Status Nutrisi TINJAUAN PUSTAKA

malnutrisi di panti sebesar 48,6 sedangkan di non panti sebesar 9,5. Malnutrisi yang terjadi pada lansia disebabkan oleh intake kalori dan protein yang kurang dari kebutuhan tubuh. 5.2 Dampak Malnutrisi Ketidakadekuatan diet yang mengandung protein, karbohidrat dan lemak menyebabkan hati dan otot memecahkan protein menjadi glukosa untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh dan hal ini akan terus berlangsung jika kebutuhan akan protein, karbohidrat dan lemak tidak tercukupi Watson, 2003. Kondisi ini akan memicu terjadinya pemecahan protein yang terus menerus di jaringan dan berimplikasi pada nilai indeks massa tubuh IMT lansia. Watson 2003 menyatakan lansia yang mengalami malnutrisi beresiko tinggi untuk jatuh atau terbatas dalam mobilisasi sehingga membuat lansia rentan untuk cedera atau mengalami luka tekan.

6. Status Nutrisi

Rospond 2008 menyatakan nutrisi adalah jumlah keseluruhan proses yang terlibat dengan asupan dan penggunaan bahan-bahan makanan. Status nutrisi adalah keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizinutrisi Supariasa, 2002. 5.1 Pengukuran Status Nutrisi Lansia Depkes 2003 dalam Oktariyani, 2012 menyatakan untuk hasil yang akurat pengukuran status nutrisi lansia sebaiknya menggunakan lebih dari satu Universitas Sumatera Utara parameter. Akronim ABCD dapat digunakan sebagai parameter untuk pengkajian nutrisi pada semua rentang usia termasuk lansia. 5.1.1 Antropometri Antropomteri adalah serangkaian teknik pengukuran dimensi kerangka tubuh manusia secara kuantitatif. Seiring bertambahnya usia, lansia akan mengalami perubahan komposisi tubuh yang akan mempengaruhi pengukuran antropometri yaitu meliputi berat badan, tinggi badan, massa otot, lemak tubuh, kandungan cairan tubuh dan massa tulang Fatmah, 2010. Berbagai cara pengukuran antropometri dapat digunakan untuk menentukan status nutrisi, namun cara yang paling sederhana dan banyak digunakan adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh IMT yaitu perbandingan antara berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. IMT= berat badan kg tinggi badan m² Tabel 2.1 Kategori Status Gizi Lansia Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Depkes RI, 2005 IMT Status Gizi 18,5 kgm² Gizi kurang 18,5-25 kgm² Gizi normal 25 kgm² Gizi lebih Sumber: Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: EGC Pengukuran tinggi badan lansia sangat sulit dilakukan mengingat adanya perubahan komposisi tubuh seperti perubahan tinggi badan dan masalah postur tubuh seperti kifosos atau skoliosis sehingga lansia tidak dapat berdiri tegak. Hal ini akan mengurangi keakuratan nilai IMT. Oleh karena itu, pengukuran tinggi badan dapat diprediksi dengan mengkonversi tinggi lutut. Universitas Sumatera Utara Ting prediktor bertamban tungkai, t Tinggi lut mengestim berdiri Fa Ting pisau men yang terbu ditempatk dilakukan membentu proksimal ketelitian a Ga ggi lutut d tinggi bad nhya usia ti tetapi sanga tut erat kaita masi tinggi atmah, 2010 ggi lutut diu nempel pada uat dari ka kan dalam pada kaki uk sudut 90 dari tulang 0,1 cm Fat ambar 2. 