Temperatur Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pembentukan dan Ketahanan Spora

2.2 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pembentukan dan Ketahanan Spora

Menurut Sembiring Fachmiasari 2004 selain media, kondisi fisik untuk pertumbuhan seperti temperatur, pH, dan ketersediaan oksigen memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan sporulasi. Temperatur pertumbuhan Bacillus thuringiensis berkisar antara 15° C-45° C dengan temperatur optimum antara 26° C-30° C, tidak terlalu sensitif terhadap pH dan dapat tumbuh pada pH 5,5-8,5 dengan pH optimum 6,5-7,5. Ketersediaan oksigen yang cukup selama proses pertumbuhan memegang peranan penting dalam pertumbuhan Bacillus thuringiensis dan dalam produksi spora hidup. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pembentukan dan ketahanan spora bakteri dijelaskan sebagai berikut.

2.2.1 Temperatur

Temperatur juga mempengaruhi laju pertumbuhan mikroba. Keragaman temperatur dapat mengubah proses-proses metabolisme tertentu serta morfologi sel, karena semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan karena laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh temperatur, maka pola pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh temperatur Noviana Raharjo, 2009. Beberapa bakteri termofilik pembentuk spora mampu tumbuh pada temperatur tinggi 55º C, antara lain bakteri anaerobik termofilik hidrogen yang menghasilkan sulfida Desulfotomaculum, bakteri yang menghasilkan hidrogen dan karbon dioksida Thermoanaerobacterium, Bacillus dan Geobacillus spp. Doyle, 2007. Bacillus cereus dapat tumbuh pada temperatur optimum 30-40° C ESR, 2010. Batas pertumbuhannya antara 4-55° C dan temperatur minimum pertumbuhannya pada temperatur 10° C Schulz et al., 2004. Clostridium memiliki temperatur optimum untuk pertumbuhannya antara temperatur 10-65° C. Sporohalobacter tumbuh optimum pada temperatur 35-45° C. Sulfidobacillus mengalami pertumbuhan optimum pada temperatur 50° C. Sporolactobacillus tumbuh optimum pada temperatur 35° C. Sporosarcina tumbuh optimum pada temperatur 15-37° C. Syntrophospora menghasilkan spora dan tumbuh optimum pada temperatur 30° C Holt et al., 1994. Universitas Sumatera Utara Bakteri pembentuk spora merupakan species yang dapat bertahan hidup setelah dipanaskan dengan uap 100° C bahkan lebih Melliawati, 2009. Spora tahan terhadap temperatur yang mematikan sel vegetatif, spora Clostridium botulinum tahan terhadap temperatur mendidih selama beberapa jam Waluyo, 2007. Spora dari famili Bacillaceae tahan terhadap panas. Resistensi spora terhadap panas sebagian disebabkan oleh kadar air yang dikandungnya Irianto, 2006. Bakteri dalam bentuk spora lebih tahan terhadap panas, hal ini karena dinding spora lebih bersifat impermeabel dan spora mengandung sedikit air, sehingga keadaan ini menyebabkan spora tidak mudah mengalami perubahan temperatur. Kadar air yang rendah dan pembungkus spora yang tebal merupakan faktor pendukung ketahanan spora terhadap panas. Spora mungkin masih dapat bertahan pada temperatur air mendidih selama 20 jam Waluyo, 2007. Menurut Naufalin 1999 mekanisme ketahanan panas dari berbagai hasil penelitian menyatakan bahwa senyawa peptidoglikan yang merupakan penyusun korteks dengan struktur ikatan silang dan bersifat elektronegatif, sangat berperan dalam meningkatkan ketahanan spora terhadap panas dengan cara mengontrol kandungan air di dalam protoplas, yaitu mempertahankan kadar air yang rendah. Beberapa faktor yang ikut mempengaruhi sifat polimer peptidoglikan juga ikut berperan menurunkan ketahanan spora terhadap panas, misalnya adanya asam dan beberapa kation multivalen. Spora Bacillus cereus tahan terhadap panas sampai temperatur 100° C yang menandakan ketahanan sporanya terhadap kondisi ekstrim. Sel vegetatif Bacillus cereus dapat diinaktivasi melalui pemanasan ESR, 2010. Spora Bacillus cereus dibentuk pada siklus pertumbuhan selama 8 jam setelah mengalami perlakuan panas pada suhu 70-90° C selama 24 jam Young James, 1959. Bacillus stearothermophilus dapat membentuk spora dan tumbuh optimum pada suhu 65° C Zeigler, 2001.

2.2.2 Derajat Keasaman pH