KERAGAAN PETERNAKAN SAPI, PROGRAM KKPE DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DI JAWA TENGAH

Tabel 8 Sebaran populasi ternak sapi perah menurut kabupatenkota di Jawa Tengah, tahun 2005 - 2013 Ekor No KabupatenKota 2005 2007 2009 2011 2013 Pertumb thn 1 Kab. Cilacap 10 21 97 31.21 2 Kab. Banyumas 2,023 1,509 1,115 1,567 2,213 3.29 3 Kab. Purbalingga 97 101 156 106 162 11.75 4 Kab. Banjarnegara 45 10 21 2,867 1,126 848.66 5 Kab. Kebumen 26 33 31 28 143 52.79 6 Kab. Purworejo 91 97 70 67 130 9.83 7 Kab. Wonosobo 161 177 304 1,717 1,032 54.29 8 Kab. Magelang 1,845 1,304 767 3,590 1,732 43.72 9 Kab. Boyolali 58,792 59,687 62,038 87,793 61,887 2.18 10 Kab. Klaten 5,859 6,015 6,974 5,404 4,105 3.23 11 Kab. Sukoharjo 609 612 657 363 261 7.89 12 Kab. Wonogiri 34 164 44.01 13 Kab. Karanganyar 231 354 353 350 428 9.76 14 Kab. Sragen 19 8 63 99 210 72.69 15 Kab. Grobogan 414 396 335 230 204 2.20 16 Kab. Blora 29 28 33 30 24 0.65 17 Kab. Rembang 7 4 4 6 10 11.19 18 Kab. Pati 194 273 314 332 214 2.47 19 Kab. Kudus 233 186 214 241 253 2.83 20 Kab. Jepara 28 15 11 24 108 66.06 21 Kab. Demak 62 55 61 13 68 38.70 22 Kab. Semarang 31,888 33,467 35,451 36,962 22,308 2.76 23 Kab. Temanggung 147 196 199 211 620 26.08 24 Kab. Kendal 41 55 202 245 235 60.51 25 Kab. Batang 76 81 74 65 133 17.27 26 Kab. Pekalongan 154 118 112 115 366 20.30 27 Kab. Pemalang 12 16 5 36 20 48.68 28 Kab. Tegal 333 390 312 214 216 3.44 29 Kab. Brebes 20 17 12 40 48 33.35 30 Kota Magelang 10 11 44 35 22 30.88 31 Kota Surakarta 204 282 133 74 100 1.24 32 Kota Salatiga 7,721 8,100 8,523 4,868 3,413 7.65 33 Kota Semarang 2,409 2,344 1,724 1,793 1,447 5.26 34 Kota Pekalongan 268 273 294 364 268 1.95 35 Kota Tegal 68 45 61 27 27 1.86 Jumlah 114,116 116,259 120,677 149,931 103,794 0.03 Sumber: Statistik Peternakan Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 – 2014 merupakan sentra produksi sapi potong, juga merupakan sentra produksi sapi perah. Bahkan untuk sapi perah ini, Kabupaten Boyolali merupakan sentra produksi terbesar dan kemudian diikuti dengan Kabupaten Semarang, Klaten, Salatiga dan Banyumas. Berbeda dengan sapi potong, penyebaran sapi perah secara spasial menurut kabupatenkota jauh lebih timpang dibandingkan dengan sebaran populasi sapi potong. Populasi ternak sapi perah sangat terkonsentrasi di dua kabupaten yakni Boyolali dan Semarang. Meskipun rata-rata pertumbuhan populasi sapi potong per tahun di Jawa Tengah bernilai positif dan sebaliknya dengan sapi perah, namun demikian secara spasial sebagian besar kabupatenkota baik untuk sapi potong maupun sapi perah, populasinya mengalami pertumbuhan yang positif Tabel 9 dan Tabel 10. Sekitar 71 persen kabupatenkota 25 dari 35 kabupatenkota di Jawa Tengah, rata-rata pertumbuhan populasi sapi potongnya bernilai positif dan sumber pertumbuhan populasi Jawa Tengah dalam kurun waktu 2005- 2013 adalah Kota Tegal, Kota Semarang, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Demak dimana wilayah tersebut masing-masing rata-rata pertumbuhan populasi sapi potongnya lebih dari 10 persen per tahun. Untuk sapi perah, sekitar 77 persen kabupatenkota 27 dari 35 kabupatenkota di jawa Tengah, rata-rata pertumbuhan populasi sapi perahnya bernilai positif dan sumber pertumbuhan populasi Jawa Tengah dalam kurun waktu 2005-2013 adalah Kabupaten Banjarnegara, Sragen, Jepara, Kendal, Wonosobo dan Kebumen dimana wilayah tersebut masing-masing rata-rata pertumbuhan populasi sapi perahnya lebih dari 50 persen per tahun. Baik untuk sapi potong maupun sapi perah wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan tersebut bukan merupakan sentra produksi. Hal ini kemungkinan terkait dengan penyaluran kredit program KKPE karena pertumbuhan populasi yang relatif besar di masing-masing wilayah tersebut terjadi setelah disalurkannya kredit program KKPE yang dimulai di tahun 2008 dan ini nampaknya terkait dengan upaya pemerataan penyebaran kredit program KKPE untuk peternakan, sapi khususnya. Untuk sapi potong, kabupatenkota yang mengalami pertumbuhan negatif merupakan kabupaten yang bukan sentra produksi sapi potong kecuali Kabupaten Blora. Berbeda dengan sapi potong, tiga dari delapan kabupaten yang mengalami rata-rata pertumbuhan populasi sapi perah per tahunnya negatif adalah sentra produksi sapi perah yakni Kabupaten Semarang, Klaten dan Kota Salatiga. Berdasarkan studi lapangan, khususnya ke Kabupaten Semarang dan Boyolali, di Kabupaten Semarang memang lebih sering terjadi kematian sapi perah, terutama setelah sapi tersebut melahirkan satu hingga dua kali dimana setelah melahirkan, sapi induk tersebut mengalami kelumpuhan kaki mastitis hingga akhirnya sapi tersebut mengalami kematian atau terpaksa dipotong untuk menghindari kerugian lebih lanjut. Perkembangan Peternak Sapi Potong, Sapi Perah dan Kelompok Tani Mempelajari perkembangan jumlah peternak juga merupakan aspek yang penting dalam mengkaji keragaan peternakan, termasuk peternakan sapi. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan aspek lain seperti populasi ternak dan penyaluran kredit. Dengan mengkaitkan perkembangan jumlah peternak dengan perkembangan populasi ternak sapi dapat mengidentifikasi skala usaha dimana skala usaha akan menentukan tingkat efisiensi usaha yang pada gilirannya akan mempengaruhi daya saing produk. Secara umum, usaha ternak sapi merupakan sumber pendapatan penting masyarakat di Jawa Tengah dimana jumleh peternak sapai merupakan terbesar kedua setelah jumlah rumah tangga usaha pertanian tanaman pangan. Gambaran detail mengenai perkembangan jumlah peternak dan kaitannya dengan populasi dan kredit program KKPE di Jawa Tengah untuk sapi potong dapat dilihat pada Gambar 15 dan untuk sapi perah dapat dilihat pada Gambar 16. Sumber: Statistik Peternakan Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 – 2014 Gambar 15 Perkembangan jumlah peternak, populasi dan pemilikan sapi potong per peternak tahun 2009 - 2013 Gambar 15 memperlihatkan perkembangan jumlah peternak sapi potong di Jawa Tengah dalam kurun waktu 2009-2013 yang juga dikaitkan dengan perkembangan populasi sapi potong serta penyaluran kredit program KKPE. Dalam kurun waktu 2009- 2013, baik jumlah peternak sapi potong maupun jumlah peternak sapi perah mengalami pertumbuhan yang positif, hanya pertumbuhan jumlah peternak sapi perah relatif kecil. Jumlah peternak sapi potong mengalami pertumbuhan yang positif dari 617,029 orang pada tahun 2009 menjadi 887,837 orang pada tahun 2013 dengan tingkat pertumbuhannya sebesar 11.4 persen per tahun. Sementara jumlah peternak sapi perah mengalami pertumbuhan yang positif dari 48.168 orang pada tahun 2009 menjadi 53,578 orang pada tahun 2013 dengan tingkat pertumbuhannya sebesar 3.29 persen per tahun. Namun demikian, sebetulnya baik jumlah peternak sapi potong maupun sapi perah dalam dua tahun terakhir mengalalami penurunan, akan tetapi karena peningkatan jumlah peternak di tahun 2011 begitu besar, jauh lebih besar daripada tahun sebelumnya maka rata-rata pertumbuhan per tahun tetap positif. Secara umum, nampaknya pertumbuhan jumlah peternak baik sapi perah maupun sapi potong sejalan dengan pertumbuhan populasi dan kredit kecuali di tahun 2012, artinya naik turunnya jumlah peternak seiring dengan naik turunnya populasi dan jumlah kredit KKPE ternak sapi yang dikucurkan Gambar 15 dan Gambar 16. Jumlah peternak sapi dalam kurun waktu 2009-2013 cenderung meningkat, kecuali di tahun 2013 yang mengalami penurunan. Oleh karena itu, rata-rata pemilikan jumlah sapi per peternak baik untuk sapi potong maupun untuk sapi perah, sejak ada penyaluran kredit KKPE 2009- 2013 nampaknya tidak sejalan dengan pertumbuhan kredit KKPE ternak sapi. Rata-rata jumlah pemilikan sapi perah maupun sapi potong per peternak hampir tidak berubah, relatif kecil dan cenderung menurun. Untuk rata-rata pemilikan ternak sapi potong per peternak menurun dari 2.5 ekor di tahun 2009 menjadi 1.8 ekor di tahun 2013; sementara untuk rata-rata pemilikan ternak sapi perah per peternak menurun dari 2.5 ekor di tahun 2009 menjadi 2.4 ekor di tahun 2013. Gambar 16 Perkembangan jumlah peternak, populasi dan rata-rata pemilikan sapi perah per peternak tahun 2009 – 2013 Sejalan dengan sebaran populasi ternak sapi secara spasial, peternak sapi tersebar di seluruh kabupatenkota di Provinsi Jawa Tengah dan jumlah terbanyak terdapat pada kabupaten dengan populasi ternak sapi terbanyak atau sentra produksi sapi baik untuk sapi potong maupun sapi perah Tabel 9 dan Tabel 10. Peternak sapi potong terkonsentrasi di lima sentra produksi ternak sapi potong yaitu Kabupaten Blora, Wonogiri, Grobogan, Rembang dan Boyolali. Sekitar 50 persen peternak sapi potong di Jawa tengah berada di lima kabupaten sentra produksi tersebut dan begitu pula dengan populasi ternaknya. Tidak jauh berbeda dengan penyebaran spasial peternak sapi potong, peternak sapi perah juga terkonsentrasi di sentra produksi sapi perah yaitu Kabupaten Boyolali, Semarang, Klaten, Salatiga dan Banjarnegara. Khusus untuk sapi perah, baik populasi ternak maupun peternaknya sangat terkonsentarsi di Kabupaten Boyolali. Berbeda dengan empat kabupaten sentra produksi lainnya, Kabupaten Banjarnegara merupakan sentra produksi baru yang meningkat populasinya terutama setelah adanya penyaluran kredit KKPE. Fakta bahwa peternak sapi terkonsentrasi di sentra produksi ternak mengindikasikan bahwa populasi ternak yang besar di kabupaten sentra produksi bukan disebabkan karena pemilikan ternak yang besar atau karena skala usaha yang besar tetapi lebih disebabkan banyaknya penduduk yang beternak sapi Tabel 9 dan Tabel 10. