Pengertian Kebijakan Pendidikan Aspek-aspek yang tercakup dalam Kebijakan Pendidikan

10

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kebijakan Pendidikan

1. Pengertian Kebijakan Pendidikan

Kebijakan Pendidikan adalah Kebijakan Publik di bidang pendidikan. Sebagaimana dikemukakan oleh Mark Olsen, John Codd, dan Anne-Mariw O’Neil, Kebijakan Pendidikan merupakan kunci bagi keunggulan, bahkan eksistensi, bagi negara-negara dalam persaingan global, sehingga kebijakan pendidikan perlu mendapatkan prioritas utama dalam era globalisasi. Salah satu argumen utamanya adalah bahwa globalisasi membawa nilai demokrasi. Demokrasi yang memberikan hasil adalah demokrasi yang didukung oleh pendidikan. Menurut Margaret E. Goertz Riant Nugroho, 2008 mengemukakan bahwa kebijakan pendidikan berkenaan dengan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan. Isu ini menjadi penting dengan meningkatnya kritisisme publik terhadap biaya pendidikan. Kebijakan pendidikan harus lahir dari hakikat manusia dan hakikat dari proses pendidikan yang melibatkan berbagai konstituantenya yaitu anak, pendidik, serta hubungan intrapersonal di dalam suatu masyarakat yang berbudaya karena nilai-nilai etika. Kebijakan pendidikan yang mengabaikan nilai-nilai konstituantenya merupakan kebijakan pendidikan yang tidak mengakui dan menghormati akan hakikat manusia. Kebijakan pendidikan 11 tersebut merupakan kebijakan pendidikan yang keliru alias tidak berdasarkan ilmu pendidikan yang benar.

