangi lingkar pinggang, dan mengurangi keadaan-keadaan komorbid (peningkatan HDL kolesterol 20.7%; penurunan trigliserida 25%; penurunan VLDL 23.5%; C-peptide dan asam urat).27

Intoleransi glukosa merupakan salah satu manifestasi sindroma metabolik yang dapat menjadi awal suatu diabetes mellitus. Penelitian –


(25)

penelitian yang ada menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara toleransi glukosa terganggu (TGT) dan resiko kardiovaskular pada sindroma metabolik dan diabetes. Perubahan gaya hidup dan aktivitas fisik yang teratur telah terbukti efektif dapat menurunkan berat badan dan TGT. Modifikasi diet secara bermakna memperbaiki glukosa 2 jam pasca prandial dan kadar insulin.26

Tiazolidindion memiliki pengaruh yang ringan tetapi persisten dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan metformin juga dapat menurunkan kadar asam lemak bebas. Pada

Diabetes Prevention Program, penggunaan metformin dapat mengurangi

progresi diabetes sebesar 31% dan efektif pada pasien muda dengan obesitas.26

Studi yang dilakukan oleh Yokoyama, dkk mendapati bahwa latihan fisik dapat meningkatkan kadar adiponectin yang seiring dengan penurunan berat badan atau massa lemak.28

Pilihan terapi untuk dislipidemia adalah perubahan gaya hidup yang diikuti dengan medikasi. Namun demikian, perubahan diet dan latihan jasmani saja tidak cukup berhasil mencapai target. Oleh karena itu, disarankan untuk memberikan obat berbarengan dengan perubahan gaya hidup. Terapi dengan gemfibrozil tidak hanya memperbaiki profil lipid tetapi juga secara bermakna dapat menurunkan risiko kardiovaskular. Fenofibrat yang secara khusus digunakan untuk menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL, juga telah menunjukkan perbaikan profil lipid yang sangat efektif dan mengurangi risiko kardiovaskular.


(26)

Fenofibrat juga dapat menurunkan kadar fibrinogen. Kombinasi antara fenofibrat dan statin juga dapat memperbaiki kadar trigliserida, kolesterol HDL dan LDL.26

2.2 Adiponectin

Adiponectin, yang dikenal sebagai komplemen adiposit yang berhubungan dengan protein dari 30 kDa (ACRP 30), adipoQ, adipose yang memiliki banyak gene transcript 1 (apM1) dan protein yang berikatan dengan gelatin dari 28 kDa (GBP28), adalah suatu adiposit yang spesifik, protein yang dikeluarkan yang berperan dalam homeostasis glukosa dan lemak.29

Kadar adiponectin berhubungan terbalik dengan persen lemak tubuh, distribusi lemak sentral, insulin plasma puasa dan toleransi glukosa oral. Kadar adiponectin juga diketahui rendah secara bermakna pada pasien dengan penyakit arteri koroner.30

Ekspresi dan sekresi dari adipose meningkat oleh insulin like growth

factor-1, ionomycin dan aktivasi dari peroxisome proliferator-activated

receptor (PPAR)-γ, dan menurun oleh TNF-α, glukokortikoid, agonis dari

β-adrenergic dan cAMP. Reseptor adiponectin telah dilaporkan diekspresikan pada otot skletal sebagai Adipo R1 dan di hati sebagai Adipo R2.31

Pada penelitian terdahulu dijumpai bahwa konsentrasi adiponectin lebih tinggi pada pria dibanding wanita, kemungkinan karena efek dari


(27)

testosteron. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Fernandez-Real dkk mendapatkan kadar adiponectin yang beredar disirkulasi lebih tinggi pada wanita.32

2.2.1 Peran Adiponectin

2.2.1.1 Efek adiponectin pada fungsi dan struktur vaskuler

Studi yang dilakukan baik terhadap manusia maupun hewan telah menunjukkan hubungan antara kadar adiponectin yang beredar dan fungsi endotel. Pada manusia dijumpai banyak faktor-faktor ofensif yang ada, termasuk LDL yang teroksidasi, stimulus inflamasi dan zat-zat kimia yang dapat menyebabkan cedera vaskuler. Pada saat yang bersamaan, adiponectin yang disekresikan dari jaringan adipose dapat masuk ke arteri-arteri yang cedera dan melindungi perubahan vaskuler aterogenik untuk berkembang (Gambar-1). Oleh karena itu, adiponectin dapat digambarkan seperti pemadam kebakaran yang dapat memadamkan api dari dinding vaskuler ketika apinya masih kecil. Bila level adiponectin pada seseorang berkurang, maka api yang kecil dapat berkembang menjadi lebih besar oleh karena sedikitnya pemadam kebakaran.8,30


(28)

Gambar-1. Mekanisme molekuler dari fungsi-fungsi anti aterogenik adiponectin (Dikutip dari8)

Adiponectin telah dilaporkan mempunyai efek anti aterosklerotik yang langsung. Konsentrasi dari adiponectin secara fisiologi telah ditunjukkan dapat menghambat ekspresi dari molekul-molekul adhesi secara nyata, yang mana molekul-molekul adhesi merupakan salah satu faktor penyebab aterosklerosis, termasuk intracellular adhesion molecule

-1, vascular cellular adhesin molecule-1 dan E-selectin. (Gambar-2).

Adiponectin juga dapat menghambat aktivasi dari TNF-α, yang mungkin merupakan mekanisme molekuler utama untuk penghambatan dari pelekatan monosit ke sel-sel endotel. Adiponectin juga dapat menghambat proliferasi dan migrasi dari sel-sel otot polos. Adiponectin juga menghambat ekspresi reseptor kelas A-1 makrofag, yang menyebabkan penurunan ambilan dari LDL yang teroksidasi oleh makrofag dan menghambat pembentukan sel sabun. Penghambatan ini diakibatkan oleh


(29)

kompetisi dari ikatan pada reseptor adiponectin dan penghambatan signal transduksi melalui extracellular signal related kinase (ERK).5,33-35

Gambar-2. Penekanan proses aterosklerosis yang dilakukan oleh adiponectin(Dikutip dari 35)

2.2.1.2 Efek anti inflamasi adiponectin

Sejalan dengan efek protektif terhadap penyakit makrovaskuler, studi-studi in vitro telah mendapatkan hubungan langsung adiponectin

terhadap fungsi vaskuler dan sel-sel inflamasi, termasuk menghilangkan efek-efek TNF-α yang mengganggu pada fungsi endotel. Efek anti inflamasi adiponectin juga termasuk supresi dari pembentukan koloni leukositik, reduksi dari aktivitas fagosit dan reduksi sekresi TNF-α dari makrofag.30


(30)

2.2.1.3 Efek adiponectin terhadap NO

Salah satu fungsi utama dari sel-sel endotel adalah untuk menghasilkan NO. Efek yang bermanfaat dari adiponectin terhadap pembuluh darah telah diduga berhubungan dengan meningkatkan pembentukan NO. Pada studi yang dilakukan terhadap efek dari LDL yang teroksidasi pada sel-sel endotel, adiponectin dapat meningkatkan pembentukan NO dengan memperbaiki supresi dari aktivitas endothelial NO synthase (eNOS) pada LDL yang teroksidasi.30,36

2.3 Sindroma metabolik dan adiponectin

Setiap rangsangan yang dapat meningkatkan stres oksidatif akan mengakibatkan gangguan pada endotel atau disfungsi endotel. Terjadinya disfungsi endotel akan mengakibatkan pelepasan berbagai zat dari sel endotel sendiri. Salah satu kelainan yang akan terjadi pada dinding pembuluh darah adalah proses inflamasi. Pada saat ini petanda inflamasi yang paling sering dipakai adalah pemeriksaan hs-CRP. Banyak penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa ada hubungan antara hs-CRP dan berbagai faktor resiko penyakit arteri koroner seperti merokok, hipertensi, kadar kolesterol dan DM.16

Sindroma metabolik yang pada umumnya disebabkan oleh resistensi insulin, dapat menyebabkan terjadinya disfungsi endotel yang menghasilkan berbagai faktor pro inflamasi yang akan merangsang pelepasan hs-CRP oleh hati. Festa dkk pada penelitian Insulin Resistance