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata pemilikan ternak. Secara umum, rata-rata jumlah pemilikan ternak sapi per peternak atau skala usaha di sentra produksi lebih kecil daripada di non sentra produksi baik untuk sapi perah maupun untuk sapi potong. Di samping itu, secara umum skala usaha sapi perah sedikit lebih besar daripada skala usaha sapi potong. Di sentra produksi sapi potong, rata-rata pemilikan ternak sapi potong per peternak sekitar 2 Tabel 9 Jumlah dan pertumbuhan peternak sapi potong serta pemilikan sapi potong per peternak di Jawa Tengah, tahun 2009 - 2013 Keterangan: menunjukan nilainya negatif = pemilikan sapi tahun 2013 ekorpeternak Sumber: Statistik Peternakan Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 – 2014 ekor per peternak; sementara di beberapa kabupatenkota lainnya, pemilikan sapi potong ada yang lebih dari 3 ekor bahkan mencapai 6 ekor per peternak. Hal yang sama terjadi untuk sapi perah, di sentra produksi sapi perah, rata-rata pemilikan ternak sapi perah per peternak kurang dari 3 ekor per peternak dan sebaliknya di sebagian besar kabupaten di daerah non sentra produksi. Di sebagian besar kabupaten, rata-rata pemilikan sapi potong per peternak adalah sekitar 2-3 ekor dan yang tertinggi hanya mencapai 6 ekor. Begitu juga Kab Kota 2009 2010 2011 2012 2013 Pertumb thn Pemilikan Cilacap 3,706 5,818 8,802 8,802 7,201 22.5 2.2 Banyumas 7,416 7,416 8,794 8,881 7,488 1.0 2.0 Purbalingga 2,928 2,928 7,593 2,928 6,321 53.4 2.0 Banjarnegara 22,726 24,431 20,226 20,160 19,231 3.7 1.7 Kebumen 13,810 21,762 51,660 39,624 40,469 43.5 1.5 Purworejo 6,806 6,816 10,406 10,406 7,944 7.3 1.7 Wonosobo 18,574 18,628 15,963 16,275 13,006 8.0 1.7 Magelang 36,882 37,150 42,113 47,998 39,996 2.8 1.5 Boyolali 40,570 40,563 49,655 49,665 48,043 4.8 1.8 Klaten 21,213 21,374 45,327 45,514 39,504 25.0 2.0 Sukoharjo 10,639 11,558 16,801 16,810 13,564 8.7 1.9 Wonogiri 56,452 56,452 100,453 100,435 91,934 17.4 1.7 Karanganyar 25,852 24,241 37,927 38,062 33,409 9.6 1.8 Sragen 37,194 37,233 57,431 57,693 46,729 9.0 1.8 Grobogan 50,869 52,111 105,525 105,380 81,256 20.5 1.7 Blora 87,198 99,254 118,825 118,850 99,182 4.3 2.0 Rembang 44,939 46,041 67,551 67,624 57,872 8.7 2.0 Pati 38,092 36,546 55,900 52,365 45,384 7.3 1.8 Kudus 5,842 5,864 6,117 3,387 5,404 4.9 1.8 Jepara 15,356 13,233 25,155 25,302 20,496 14.5 1.9 Demak 852 1,006 1,179 1,145 1,201 9.3 3.2 Semarang 34,835 37,339 28,578 29,668 27,240 5.2 1.9 Temanggung 12,006 20,465 23,011 22,920 17,164 14.3 1.6 Kendal 415 10,177 14,588 7,216 10,830 598.8 1.7 Batang 7,877 7,870 13,048 12,233 9,792 9.9 1.7 Pekalongan 6,454 6,464 9,944 9,944 9,483 12.3 2.0 Pemalang 2,788 2,788 5,345 5,428 4,076 17.1 2.0 Tegal 2,232 2,296 3,939 3,939 3,237 14.2 2.8 Brebes 157 11,284 13,831 1,487 10,971 1,914.6 2.6 Magelang 46 55 54 53 32 5.9 5.0 Surakarta 402 407 323 305 286 7.8 2.8 Salatiga 883 893 722 722 630 7.7 2.0 Semarang 936 704 1,306 1,360 1,099 11.4 4.2 Pekalongan 70 71 76 76 50 6.4 6.1 Tegal 12 18 36 39 20 27.4 6.2 Jumlah 617,029 671,256 968,204 932,696 820,544 - 1.8 Pertthn - 8.8 44.2 3.7 12.0 9.3 - untuk sapi perah, di sebagian besar kabupaten, rata-rata pemilikan sapi potong per peternak adalah sekitar 2-3 ekor, namun cukup banyak kabupaten yang rata-rata skala usaha peternaknya lebih dari 5 ekor dan khusus untuk Kabupaten Grobogan dan Kota Surakarta, skala usaha peternaknya lebih dari 20 ekor. Kabupaten yang peternaknya memiliki skala usaha yang relatif besar bukan merupakan sentra produksi dan jumlah peternak biasanya relatif sedikit, kurang dari 10 orang. Tabel 10 Jumlah dan pertumbuhan peternak sapi perah serta pemilikan sapi perah per peternak di Jawa Tengah, tahun 2009 - 2013 No. KabupatenKota Sapi Perah Pertumb thn Pemilikan ternak ekorpeternak 2009 2010 2011 2012 2013 1 Kab. Cilacap 1 3 8 3 42 401.0 2.3 2 Kab. Banyumas 180 180 203 217 269 10.9 8.2 3 Kab. Purbalingga 47 47 19 58 60 37.3 2.7 4 Kab. Banjarnegara 3 6 1,842 1,971 725 7,660.9 1.6 5 Kab. Kebumen 1 1 3 1 87 2,183.3 1.6 6 Kab. Purworejo 4 4 13 8 62 215.4 2.1 7 Kab. Wonosobo 30 31 908 674 500 695.2 2.1 8 Kab. Magelang 156 156 2,328 2,303 1,052 334.2 1.6 9 Kab. Boyolali 29,183 29,193 35,221 35,221 27,699 0.2 2.2 10 Kab. Klaten 2,043 2,017 2,047 2,062 1,404 7.7 2.9 11 Kab. Sukoharjo 4 5 23 23 93 172.3 2.8 12 Kab. Wonogiri - - 7 30 124 160.5 1.3 13 Kab. Karanganyar 13 13 42 37 76 79.1 5.6 14 Kab. Sragen 4 4 5 5 170 831.3 1.2 15 Kab. Grobogan 3 3 11 10 9 61.9 22.7 16 Kab. Blora 3 2 4 11 3 42.2 8.0 17 Kab. Rembang 1 1 3 6 3 62.5 3.3 18 Kab. Pati 46 46 59 40 34 4.7 6.3 19 Kab. Kudus 17 17 29 35 27 17.1 9.4 20 Kab. Jepara 2 2 4 2 88 1,087.5 1.2 21 Kab. Demak 6 5 5 3 36 260.8 1.9 22 Kab. Semarang 11,817 12,666 14,750 12,235 8,761 5.5 2.5 23 Kab. Temanggung 5 5 45 10 252 785.6 2.5 24 Kab. Kendal 41 108 42 16 75 102.3 3.1 25 Kab. Batang 8 3 12 6 62 280.2 2.1 26 Kab. Pekalongan 9 9 18 18 174 241.7 2.1 27 Kab. Pemalang 1 2 7 1 5 166.1 4.0 28 Kab. Tegal 9 9 15 8 43 114.4 5.0 29 Kab. Brebes 3 13 6 6 15 107.4 3.2 30 Kota Magelang 5 5 5 3 4 1.7 5.5 31 Kota Surakarta 7 7 6 7 5 6.5 20.0 32 Kota Salatiga 4,261 4,334 1,948 1,948 1,477 19.4 2.3 33 Kota Semarang 230 