spektrofotometer masing-masing dengan panjang gelombang 600 nm dan 660 nm Sembiring Fachmiasari, 2004. Setiap perlakuan dilakukan dengan dua kali
ulangan, sehingga total perlakuan temperatur adalah 24 perlakuan Uji pengaruh
temperatur terhadap pembentukan spora dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 41.
3.4 Parameter Pengamatan 3.4.1 Kepadatan Sel
Pengukuran kepadatan
sel dilakukan
dengan menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm Sembiring Fachmiasari, 2004. Pengukuran dilakukan setelah 72 jam masa inkubasi.
3.4.2 Kepadatan Spora
Pengukuran kepadatan
spora dilakukan
dengan menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm Sembiring Fachmiasari, 2004. Pengukuran dilakukan setelah 72 jam masa inkubasi.
3.4.3 Pengamatan Spora
Untuk mengamati spora yang terbentuk, dilakukan pewarnaan mengikuti metode Schaeffer-Fulton. Tahap pertama pewarnaan adalah penyiapan preparat
ulas. Biakan cair bakteri dioleskan pada kaca obyek yang telah dibersihkan dengan alkohol 70 dan disebarkan dengan menggunakan ose secara merata
membentuk bujur sangkar. Selanjutnya ditutup dengan menggunakan kertas saring dan ditetesi 1-2 tetes larutan malachite green secara merata dan dibiarkan
selama 1 menit. Kemudian diletakkan diatas water bath selama 5 menit. Kertas saring diangkat pelan-pelan dan dicuci secara hati-hati dengan menggunakan
akuades lalu dikeringkan. Selanjutnya diberi larutan safranin secara merata dan dibiarkan selama 30-60 detik. Kemudian preparat dicuci dengan menggunakan
akuades lalu dikeringkan. Selanjutnya diamati sel vegetatif dan spora yang masih berada di dalam sel maupun yang sudah bebas dari sel vegetatifnya di bawah
mikroskop dengan perbesaran 10x100. Spora bakteri ditandai dengan warna hijau dan sel vegetatif dengan warna merah Lay, 1994 Pengamatan spora dapat
dilihat pada Lampiran 4 halaman 42.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh pH 4.1.1 Kepadatan Sel
Bacillus sp. BK17
Dari hasil penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa media yang paling baik untuk pertumbuhan dan pembentukan spora Bacillus sp. BK17 adalah media
molase tripton, sehingga media tersebut digunakan dalam penelitian ini. Kepadatan sel Bacillus sp. BK17 pada media denga pH yang berbeda setelah 72
jam dapat dilihat pada Tabel 4.1.1 berikut.
Kepadatan Perlakuan Ph
Kontrol 5,0
6,0 7,0
8,0 9,0
Absorbansi 0,027
1,306 1,090
1,105 0,900
1,005
Dari data yang diperoleh diketahui bahwa kepadatan sel Bacillus sp. BK17
bervariasi setelah masa inkubasi 72 jam. Pada media pH 5,0 kepadatan sel paling tinggi dibandingkan dengan variasi pH yang lainnya yaitu sebesar 1,306, diikuti
oleh media pH 7,0 dengan absorbansi sel sebesar 1,105 dan yang paling rendah kepadatan selnya adalah media pH 8,0 yaitu sebesar 0,900, sedangkan yang
lainnya pada pH 6,0; 7,0 dan 9,0 kepadatan selnya relatif sama. Pada Gambar
4.1.1 dapat dilihat kepadatan sel Bacillus sp. BK17
setelah masa inkubasi 72 jam. Dari hasil Tabel 4.1.1 dan Gambar 4.1.1, dapat dilihat bahwa
pertumbuhan Bacillus sp. BK17
dipengaruhi oleh pH media. Hasil di atas menunjukkan bahwa pH 5,0 memiliki pertumbuhan yang paling tinggi pada media
molase tripton. Hal ini mungkin disebabkan karena Bacillus sp. BK17
lebih maksimal melakukan metabolisme pada kondisi asam sehingga pertumbuhan yang
dihasilkan lebih tinggi pada kondisi tersebut. Pertumbuhan yang tinggi pada pH
Tabel 4.1.1 Kepadatan Sel Bacillus sp. BK17
λ = 600 nm setelah 72 Jam
Inkubasi pada Media dengan pH yang Bervariasi kontrol = 0 hari
Universitas Sumatera Utara