(31)

Atherosclerosis study menemukan bahwa ada korelasi antara kadar

hs-CRP dan jumlah komponen sindroma metabolik pada seseorang. Makin banyak komponen sindroma metabolik yang dimiliki seseorang maka akan semakin tinggi kadar hs-CRP.37

Apabila dibandingkan antara mereka yang dengan sindroma metabolik disertai kadar hs-CRP ≥ 3 mg/dl terlihat bahwa mereka dengan sindroma metabolik disertai kadar hs-CRP ≥ 3 mg/dl merupakan prediktor kuat baik untuk kematian karena kardiovaskuler dan non-fatal infark miokard akut maupun kejadian DM baru.38

Hasil dari studi yang dilakukan oleh Hayashi dkk mendapatkan bahwa tekanan darah yang tinggi berhubungan dengan peningkatan resiko untuk DM tipe 2 pada 7.514 pemuda Jepang yang berusia 35-60 tahun. Kemudian studi yang dilakukan oleh Kazumi dkk mendapatkan bahwa pemuda sehat dengan tekanan darah normal tinggi mempunyai kadar adiponectin yang rendah dibandingkan dengan mereka yang mempunyai tekanan darah yang normal.39,40

Adiponectin, sebuah hormon adiposit, telah ditunjukkan berperan pada sensitivitas insulin, anti aterogenik dan anti inflamasi. Level adiponectin pada manusia tinggi, berkisar antara 5-10 μg/ml.41,42

Obesitas berhubungan dengan abnormalitas metabolik yang dapat meningkatkan resiko dari Diabetes Mellitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler. Jaringan adipose telah diketahui selain berfungsi untuk penyimpanan dan mobilisasi lemak, juga didapat bahwa jaringan adipose


(32)

banyak memiliki molekul aktif. Adiponectin telah diketahui berkurang pada subjek dengan obesitas.43,44 Selain dari itu level adiponectin juga diketahui menurun pada resisten insulin, DM tipe 2 dan dislipidemia. Beberapa studi yang telah dilakukan pada hewan dan manusia mendapatkan bahwa adiponectin dapat meningkatkan sensitivitas insulin, mempunyai efek anti inflamasi dan anti atherogenic dan dapat memperbaiki profil lemak.7,45

Hubungan kuat yang dijumpai antara adiponectin dan sensitivitas insulin sistemik telah didapat baik secara in vivo maupun in vitro pada

tikus, hewan-hewan lain, dan manusia. Penyuntikan adiponectin kepada model tikus diabetes ternyata dapat menurunkan kadar gula darah. Studi yang dilakukan oleh Yamauchi dkk mendapati efek yang sama, yaitu adiponectin dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan memperbaiki hiperglikemia pada model tikus.8

Pellme dkk mendapatkan level adiponectin secara bermakna juga berkurang pada subjek yang non obese tapi memiliki resistensi insulin dengan kecendrungan yang tinggi untuk DM tipe 2. Juga ditemui hubungan antara adiponectin, proinsulin, HDL kolesterol dan beberapa segi dari sindroma resistensi insulin.46

Berdasarkan data pengobatan terhadap tikus diabetes yang lipoatrophic atau obese dengan adiponectin didapat peningkatan ekspresi dari kadar PPAR , sehingga disimpulkan adiponectin dapat mengaktivasi PPAR . Selain itu, adiponectin juga diketahui dapat menstimulasi oksidasi dan ambilan glukosa melalui AMP-activated protein kinase


(33)

Gambar-3. Adiponectin dapat mengaktivasi AMPK dan PPAR di hati dan otot polos(dikutip dari 35)

Engeli S dkk mendapatkan hubungan antara penurunan level adiponectin plasma dan peningkatan dari level-level hs-CRP dan IL-6 plasma. hs-CRP adalah petanda awal dari kerusakan vaskuler dan merupakan prediktif yang kuat untuk menunjukkan kejadian kardiovaskular pada masa mendatang.7

Insulin dan insulin like growth factor-1 (IGF-1) meningkatkan sintesa

adiponectin pada jaringan adipose. Sintesa dan sekresi adiponectin menurun pada kelebihan kalori, kemungkinan berhubungan dengan defisiensi atau resistensi leptin. Protein juga dapat meningkatkan sensitivitas dari hepatosit ke insulin, baik melalui jalur langsung atau tidak langsung dengan menurunkan konsentrasi lemak yang beredar melalui kerjanya pada otot. Dengan demikian, adiponectin dapat memperbaiki keadaan hiperglikemia yang berhubungan dengan obesitas.47


(34)

Adiponectin telah diketahui terlibat dalam pengaturan metabolisme lipid dan karbohidrat. Adiponectin juga dapat menjadi proteksi terhadap penyakit kardiovaskuler. Konsentrasi adiponectin akan berkurang pada pasien yang gemuk. Penurunan level adiponectin juga berhubungan dengan kadar small dense LDL dan trigliserid.4

Kadar adiponectin juga ditemukan berkurang pada pasien dengan penyakit arteri koroner. Insiden dari kematian kardiovaskuler juga ditemukan lebih tinggi pada pasien gagal ginjal dengan kadar adiponectin plasma yang rendah dibandingkan dengan mereka yang memiliki kadar adiponectin plasma yang tinggi. Oleh karena itu, konsentrasi adiponectin serum dijumpai berhubungan secara bermakna dengan disfungsi vaskuler.48

Disfungsi endotel telah diketahui berhubungan dengan sindroma metabolik dan keadaan resistensi insulin yang digambarkan dengan gangguan pelepasan nitric oxide (NO) dari endotel. Oleh karena itu,

perbaikan pada fungsi endotel diprediksikan dapat memperbaiki sensitivitas insulin. Terapi dengan menggunakan fenofibrate secara bermakna dapat mengurangi kadar petanda inflamasi, meningkatkan kadar adiponectin dan memperbaiki sensitivitas insulin pada pasien dengan hipertrigliseridemia atau pasien sindroma metabolik.11

Matsuzawa Y dkk mengemukakan bahwa adiponectin mempunyai peran yang penting dalam pencegahan sindroma metabolik. Hipoadiponectinemia yang bersamaan dengan peningkatan dari TNF-α atau PAI-1 mengakibatkan akumulasi dari visceral obesitas akan


(35)

merupakan dasar utama dari perubahan vaskuler seperti pada kelainan metabolik, termasuk resistensi insulin, yang merupakan karakteristik dari sindroma metabolik (Gambar-4).8

Gambar-4. Konsep sindroma metabolik. Pentingnya akumulasi lemak visceral dan hipoadiponectinemia (Dikutip dari8)


(36)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI

3.1 Latar belakang penelitian

Adiponectin, yang dikenal sebagai komplemen adiposit yang berhubungan dengan protein dari 30 kDa (ACRP 30), adipoQ, adipose yang memiliki banyak gene transcript 1 (apM1) dan protein yang berikatan dengan gelatin dari 28 kDa (GBP28), adalah suatu adiposit yang spesifik, protein yang dikeluarkan yang berperan dalam homeostasis glukosa dan lemak. Adiponectin telah diketahui berhubungan dengan obesitas dan penyakit jantung koroner. Efek anti inflammasi adiponectin telah terbukti mempunyai efek positif pada metabolisme dalam pencegahan aterogenesis.29,49

Obesitas berhubungan dengan abnormalitas metabolik yang dapat meningkatkan resiko dari Diabetes Mellitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. Jaringan adipose telah diketahui selain berfungsi untuk penyimpanan dan mobilisasi lemak, juga didapat bahwa jaringan adipose banyak memiliki molekul aktif. Adiponectin telah diketahui berkurang pada subjek dengan obesitas.43,44 Selain dari itu kadar adiponectin juga diketahui menurun pada resistensi insulin dan dislipidemia. Beberapa studi yang telah dilakukan pada hewan dan manusia mendapatkan bahwa adiponectin dapat meningkatkan sensitivitas insulin, mempunyai efek anti inflamasi dan anti atherogenic dan dapat memperbaiki profil lemak.7,45


(37)

Pellme dkk mendapatkan kadar adiponectin secara bermakna berkurang pada subjek yang non obese tapi memiliki resistensi insulin dengan kecendrungan yang tinggi untuk DM tipe 2. Juga ditemui hubungan antara adiponectin, proinsulin, HDL kolesterol dan beberapa segi dari sindroma resistensi insulin.46