294 477 467 355 16.0 4.1 34 Kota Pekalongan 23 26 28 28 19 2.9 14.1 35 Kota Tegal 2 1 2 2 3 25.0 9.0 Jumlah 48,168 49,218 60,145 57,475 43,813 2.4 Pertumbuhan thn 2.18 22.20 4.44 23.77 1.0 Keterangan: menunjukan nilainya negatif Sumber: Statistik Peternakan Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 – 2014 Kondisi rata-rata pemilikan ternak sapi yang demikian mengindikasikan bahwa di satu pihak penyaluran kredit KKPE tidak hanya diberikan kepada peternak yang sudah ada tetapi juga diberikan kepada peternak baru dan di pihak lain, dimungkinkan karena jumlah peternak yang mendapatkan kredit KKPE masih relatif kecil. Kenyataan ini didukung oleh hasil temuan lapang dimana di Kabupaten Semarang, beberapa responden penerima kredit program KKPE ternak sapi merupakan penduduk yang belum pernah beternak sapi. Sementara itu, jika dihitung dari nilai kredit yang tersalurkan dan nilai maksimum kredit yang dapat diambil oleh seorang peternak jumlah peternak yang memanfaatkan kredit KKPE masih relatif kecil atau sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah peternak yang ada. Sebagai contoh di tahun 2013 jumlah peternah sapi potong dan sapi perah adalah 941,415 orang dan jumlah kredit KKPE yang disalurkan di tahun tersebut adalah Rp.171.1 milyar atau kumulatif Rp.613.5 milyar. Maka dengan nilai maksimum kredit per peternak sebesar Rp.50 juta, jumlah peternak maksimum yang dapat menerima kredit KKPE adalah 12,270 orang dan ini berarti hingga tahun 2013, jumlah peternak yang sudah menerima kredit KKPE adalah baru sekitar 1.3 persen. Dalam kurun waktu 2009-2013, secara umum jumlah peternak sapi potong mengalami pertumbuhan yang positif dan sebaliknya dengan jumlah peternak sapi perah, namun demikian jika ditinjau secara spasial, terdapat kabupaten yang mengalami pertumbuhan yang positif dan terdapat kabupaten yang mengalami pertumbuhan yang negatif. Terdapat 8 kabupaten yang jumlah peternak sapi perahnya mengalami pertumbuhan yang negatif dan 4 kabupaten diantaranya adalah kabupaten sentra produksi sapi perah dengan penurunan yang relatif besar. Sedangkan 7 kabupaten yang pertumbuhan jumlah peternak sapi potong per tahunnya bernilai negatif, semuanya bukan merupakan kabupaten sentra produksi sapi potong dan penurunannya realtif kecil. Oleh karena itu secara total, pertumbuhan jumlah peternak sapi perah di Jawa Tengah bernilai negatif. Pertumbuhan yang negatif di beberapa kabupaten, umumnya disebabkan penurunan jumlah peternak di tahun 2012 dan 2013. Sebagaimana terlihat pada Tabel 11 walaupun ternak sapi potong maupun sapi perah tersebar di seluruh kabupatenkota di Jawa Tengah, namun tidak semua peternak tergabung dalam kelompok tani. Tergabung dalam kelompok tani merupakan syarat utama peternak dalam mendapatkan kredit KKPE, walaupun dewasa ini penyaluran kredit KKPE boleh secara perorangan dan ini sangat tergantung pada lembaga kreditnya. Berdasarkan informasi di lapangan, sebetulnya kelompok tani ternak ini adalah kelompok tani yang dibentuk sudah sangat lama khususnya ketika ada bantuan pemerintah yang mana bantuan tersebut harus disalurkan melalui kelompok tani. Kelompok tani ini dibentuk harus berdasarkan SK Bupati setempat. Oleh karena itu kabupaten yang tidak ada kelompok taninya, bisa jadi peternak di daerah tersebut belum menerima kredit KKPE dan kelompok tani yang lama tidak aktif. Jika dilihat dari rata-rata jumlah anggota per kelompok tani, hampir di setiap kabupatenkota jumlah anggota per kelompok tani relatif besar. Hal ini kemungkinan, tidak semua peternak merupakan anggota kelompok tani yang terdaftar dan kelompok tani yang terdaftar merupakan kelompok tani penerima bantuan apakah bantuan program KKPE atau lainnya. Untuk sapi perah, banyak kabupaten yang tidak ada kelompok peternaknya, hal ini dimungkinkan karena peternaknya sendiri tidak ada. Tabel 11 Jumlah kelompok tani ternak sapi potong dan sapi perah serta jumlah peternak per kelompok menurut kabupatenkota di Jawa Tengah tahun 2013 No. KabupatenKota Jumlah Kelompok Anggota per kelompok orangkelompok Sapi Potong Sapi Perah Sapi Potong Sapi Perah 1 Kab. Cilacap 19 - 22 - 2 Kab. Banyumas 87 19 21 19 3 Kab. Purbalingga 134 13 18 16 4 Kab. Banjarnegara 85 - 29 - 5 Kab. Kebumen 528 - 20 - 6 Kab. Purworejo 78 - 36 - 7 Kab. Wonosobo 69 11 47 19 8 Kab. Magelang - - - - 9 Kab. Boyolali 82 87 31 30 10 Kab. Klaten 18 7 28 87 11 Kab. Sukoharjo - - - - 12 Kab. Wonogiri 206 - 16 - 13 Kab. Karanganyar 120 - 22 - 14 Kab. Sragen 98 - 15 - 15 Kab. Grobogan 160 - 18 - 16 Kab. Blora - - - - 17 Kab. Rembang 130 - 20 - 18 Kab. Pati 4 63 23 18 19 Kab. Kudus 20 - 85 - 20 Kab. Jepara - - - - 21 Kab. Demak 101 - 49 - 22 Kab. Semarang 231 84 24 25 23 Kab. Temanggung 160 - 40 - 24 Kab. Kendal - - - - 25 Kab. Batang 30 - 14 - 26 Kab. Pekalongan 44 - 17 - 27 Kab. Pemalang 88 1 28 20 28 Kab. Tegal 121 2 44 22 29 Kab. Brebes 103 - 18 - 30 Kota Magelang 1 1 10 20 31 Kota Surakarta 