1 P direkomend an pada se dak berpen at berpenga annya deng badan pada 0. ukur denga a sudut 90º. ayu. Cara m posisi du kiri subjek 0º. Alat uku g patela. Pe tmah, 2010 Pengukuran P dasikan ole eseorang ya ngaruh terha aruh terhad gan tinggi ba a subjek den an kaliper b Alat yang mengukur ti uduk atau k antara tul urnya ditem embacaan s . b tinggi lutut Posisi berbar eh WHO ang berusia adap tulang dap tulang adan, sehin ngan gangg berisi mista digunakan inggi lutut berbaring lang tibia d mpatkan dia skala dilaku t lansia deng ring b. untuk dig a ± 60 tahu panjang se belakang gga sering d guan spinal ar pengukur adalah alat adalah subj , selanjutn dengan tula antara tumi ukan pada a gan posisi d gunakan se un sebab p eperti lengan Fatmah, 2 digunakan u atau tidak ran dengan ukur tinggi bjek yang d nya penguk ang paha de it sampai b alat ukur de duduk a. ebagai proses n dan 2010. untuk dapat mata i lutut diukur kuran engan bagian engan Universitas Sumatera Utara Menurut Fatmah 2010 ada beberapa model prediksi tinggi lutut salah satu diantaranya adalah model yang dikembangkan oleh Fatmah 2008 yang merumuskan sebagai berikut: 5.1.2 Pemeriksaan Biokimia Pemeriksaan biokimia mencerminkan secara baik kadar nutrisi dalam jaringan maupun semua kelainan metabolisme penggunaan nutrisi. Pemeriksaan ini biasanya dilihat dari pemeriksaan kadar darah yakni protein serum, albumin serum dan globulin, transferin hemoglobin, vitamin A serum, karoten serta vitamin C dan pemeriksaan urin yakni kreatinin, tiamin, ribovlavin, niasin dan yodium Brunner Suddarth, 2002. Protein yang kaya akan protein disebut juga dengan hemoglobin. Hemoglobin ini memiliki afinitas atau daya gabung terhadap oksigen dan oksigen tersebut membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Kadar hemoglobin dapat mencerminkan status protein pada malnutrisi berat Syahrul, 2013 Nilai serum transferin adalah parameter lain yang digunakan dalam mengkaji status protein visceral. Serum transferin ini dihitung dengan menggunakan kapasitas total iron binding capacity TIBC, dengan menggunakan rumus sebagai berikut Blackburn dalam Arisman, 2004. Transferin serum = 8 x TIBC – 43 Indikator yang tak kalah pentingnya dalam menilai status nutrisi dan sintesa protein adalah nilai dari serum albumin. Kadar albumin rendah sering terjadi pada TB pria = 56, 343 + 2,102 tinggi lutut TB wanita = 62,682 + 1,889 tinggi lutut Universitas Sumatera Utara keadaan infeksi, injuri, atau penyakit yang mempengaruhi kerja dari hepar, ginjal, dan saluran pencernaan. Pemeriksaan keseimbangan nitrogen digunakan untuk menentukan kadar pemecahan protein di dalam tubuh. Dalam keadaan normal, tubuh memperoleh nitrogen melalui makanan dan kemudian dikeluarkan melalui urin. Seseorang beresiko mengalami malnutrisi protein terjadi jika nilai keseimbangan nitrogen yang negatif terjadi secara terus menerus. Dikatakan keseimbangan nitrogen dalam tubuh negatif jika katabolisme protein melebihi pemasukan protein melalui makanan yang dikonsumsi setiap hari Nurachmah, 2001 dalam Syahrul, 2013. 5.1.3 Pemeriksaan Klinis Pada pemeriksaan ini terdapat dua jenis kategori untuk mengetahui status gizi pada lansia, diantaranya adalah : a. Pemeriksaan fisik Berbagai kelaianan akibat kurang gizi dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik antara lain kehilangan lemak subkutan, ulkus dekubitus karena kekurangan protein dan energi, edema akibat kekurangan protein, penyembuhan luka yang lambat karena defisiensi seng dan vitamin C. Manifestasi klinis lain yang sering dijumpai pada lansia adalah gangguan keseimbangan