2. Aspek-aspek yang tercakup dalam Kebijakan Pendidikan

1. Kebijakan pendidikan merupakan suatu keseluruhan deliberasi mengenai hakikat manusia sebagai makhluk yang menjadi-manusia dalam lingkungan kemanusiaan. Proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan terjadi dalam lingkungan alam serta lingkungan sosialnya. Oleh sebab itu, kebijakan pendidikan merupakan penjabaran dari visi dan misi dari pendidikan dalam masyarakat tertentu. 2. Kebijakan pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis yaitu kesatuan antara teori dan praktik pendidikan. Oleh sebab itu kebijakan pendidikan meliputi proses analisis kebijakan, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi. 3. Kebijakan pendidikan haruslah mempunyai validitas dalam perkembangan pribadi serta masyarakat yang memiliki pendidikan itu. Bagi perkembangan individu, validitas kebijakan pendidikan tampak dalam sumbangannya bagi proses pemerdekaan individu dalam pengembangan pribadinya. Validitas sosial dari kebijakan pendidikan tampak dalam sumbangannya bagi perkembangan pribadi individu yang kreatif sehingga dapat mentransformasikan masyarakat serta kebudayaannya. 4. Keterbukaan openness . Proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan terjadi dalam interaksi sosial. Hal ini berarti bahwa pendidikan 12 merupakan milik masyarakat. Apabila pendidikan itu merupakan milik masyarakat maka suara masyarakat dalam berbagai tingkat perumusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan pendidikan perlu mendengar suara atau saran-saran dari masyarakat. Hanya dalam masyarakat demokratis yang memiliki keterbukaan dalam kebijakan pendidikan sehingga memberikan manfaat untuk masyarakat. 5. Kebijakan pendidikan didukung oleh riset dan pengembangan. Suatu kebijakan pendidikan bukanlah suatu yang abstrak tetapi yang dapat diimplementasikan. Suatu kebijakan pendidikan merupakan pilihan dari berbagai alternatif kebijakan sehingga perlu dilihat output dari kebijakan tersebut dalam praktik. Melalui riset dan pengembangan melalui eksperimen, maka berbagai kebijakan pendidikan dapat diuji validitasnya sehingga kebijakan pendidikan tersebut dapat direvisi dan dimantapkan. Dengan demikian, suatu kebijakan pendidikan akan terus berkembang memperbaiki diri dalam suatu siklus yang terus menerus. 6. Analisis kebijakan. Dewasa ini analisis kebijakan telah berkembang dengan pesat demikian pula dengan analisis kebijakan pendidikan. Dalam masyarakat modern dewasa ini, pendidikan bukan hanya milik pribadi atau keluarga atau milik masyarakat lokal, tetapi telah merupakan milik masyarakat dan seluruh warga negara. Oleh karena itu kebijakan pendidikan dalam masyarakat modern merupakan bagian dari kebijakan publik. 13 7. Kebijakan pendidikan ditujukan pada kebutuhan peserta didik. Dalam dunia modern, pendidikan merupakan rebutan partai-partai politik. Kebijakan pendidikan seharusnya diarahkan pada terbentuknya para intelektual organik yang menjadi agen-agen pembaruan dalam masyarakatnya, dalam masyarakat bangsanya dan bukan dalam masyarakat sektarial. 8. Kebijakan pendidikan diarahkan pada terbentuknya masyarakat demokratis. Arkeologi proses pendidikan menunjukkan bahwa proses pendidikan terjadi dalam situasi dialogis. Dari situasi dialogis tersebut pribadi peserta didik semakin berdiri sendiri sehingga tugas pendidik adalah menuntunnya dari belakang Tut Wuri Handayani dan pada akhirnya peserta didik akan berdiri sendiri dan mengembangkan pribadinya sebagai pribadi yang kreatif pendukung dan pelaku dalam perubahan masyarakatnya. Ini adalah cikal bakal masyarakat demokratis yang didukung oleh para anggotanya yang bebas dan bertanggungjawab dalam kemajuan masyarakat karena sumbangan pribadi-pribadi yang kreatif dan bertanggung jawab dan didukung oleh masyarakatnya yang menfasilitasi berkembangnya pribadi yang bertanggung jawab itu. 9. Kebijakan pendidikan berkaitan dengan penjabaran misi pendidikan dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu. Apabila visi pendidikan mencakup rumusan-rumusan yang umum dan abstrak, maka misi pendidikan lebih terarah pada pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang kongkret stretch goals . Penentuan stretch goals dalam kebijakan 14 pendidikan bukan berarti mengukung proses pendidikan ke arah yang telah ditentukan. Oleh sebab itu, setiap kebijakan pendidikan haruslah ditopang oleh riset dan pengembangan agar dalam kesamaan arah yang ditentukan oleh stretch goals tersebut memberi peluang kepada peserta didik untuk berkreasi dan bagi lembaga pendidikan untuk berinovasi. Hal ini berarti bahwa lembaga pendidikan sekolah, universitas adalah lembaga- lembaga yang otonom, dalam arti memiliki tujuan yang sama namun pencapaian tujuan tersebut tergantung kepada kondisi dan kemampuan lembaga penyelenggaraannya. Dengan demikian, kebijakan pedidikan merupakan hal yang dinamis yang terus menerus berubah namun terarah dengan jelas. 10. Kebijakan pendidikan harus berdasarkan efisiensi. Kebijakan pendidikan bukan semata-mata berupa rumusan verbal mengenai tingkah laku dalam pelaksanaan praksis pendidikan. Kebijakan pendidikan harus dilaksanakan dalam masyarakat, dalam lembaga-lembaga pendidikan. 11. Kebijakan pendidikan bukan berdasar pada kekuasaan tetapi kepada kebutuhan peserta didik. Kekuasaan pendidikan dalam konteks masyarakat demokratis bukannya untuk menguasai peserta didik, tetapi kekuasaan untuk memfasilitasi tumbuh kembangnya peserta didik sebagai anggota masyarakat yang kreatif dan produktif. 12. Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan intuisi atau kebijaksanaan yang irasional. Proses pendidikan merupakan proses pelaksanaan kekuasaan yang intuitif dalam proses pendidikan itu sendiri. Dalam era globalisasi 15 dewasa ini yang didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan, kebijakan pendidikan intuitif tidak lagi mendapatkan tempatnya. 13. Kejelasan tujuan akan melahirkan kebijakan pendidikan yang tepat. Kebijakan pendidikan yang kurang jelas arahnya akan mengorbankan kepentingan peserta didik. Proses pendidikan adalah proses yang menghormati kebebasan peserta didik. Ujian atau evaluasi pendidikan nasional seharusnya dapat memberikan input bagi verifikasi serta penyesuaian kebijakan-kebijakan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. 14. Kebijakan pendidikan diarahkan bagi pemenuhan kebutuhan peserta didik dan bukan kepuasan birokrat.

3. Implementasi Kebijakan Pendidikan