BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
SLPTT sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu adalah sebuah metode dari Departemen Pertanian Deptan dengan cara memberi pengajaran kepada para petani
mengenai pengendalian hama terpadu, sekolah lapang iklim, dan teknologi budidaya. Petani diajarkan melakukan pertanian terpadu meliputi pemberian benih, pengendalian
hama, penyediaan teknologi budidaya, dan pupuk secara terpadu.Tujuan utama dari metode ini adalah peningkatan sumber daya manusia petani dan mutu kualitas usaha
taninya. Pola SLPTT yaitu lahan petani yang digunakan untuk PTT disebut areal SLPTT.
Satu unit areal SPTT terdiri atas 15-25 Ha lahan sawah milik petani peserta SLPTT . Pada setiap unit areal SLPTT dipilih lahan seluas 1 Ha untuk laboraturium lapang atau
areal percontohan demplot bagi petani peserta SLPTT dengan berdampingan PPL dan PHP. Laboraturium lapang ini mendapat bantuan sarana produksi berupa benih unggul
bermutu, pupuk UREA, NPK, dan pupuk organik, sedangkan bagi petani peserta SLPTT hanya diberikan bantuan berupa benih unggul bermutu untuk areal usahatani mereka
masing-masing. Laboraturium lapang diharapkan dapat mempercepat alih teknologi melalui interaksi antara petani peserta SLPTT dengan petani non peserta SLPTT. Agar
mudah dapat cepat terlihat, laboraturium lapang hendaknya menempati lahan di pinggir areal SLPTT.
Metode sekolah lapangan adalah sebuah pendidikan informal bagi petani. Ada berbagai macam ukuran yang dibuat oleh pemerintah untuk menentukan keberhasilan
pelaksanaan metode ini. Salah satunya adalah intensitas petani untuk menghadiri kegiatan sekolah lapang ini. SLPTT merupakan sekolah lapangan bagi petani dalam
menerapkan berbagai teknologi usaha tani melalui penggunaan input produksi yang efisien menurut spesifik lokasi sehingga mampu menghasilkan produktifitas tinggi untuk
Universitas Sumatera Utara
menunjang peningkatan produksi secara berkelanjutan. Melalui penerapan SLPTT
petani akan mampu mengelola sumberdaya yang tersedia varietas, tanah, air, dan sarana produksi secara terpadu dalam melakukan budidaya di lahan usahataninya berdasarkan
kondisi spesifik lokasi sehingga petani menjadi lebih terampil serta mampu mengembangkan usaha taninya dalam rangka peningkatan produksi komoditi pangan.
Namun demikian wilayah di luar SLPTT akan tetap dilakukan pembinaan peningkatan produksi tahun 2011 dapat meningkat.
5.1. Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Terhadap Metode SLPTT Sekolah Lapang Pengelolalaan Tanaman Terpadu
Tingkat adopsi petani padi sawah terhadap metode SLPTT sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu dianalisis dengan menggunakan metode scoring. Hasil
analisa dengan metode scoring dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.
Tabel 10. Analisis Skoring Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Terhadap Metode SLPTT
Rataan Range
Tingkat Adopsi
29.53 22 – 35
Tinggi Sumber : Diolah dari lampiran 2
Pada Tabel 10 terlihat bahwa rataan tingkat adopsi responden terhadap metode SLPTT adalah sebesar 29.53 dengan range score sebesar 22 – 35. Rataan tersebut
menjelaskan bahwa responden memiliki tingkat adopsi yang tinggi terhadap metode SLPTT Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Kriteria yang digunakan untuk
mengukur tingkat adopsi tersebut adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Jika score lebih besar 24 ≥24 maka disimpulkan bahwa tingkat adopsi tinggi,
dan 2.
Jika score lebih kecil sama dengan 24 24 maka disimpulkan bahwa tingkat adopsinya rendah
Analisis dengan menggunakan metode scoring ini menggunakan 2 parameter komponen PTT, yaitu :
I. Komponen teknologi dasar: 1.
Varietas unggul baru, inbrida non hibrida. Varietas yang digunakan adalah Ciherang.
2. Benih bermutu dan berlabel. Warna label yang digunakan untuk melihat
benih yang disarankan dalam metode SLPTT adalah biru. 3.
Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami ke sawah atau dalam bentuk kompos
4. Pengaturan populasi tanaman secara optimum. Menggunakan sistem legowo
4:1. 5.
Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah 6.
Pengendalian OPT Organisme Pengganggu Tanaman dengan pendekatan PHT Pengendalian Hama Terpadu. OPT yang dikendalikan adalah :
penggerek batang, Keong mas dan hama putih atau palsu II. Komponen teknologi pilihan:
1. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam
2. Penggunaan bibit muda 17 hari
3. Tanam bibit 1 – 3 batang per lubang
4. Pengairan secara efektif dan efisien
5. Penyiangan dengan landak atau gasrok
6. Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok
Universitas Sumatera Utara
Kedua bagian parameter ini berdasarkan pedoman umum metode SLPTT sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu pada tahun 2011.
Hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa tingkat adopsi responden terhadap metode SLPTT Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu adalah tinggi
merupakan sebuah keberhasilan awal dalam program ini. Sesuai dengan definisi dari SLPTT adalah sebuah wadah pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usaha tani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai
dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan sehingga usaha taninya menjadi efisien, berproduktifitas tinggi dan berkelanjutan.
Sehingga dimasa yang akan datang diharapkan metode ini akan berjalan dengan lancar yang secara positif mempengaruhi paradigma petani dalam melakukan kegiatan
usaha tani. Adopsi merupakan proses penerapan inovasi baru yang dilakukan objek. Dalam
hal ini objek dalam penelitian ini adalah petani padi sawah yang notabene adalah peserta sekolah lapang. Hasil penelitian di atas juga menyimpulkan bahwa petani di Indonesia
khususnya masih dapat diberikan bimbingan tidak hanya dengan metode sekolah lapang. Tetapi dengan metode lainnya petani di Indonesia juga memiliki antusiasisme. Apalagi
metode tersebut menawarkan berbagai macam produk yang inovatif. Hal ini juga memperlihatkan bidang pertanian harus menjadi prioritas di Indonesia, karena sektor
pertanian merupakan sektor yang kebal akan krisis ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
5.2. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah di Daerah Penelitian
Hubungan karakteristik sosial ekonomi, yaitu : umur, pendidikan, luas lahan, lama bertani, frekuensi mengikuti SLPTT dan modal dengan tingkat adopsi sampel
penelitian responden dianalisis dengan menggunakan metode Rank Spearman. Program pengganti SPSS Statistical Package of Social Sciences.
5.2.1. Hubungan Umur dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah di Daerah Penelitian
Pada penelitian ini di duga bahwa ada hubungan antara umur dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT suatu penyuluhan pertanian dengan
asumsi bahwa semakin tinggi umur petani maka respon petani untuk mengadopsi metode SLPTT. Dari hasil analisis diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara umur dengan
tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hubungan Umur dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah di Daerah Penelitian
Uraian Umur
Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Dalam Metode SLPTT
Range 31-70
22-35 Rerata
41.97 29,53
Rs 0,465
Sumber : Diolah dari lampiran 3 Hubungan umur petani dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode
SLPTT diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik lampiran 3 diperoleh nilai Rs = 0,465 dengan tingkat signifikansi 0,010 0,05 artinya
hubungan antara umur dengan tingkat adopsi signifikan. Dengan demikian Ho ditolak
Universitas Sumatera Utara
dan H1 diterima, artinya terdapat hubungan antara umur dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT. Ini berarti hipotesis yang menyatakan terdapat
hubungan antara umur dengan tingkat adopsi diterima.
5.2.2. Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah di Daerah Penelitian
Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan dan wawasan yang luas untuk mengadopsi apa yang diperolehnya untuk peningkatan
usahataninya. Hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT diuraikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah di Daerah Penelitian
Uraian Pendidikan
Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Dalam Metode SLPTT
Range 9-12
22-35 Rerata
10,60 29,53
Rs 0,132
Sumber : Diolah dari lampiran 4 Hubungan pendidikan petani dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam
metode SLPTT diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik lampiran 4 diperoleh nilai Rs = 0,132 dengan tingkat signifikansi 0,488 0,05
artinya hubungan antara pendidikan dengan tingkat adopsi tidak signifikan. Dengan demikian Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak terdapat hubungan antara
pendidikan dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT.Ini berarti hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan antara pendidikan dengan tingkat adopsi
tidak diterima.