cairan, khususnya dehidrasi. Dehidrasi pada lansia dapat berupa peningkatan suhu tubuh, penurunan volume urin, penurunan tekanan darah, mual, muntah, dan gagal ginjal akut Darmojo, 2010 dalam Syahrul, 2013. Universitas Sumatera Utara b. Pemeriksaan Fungsional Gangguan fungsi pada kemampuan untuk menyiapkan makanan dan makan secara mandiri dapat menganggu asupan makan seorang lansia. Seorang lansia yang dapat bergerak bebas di dalam rumah akan banyak menyiapkan makanan sesuai dengan yang diinginkannya sedangkan lansia yang menderita stroke, misalnya, tidak dapat bergerak bebas untuk menyiapkan makanan sesuai seleranya sehingga hanya bergantung kepada orang lain untuk makan. Fungsi kognitif dan psikologis juga menentukan status gizi lansia. Sebagian besar kehilangan berat badan pada lansia disebabkan karena depresi Darmojo, 2010 dalam Syahrul, 2013. 5.1.4 Penilaian Dietetik Keseimbangan antara kebutuhan dan laju metabolisme membuat kecukupan asupan makanan harus memperhatikan kualitas dan kuantitas makanan dan juga frekuensi nya. Biro et al. 2002 dalam Fatmah 2010 mendefinisikan penilaian dieteik merupakan suatu penilaian yang menggambarkan kualitas dan kuantitas asupan dan pola makan lansia melalui pengumpulan data dalam survei konsumsi makanan. Setiati Dinda 2009 menyatakan ada 4 cara untuk mendapatkan informasi tentang asupan makanan: a. Food record Dalam waktu 7 hari klien diminta untuk mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi. Cara ini merupakan cara yang paling akurat dan praktis untuk mengumpulkan data namun, pasien harus kooperatif. Universitas Sumatera Utara b. Food frequency questionnaire Merupakan cara untuk mendapatkanmenilai perilaku makan klien selama satu bulan terakhir dengan menanyakan frekuensi, jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi dalam 1 minggu terakhir dengan bantuan food model sebagai panduan klien untuk membantu ingatannya. Selanjutnya, data yang diperoleh dalam ukuran rumah tangga URT, dikonversikan dalam ukuran gram menggunakan daftar bahan makanan penukar dan dianalisis dengan program nutrisurvey 2005. Dibandingkan dengan sebelumnya, cara ini kurang akurat dan lebih rumit. c. 24-hour recall Merupakan cara mendapatkan data dengan mengingat semua makanan yang dikonsumsi dalam 24 jam. Cara ini kurang akurat jika diterapkan pada lansia sebab biasanya lansia mangalami keterbatasan daya ingat, dipengaruhi oleh variasi makanan dari hari ke hari dan tergantung pada keterampilan penanya. d. Riwayat diet Untuk mendapatkan data dari riwayat diet, diperlukan keterampilan khusus oleh dietisien. Untuk klien yang dirawat di rumah sakit pengkajian asupan makanan tidak hanya ditanyakan sebelum paien dirawat, tetapi juga selama klien dalam perawatan Setiati Dinda, 2009 5.2 Penilaian Status Nutrisi The Mini Nutritional Assessment MNA merupakan sebuah alat pengkajian nutrisi yang khusus di desain dan divalidasi untuk mengidentifikasi PCM Protein calorie malnutrition pada lansia yang berusia diatas 65 tahun Skates Anthony, Universitas Sumatera Utara 2012. MNA telah dikembangkan sejak tahun 1990-an, dan seiring berjalannya waktu berkembang menjadi tiga tahap, yaitu 1 versi original MNA didesain sebagai full MNA atau versi 1 yang berisi 18 pertanyaan di tahun 1990-an, 2 MNA tahap kedua yang diinkorporasi sebuah formulir pengkajian pendek yang disebut MNA-SF atau versi