27 2Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah.
3Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilakukan oleh pelatih yang memiliki kualifikasi
dan sertifikat kompetensi yang dapat dibantu oleh tenaga keolahragaan dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi dilaksanakan dengan memberdayakan perkumpulan olahraga, menumbuhkembangkan sentra
pembinaan olahraga
yang bersifat
nasional dan
daerah, dan
menyelenggarakan kompetisi secara berjenjang dan berkelanjutan. 5Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi sebagaimana dimaksud
pada ayat 4 melibatkan olahragawan muda potensial dari hasil pemantauan, pemanduan, dan pengembangan bakat sebagai proses regenerasi.
D. Penelitian yang Relevan
1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muthia Umi Setyoningrum 2013
dengan judul “Implementasi Kebijakan Kelas Olahraga di Sekolah Menengah Atas SMA Kota Yogyakarta
” menunjukan bahwa Implementasi kebijakan kelas olahraga masih mengalami kebingungan dalam pengelolaannya karena
sekolah belum memiliki pedoman pelaksanaan kelas olahraga. Kegiatan latihan sudah berjalan dengan baik walaupun pelatih mengalami kesulitan
dalam pembuatan program latihan karena waktu latihan yang sedikit dan
28 jadwal kompetisi yang kurang terorganisasi. Kegiatan akademik belum
berjalan baik karena belum memiliki kurikulum khusus kelas olahraga dan kurangnya kemampuan dan motivasi akademik siswa. Sarana prasarana
olahraga dan fasilitas yang diberikan kepada siswa masih sangat kurang dan belum sesuai standar. Monitoring dan evaluasi tidak optimal karena
kurangnya komunikasi antara sekolah, pemerintah, pelatih, dan guru.Kendala yang dihadapi meliputi: belum adanya pedoman pelaksana dankurikulum
khusus kelas olahraga, kurangnya dukungan dana dan saranaprasarana dari pemerintah, kurangnya motivasi belajar dan kedisiplinan siswa,dan
kurangnya komunikasi antara pelatih, guru, sekolah, dan pemerintah. 2.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Nugroho 2013 dengan judul “ Sistem Pembinaan Prestasi Kelas Olahraga Cabang Olahraga Atletik SMP
D.I.Yogyakarta ” menunjukan bahwa; 1 Sistem pembinaan prestasi kelas
khusus olahraga di DIY berdasarkan indikator sarana dan prasarana secara detail menurut kabupatenkota, diketahui bahwa Kota Yogyakarta masih
lemah dalam indikator ini dibandingkan kabupaten yang lain yakni sebesar 55,36, kemudian secara berturut-turut Kabupaten Bantul sebesar 58,93,
Kabupaten Sleman sebesar 58,93,Kabupaten Gunung Kidul sebesar 61,61, dan Kabupaten Kulon Progo sebesar 62,5. Setelah ditelaah pada
tingkat sekolah diketahui juga bahwa sekolah yang masih lemah di propinsi DIY adalah SMPN 2 Galur di Kabupaten Kulon Progo sebesar 42,86.