Universitas Sumatera Utara
5.2.3. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah di Daerah Penelitian
Luas lahan merupakan salah satu faktor ekonomi yang penting bagi petani dalam berusahatani. Pada penelitian ini di duga ada hubungan antara luas lahan dengan ingkat
adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT. Hasil analisis hubungan antara luas lahan dengan ingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT diuraikan pada
Tabel 13.
Tabel 13. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah di Daerah Penelitian
Uraian Luas Lahan
Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Dalam Metode SLPTT
Range 0,3-2
22-35 Rerata
1,01 29,53
Rs 0,116
Sumber : Diolah dari lampiran 5 Hubungan luas lahan petani dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam
metode SLPTT diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik lampiran 5 diperoleh nilai Rs = 0,116 dengan tingkat signifikansi 0,540 0,05
artinya hubungan antara luas lahan dengan tingkat adopsi tidak signifikan. Dengan demikian Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak terdapat hubungan antara luas lahan
dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT. Ini berarti hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan antara luas lahan dengan tingkat adopsi tidak
diterima.
Universitas Sumatera Utara
5.2.4. Hubungan Lama Berusahatani dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah di Daerah Penelitian
Pada penelitian ini di duga bahwa ada hubungan antara lamanya berusahatani dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT. Pengalaman petani dalam
berusahatani akan membantu petani dalam mengadopsi metode SLPTT yang diberikan oleh PPL. Hasil analisis hubungan antara lama berusahatani dengan tingkat adopsi petani
padi sawah dalam metode SLPTT diuraikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Hubungan Lama Berusahatani dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah di Daerah Penelitian
Uraian Lama Berusahatani
Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Dalam Metode SLPTT
Range 5-50
22-35 Rerata
14,60 29,53
Rs 0,471
Sumber : Diolah dari lampiran 6 Hubungan lama berusahatani petani dengan tingkat adopsi petani padi sawah
dalam metode SLPTT diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik lampiran 6 diperoleh nilai Rs = 0,471 dengan tingkat signifikansi
0,009 0,05 artinya hubungan antara lama berusahatani dengan tingkat adopsi signifikan. Dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat hubungan
antara luas lahan dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT. Ini berarti hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan antara lama berusahatani dengan
tingkat adopsi diterima.
Universitas Sumatera Utara
5.2.5. Hubungan Frekuensi Mengikuti Penyuluhan dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah di Daerah Penelitian
Penyuluhan pertanian akan membantu petani membentuk pendapat yang sehat dan membuat keputusan yang baik, apakah mengadosi atau tidak mengadopsi metode SLPTT
tersebut. Hasil analisis hubungan antara frekuensi mengikuti penyuluhan dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT diuraikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Hubungan Frekuensi Mengikuti Penyuluhan dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah di Daerah Penelitian
Uraian Frekuensi Mengikuti
Penyuluhan Tingkat Adopsi Petani Padi
Sawah Dalam Metode SLPTT
Range 1 – 8
22-35 Rerata
4,37 29,53
Rs 0,732
Sumber : Diolah dari lampiran 7 Hubungan frekuensi mengikuti penyuluhan dengan tingkat adopsi petani padi
sawah dalam metode SLPTT diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik lampiran 7 diperoleh nilai Rs = 0,732 dengan tingkat signifikansi 0,000
0,05 artinya hubungan antara frekuensi mengikuti penyuluhan dengan tingkat adopsi signifikan. Dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat hubungan
antara frekuensi mengikuti penyuluhan dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT. Ini berarti hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan antara
frekuensi mengikuti penyuluhan dengan tingkat adopsi diterima.
Universitas Sumatera Utara
5.2.6. Hubungan Modal dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah di Daerah Penelitian
Modal merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan suatu usaha, terutama dalam melakukan usahatani. Kekurangan modal akan sangat mempengaruhi
produksi dan juga pendapatan petani. Hasil analisis hubungan antara modal dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT diuraikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Hubungan Modal Penyuluhan dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah di Daerah Penelitian
Uraian Modal
Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Dalam Metode SLPTT
Range 900.000 – 5.500.000
22-35 Rerata
3,138,333.33 29,53
Rs 0,037
Sumber : Diolah dari lampiran 8 Hubungan modal dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT
diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik lampiran 8 diperoleh nilai Rs = 0,037 dengan tingkat signifikansi 0,846 0,05 artinya hubungan
antara modal dengan tingkat adopsi tidak signifikan. Dengan demikian Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak terdapat hubungan antara modal dengan tingkat adopsi petani
padi sawah dalam metode SLPTT. Ini berarti hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan antara frekuensi mengikuti penyuluhan dengan tingkat adopsi tidak diterima.