Engeli S dkk mendapatkan hubungan antara penurunan kadar adiponectin plasma dan peningkatan dari level-level hs-CRP (r = -0.32, p

<0.05) dan IL-6 plasma (r = -0.51, p <0.001). hs-CRP adalah petanda awal

dari kerusakan vaskular dan merupakan prediktif yang kuat untuk menunjukkan kejadian kardiovaskular pada masa mendatang.7

Matsuzawa Y dkk mengemukakan bahwa adiponectin mempunyai peran yang penting dalam pencegahan sindroma metabolik. Hipoadiponectinemia yang bersamaan dengan peningkatan dari TNF-α atau PAI-1 mengakibatkan akumulasi dari visceral obesitas dan merupakan dasar utama dari perubahan vaskular seperti pada kelainan metabolik, termasuk resistensi insulin, yang merupakan karakteristik dari sindroma metabolik.8

Ada beberapa studi yang telah dilakukan untuk menilai kadar adiponectin pada penderita sindroma metabolik. Pada studi yang dilakukan oleh Esposito dkk pada tahun 2006 didapati penurunan kadar adiponectin pada penderita dengan sindroma metabolik dibandingkan dengan yang tidak menderita sindroma metabolik (5.3 vs 8.7, p 0.01). Hal

yang sama juga didapat oleh Langenberg dkk (8.15 vs 12.57, p <0.0001)


(38)

Pada studi yang dilakukan oleh Daimon dkk pada tahun 2003 didapati penurunan kadar adiponectin pada penderita diabetes dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes (8.01 ± 2.55 vs 9.06 ± 2.41, p

<0.001) . Hal yang sama juga didapat oleh Nakashima dkk (9.47 ± 0.48 vs 11.69 ± 0.25, p<0.001) dan Hotta dkk (6.6 ± 0.4 vs 7.9 ± 0.5, p<0.001).12-14

Berdasarkan uraian diatas sampai saat ini sepanjang pengetahuan penulis, penelitian tentang kadar adiponectin pada penderita SM dan DM tipe 2 baru belum pernah diteliti. Oleh karenanya penulis berminat meneliti tentang kadar adiponectin pada penderita SM dan DM tipe 2 baru.

3.2 Perumusan masalah

Apakah ada perbedaan kadar adiponectin pada penderita SM dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 baru.

3.3 Hipotesa

Kadar adiponectin pada penderita SM lebih tinggi dari penderita DM tipe 2 baru.

3.4 Tujuan penelitian

Untuk mengetahui kadar adiponectin pada penderita SM dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 baru.

3.5 Manfaat penelitian

Dengan diketahuinya kadar adiponectin yang lebih rendah pada penderita DM tipe 2 baru dibanding penderita SM, maka kita dapat mengetahui dan memprediksi bahwa pada keadaan diabetes itu lebih bersifat aterogenik dibandingkan penderita SM.


(39)

3.6 Kerangka Konsepsional

Sindroma Metabolik

Obesitas sentral TG > 150 mg/dl HDL ン < 40 mg/dl ワ < 50 mg/dl TD > 130/85 mmHg

KGD N > 100 mg/dl 2 dari

4

Perbandingan ?

Kadar adiponectin di Indonesia ??? Kadar adiponectin

di Indonesia ???

Klinis ditambah KGDN > 126 mg/dl dan atau KGD 2 jam pp > 200 mg/dl

DM Tipe 2 (WHO)

3.7 Batasan-batasan Kerja

DM Tipe 2 baru : Penderita DM yang memenuhi kriteria WHO (dijumpai keluhan klinis DM ditambah KGDN > 126 mg/dl dan atau KGD 2 jam pp > 200 mg/dl) dan baru didiagnosa serta tidak dalam keadaan mengkonsumsi obat DM


(40)

Sindroma Metabolik : Penderita sindroma metabolik yang memenuhi kriteria IDF 2005 (adanya obesitas sentral, pada laki-laki bila lingkaran perutnya > 90 cm dan pada wanita > 80 cm ditambah 2 dari : TG > 150 mg/dl, HDL ン < 40 mg/dl dan ワ < 50 mg/dl, TD > 130/85 mmHg, KGD N > 100 mg/dl) dan tidak menderita DM (KGD N <126 mg/dl)

3.8 Bahan dan Cara

3.8.1 Desain penelitian :

Penelitian dilakukan dengan cara potong lintang (cross sectional

study)

3.8.2 Waktu dan tempat penelitian

Waktu : Antara bulan Juni 2007 – Juli 2008

Tempat : Poliklinik Endokrinologi dan Metabolik dan Poliklinik Rawat Jalan Departemen Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik

3.8.3 Subjek penelitian

a. Pasien DM yang baru didiagnosa

b. Pasien Sindroma Metabolik yang berobat ke Poliklinik Rawat Jalan Departemen Penyakit Dalam RSUP H Adam Malik 3.8.4 Kriteria yang diikutkan dalam penelitian


(41)

b. Jenis kelamin laki-laki atau perempuan

c. Penderita sindroma metabolik berdasarkan IDF 2005

d. Penderita DM tipe 2 adalah penderita baru yang telah memenuhi kriteria WHO50

e. Bersedia mengikuti penelitian

3.8.5 Kriteria yang tidak diikutkan dalam penelitian

a. Penderita sindroma metabolik dengan KGD puasa > 126 mg/dl

b. Penderita SM atau DM tipe 2 baru dengan gagal jantung, PJK, dan gagal ginjal.

3.8.6 Besarnya sampel51

(Zα + Zβ)S 2 Perkiraan besarnya sampel : n1= n2 = 2

x1 – x2

α = tingkat kemaknaan (ditetapkan peneliti)

α = 0,05 Zα = 1,96 (nilai dua arah) S = perkiraan simpang baku = 2,13

β = power of test (ditetapkan peneliti), 80% Zβ = 0,842 x1 – x2 = perbedaan klinik ditentukan 2,71

(1,96+0,842)2,13 2

n1 = n2 = 2 = 16 2,71

Jadi, sampel minimal yang diteliti untuk masing-masing kelompok adalah 16 orang, sehingga total seluruhnya sebanyak 32 orang.


(42)

A. Penelitian ini mendapat persetujuan oleh komite etik penelitian bidang kesehatan FK USU

B. Pengumpulan data

Subjek penelitian adalah pasien yang berobat ke Poliklinik Divisi Endokrinologi dan Metabolik dan poliklinik rawat jalan RSUP H Adam Malik Medan. Dilakukan anamnesis pribadi, riwayat penyakit terdahulu, serta dilakukan pemeriksaan fisik. Seluruh subjek mengisi surat persetujuan penelitian.

C. Cara kerja

Seluruh subjek dilakukan pengukuran lingkar pinggang dengan menggunakan meteran pada posisi berdiri dan bernafas seperti biasa. Kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan darah dengan posisi duduk istirahat 10 menit. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan KGD puasa, profil lemak, ureum, creatinin, urinalisa, kadar adiponectin dan EKG. Seluruh subjek berpuasa selama 8 – 10 jam.

D. Pengukuran laboratorium

Kadar gula darah diukur dengan metode enzimatik (heksokinase) dimana kategori yang termasuk komponen dari sindroma metabolik adalah bila KGD puasa > 100 mg/dl. Profil lemak diukur dengan metode enzimatik (CHOD-PAP) dimana kategori yang termasuk komponen dari sindroma metabolik adalah bila trigliserid > 150 mg/dl , HDL untuk laki-laki < 40 mg/dl dan wanita < 50 mg/dl. Pemeriksaan kadar


(43)

adiponectin dilakukan di Laboratorium Klinik Prodia dengan menggunakan metode enzimatik EIA dan ELISA.

3.8.8 Analisa Data

Untuk membandingkan kadar adiponectin antara kelompok SM dan DM tipe 2 baru digunakan uji t independen jika data kedua kelompok berdistribusi normal. Jika sebaliknya digunakan uji Mann Whitney. Dikatakan bermakna bila p<0,05. Analisa statistik menggunakan SPSS versi 13.0

3.9 Kerangka Operasional

Penderita sindroma metabolik 16 orang

Adiponectin SM Dicatat :

- Umur - Jenis kelamin

Dilakukan pemeriksaan : - TD - Lingkar pinggang - BB - KGD

- TB - urinalisa - HDL - ureum,creatinin - TG - EKG

???