4 - 37 - 32 Kota Salatiga - 49 - 32 33 Kota Semarang 34 12 45 26 34 Kota Pekalongan 1 1 43 15 35 Kota Tegal 1 - 20 - Total 2,757 350 - - Sumber: Statistik Peternakan Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 – 2014 Perkembangan Produksi Daging, Susu Sapi dan Harga Secara umum tujuan dari budidaya sapi adalah menghasilkan daging sapi untuk sapi potong dan menghasilkan susu untuk sapi perah. Karena itu pada bagian ini akan membahas bagaimana perkembangan produksi daging sapi dan susu serta perkembangan harganya dikaitkan dengan populasi sapinya itu sendiri. Sumber: Statistik Peternakan Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 – 2014 Gambar 17 Perkembangan produksi daging sapi, harga dan kaitannya dengan populasi sapi potong di Jawa Tengah tahun 2005 hingga 2013 Sumber: Statistik Peternakan Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 – 2014 Gambar 18 Perkembangan produksi susu, harga dan kaitannya dengan populasi sapi perah di Jawa Tengah tahun 2005 - 2013 Tabel 12 Pertumbuhan produksi daging sapi, susu, harga dan produktivitas susu di Jawa Tengah tahun 2009-2013 Tahun Produksi Produktivitas susu ltrekor ltrekor Harga Daging sapi ton Susu ribu liter Sapi Rpekor bh Susu Rpliter thn hari P K P K 2009 48,340 91,762 1,670 5.8 26,375 24,700 5,958 5,500 2010 51,001 100,150 1,816 6.2 21,550 22,700 4,400 5,700 2011 60,322 104,141 1,736 6.0 20,400 22,500 4,900 5,900 2012 60,893 105,516 1,709 5.9 23,380 25,900 5,500 6,350 2013 61,141 97,579 2,089 7.1 26,708 27,792 6,125 6,958 Pertumb 6.2 1.5 5.9 5.4 1.8 3.6 1.1 6.1 Keterangan: P= produsen; K= konsumen Sumber: Statistik Peternakan Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 – 2014 Produksi susu sapi perah di Jawa Tengah pada tahun 2013 sebanyak 97,579,000 liter, dengan rata-rata produksi 7.1 literekorhari masih lebih rendah dibanding produktivitas sapi perah di Jawa Timur maupun Jawa Barat. Demikian juga bila dibandingkan dengan produksi susu di Jawa Tengah 10 tahun sebelumnya tahun 2003 sekitar 3 juta liter dengan produktivitas 9.2 literekorhari. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas sapi perah di Jawa Tengah perlu di identifikasi dan diatasi, dalam upaya peningkatan produktivitas maupun pengembangan sapi perah di Jawa Tengah. Penelitian-penelitian terdahulu dalam upaya peningkatan produktivitas sapi perah lebih diarahkan pada penelitian experimental. Belum banyak dilakukan penelitian observasional misalnya mengenai identifikasi faktor-faktor penyebab rendahnya produksi, kualitas dan harga susu sapi perah di Jawa Tengah. Gambaran Peternakan Sapi di Lokasi Studi: Kabupaten Semarang dan Boyolali Kabupaten Boyolali termasuk sentra pengembangan ternak sapi potong maupun sapi perah di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah sapi pada Mei 2013 tercatat sebanyak 87,858 ekor sapi potong dan 61,887 ekor sapi perah. Jumlah sapi betina lebih tinggi bila dibandingkan dengan jumlah sapi jantan ST 2013. Sapi yang paling banyak terdapat di Kecamatan Musuk, yaitu 27,908 ekor, sedangkan Kecamatan Sawit adalah jumlah sapi paling sedikit 599 ekor. Jumlah sapi potong terbanyak terdapat di Kecamatan Andong, yaitu 8,656 ekor, dan jumlah sapi perah terbanyak di Kecamatan Musuk, dengan jumlah 21,018 ekor. Selanjutnya berdasarkan hasil ST2013, rumah tangga usaha peternakan merupakan terbanyak kedua 133,802 rumah tangga setelah subsektor tanaman pangan. Sementara daerah yang terbanyak adalah di Kecamatan Musuk 27,778 RT, kemudian Cepogo 16,381 RT dan Ampel 15,748 RT. Jika dilihat dari rumah tangga pertanian yang mengusahakan ternak, hasil ST2013 menunjukkan bahwa jenis ternak besar yang banyak dipelihara oleh rumah tangga usaha peternakan di Kabupaten Boyolali adalah sapi potong 87,718 RT. Ternak kecil yang paling banyak diusahakan oleh rumah tangga pemelihara ternak adalah kambing, yaitu sebanyak 133,481 rumah tangga. Tabel 13 Jumlah sapi menurut kecamatan dan jenis kelamin di Kabupaten Boyolali, pada 1 Mei 2013 ekor No. Kecamatan Sapi Potong Sapi Perah Jantan Betina Jumlah Jantan Betina Jumlah 1 Selo 2,361 436 2,797 5,525 692 6,217 2 Ampel 4,451 3,211 7,662 2,282 5,957 8,239 3 Cepogo 2,557 709 3,266 6,532 6,589 13,121 4 Musuk 2,306 4,534 6,840 3,786 17,232 21,018 5 Boyolali 911 461 1,372 891 3,640 4,531 6 Mojosongo 2,996 3,072 6,068 1,349 7,095 8,444 7 Teras 1,842 1,429 3,271 130 78 208 8 Sawit 382 92 474 5 2 7 9 Banyudono 464 179 643 2 2 10 Sambi 3,044 ,290 5,334 7 2 9 11 Ngemplak 2,016 201 2,217 12 Nogosari 4,815 2,089 6,904 2 2 13 Simo 2,991 1,841 4,832 4 45 49 14 Karanggede 1,130 2,193 3,323 6 6 15 Klego 1,429 5,652 7,081 3 3 6 16 Andong 2,144 6,512 8,656 4 1 5 17 Kemusu 1,247 5,401 6,648 3 4 7 18 Wonosegoro 1,352 4,906 6,258 3 11 14 19 Juwangi 1,016 3,196 4,212 2 2 Kabupaten Boyolali 39,454 48,404 87,858 20,532 41,355 61,887 Sumber: ST2013 Gambaran Usaha Peternakan Sapi Potong dan Sapi Perah di Semarang Kabupaten Semarang merupakan daerah