Variabel yang memiliki hubungan dengan tingkat adopsi responden adalah umur, lama berusahatani, dan frekuensi mengikuti penyuluhan. Menyimpulkan bahwa
keseringan petani dalam mengikuti kegiatan sekolah lapang berhubungan dengan semakin tingginya tingkat adopsi mereka dalam menerapkan inovasi yang di tawarkan
dalam metode SLPTT. Karena semakin besar frekuensi petani mengikuti metode ini
Universitas Sumatera Utara
maka informasi yang diperolehnya mengenai inovasi baru semakin banyak dibandingkan dengan petani padi sawah yang memiliki frekuensi yang kecil dalam
mengikuti metode sekolah lapang. Kemudian semakin lama petani melakukan usaha taninya lama berusahatani
maka tingkat adopsinya semakin tinggi. Hal ini membentuk sebuah hubungan yang saling terkait atau mempunyai hubungan yang positif. Pada umumnya petani yang sudah
lama melakukan usaha tani lebih menghargai informasi berbentuk inovasi. Karena pengalaman mereka membentuk kedewasaan bertindak dalam melakukan kegiatan usaha
tani. Kedewasaan bertindak adalah pemahaman petani padi sawah untuk mendengarkan dan berusaha menerapkan setiap inovasi yang mereka peroleh. Mereka juga lebih
antusias dalam mengikuti metode sekolah lapang ini. Hal ini disebabkan oleh keyakinan mereka bahwa informasi yang mereka peroleh adalah bertujuan untuk meningkatkan
produktifitas usaha tani mereka. Variabel yang tidak memiliki hubungan dengan tingkat adopsi responden adalah,
tingkat pendidikan, luas lahan, modal. Hal ini tidak membentuk hubungan yang saling terkait atau dapat dikatakan mempunyai hubungan yang negatif.
Tingkat pendidikan juga sama hal nya. Tidak mempunyai hubunga yang positif dengan tingkat adopsi responde. Rataan tingkat pendidikan responden di daerah
penelitian adalah setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP. Walaupun tingkat pendidikan responden tinggi hal ini tidak membuktikan bahwa responden tersebut akan
menerapkan sepenuhnya informasi mengenai inovasi baru yang diperolehnya dalam metode SLPTT.
Variabel luas lahan juga tidak memiliki hubungan yang positif dengan proses penerapan inovasi baru yang diperoleh responden dalam metode SLPTT. Semakin luas
lahan yang dimiliki responden tidak menjadi patokan bahwa responden tersebut akan
Universitas Sumatera Utara
menerpakan inovasi dari metode SLPTT. Kebanyakan responden lebih mempertahankan metode yang diwariskan oleh pendahulunya, karena mereka masih percaya metode
tersebut masih relevan jika digunakan dalam kegiatan usaha tani sekarang. Modal merupakan salah satu input produksi dalam kegiatan usaha tani. Pada
umumnya besarnya modal yang digunakan akan berhubungan dengan produktifitas usaha taninya. Tapi jika dihubungkan dengan tingkat adopsi inovasi baru dari metode SLPTT,
hal ini sama sekali tidak berhubungan. Besarnya modal yang digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha taninya tidak menjadi ukuran responden tersebut akan
menerapkan informasi yang diperolehnya dalam kegiatan usaha taninya. Mengenai tingkat adopsi maka tidak tidak terlepas dari sebuah konsepsi
penerapan oleh objek terhadap sesuatu yang diadopsinya. Pada penelitian ini hanya objek yang memiliki frekuensi mengikuti SLPTT yang tinggi dan lama berusaha tani yang
matang yang menerapkan pengetahuan responden peroleh dalam metode SLPTT sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu. Oleh karena itu sungguh sangat
disayangkan jika mind set pola pikir dalam penyerapan metode penyuluhan terjadi seperti ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN