BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembentukan Spora
Spora bakteri umumnya disebut endospora, karena spora dibentuk di dalam sel. Ada dua tipe sel spora yang terbentuk, yang pertama terbentuk di dalam sel, yang
disebut dengan endospora dan spora yang terbentuk di luar sel yang disebut eksospora. Spora bakteri tidak berfungsi untuk perkembangbiakan. Bentuk spora
bermacam-macam, bulat atau bulat memanjang, bergantung pada spesiesnya. Ukuran endospora lebih kecil atau lebih besar daripada diameter sel induknya.
Kebanyakan bakteri pembentuk spora adalah penghuni tanah, tetapi spora bakteri dapat tersebar dimana saja Waluyo, 2007.
Letak endospora di dalam sel serta ukurannya tidak sama bagi semua spesies. Beberapa spora letaknya sentral yaitu dibentuk di tengah-tengah sel,
terminal, yaitu dibentuk di ujung, subterminal yaitu dibentuk di dekat ujung. Adanya letak serta ukuran endospora sangat bermanfaat di dalam pencirian dan
identifikasi bakteri Pelczar Chan, 2008. Terdapat enam marga bakteri penghasil
endospora yaitu
Bacillus, Sporolactobacillus,
Clostridium, Desulfotomaculum, Sporosarcina, Thermoactinomycetes. Sebelum digolongkan
menjadi enam marga, bakteri penghasil endospora dibagi menjadi dua kelompok, yaitu termasuk Marga Bacillus jika merupakan gram positif, dan termasuk marga
Clostridium jika merupakan gram negatif Hatmanti, 2000. Struktur spora dari dalam ke luar secara berurutan yaitu inti protoplasma
yang mengandung komponen penting seluler seperti DNA, RNA, enzim, asam dipikolinik, kation divalen dan sedikit air. Sebuah membran dalam yang
merupakan cikal bakal sitoplasma membran sel, dinding sel germinal yang mengelilingi membran dan merupakan cikal bakal dari dinding sel untuk
memunculkan sel vegetatif. Setelah itu, korteks mengelilingi dinding sel yang mengandung peptida dan glikan. Sebuah membran luar paraspora dan mantel
spora. Di bagian luar korteks dan membran mengandung lapisan protein yang
Universitas Sumatera Utara
menyediakan ketahanan untuk spora. Selama germinasi dan pertumbuhan, korteks dihidrolisis dan membran luar paraspora dan mantel spora dihilangkan diikuti
dengan munculnya sel Ray, 2004. Dinding spora bersifat impermeabel, tetapi zat-zat warna dapat diserap
kedalamnya dengan jalan memanaskan preparat. Sifat impermeabel ini mencegah dekolorisasi spora oleh alkohol bila diperlakukan dalam waktu yang sama seperti
pada dekolorisasi sel-sel vegetatif Irianto, 2006. Lapisan luar spora merupakan penahan yang baik terhadap bahan kimia, sehingga spora sukar untuk diwarnai.
Spora bakteri dapat diwarnai dengan dipanaskan. Pemanasan menyebabkan lapisan luar spora mengembang, sehingga zat warna dapat masuk Lay, 1994.
Spora bakteri sangat sulit diwarnai dengan pewarna biasa, oleh karena itu harus diwarnai dengan pewarna spesifik Fardiaz, 1992. Bahan yang digunakan untuk
pewarnaan spora dapat memakai larutan malachite green dan larutan safranin Waluyo, 2010.
Setiap sel bakteri hanya dapat membentuk satu spora. Struktur endospora bervariasi untuk setiap jenis maupun spesies, tetapi struktur umumnya hampir
sama. Jika endospora ditempatkan di dalam suatu medium yang baik, akan terjadi germinasi, spora akan mengambil air dari sekelilingnya, membengkak dan
berkecambah. Lapisan luar spora pecah dan spora akan tumbuh menjadi sel vegetatif Fardiaz, 1992.
Menurut Ray 2004, proses sporulasi dapat dibagi ke dalam 7 tahap. Pertama tahap penghentian replikasi DNA, diikuti dengan penjajaran kromosom
di dalam filamen aksial dan pembentukan mesosom. Invaginasi membran sel dan pembentukan septum. Pembentukan prespora atau paraspora pun terjadi.
Pembentukan dinding sel germinal dan korteks, akumulasi ion Ca
2+
dan sintesis DPN. Deposisi mantel spora, pematangan spora, dehidrasi protoplas dan resistensi
untuk panas. Tahap akhir terjadi lisis enzimatis pada dinding sel dan pembebasan spora. Siklus sporulasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.1.