Adiponectin DM tipe 2 Penderita DM tipe 2


(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Sampel

Penelitian dilakukan dari bulan Juni 2007 sampai Juli 2008 di RS Haji Adam Malik Medan. Selama kurun waktu tersebut didapatkan 16 penderita Sindroma Metabolik dan 16 penderita DM tipe 2 baru (naive DM) yang memenuhi kriteria penelitian. Dari 16 penderita Sindroma Metabolik didapat 10 (62.5%) perempuan dan 6 (37.5%) laki-laki. Usia berkisar antara 29 sampai 66 tahun dengan median 53.5 tahun dan kelompok usia terbanyak pada kelompok 50 – 59 tahun sebanyak 7 (43.75%) penderita, diikuti kelompok 40 – 49 tahun sebanyak 4 (25%) penderita, kelompok lebih dari 60 tahun sebanyak 3 (18.75%) penderita, dan kelompok kurang dari 30 tahun serta 30 – 39 tahun masing-masing sebanyak 1 (6.25%) penderita.

Dari 16 penderita Naive DM didapat 10 (62.5%) perempuan dan 6 (37.5%) laki-laki. Usia berkisar antara 34 sampai 68 tahun dengan median 46 tahun dan kelompok usia terbanyak pada kelompok 40 – 49 tahun sebanyak 8 (50%) penderita, diikuti kelompok 50 – 59 tahun sebanyak 4


(45)

(25%) penderita, dan kelompok lebih dari 60 tahun serta kurang dari 40 tahun masing-masing sebanyak 2 (12.5%) penderita. (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian

Variabel Sindroma Metabolik

Jumlah (%)

Naive DM Jumlah (%) Jenis Kelamin

Laki - laki Perempuan

6 (37.5) 10 (62.5)

6 (37.5) 10 (62.5) Kelompok Umur (tahun)

< 30 30 - 39

1 (6.25) 1 (6.25)

- 2 (12.5)

40 - 49 4 (25) 8 (50)

50 - 59 7 (43.75) 4 (25)

> 60 3 (18.75) 2 (12.5)

Penderita sindroma metabolik memiliki kadar adiponectin yang lebih rendah dibandingkan dengan penderita naive DM tetapi perbedaannya tidak bermakna secara statistik (p = 0.135). Dibandingkan dengan

penderita DM, penderita sindroma metabolik memiliki tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, lingkar pinggang, trigliserid dan body

mass index yang lebih besar serta memiliki KGD puasa yang lebih rendah.


(46)

Tabel 2. Perbandingan karakteristik sampel antara penderita sindroma metabolik dan naive DM

Variabel Sindroma Metabolik

(n=16)

Naive DM (n=16)

p

X ± SD X ± SD

Umur (tahun) 50.81 ± 9.76 48.31 ± 9.74 .474

Tekanan Darah

Sistolik (mmHg) 149.69 ± 31.75 124.38 ± 10.78 .007* Diastolik (mmHg) 90.31 ± 15.76 75.94 ± 7.58 .003*

LP (cm) 106.66 ± 12.22 88.66 ± 12.08 .0001*

Hb (mg/dl) 13.906 ± 2.24 13.894 ± 1.19 .984

WBC (mg/dl) 10390 ± 2456.18 8527.5 ± 2874.57 .058

KGD puasa (mg/dl) 98.75 ± 13.88 222.25 ± 110.64 .0001* Profil Lemak

Cholesterol (mg/dl) 227.50 ± 36.37 233.63 ± 45.16 .676 LDL (mg/dl) 140.06 ± 28.38 164.31 ± 45.31 .080

HDL (mg/dl) 40.81 ± 9.29 43.31 ± 13.54 .548

Trigliserida (mg/dl) 235.25 ± 182.51 136.06 ± 56.39 .046*

BMI (kg/m2) 31.71 ± 8.09 24.6244 ± 4.38 .004*

Adiponectin ( g/ml) 3.7413 ± 1.61 4.7538 ± 2.09 .135

Keterangan : LP = lingkar pinggang; WBC = white blood cell; BMI = body mass index

Uji t independent * = signifikan

Kadar adiponectin pada wanita lebih tinggi dari pria, tapi perbedaannya tidak bermakna (4.4710 ± 2.07 berbanding 3.8750 ± 1.60, p

= 0.4).

Dari 32 peserta studi dijumpai 1 peserta (3.125%) underweight (BMI < 18.5), 12 peserta (37.5%) normoweight (BMI 18.5 – 24.9), dan 19 peserta (59.375%) obesitas (BMI > 25).

Bila dibagi berdasarkan nilai rujukan, maka dari 16 penderita sindroma metabolik, didapat sebanyak 6 peserta studi (37.5%) memiliki


(47)

kadar adiponectin yang lebih rendah dari normal. Perbedaan antara kadar adiponectin yang rendah pada penderita sindroma metabolik berbeda bermakna dengan yang memiliki kadar adiponectin yang normal. Sedangkan dari 16 penderita naive DM, dijumpai sebanyak 4 peserta studi (25%) yang memiliki kadar adiponectin yang lebih rendah, dan perbedaan antara kadar adiponectin dan HDL kolesterol dijumpai bermakna secara statistik (Tabel 3).

Tabel 3. Perbandingan karakteristik sampel pada kadar adiponectin rendah dan normal pada penderita sindroma metabolik dibandingkan dengan penderita naive DM

Variabel Sindroma Metabolik

(n=16)

Naive DM (n=16)

Adip rendah Adip normal p Adip rendah Adip normal p

Umur (tahun) 49.17 ± 12.70 51.80 ± 8.14 .662 53.50 ± 5.45 47.55 ± 10.34 .299 Tekanan Darah

Sistolik (mmHg)

145.83 ± 25.38 152 ± 36.15 .721 127.50 ± 12.58 124.55 ± 10.11 .645 Diastolik (mmHg)

87.50 ± 13.32 92 ± 17.51 .598 77.50 ± 9.57 75 ± 7.42 .600

LP (cm) 107.167 ±

13.29

106.35 ± 12.26 .902 93.5 ± 18.19 87.68 ± 10.08 .437 Hb (mg/dl) 13.583 ± 1.17 14.1 ± 2.73 .670 13.25 ± 0.42 14.064 ± 1.35 .267 WBC (mg/dl) 11813.33 ±

2059.39

9536 ± 2353.21

.071 10057.5 ±

3853.30 7906.36 ± 2555.16 .227 KGD puasa (mg/dl)

98.33 ± 10.27 99 ± 16.19 .930 157 ± 33.36 243.73 ± 125.52

.205 Profil Lemak

Cholesterol (mg/dl)

241.50 ± 33.39 219.10 ± 37.09 .246 192.5 ± 54.78 240.55 ± 25.47

.177

LDL (mg/dl) 144.17 ± 24.23 137.60 ± 31.59

.670 129 ± 57.43 168.36 ± 25.26

.267 HDL (mg/dl) 36.67 ± 5.79 43.30 ± 10.34 .175 29.75 ± 6.80 46.09 ± 11.09 .007* Trigliserida (mg/dl) 306.83 ± 267.09 192.30 ± 102.07

.237 130.75 ±

79.90

136.45 ± 53.04

.874 BMI (kg/m2) 31.675 ± 8.36 31.7310 ± 8.38 .99 27.4 ± 3.70 23.8655 ±

4.49

.184 Adiponectin

( g/ml)

2.26 ± 0.64 4.63 ± 1.32 .001* 2.1775 ± 0.87 5.4864 ± 1.60 .0001*

Keterangan : Adip = Adiponectin; LP = lingkar pinggang; WBC = white blood cell; BMI =

body mass index. Uji t independent * = signifikan


(48)

Dari 16 peserta sindroma metabolik yang memiliki 3 komponen sebanyak 7 peserta (43.75%); yang memiliki 4 komponen sebanyak 7 peserta (43,75%) dan yang memiliki 5 komponen sebanyak 2 peserta (12,5%). Kadar adiponectin terendah dimiliki oleh peserta sindroma metabolik dengan 4 komponen (Tabel 4).