kedua yang terdiri dari 18 pertanyaan pada full MNA pada tahun 2001 dan 3 Tahun 2009 MNA-SF atau versi kedua direvisi menjadi newest MNA-SF atau versi ketiga. The newest MNA-SF merupakan formulir penilaian yang berdiri sendiri dengan enam pertanyaan pada MNA-SF ditambah sebuah pilihan jika berat badan tidak tersedia. Full MNA terdiri dari 18 pertanyaan yang sebelumnya sudah dikembangkan oleh ahli dan partisipasi dari lansia di Amerika Serikat dan Eropa yang bekerjasama dengan Nestle Research Center untuk menyediakan alat yang sederhana dan reliabel untuk mengkaji status nutrisi lansia 65 tahun keatas Guigoz, Vellas Garry, 1994 dalam Skates Anthony, 2012. Full MNA menggunakan 30 pertanyaan yang dapat mengklasifikasikan klien menjadi status gizi normal, beresiko malnutrisi dan malnutrisi. Full MNA sudah divalidasi di rumah sakit, komunitas dan perawatan dengan jangka panjang. Full MNA menjadi penting dalam pengkajian lansia secara komprehensif sebab ada komponen Mini Mental State Examination MMSE untuk mengidentifikasi Skala Depresi Lansia dan Katz Basic Activities Daily Living Scale Vellas et all, 1999 dalam Skates Anthony, 2012. MNA-SF atau versi kedua dikembangkan untuk menghemat waktu dalam proses skrining nutrisi. Rubenstein et.al 2001 membagi menjadi sebuah format Universitas Sumatera Utara pendek dari full MNA yang terdiri dari 6 pertanyaan dari full MNA dengan korelasi terkuat dari skor full MNA. MNA-SF disebut juga MNA 2 langkah. MNA-SF membagi klien menjadi status gizi normal atau beresiko malnutrisi dan mengeliminasi klien dengan status nutrisi normal untuk melengkapi full MNA. Jika skor di MNA-SF mengindikasikan beresiko malnutrisi, maka 12 pertanyaan pada full MNA harus dilengkapi untuk mengidentifikasi apakah termasuk malnutrisi. Skates Anthony, 2012. Selanjutnya, sebuah study mengembangkan tiga poin penting untuk mengetahui status nutrisi yang disebut dengan newest MNA-SF yang digunakan untuk mengidentifikasi klien dengan malnutrisi versus resiko malnutrisi versus status nutrisi normal tanpa perlu mengisi lengkap full MNA Kaisar et al., 2009 dalam Skates Anthony, 2012. Alat ini mampu mengidentifikasi status nutrisi lansia kurang dari 5 menit. Format baru ini terdiri dari sebuah pilihan untuk mensubstitusi lingkar betis ketika IMT tidak tersedia pada pasien yang tidak bisa ditimbang berat badannya. Kemudahan penggunaan dan validasi sebagai alat yang berdiri sendiri, saat ini newest MNA-SF diharapkan mampu digunakan secara luas untuk menilai status nutrisi. Newest MNA-SF dilengkapi oleh saran intervensi setelah status nutrisi lansia didapatkan. Intervensi ini diharapkan mampu membantu lansia untuk mempertahankan atau meningkatkan status nutrisinya Nestle Nutrition Institute, 2009. Universitas Sumatera Utara Intervensi yang disarankan adalah: a. Apabila status nutrisi yang didapat normal, yaitu skor 12-14 maka intervensi yang dapat disarankan adalah jika ada penyakit akut, lansia yang di komunitas perlu melakukan skrining ulang sedangkan untuk yang tinggal di panti. Skrining ulang dilakukan per tiga bulan. b. Apabila status nutrisi yang didapat beresiko malnutrisi, yaitu skor 8-11 maka intervensi dipertimbangkan berdasarkan kehilangan berat badan. Intervensi yang disarankan yaitu: b.1 tidak ada kehilangan berat badan Jika tidak ada kehilangan berat badan maka intervesnsi yang dapat