yang sangat cocok untuk usaha peternakan. Hal ini didukung oleh topografi wilayahnya yang meliputi daerah pegunungan dan perbukitan serta dataran rendah serta didukung oleh iklim yang sesuai. Hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan rumahtangga RT peternakan merupakan terbesar ketiga setelah subsektor tanaman pangan dan hortikultura. Jenis ternak yang banyak dipelihara masyarakat adalah sapi potong dan sapi perah dengan jumlah masing-masing 51,901 ekor dan 22,308 ekor Tabel 14. Wilayah kecamatan yang menjadi sentra pengembangan ternak sapi potong adalah Kecamatan Tengaran dan sentra pengembangan sapi perah adalah Kecamatan Getasan. Sementara dari seluruh rumah tangga usaha peternakan 86.155 RT di Kabupaten Semarang, maka rumah tangga yang memelihara ternak sapi potong sebanyak 27,191 RT 31.6 persen dan yang memelihara sapi perah 8,741 RT 10.1 persen ST 2013. Walaupun subsektor peternakan masih merupakan usaha yang relatif dominan di Kabupaten Semarang, namun jika dibandingkan hasil ST2013 dengan ST2003, maka terjadi penurunan yang paling besar dibanding subsektor lain. Jika pada ST2003 rumah tangga peternakan sebesar 125,860 RT, maka ST2013 menjadi sebesar 86,155 RT turun 31.6 persen. Tabel 14 Jumlah ternak sapi per kecamatan di Kabupaten Semarang, pada 1 Mei 2013 ekor No Kecamatan Sapi Potong Sapi Betina Jantan Betina Jumlah Jantan Betina Jumlah 1 Getasan 3,475 154 3,629 4,616 11,005 15,621 2 Tengaran 2,067 3,096 5,163 314 1,304 1,618 3 Susukan 1,487 2,161 3,648 2 11 13 4 Kaliwungu 1,240 3,496 4,736 13 29 42 5 Suruh 1,569 2,644 4,213 26 117 143 6 Pabelan 1,014 1,950 2,964 36 179 215 7 Tuntang 735 129 864 131 408 539 8 Banyubiru 2,392 222 2,614 42 209 251 9 Jambu 1,312 122 1,434 9 8 17 10 Sumowono 2,590 595 3,185 245 15 260 11 Ambarawa 1,741 36 1,777 6 2 8 12 Bandungan 3,112 331 3,443 749 58 807 13 Bawen 2,732 176 2,908 15 73 88 14 Bringin 770 1,493 2,263 2 8 10 15 Bancak 670 1,950 2,620 3 2 5 16 Pringapus 1,402 744 2,146 4 6 10 17 Bergas 1,876 334 2,210 132 118 250 18 Ungaran Barat 429 492 921 763 1,067 1,830 19 Ungaran Timur 646 517 1,163 101 480 581 Total 31,259 20,642 51,901 7,209 15,099 22,308 Sumber: ST2013, BPS Kabupaten Semarang Daya dukung wilayah Pada dasarnya upaya pengembangan usahatani sapi harus ditopang oleh daya dukung wilayah. Daya dukung ini ditentukan oleh faktor tersedianya pakan ternak yang memadai yang memungkinkan mengembangkannya dan sistem kelembagaan yang ada. Bagi wilayah penelitian ini, faktor ketersediaan pakan hijauan merupakan salah satu kendala utama Naibaho 1987. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menentukan daya dukung wilayah adalah yang bersandar kepada konsep kemampuan lahan land capacity. Berdasarkan konsep ini maka kelas kesesuaian lahan land sustainability yang merupakan derajat kesesuaian lahan untuk jenis tanaman pakan dapat ditentukan. Dengan memperkirakan produksi untuk masing-masing jenis tanaman maka dapat diketahui daya dukung suatu wilayah. Untuk wilayah Jawa Tengah, parameter yang dianggap sesuai untuk menentukan besarnya daya dukung wilayah bagi pengembangan usahatani sapi perah meliputi: a ketersediaan tanaman rumput dan b ketersediaan limbah pertanian. Pakan hijauan merupakan kebutuhan pokok dari ternak sapi, yaitu sekitar 10 persen dari berat tubuh per ekor per hari. Produksi susu sapi perah sekitar 70 persen ditentukan oleh pakannya. Untuk Jawa Tengah, pakan hijauan ternak berupa rumput berasal dari lapangan, galengan sawah, tegalan, tepi jalan, dan daerah hutan. Produksi hijauan ini masih dapat ditingkatkan dengan penanaman rumput dan legium jenis unggul. Pakan hijauan yang berasal dari limbah pertanian saat ini penggunaannya masih rendah. Hal ini berarti bahwa dengan pengelolaan yang lebih baik melalui pengawetan limbah pertanian akan dapat ditingkatkan kapasitas tampung wilayah. Berdasarkan perhitungan penyediaan pakan hijauan ternak pada tahun 1983, maka daya tampung wilayah Jawa Tengah adalah sebesar 2,500,000 unit ternak UT. Jumlah ternak yang ada baru mencapai 1,800,000 UT. Dengan demikian wilayah ini masih dapat menampung tambahan ternak sebesar 700,000 UT Dinas Peternakan Jawa Tengah 1983. Akan tetapi tambahan jumlah tersebut merupakan kompetisi dari berbagai jenis ternak, yang meliputi ternak sapi potong, perah, kerbau, kuda, domba, dan lainnya. Berdasarkan data daya dukung dapat dilihat bahwa terdapat kabupaten yang jumlah ternaknya telah melampaui kapasitas dukungnya atau sebaliknya. Terdapat kecenderungan peternak di beberapa wilayah merubah pola pertanaman lahan usahataninya baik sawah maupun tegalan dari tanaman pangan menjadi rumput jenis unggul. Terlepas dari dampak yang ditimbulkan oleh pergeseran pola tersebut, keadaan demikian akan meningkatkan daya dukung wilayah yang bersangkutan terhadap komoditas ternak. Apabila dibandingkan daya dukung carrying capacity wilayah terhadap populasi ternak di Jawa Tengah, tampak bahwa