Tabel 4. Perbandingan kadar adiponectin berdasarkan komponen sindroma metabolik pada penderita sindroma metabolik

Komponen Peserta (%) Adiponectin ( g/ml)

3 7 (43.75) 4.56

4 7 (43.75) 2.89

5 2 (12.5) 3.85

Dari hasil studi ini juga didapat bahwa kadar adiponectin mempunyai korelasi negatif dengan lingkar pinggang (koefisien korelasi (r) = -0.373, p

= 0.035), lekosit (r = -0.39, p = 0.027) dan mempunyai korelasi yang positif

dengan HDL kolesterol (r = +0.457, p = 0.009).

Hasil studi ini juga mendapatkan bahwa kadar adiponectin mempunyai korelasi negatif dengan body mass index, tetapi korelasi yang

ditunjukkan tidak bermakna (r = -0.204, p = 0.262).(Tabel 5)

Tabel 5. Korelasi adiponectin dengan variabel-variabel yang diukur pada peserta studi

Variabel r p

Umur (tahun) .121 .511

Tekanan Darah

Sistolik (mmHg) -.141 .441

Diastolik (mmHg) -.177 .333

LP (cm) -.373* .035

Hb (mg/dl) -.143 .436

WBC (mg/dl) -.390* .027

KGD puasa (mg/dl) .104 .572

Profil Lemak

Cholesterol (mg/dl) .029 .874

LDL (mg/dl) .138 .450

HDL (mg/dl) .457* .009


(49)

BMI (kg/m2) -.204 .262

Keterangan : LP = lingkar pinggang; WBC = white blood cell; BMI = body mass index

Uji t independent * = signifikan

BAB V PEMBAHASAN

Prevalensi sindroma metabolik di Amerika dijumpai peningkatan dari 6.7% pada kelompok usia 20 - 29 tahun menjadi 43.5% pada kelompok usia 60 - 69 tahun.22 Pada studi ini juga dijumpai peningkatan prevalensi sindroma metabolik dari 6.25% pada kelompok usia dibawah 30 tahun dan 30 – 39 tahun menjadi 43.75% pada kelompok usia 50 – 59 tahun. Prevalensi tertinggi penderita sindroma metabolk yang didapat pada penelitian ini terdapat pada kelompok usia 50 - 59 tahun. Hal yang sama juga didapat oleh Syukran OKA dkk.24

Hasil penelitian ini mendapatkan kadar adiponectin penderita sindroma metabolik lebih rendah dibandingkan penderita naive diabetes, tetapi perbedaannya tidak bermakna secara statistik (p 0.135). Hal ini

mungkin terjadi oleh karena pada penderita SM didapat keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, lingkar pinggang, trigliserid dan body mass index dibanding penderita naive DM.

Pada tahun 1995, sebuah laporan telah dipublikasikan terhadap protein yang menghasilkan adiposit yang dijumpai pada serum (30 kDa). Protein ini diberi nama adiponectin, atau Acrp 30 (adipocyte


(50)

complement-related protein of 30 kDa), GBP 28 (gelating binding protein 28 kDa) atau

AdipoQ. Adiponectin mempunyai struktur yang sama dengan kolagen dan C1q dan menunjukkan kemampuan ikatan yang kuat dengan kolagen.35

Adipositokin ini berbeda dengan kebanyakan jaringan adipose yang dihasilkan protein, yang mana produksinya akan berkurang pada individu yang obese atau yang resisten terhadap insulin (berlawanan dengan leptin atau resistin). Efek penting dari adiponectin adalah merangsang fosforilasi dari Ac-Co-A carboxylase, menstimulasi oksidasi dari asam-asam lemak bebas, menstimulasi metabolisme glukosa dan laktat, mengurangi enzim-enzim glukoneogenetik, memperbaiki efektifitas dari insulin, menghambat faktor-faktor pertumbuhan lokal, menghasilkan beberapa sitokin, dan lain-lain. Kesimpulannya, adiponectin menunjukkan kerja antidiabetik dan antiaterogenik yang penting.29

Jaringan adipose telah diketahui mempunyai peran yang menonjol baik pada resistensi insulin maupun tanda klinis dari sindroma metabolik, yang kebanyakan diperantarai oleh disregulasi produksi dari protein-protein yang dihasilkan oleh adiposit, temasuk leptin, adiponectin, resistin, TNF- dan interleukin 6. Dari protein-protein ini adiponectin telah diketahui merupakan mediator penting dari kerja insulin dan metabolisme glukosa. Adiponectin telah dilaporkan berkurang pada obesitas dan diketahui mempunyai hubungan terbalik dengan kadar trigliserida dan berkorelasi positif dengan kadar HDL kolesterol.52 Penelitian ini juga mendapatkan hasil yang sama, yang ditunjukkan dengan kadar adiponectin plasma yang


(51)

lebih rendah pada individu yang obese, yang diukur berdasarkan lingkar pinggang dan body mass index (BMI).

Mekanisme biokimiawi yang menghubungkan adiponectin dan metabolisme HDL kolesterol belum dapat diterangkan sepenuhnya. Adiponectin telah diketahui mempunyai peran yang penting dalam sindroma metabolik yang merupakan akumulasi dari beberapa faktor-faktor resiko. Hal ini menunjukkan hubungan antara obesitas (atau yang lebih penting lagi akumulasi lemak visceral), resistensi insulin dan diabetes. Kadar adiponectin yang rendah akan memberikan efek terhadap resistensi insulin. Resistensi insulin, sebaliknya, dapat menurunkan konsentrasi HDL kolesterol melalui mekanisme yang berbeda, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pertama, insulin secara langsung akan menstimulasi aktifitas transkripsi dari Apo A1, yang merupakan

apolipoprotein terbesar dari HDL. Kedua, insulin dapat menurunkan produksi dari VLDL dan meningkatkan ekspresi dari lipoprotein lipase. Resistensi insulin dapat meningkatkan konsentrasi dari lipoprotein yang kaya akan trigliserida di sirkulasi, yang dapat merubah formasi dan

remodelling dari partikel-partikel HDL. Secara bersamaan, hal ini akan

meningkatkan kemungkinan bahwa konsentrasi adiponectin yang rendah dapat menyebabkan kadar HDL kolesterol akan turun dan efek-efek proaterogenik dari kadar adiponectin yang rendah mungkin diperantarai oleh efeknya terhadap metabolisme HDL.53 Hasil penelitian ini juga mendapati korelasi yang positif antara konsentrasi adiponectin dan HDL kolesterol (r = +0.457).


(52)

Efek protektif dari perkembangan diabetes oleh tingginya kadar adiponectin plasma telah ditunjukkan pada beberapa studi-studi observasi melibatkan grup-grup etnik yang berbeda, yaitu Pima Indian, kulit putih Eropa, Jepang, India Asia dan Amerika Afrika.12,48,50,54,55 Efek penurunan kadar glukosa darah oleh adiponectin telah ditunjukkan oleh kerjanya terhadap AMP-activated protein kinase (AMPK). AMPK, yang merupakan

target dari metformin dan obat-obat anti diabetik yang lain sebagai mana untuk transport glukosa yang berhubungan dengan latihan jasmani, adalah insulin independen, yang akan menstimulasi transport glukosa. AMPK akan menstimulasi baik katabolisme dari penyimpanan energi intra selular yang ada, seperti trigliserida, dan sumber energi ekstra selular yang independen terhadap insulin, seperti glukosa. Ada dua reseptor adiponectin yang telah diketahui dan didapati akan memperantarai peningkatan oksidasi asam lemak di otot dan peningkatan ambilan glukosa di hati.4 Menariknya pada penelitian ini didapati hal yang berlawanan, dimana konsentrasi adiponectin mempunyai korelasi yang positif dengan kadar glukosa darah puasa walaupun tidak bermakna secara statistik (r = +0.104; p 0.572).