Spora mengalami perubahan fisikokimia. Protein dengan berat molekul yang kecil dibentuk dalam jumlah yang besar untuk melapisi DNA dan
memberikan perlindungan terhadap jenis kerusakan DNA. Protein diuraikan selama perkecambahan untuk menyediakan sumber asam amino. Asam
Universitas Sumatera Utara
dipikolinik disintesis di dalam sel vegetatif untuk diberikan kepada prespora bersama dengan kation divalen Ca
2+
, hal ini menyebabkan dehidrasi dan mineralisasi spora Todd et al., 2003.
Gambar 2.1.1 Siklus sporulasi. 1 –4 Multiplikasi sel, 5 Pembentukan
filamen aksial, 6 Pembentukan septat, 7 Pembentukan prespora, 8 Pembentukan korteks, 9 Pembentukan mantel,
10 Spora bebas, 11 Germinasi diikuti dengan aktivasi, 12 Pembengkakan spora, 13 Pertumbuhan sel Ray, 2004
Sel bakteri memiliki kemampuan dalam memonitor sejumlah sinyal internal dan eksternal. Informasi disalurkan melalui sistem pengaturan yang
terpisah. Komponen regulator transkripsi ini disebut dengan Spo0A. Spo0A dibentuk untuk mengontrol proses transkripsi dan aktivitas protein melalui proses
fosforilasi. Fosforilasi Spo0A merupakan regulator sporulasi yang sangat penting dan bekerja mengaktifkan transkripsi pada beberapa proses sporulasi. Gen spesifik
yang digunakan dalam proses sporulasi antara lain spoIIA, spoIIE dan spoIIG Errington, 2003. Spo0A merupakan faktor penting pada proses sporulasi selama
perkembangan sel vegetatif Fujita Losick, 2003. Fawcett et al. 2000 telah meneliti ratusan gen pada Bacillus subtilis, lebih dari 10 gen Bacillus subtilis
dikontrol oleh Spo0A. Kontrol inisiasi dalam pembentukan spora secara substansial berbeda pada
organisme yang berbeda. Hal ini mencerminkan adaptasi terhadap berbagai lingkungan. Beberapa dari bakteri yang telah diketahui secara luas, misalnya
Epulopiscium yang merupakan bakteri pembentuk endospora. Epulopiscium
Universitas Sumatera Utara
berbeda dengan bakteri pembentuk spora lainnya karena menghasilkan beberapa spora Angert Losick, 1998. Bahkan ada organisme yang berbentuk bulat,
misalnya Sporosarcina yang sulit untuk membentuk sel yang asimetri saat memulai sporulasi, tetapi masih dapat membentuk endospora dengan
menggunakan regulator yang umum digunakan Chary et al., 2000. Sporulasi menghasilkan dua sekat pada sel dengan ukuran yang berbeda,
bagian prespora berukuran lebih kecil dan sel vegetatif dengan ukuran yang lebih besar dengan pemisahan bahan kromosom di dalam setiap kompartemen.
Pembentukan septum yang asimetris ini merupakan suatu tahap perkembangan yang diatur oleh beberapa ekspresi gen. Ekspresi gen ini mempunyai program
yang berbeda di antara dua sel tersebut. Dua faktor sigma σF dan σE merupakan
alat yang mengatur program sel spesifik untuk mengekspresikan gen. Dua faktor sigma tersebut dibentuk sebelum septum dibentuk
Errington, 2003. Selama
sporulasi, pembelahan sel diarahkan pada masing-masing kutub sel kemudian terjadi modifikasi septum, sehingga septum mengandung material dinding sel
Yehuda Losick, 2002. Setelah aktivasi
σF pada sekat prespora, σE menjadi aktif di dalam sel vegetatif. Faktor
σE disintesis sebagai preprotein inaktif yang diaktifkan oleh proses proteolitik oleh SpoIIGA yang memiliki aktivitas protein serin Labell et
al., 1987. SpoIIGA membutuhkan protein spesifik prespora yang disebut dengan SpoIIR. Pengontrolan SpoIIR diatur oleh aktivitas
σF Karow Piggot, 1995; Vallejo Stragier, 1995.
Pembelahan sel yang asimetrik membentuk morfologi yang unik pada sel. Terbentuk prespora di bagian tepi, material dinding sel di bagian septum
mengalami degradasi dimulai dari pusat dimana septum mengalami penutupan. Sepasang membran septum bermigrasi ke sekitar sitosol prespora, membran
berpindah dan bertemu di ujung sel tempat terjadi fusi atau penggabungan. Kemudian dihasilkan prespora yang mempunyai protoplasma bebas yang dekat
dengan sitoplasma sel vegetatif Margolis et al., 1993. Korteks spora yang merupakan modifikasi dinding sel disintesis diluar membran protoplas spora.
Mantel spora dibentuk dan berisi berlapis-lapis protein yang letaknya berada diluar korteks Todd et al., 2003.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pembentukan dan Ketahanan Spora