daya dukung tersebut makin berkurang. Tahun 2012, daya dukung Jawa Tengah masih sebesar 6,158,131 UT dan tahun berikutnya telah berkurang 11.76 persen. Di Kabupaten Boyolali, carring capacity meningkat, namun tetap tidak dapat menopang populasi ternak yang ada. Sementara di Kabupaten Semarang carring capacity maupun populasi ternak semakin berkurang. Tabel 15 Daya dukung wilayah di Jawa Tengah, Boyolali dan Semarang Uraian Tahun Carrying Capacity UT Populasi UT KelebihanKekurangan ternakUT Jawa Tengah: 2012 6,158,131 3,185,771 2,972,360 2013 5,433,958 3,033,964 2,399,994 Perkemb 11.76 4.77 19.26 Boyolali: 2012 94,210 207,436 113,226 2013 101,830 180,608 78,778 Perkemb 8.09 12.93 30.42 Semarang: 2012 1,504,267 221,239 1,283,028 2013 1,504,239 209,163 1,295,076 Perkemb 0.00 5.46 0.94 Sumber: Data Statistik Peternakan, Dinas Peternakan dan Keswan Jateng 2014 Namun pendapat lain adalah dalam beberapa tahun belakangan ini jumlah penduduk Jawa Tengah telah meningkat tajam. Hal ini telah menyebabkan tekanan terhadap lahan menjadi meningkat. Peningkatan jumlah penduduk ini telah menyebabkan potensi pemilikan lahan pertanian di Jawa Tengah menjadi berkurang. Kondisi ini merupakan hal yang kritis, bagaimana petani harus meningkatkan efisiensi usahataninya untuk berkontribusi terhadap ketahanan pangan rumah tangga dan pembangunan pertanian secara menyeluruh. Pertumbuhan dan kepadatan penduduk memiliki dua hubungan dengan usaha ternak. Pertama, kepadatan penduduk menciptakan pasar dan insentif harga bagi produk sapi potong maupun sapi perah. Kedua, karena tekanan terhadap lahan telah mengarahkan petani kepada pemilikan lahan yang sempit, sehingga mereka tidak ada pilihan lagi dan harus meningkatkan produksi dengan menggunakan teknologi yang lebih maju. Untuk mengadopsi teknologi maju, petani membutuhkan modal untuk membiayai operasinya. Bagi peternak kecil, modal tersebut hanya didapat dari sumber kredit karena marginal propensity to save mereka sangat rendah. Hal yang juga mengejutkan adalah bahwa peternak kecil di Indonesia, hanya menyerap sekitar sepertiga dari kredit program yang disediakan pemerintah. Dengan demikian perlu diketahui faktor-faktor apa yang menentukan pilihan peternak kecil terhadap sumber kredit yang dapat mereka akses. Inilah salah satu dasar dari dilakukannya penelitian ini. Dukungan Pembiayaan KKPE Usaha Peternakan Sapi di Jawa Tengah Pembangunan peternakan Provinsi Jawa Tengah selama ini didominasi usaha peternakan rakyat dengan pemilikan modal usaha ternak yang sangat terbatas. Selain itu, keterbatasan lain seperti minimnya penguasaan teknologi, akses pasar dan permodalan, serta cenderung belum memperhitungkan efisiensi produksi. Peran pemerintah sebagai fasilitator dalam meningkatkan permodalan petani selalu diharapkan, seperti dukungan akses kepada skim kredit untuk peningkatan usaha peternakan. Skim kredit tersebut antara lain Kredit Ketahanan Pangan dan Energi KKPE, Kredit Usaha Rakyat KUR, dan Kredit Usaha Pembibitan Sapi KUPS. Selain kredit program, peternak juga dapat mengakses permodalan dari sebagian laba bersih yang dimiliki BUMN, Perseroan Terbatas dan perusahaan swasta melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PKBL dan Corporate Social Responsibility CSR Laporan Tahunan Disnak Jateng 2013. Khusus untuk pembiayaan yang berasal dari kredit program, KKPE merupakan kredit yang terbanyak untuk pengembangan peternakan di samping KUR maupun KUPS, besarnya kredit program KKPE dan alokasi menurut kabupaten kota tahun 2012-2013 diperlihatkan pada Tabel 15. Besar total dana KKPE tersebut relatif kecil dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Kementan karena data KKPE ini adalah yang dikompilasi oleh Dinas Peternakan Provinsi Jareng berdasarkan laporan dari masing-masing bank penyalur dimana tidak semua bank penyalur melaporkannya. Tahun 2013 jumlah KKPE sebanyak Rp.151 milyar atau meningkat 34.8 persen dari tahun 2012. Kredit program KKPE tersebut merupakan total KKPE untuk seluruh subsektor pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan dan perkebunan, namun menurut keterangan dari Dinas Peternakan Provinsi, alokasi dana kredit program KKPE untuk subsektor peternakan, khususnya ternak sapi relatif besar terlebih untuk Kabupaten Semarang dan Boyolali yang merupakan lokasi studi. Ditiinjau dari besarnya dana KKPE per kabupatenkota, memperlihatkan bahwa tidak semua kabupaten menerima dana KKPE hanya 29 dari 35 kabupatenkota dan alokasi dana KKPE per kabupatenkota tidak merata. Berdasarkan nilai total nilai KKPE tahun 2012 dan 2013, lima kabupaten yang mendapatkan kredit KKPE terbesar adalah Kabupaten Magelang, Pati, Sragen, Semarang dan Blora. Dari kelima kabupaten tersebut hanya Kabupaten Blora dan Semarang yang merupakan sentra produksi sapi, bahan untuk Kabupaten Grobogan dan Banyumas yang merupakan senra produksi sapi, sama sekali tidak menerima kredit KKPE. Khusus Kabupaten