Sintesa adiponectin telah diketahui berkurang pada individu-individu dengan penyakit jantung koroner dan disfungsi endotel. Berkurangnya konsentrasi adiponectin berhubungan dengan insidensi penyakit jantung koroner (independen dari dijumpainya diabetes, BMI, dislipoproteinemia, hipertensi, merokok). Kumada M dkk yang melaporkan penemuan ini mengindikasikan bahwa individu dengan hipoadiponectinemia mempunyai


(53)

resiko yang tinggi secara bermakna terhadap penyakit jantung koroner yang bersifat independen dari faktor-faktor resiko yang lain. Kazumi dkk mendapatkan korelasi negatif antara kadar adiponectin dengan rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik.40,56 Hasil penelitian ini juga mendapati adanya korelasi yang negatif antara kadar adiponectin dengan rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik walaupun tidak bermakna secara statistik.

Peningkatan jumlah sel darah putih (lekosit) merupakan prediktor dari mortalitas kardiovaskular yang independen terhadap efek-efek dari merokok dan faktor-faktor resiko tradisional lain. Walaupun masih dalam rentang normal, jumlah lekosit berhubungan secara independen dengan kematian dari penyakit jantung koroner. Juga dijumpai hubungan positif yang bermakna antara jumlah lekosit dan beratnya aterosklerosis. Inflamasi akan memberikan peran terhadap luka vaskular, aterogenesis dan trombosis. Lekosit, yang diaktifasi oleh sitokin-sitokin terutama interleukin (IL)-6 dan IL-8, merupakan petanda penting untuk proses-proses ini. Lekosit mempunyai kontribusi terhadap viskositas darah, melepaskan produk-produk yang akan menyebabkan ruptur plak dan pembentukan trombus dan memiliki peran pada disfungsi endotel. Adiponectin sendiri telah diketahui mempunyai sifat anti inflamasi.57 Hasil penelitian ini menunjukkan kadar adiponectin yang rendah berhubungan dengan peningkatan jumlah lekosit, yang merupakan salah satu petanda inflamasi, secara bermakna.


(54)

Kekuatan studi ini ada dua hal. Pertama, peserta studi yang menderita sindroma metabolik bukanlah penderita diabetes, sehingga kemungkinan bias dari hasil konsentrasi adiponectin yang diperoleh dapat diperkecil. Kedua, peserta diabetes yang ikut pada studi ini adalah peserta yang naive sehingga bias yang dapat muncul karena mengkonsumsi obat-obatan diabetes yang dapat meningkatkan konsentrasi adiponectin dapat dihilangkan.

Kelemahan studi ini ada dua hal. Pertama, peserta diabetes yang ikut studi ini ada yang mempunyai lingkar pinggang yang besar dan menderita dislipidemia serta hipertensi, sehingga dapat memunculkan bias pada hasil studi ini. Kedua, jumlah peserta studi yang kecil sehingga tidak dapat menggambarkan populasi secara keseluruhan.


(55)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Penderita sindroma metabolik memiliki tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, lingkar pinggang, trigliserid dan body mass index yang

lebih besar serta memiliki KGD puasa yang lebih rendah dibandingkan dengan penderita naive DM

2. Kadar adiponectin penderita sindroma metabolik lebih rendah dibandingkan penderita naive diabetes tetapi tidak bermakna

3. Pada penderita sindroma metabolik dan naive DM dengan perbandingan kadar adiponectin rendah dan normal berdasarkan nilai rujukan tidak dijumpai perbedaan faktor resiko

4. Peningkatan komponen yang dimiliki penderita sindroma metabolik tidak diikuti dengan penurunan kadar adiponectin

5. Kadar adiponectin berbanding terbalik dengan lingkar pinggang, lekosit dan mempunyai korelasi yang positif dengan HDL kolesterol


(56)

6. Hasil penelitian ini mendapatkan korelasi yang positif, walaupun tidak bermakna, antara kadar adiponectin dengan kadar glukosa darah puasa

6.2 SARAN

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk membandingkan kekuatan dari hasil studi ini.

2. Dengan dijumpainya hubungan antara adiponectin dengan petanda inflamasi, maka sudah selayaknyalah untuk memberikan penanganan yang lebih serius pada penderita sindroma metabolik untuk meningkatkan kadar adiponectinnya.

3. Melihat dijumpainya beberapa peserta studi dengan sindroma metabolik dan diabetes terdapat penurunan kadar adiponectin maka sebaiknya untuk dilakukan pemeriksaan adiponectin pada penderita sindroma metabolik dan diabetes untuk menghindari resiko terjadinya gangguan kardiovaskuler yang akan memperberat komplikasi yang akan dialami penderita.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sharpless JL. Polycystic Ovary Syndrome and the Metabolic Syndrome. Clinical Diabetes 2003;21:154-7.

2. Shaibi GQ, Cruz ML, Weigensberg MJ, et al. Adiponectin Independently Predicts Metabolic Syndrome in Overweight Latino Youth. J Clin Endocrinol Metab 2007;92:1809-13.

3. Blaka M, Elasy TA. Clinical Use of the Metabolic Syndrome : Why the Confusion ?. Clinical Diabetes 2006;24:125-30.

4. Duncan BB, Schmidt MI, Pankow JS, et al. Adiponectin and the Development of Type 2 Diabetes. The Atherosclerosis Risk in Communities Study. Diabetes 2004;53:2473-8.

5. Arita Y, Kihara S, Ouchi N, et al. Adipocyte-Derived Plasma Protein Adiponectin Acts as a Platelet-Derived Growth Factor-BB-Binding Protein and Regulates Growth Factor-Induced Common Post Receptor Signal in Vascular Smooth Muscle Cell. Circulation 2002;105:2893-8


(58)

6. Herder C, Hauner H, Haastert B, et al. Hypoadiponectinemia and Proinflammatory State: Two Sides of the Same Coin? Diabetes Care 2006;29:1626-31

7. Engeli S, Feldpausch M, Gorzelniak K, et al. Association between Adiponectin and Mediators of Inflammation in Obese Woman. Diabetes 2003;52:942-7

8. Matsuzawa Y, Funahashi T, Kihara S, Shimomura I. Adiponectin and Metabolic Syndrome. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2004;24:29-33 9. Esposito K, Ciotola M, Carleo D, et al. Effect of Rosiglitazone on

Endothelial Function and Inflammatory Markers in Patients With the Metabolic Syndrome. Diabetes Care 2006;29:1071-6

10. Langenberg C, Bergstrom J, Scheidt-Nave C, Pfeilschifter J, Barrett-Connor E. Cardiovascular Death and the Metabolic Syndrome. Diabetes Care 2006;29:1363-9

11. Koh KK, Han SH, Quon MJ, Ahn JY, Shin EK. Beneficial Effects of Fenofibrate to Improve Endothelial Dysfunction and Raise Adiponectin Levels in Patients with Primary Hypertriglyceridemia. Diabetes Care 2005;28:1419-24

12. Daimon M, Oizumi T, Saitoh T, et al. Decreased Serum Levels of Adiponectin are a Risk Factor for the Progression to Type 2 Diabetes in the Japanese Population. Diabetes Care 2003;26:2015-20

13. Nakashima R, Kamei N, Yamane K, et al. Decrease Total and High Molecular Weight Adiponectin are Independent Risk Factors for the


(59)

Development o0f Type 2 Diabetes in Japanese – Americans. J Clin Endocrinol Metab 2006;91:3873-7

14. Hotta K, Funahashi T, Arita Y, et al. Plasma Concentrations of a Novel, Adipose-Specific Protein, Adiponectin, in Type 2 Diabetic Patients. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2000;20:1595-9

15. Shamkar P, Sundarka M. Metabolic Syndrome: Its Pathogenesis and Management. JIACM 2003;4:275-81

16. Adam JMF. Toleransi Glukosa Terganggu, Sindroma Metabolik dan Risiko Kardiovaskular. Dalam : Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, dkk (editors). The Metabolic Syndrome (The MetS). Anticipating Life Style Related Diseases. Jakarta. 2005;56-68

17. Alberti KG, Zimmet PZ. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complication. Part 1. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus Provisional Report of a WHO Consultation. Diabet Med 1998;15:539-53

18. Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adults Treatment Panel III) Final Report. Circulation 2002;106:3143-421

19. Grundy SM, Cleeman JL, Daniels SR, et al. American Heart Association: National Heart, Lung and Blood Institute. Diagnosis and Management of the Metabolic Syndrome. Circulation 2005;112:2735-52


