Kekeringan Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pembentukan dan Ketahanan Spora

tumbuh pada pH 7,0 atau 11,0 Wu et al., 2010. Bacillus thermantarcticus M1 mampu bertahan pada pH 5,5-9,0 Zeigler, 2001.

2.2.3 Kekeringan

Kandungan air dalam lingkungan mikroorganisme juga mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Dalam lingkungan isotonik, konsentrasi cairan lingkungan setara dengan sel mikroorganisme. Dalam lingkungan ini, cairan dalam sel tidak mengalir keluar, demikian pula cairan dari lingkungan tidak masuk ke dalam sel. Dalam lingkungan hipotonik, konsentrasi cairan lebih rendah dibandingkan di dalam sel mikroorganisme yang menyebabkan cairan dari lingkungan mengalir masuk ke dalam sel mikoorganisme, sehingga sel membengkak dan dapat menjadi pecah. Bila kandungan air di sekitar lingkungannya tidak cukup, maka cairan dalam sel mikroorganisme mengalir keluar sehingga sel akan menciut dan menyebabkan plasmolisis. Sewaktu plasmolisis, metabolisme terhenti karena bahan yang terdapat di dalam sel sangat pekat dan menghambat aktivitas enzim. Kekeringan akan menginduksi pembentukan spora bakteri Lay, 1994. Spora merupakan sel yang dorman yang sengaja dipersiapkan guna menahan pengeringan untuk waktu yang lama Irianto, 2006. Menurut Waluyo 2007 kekeringan tidak menyebabkan kematian pada spora. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh Natalia et al. 2009 diketahui bahwa daya hidup bakteri dipengaruhi oleh kadar air dan nutrisi substrat. Kadar air spora mempengaruhi komponen-komponen yang ada di dalamnya, misalnya protein dan komponen genetik yang sensitif terhadap panas. Menurut Naufalin 1999, kadar air spora yang rendah bertujuan untuk membatasi mobilitas komponen-komponen tersebut. Sebaliknya bila kadar air spora tinggi, mengakibatkan peningkatan kapasitas mengikat air oleh protein dengan terbentuknya gugus sulfidril. Spora memiliki kandungan air yang rendah, yaitu kurang dari 10 dari beratnya, berbeda dengan sel vegetatif mengandung air 70 dari berat keseluruhan. Hal ini disebabkan karena selama germinasi, kandungan air protoplas spora bertambah. Kerusakan tidak langsung yang berasal dari Universitas Sumatera Utara intraselular air menjadi sangat kecil pada bakteri pembentuk spora Darwis, 2006. Pertumbuhan Bacillus cereus dapat dihambat dengan kandungan air dibawah 0,91 ESR, 2010. Spora Bacillus cereus mampu bertahan lama pada kondisi kering selama 48 minggu Jaquette Beuchat, 1998. Pengeringan sel mikroba serta lingkungannya akan mengurangi aktivitas metabolik. Pada umumnya, lamanya mikroorganisme bertahan hidup setelah pengeringan bervariasi tergantung dari jenis mikroorganisme, bahan pembawa yang dipakai untuk mengeringkan mikroorganisme, kondisi fisik cahaya, suhu, kelembaban pada organisme yang dikeringkan. Spesies kokus gram negatif seperti Neisseria gonorrhoeae dan Neisseria meningitis sangat peka terhadap kekeringan, sehingga akan mati dalam waktu beberapa jam. Streptococcus jauh lebih resisten, beberapa species dapat bertahan berminggu-minggu setelah dikeringkan. Bacillus tuberculosis dapat bertahan dalam kekeringan selama jangka waktu yang lebih lama. Pada proses liofilisasi, mikroorganisme diberi perlakuan dehidrasi yang ekstrim dalam keadaan beku dan kemudian ditutup rapat dalam vakum. Liofilisasi lebih merupakan proses pengawetan daripada pembasmian mikroorganisme. Biakan mikroorganisme yang diliofilisasi akan tetap hidup selama bertahun-tahun Pelczar Chan, 2005.

2.2.4 Radiasi