dilakukan adalah memantau berat badan secara intensif dan skrining ulang stiap tiga bulan. b.2 kehilangan berat badan Jika ada kehilangan berat badan maka intervensi berupa tindakan yang dapat dilakukan adalah 1 dukungan nutrisi, yaitu peningkatan diet dan pemberian suplemen oral 400 kkalday, 2 monitoring berat badan secara intensif dan 3 pengkajian nutrisi lebih lanjut. c. Apabila status nutrisi yang didapatkan malnutrisi, yaitu 0-7 maka intervensi yang dilakukan berupa tindakan. Tindakan yang daat dilakukan yaitu 1 dukungan nutrisi, yaitu peningkatan diet dan pemberian suplemen oral 400- 600 kkalhari, 2 monitoring berat badan secara intensif dan 3 pengkajian nutrisi lebih lanjut. Universitas Sumatera Utara Formulir MNA terdiri dari 7 pertanyaan tetapi 1 merupakan pertanyaan pengganti jika BMI tidak dapat diukur. Total skor dalam formulir Mini Nutritional Assessment MNA adalah 14 dan skor ini dapat dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu: jika skor 0-7 maka lansia dikategorikan malnutrisi, jika skor 8-11 maka lansia dikategorikan beresiko malnutrisi dan jika skor 12-14 maka lansia dikategorikan nutrisi baik. Pertanyaan pertama adalah apakah lansia mengalami penurunan asupan makanan selama tiga bulan terakhir dikarenakan kehilangan selera makan, masalah pencernaan, kesulitan mengunyah atau menelan? Jika lansia menjawab iya mengalami penurunan asupan makanan beratparah maka skornya 0, jika lansia menjawab iya mengalami penurunan asupan yang sedang maka skornya 1 dan jika lansia menjawab tidak mengalami penurunan asupan maka skornya 2. Pertanyaan kedua adalah apakah lansia kehilangan berat badan selama 3 bulan terakhir? Jika lansia menjawab kehilangan berat badan lebih dari 3 kilogram maka skornya 0, jika lansia menjawab tidak tahu maka skornya 1, jika kehilangan berat badan antara 1-3 kilogram maka skornya 2 dan jika lansia menjawab tidak kehilangan berat badan maka skornya 3. Pertanyaan ketiga menanyakan pergerakan atau aktivitas lansia. Bagaimana pergerakan atau aktivitas anda sehari-hari? Jika lansia menjawab hanya ditempat tidur atau kursi roda mka skornya 0, jika lansia menjawab hanya mampu turun dari tempat tidur atau kursi roda namun tidak bisa jalan-jalan keluar maka skornya 1 dan jika lansia menjawab dapat jalan-jalanberaktivitas di luar rumah maka skornya 2. Universitas Sumatera Utara Pertanyaan keempat adalah apakah lansia mengalami stress psikologis atau penyakit akut selama 3 bulan terakhir? Jika lansia menjawab ya maka skornya 0 dan jika lansia menjawab tidak maka skornya 1. Pertanyaan kelima adalah apakah anda mengalami masalah neuropsikologis? Jika lansia mengalami masalah neuropsikologis seperti demensia dan depresi berat maka skornya 0, jika lansia mengalami demensia ringan maka skornya 1 dan jika lansia tidak mengalami masalah neuropsikologi maka skornya 2. Selanjutnya adalah pengukuran Indeks Massa Tubuh IMT. Jika IMT kurang dari 19 maka skornya 0, jika IMT 19 sampai kurang dari 21 maka skornya 1, jika IMT 21 sampai kurang dari 23 maka skornya 2 dan jika IMT 23 atau lebih maka skornya 3. Jika IMT tidak didapatkan, maka pengukuran IMT dapat diganti dengan mengukur lingkar betis. Jika lingkar betis kurang dari 31 maka skornya 0 dan jika lingkar betis 33 atau lebih maka skornya 3 Skates Anthony, 2012 . Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KERANGKA KONSEP