(60)

20. Einhorn D, ReavenGM, CobinRH, et al. American College of Endocrinology Position Statement on the Insulin Resistance Syndrome. Endocrine Pract 2003;9:237-52

21. Soegondo S. Obesitas pada Sindroma Metabolik : Penyebab atau Akibat. Dalam : Setiati S, Alwi I, Simadibrata M, dkk (editors). Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Penyakit Dalam 2005. Jakarta : Pusat Penertiban Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI;2005.83-6 22. Ford ES, Giles WH, Diertz WH. Prevalence of the Metabolic

Syndrome Among US Adult. JAMA 2002;287:356-9

23. Jaber LA, Brown MB, Hammad A, et al. The Prevalence of Metabolic Syndrome among Arab Americans. Diabetes Care 2004;27:234-8

24. Syukran OKA, Mardianto, Lindarto D, Bahri C, Piliang S. Sindroma Metabolik pada Karyawan/Staf Perkebunan. Dalam : Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, dkk (editors). The Metabolic Syndrome (The MetS). Anticipating Life Style Related Diseases. Jakarta. 2005;105-11

25. Carr DB, Utzschneider KM, Hull RC, et al. Intra-Abdominal Fat Is a Major Determinant of the National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III Criteria for the Metabolic Syndrome. Diabetes 2004;53:2087-94

26. Soegondo S, Gustaviani R. Sindrom Metabolik. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editors). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jild 3. Edisi IV. Pusat Penertiban Departemen Ilmu


(61)

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006.1871-3

27. Tjokroprawiro A. The Core of the Metabolic Syndrome (Is the Visceral Obesity the Missing Link?). Dalam : Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, dkk (editors). The Metabolic Syndrome (The MetS). Anticipating Life Style Related Diseases. Jakarta. 2005;78-88

28. Yokoyama H, Emoto M, Araki T, et al. Effect of Aerobic Exercise on Plasma Adiponectin Levels and Insulin Resistance in Type 2 Diabetes. Diabetes Care 2004;27:1756-8

29. Stejskal D, Ruzieka V, Adamovska S, et al. Adiponectin Concentration as a Criterion of Metabolic Control in Persons with type 2 Diabetes Mellitus?. Biomed Papers 2003;147(2):167-72

30. Goldstein BJ, Scalia R. Adiponectin: A Novel Adipokine Linking Adipocytes and Vascular Funtion. J Clin Endocrinol Metab 2004; 89(6):2563-8

31. Matsubara M. Plasma Adiponectin Decrease in Women with Nonalcoholic Fatty Liver. Endocrine Journal 2004;51:587-93

32. Fernandez-Real JM, Bermejo AL, Casamitjana R, Ricart W. Novel Interactions of Adiponectin with the Endocrine System and Inflammatory Parameters. J Clin Endocrinol Metab 2003;88:2714-8 33. Ouchi N, Kihara S, Anita Y. Adiponectin, an Adipocyte-Derived Plasma

Protein, Inhibits Endothelial NF-kB Signaling a cAMP-Dependent


(62)

34. Ouchi N, Kihara S, Anita Y, et al. Novel Modulator for Endothelial Adhesion Molecules. Circulation 1999;100:2473-6

35. Kadowaki T, Yamauchi T. Adiponectin and Adiponectin Receptors. Endocrine Reviews 2005;26:439-51

36. Motoshima H, Wu X, Mahadev K, Goldstein BJ. Adiponectin suppresses proliferation and super oxide generation and enhances eNOS activity in endothelial cells treated with oxidized LDL. Biochem Biophys Res Commun 2004;315:264-71

37. Festa A, Agostino RD Jr, Howard G, et al. Chronic Subclinical Inflammation as Part of the Insulin Resistance Syndrome. Circulation 2000;102:42-7

38. Ridker PM, Buring JE, Cook NR, Rifai N. C-Reactive Protein, the metabolic syndrome, and risk of incident cardiovascular events. An 8-year follow-up of 14719 initially healthy American women. Circulation 2003;107:391-7

39. Hayashi T, Tsumura K, Suematsu C, Endo G, Fujii S, Okada K. High Normal Blood Pressure, Hypertension, and the Risk of type 2 Diabetes in Japanese Men. Diabetes Care 1999;22:1683-7

40. Kazumi T, Kawaguchi A, Sakai K, Hirano T, Yoshino G. Young Men with High-Normal Blood Pressure Have Lower Serum Adiponectin, Smaller LDL Size, and Higher Elevated Heart Rate than Those with Optimal Blood Pressure. Diabetes Care 2002;25:971-6

41. Havel PJ. Regulation of Energy Balance and Carbohydrate/Lipid Metabolism. Diabetes 2004;53:S143-S151


(63)

42. Lam KS, Xu A, Tan KC, et al. Serum Adiponectin Is Reduced in Acromegaly and Normalized after Correction of Growth Hormone Excess. J Clin Endocrinol Metab 2004;89:5448-53

43. Cote M, Mauriege P, Bergeron J, et al. Adiponectinemia in Visceral Obesity: Impact on Glucose Tolerance and Plasma Lipoprotein and Lipid Levels in Men. J Clin Endocrinol Metab 2005;90:1434-9

44. Abbasi F, Chu JW, Lamendola C, et al. Discrimination between Obesity and Insulin Resistance in the Relationship with Adiponectin. Diabetes 2004;53:585-90

45. Gavrila A, Chan JL, Yiannakouris N, et al. Serum Adiponectin Levels Are Inversely Associated with Overall and Central Fat Distribution but Are Not Directly Regulated by Acute Fasting or Leptin Administration in Humans: Cross-Sectional and Interventional Studies . J Clin Endocrinol Metab 2003;88:4283-31

46. Pellme F, Smith U, Funahashi T, et al. Circulating Adiponectin Levels Are Reduced in Non Obese but Insulin-Resistant First-Degree Relatives of Type 2 Diabetic Patients. Diabetes 2003;52:1182-6

47. Chandran M, Philips SA, Ciaraldi T, Henry RR. Adiponectin : More than Just Another Fat Cell Hormone?. Diabetes Care 2003;26(8):2442-50 48. Fernandez-Real JM, Castro A, Vazquez G, et al. Adiponectin is

Associated with Vascular Function Independent of Insulin Sensitivity. Diabetes Care 2004;27:739-45


(64)

49. Snehalatha C, Mukesh B, Simon M, et al. Plasma Adiponectin is an Independent Predictor of Type 2 Diabetes in Asian Indians. Diabetes Care 2003;26(12):3226-8

50. Gabir MM, Hanson RL, Diabelen D, et al. The 1997 American Diabetes Association and 1999 World Health Organization Criteria for Hyperglycemia in the Diagnosis and Prediction of Diabetes. Diabetes Care 2000;23:1108-12

51. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S (editors). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2. Jakarta : Sagung Seto;2002.259-87

52. Xydakis AM, Case CC, Jones PH, et al. Adiponectin, Inflammation, and the Expression of the Metabolic Syndrome in Obese Individuals: The Impact of Rapid Weight Loss through Caloric Restriction. J Clin Endocrinol Metab 2004;89:2697-703

53. Rothenbacher D, Brenner H, Marz W, Koenig W. Adiponectin, Risk of Coronary Heart Disease and Correlations with Cardiovascular Risk Markers. Eur Heart J 2005;26:1640-6

54. Lindsay RS, Funahashi T, Hanson RL, et al. Adiponectin and Development of Type 2 Diabetes in the Pima Indian Population. Lancet 2002;360:57-8

55. Spranger J, Kroke A, Mohlig M, et al. Adiponectin and Protection against Type 2 Diabetes Mellitus. Lancet 2003;361:226-8


(1)

LAMPIRAN 6. DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Dr. Shahrul Rahman Tempat/tanggal lahir : Medan / 18 Juni 1973 Agama : I s l a m

Alamat kantor : Fakultas Kedokteran USU, Jl Dr. Mansur No 5 Medan

Departemen Penyakit Dalam RS H Adam Malik, Jl Bunga Lau No 17, Medan Tuntungan

No. telepon / Fax : (Telp.) : (061) 8211045, 8210555; 8363009 (Fax) : (061) 8363009