2 Sistem pembinaan prestasi kelas khusus olahraga di DIY berdasarkan indikator organisasi secara detail menurut kabupatenkota, diketahui bahwa
29 Kota Yogyakarta masih lemah dalam indikator ini dibandingkan kabupaten
yang lain yakni sebesar 68,75, kemudian secara berturut-turut Kabupaten Bantul sebesar 70,83, Kabupaten Sleman sebesar 71,88,Kabupaten
Gunung Kidul sebesar 79,17, dan Kabupaten Kulon Progo sebesar 85,42. Setelah ditelaah pada tingkat sekolah diketahui juga bahwa sekolah yang
masih lemah di propinsi DIY adalahSMPN 1 Kretek di Kabupaten Bantul sebesar 66,67
. 3
Sistem pembinaan prestasi kelas khusus olahraga di DIY berdasarkan indikator pendanaan secara detail menurut kabupatenkota,
diketahui bahwa Kabupaten Bantul masih lemah dalam indikator ini dibandingkan kabupaten yang lain yakni sebesar 65,18, kemudian secara
berturut-turut Kabupaten Gunung Kidul sebesar 68,75, Kabupaten Sleman sebesar 69,64, Kota Yogyakarta sebesar 71,43, dan Kabupaten Kulon
Progo sebesar 75. Setelah ditelaah pada tingkat sekolah diketahui juga bahwa sekolah yang masih lemah di propinsi DIY adalah SMPN 1 Kretek di
Kabupaten Bantul sebesar 62,5. 4 Sistem pembinaan prestasi kelas khusus olahraga di DIY berdasarkan indikator SDM secara detail menurut
kabupatenkota, diketahui bahwa Kabupaten Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta masih lemah dalam indikator ini dibandingkan kabupaten yang
lain yakni sebesar 79,55, kemudian secara berturut-turut Kabupaten Sleman sebesar 81,25, Kabupaten Bantul sebesar 82,39, dan Kabupaten Kulon
Progo sebesar 85,23. Setelah ditelaah pada tingkat sekolah diketahui juga bahwa sekolah yang masih lemah di propinsi DIY adalah SMPN 1 Playen di
Kabupaten Gunung Kidul sebesar 75. 5 Sistem pembinaan prestasi kelas
30 khusus olahraga di DIY berdasarkan indikator latihan secara detail menurut
kabupatenkota, diketahui bahwa Kota Yogyakarta masih lemah dalam indikator ini dibandingkan kotakabupaten yang lain yakni sebesar 73,21,
kemudian secara berturut-turut Kabupaten Bantul sebesar 78,57, Kabupaten Gunung Kidul sebesar 82,14, Kabupaten Sleman sebesar 86,46, dan
Kabupaten Kulon Progo sebesar 87,5. Setelah ditelaah pada tingkat sekolah diketahui juga bahwa sekolah yang masih lemah di propinsi DIY adalah
SMPN 1 Kalasan di Kabupaten Sleman sebesar 71,43. 3.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andi Setiawan 2014 dengan judul “ Perbedaan Sikap Sosial Antara Siswa Kelas VIII Olahraga Dengan Siswa
Kelas VIII Reguler DI SMP NEGERI 2 Tempel Sleman” menunjukan bahwa
dapatdiketahui sikap sosial siswa kelas VIII reguler di SMP Negeri 2 Tempel dari indikatordisiplin reratanya sebesar 107,75. Dari hasil analisis dapat
diketahui sikap sosial siswa kelas VIII reguler di SMP Negeri 2 Tempel dari indikator tanggung jawab reratanya sebesar 107,43. Dari hasil analisis dapat
diketahui sikap sosial siswa kelas VIII reguler di SMP Negeri 2 Tempel dari indikator sportivitas reratanya sebesar 93,33. Dari hasil analisis dapat
diketahui sikap sosial siswa kelas VIII reguler di SMP Negeri 2 Tempel dari indikator kerjasama reratanya sebesar 109,00. Dari hasil analisis dapat
diketahui sikap sosial siswa kelas VIII reguler di SMP Negeri 2 Tempel dari indikator interaksi sosial reratanya sebesar 108,23. Dari data di atas dapat
diketahui bahwa sikap sosial siswa kelas VIII olahraga yang rerata tertinggi terdapat di indikator sikap kerjasama sebesar 109,00 dan rerata terendah
31 terdapat di indikator sikap sportivitas sebesar 93,33. Sikap sosial siswa kelas
VIII olahraga lebih baik dari pada sikap sosial siswa kelas VIII Reguler. Perbedaan sikap sosial ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang secara
pendidikan membedakan antara kedua kelompok kelas tersebut.Pengaruh tersebut berasal dari kebiasaan kehidupan dan pergaulan mereka di kelompok
masing-masing. Siswa kelas olahraga lebih banyak mendapat bimbingan dan arahan baik dari guru maupun dari pelatihnya melalui latihan dan
pertandingan yang mereka lakukan. Di dalam latihan dan pertandingan siswa diajarkan menjadi seseorang yang memiliki sikap disiplin, kerja keras,
mampu bekerja sama, bertanggung jawab, saling menghargai, sportivitas serta mampu berinteraksi dengan baik. Hal ini yang menyebabkan terjadinya
perbedaan sikap sosial antara siswa kelas VIII olahraga dengan siswa kelas VIII reguler.
E. Kerangka Berfikir