Alamat rumah : Jl. Surabaya No 121/105 Medan No. telepon : (061) 77880049

Handphone : 08126093740

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

Lama Pendidikan Tempat

Sekolah Dasar

Sekolah Menengah Pertama

Sekolah Menengah Atas

Fakultas Kedokteran

Program Spesialis Penyakit Dalam

1979 – 1985

1985 – 1988

1988 – 1991

1992 – 1998

2004 - sekarang

Harapan Medan

Harapan Medan

Harapan Medan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


(2)

III. RIWAYAT PEKERJAAN

Tahun Jabatan 1999 - 2002

1998 - 2003

Dokter PTT di RS Djulham Binjai

Dokter Perusahaan di PT Pacific Medan Industri, KIM II, Mabar, Medan

IV. KEANGGOTAAN PROFESI 1. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

2. Persatuan Ahli Penyakit Dalam (PAPDI)

V. KARYA ILMIAH DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

1. Shahrul Rahman, A Rahim Rasyid Lubis. Extremely Elevated Blood Pressure During Earthquake. The 9th National Congress of InaSN & Annual Meeting of Nephrology 2005. Bali, 24-27 November 2005 2. Shahrul Rahman, Zulfikri Muchtar, Umar Zein. Infective

Endocarditis. Kongres Nasional PETRI XII, PERPARI VIII, PKWI IX, Simposium Infections Update III 2006 PETRI-PERPARI-PKWI Cabang SUMUT. Medan, 28-29 Juli 2006

VI. PENGHARGAAN DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

1. Pemenang ketiga free oral presentation Kongres Nasional PETRI XII, PERPARI VIII, PKWI IX, Simposium Infections Update III 2006 PETRI-PERPARI-PKWI Cabang SUMUT. Medan, 28-29 Juli 2006

VII. PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH.

1. Panitia dan Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan V 2004. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU. Medan, 4-6 Maret 2004.

2. Panitia dan Peserta Gastroentero-Hepatologi Update 2004. Medan, 17-18 September 2004.


(3)

3. Peserta Pagi Farmaka “Terapi DM Tipe 2 dan Permasalahannya”. Medan, 26 Februari 2005.

4. Panitia dan Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan VI Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU “Dengan Penyegaran Ilmu Penyakit Dalam kita meningkatkan Pelayanan Kesehatan yang Lebih Profesional”. Medan, 3-5 Maret 2005.

5. Panitia dan Peserta Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan ke V Ilmu Penyakit Dalam. “Awareness of Emerging and Reemerging Infectious Diseases”. Medan, 4-6 Maret 2005.

6. Peserta Simposium The 3rd New Trend Cardiovascular Management. Medan, 6 -8 Juni 2005.

7. Panitia dan Peserta Workshop USG. Gastroentero-Hepatologi Update III. Medan, 5 Agustus 2005.

8. Panitia dan Peserta Gastroentero-Hepatologi Update III 2005. Medan,

9. Pembicara free oral presentation The 9th National Congress of InaSN & Annual Meeting of Nephrology 2005. Bali, 24-27 November 2005. 10. Peserta The 9th National Congress of InaSN & Annual Meeting of

Nephrology 2005. Bali, 24-27 November 2005.

11. Panitia dan Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) VII 2006 Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU. Medan, 2-4 Maret 2006.

12. Peserta Temu Ilmiah Mini-Simposia Nyeri 2006. Medan, 8 April 2006. 13. Peserta 15th Annual Scientific Meeting of The Indonesian Heart

Association. “Better Understanding in The Management of Cardiovascular Disease”. Medan, 19-20 April 2006.

14. Peserta workshop “ Management of Chronic Hepatitis C in Daily Practice”. Medan, 10 Juni 2006.

15. Peserta Seminar Ilmiah “Flu Burung dan Tantangannya”. Medan, 15 Juli 2006.


(4)

16. Pembicara free oral presentation Kongres Nasional PETRI XII, PERPARI VIII, PKWI IX, Simposium Infections Update III 2006 PETRI-PERPARI-PKWI Cabang SUMUT. Medan, 28-29 Juli 2006. 17. Panitia dan Peserta Kongres Nasional PETRI XII, PERPARI VIII,

PKWI IX, Simposium Infections Update III 2006 PETRI-PERPARI-PKWI Cabang SUMUT. Medan, 28-29 Juli 2006.

18. Peserta Simposium Thyroid Update “Current Diagnosis and Treatment of Thyroid Disease”. Medan, 26 Agustus 2006.

19. Peserta Workshop USG pada Simposium Gastroentero-Hepatologi Update IV. Medan 7 September 2006.

20. Panitia dan Peserta Simposium Gastroentero-Hepatologi Update IV. Medan 8-9 September 2006.

21. Peserta simposium Integrated Clinical Management of Patients at High Risk of Vascular Events, Departemen Neurologi FK USU – RS H.Adam Malik Medan. Medan, 25 Nopember 2006.

22. Peserta Simposium “ The Scientific Evidence to Date, Reduction of Events in Cardiovascular Disease”. Medan, 9 Desember 2006.

23. Peserta DHF Course II. Dinas Kesehatan Kota Medan, Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik dan Infeksi Sumatera Utara. IDI Wilayah Sumatera Utara. Medan, 24 Februari 2007.

24. Peserta Workshop ECG in Daily Practice. Medan, 14 April 2007. 25. Peserta Road Show PAPDI 2007. Medan 14 April 2007.

26. Peserta simposium “Era Baru Penggunaan Probiotic”. Medan 28 April 2007.

27. Peserta simposium Meningkatkan Peran Trombosis-Hemostasis Dalam Multi Disiplin Ilmu Kedokteran. Perhimpunan Trombosis Hemostasis Indonesia Cabang Medan –Sumatera Utara. Medan, 1-2 Mei 2007.

28. Peserta The 3rd Simposium on Critical Care and Emergency Medicine. Medan, 4-5 Mei 2007.

29. Peserta simposium Diabetes, The Vitamin dan Mineral Antioxidans Connection. Medan, 26 Mei 2007.


(5)

30. Peserta simposium “ Current Issues in the Management of Gastritis and Gastropathy”. PPHI, PEGI, PGI Divisi Gastroentero-Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H Adam Malik. Medan, 9 Juni 2007.

31. Peserta simposium The 4th New Trend in Cardiovascular Management. Medan, 15-16 Juni 2007.

32. Peserta Workshop Hepatitis & Simposium Gastroentero-Hepatologi update V 2007. Medan, 9-10 Nopember 2007.

33. Peserta simposium “New Paradigm in Maintenance Fluid Therapy” Medan, 17 Nopember 2007.

34. Panitia dan Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) VIII 2007 “Optimalisation Treatment in Internal Medicine with Holistic Approach” Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU. Medan, 8-10 Maret 2007.

35. Peserta Simposium Road Show 2008 Eli Lilly Insulin Training for Excellence Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) & Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI). Medan, 26 Januari 2008. 36. Peserta Pletaal Simposium “Update On Management of Vascular

Events”. Divisi Endokrin dan Metabolik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RS HAM. Medan, 2 Februari 2008.

37. Peserta Workshop “Hemostasis & Thrombosis Dan Penatalaksanaan Demam Dengue” Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IX 2008 Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan, 14 April 2008.

38. Peserta Simposium “How to Choose an Appropriate OAD” Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IX 2008 Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan, 15 April 2008.

39. Panitia dan Peserta Simposium “New Era in Therapeutic Options” Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IX 2008 Departemen Penyakit Ilmu


(6)

40. Peserta The 4th Symposium on Critical Care and Emergency Medicine. Medan, 9-10 Mei 2008.

41. Peserta Workshop Disfungsi Tiroid Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) Cabang Medan. Medan, 24-25 Mei 2008.

42. Peserta symposium “Fucoidan, Nature’s Way for Faster Peptic Ulcer Healing”. Medan, 14 Juni 2008.

43. Peserta Simposium “ON TARGET : A Land Mark Trial in Cardio & Vascular Protection”. Medan, 5 Juli 2008

44. Peserta Symposium ” Symposium of Venous Thromboembolism”. Perhimpunan Trombosis Hemostasis Indonesia Cabang Medan / Sumatera Utara. Medan, 26 Juli 2008