Boyolali, serapan KKPE tahun 2013 sebesar Rp.2.37 milyar dan di Kabupaten Semarang sebesar Rp.5.92 milyar. Realisasi kredit di kedua kabupaten tersebut di tahun 2013 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, sementara untuk Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan malah sebaliknya Tabel 16. Tabel 16 Realisasi penyaluran KPPE per kabupatenkota di Jawa Tengah Rp.juta No KabupatenKota Realisasi KKPE Total 2012 2013 1 Blora 3,963 9,325 13,288 2 Brebes 100 2,255 2,355 3 Demak 870 1,310 2,180 4 Jepara 4,432 3,830 8,262 5 Kendal 320 3,339 3,659 6 Pati 13,714 19,664 33,377 7 Purwodadi 4,665 3,662 8,327 8 Rembang 2,927 4,727 7,654 9 Salatiga 5,329 3,028 8,357 10 Tegal 1,420 4,130 5,550 11 Semarang 11,937 5,919 17,856 12 Wonosobo 3,803 2,506 6,309 13 Purworejo 4,204 1,069 5,273 14 Kebumen 353 3,252 3,605 15 Temanggung 6,354 2,883 9,238 16 Magelang 9,138 25,423 34,562 17 Sragen 9,814 15,135 24,949 18 Klaten 2,057 2,030 4,087 19 Karanganyar 839 3,943 4,782 20 Boyolali 2,740 2,367 5,107 21 Sukoharjo 3,152 2,396 5,548 22 Wonogiri 3,604 5,167 8,771 23 Purbalingga 5,389 7,549 12,938 24 Purwokerto 415 4,779 5,194 25 Cilacap 3,233 4,520 7,753 26 Banjarnegara 1,565 2,217 3,782 27 Pekalongan 4,850 3,750 8,600 28 Batang 71 715 29 Kudus 672 1,583 2,255 JUMLAH TOTAL 112,574 151,758 264,332 Sumber: Dinas Peternakan dan Keswan, Jateng, 2014 Sebagaimana sudah diungkapkan bahwa Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali yang menjadi lokasi studi merupakan sentra produksi peternakan sapi di Jawa Tengah. Kabupaten Semarang merupakan sentra produksi sapi perah kedua setelah Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Boyolali selain menjadi sentra produksi sapi perah pertama juga termasuk dalam lima sentra produksi sapi potong. Namun demikian, Kabupaten Boyolali tidak menjadi penerima dana KKPE terbesar. Kabupaten Semarang mendapatkan kredit yang jauh lebih besar daripada Kabupten Boyolali, lebih dari tiga kali lipatnya. Penurunan jumlah KKPE di Kabupaten Semarang dari tahun 2012 ke 2013 relatif besar 50 persen. Hal ini disebabkan mulai macetnya KKPE di tingkat debitur, terutama peternak sapi perah, dan ini dialami oleh semua bank penyalur KKPE. Bank BRI dan Bank Jateng sebagai penyalur terbesar mulai memperketat penyaluran dan berusaha menata KKPE yang macet. Bahkan bank BRI Ungaran-Kabupaten Semarang menghentikan penyaluran untuk sementara. Kinerja Pemanfaatan Kredit KKPE Sumber permodalan usaha bagi peternak sapi di Kabupaten Boyolali umumnya dari modal sendiri. Disamping itu kredit program dari pemerintah sejak beberapa tahun lalu sampai sekarang adalah kredit usaha peternakan sapi KUPS dan kredit ketahanan pangan dan energi KKPE. Khusus di Boyolali lembaga perbankan yang memulai menyalurkan kredit KKPE ke peternak adalah Bank Jateng, sejak tahun 2011 dan selanjutnya bank lainpun turut menyalurkan. Dari tahun 2012 ke 2013, KKPE yang dikucurkan berbagai lembaga bank ke peternak sebesar Rp.5.1 Milyar. Kredit tersebut umumnya diberikan melalui kelompok peternak sapi dan sebagian kecil langsung ke personal, walaupun sebenarnya pihak perbankan lebih senang memberikan kredit tersebut kepada personal. Di samping Bank BRI, maka Bank Jateng juga menyalurkan KKPE relatif banyak dan selanjutnya ada juga Bank Mandiri dan BNI. Tabel 17 Kinerja KPPE di Kabupaten Boyolali dan Semarang tahun 2011-2014 No. Bololali Semarang 2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014 Debitur klpk KKPE Sapi Potong 36 37 45 10 KKPE Sapi Perah 1 5 35 34 38 8 Total 1 5 39 19 71 71 83 18 Penyaluran Rp.Juta KKPE Sapi Potong 23,136 23,136 23,109 2,710 KKPE Sapi Perah 100 2190 21,261 24,178 29,431 3,451 Total 100 2,190 18,527 7,344 44,397 47,314 52,540 6,161 Sisa Rp.Juta KKPE Sapi Potong 14,774 14,382 16,483 12,002 KKPE Sapi Perah 525 1,778 333 16,038 15,860 16,141 13,445 Total 525 1,778 333 30,812 30,242 32,623 25,447 Tunggakan Rp.Juta KKPE Sapi Potong 64 906 4,192 2,800 KKPE Sapi Perah 64 1,683 6,197 4,971 Total 129 2,589 10,389 7,771 NPL KKPE Sapi Potong 0.44 6.30 25.43 23.33 KKPE Sapi Perah 0.40 10.61 38.39 36.98 Total 0.42 8.56 31.85 30.54 Sumber: Data sekunder olahan Jumlah debitur, besarnya dan kinerja penyaluran KKPE oleh bank penyalur terbesar yaitu BRI dan Bank Jateng di Kabupaten Boyolali dan Semarang diperlihatkan pada Tabel 16. Berdasarkan data tersebut, di Kabupaten Semarang dan Boyolali yang memperoleh KKPE dalam periode 2011-2014 sebanyak 307 debitur kelompok. Apabila per kelompok kelompok rata-rata 11 orang yang menerima KKPE sebagaimana dalam studi ini, maka peternak di Boyolali dan Semarang yang mendapat KKPE adalah sebanyak 3,377 orang. Sementara total nilai KKPE tahun 2011-2014 di Kabupaten Semarang dan Boyolali adalah Rp 178,573 milyar. Artinya rata-rata nilai kredit KKPE per orang adalah sekitar Rp 52.9 juta. Maksimum KKPE per orang yang diperbolehkan adalah Rp 50 juta dan dewasa ini sudah berubah menjadi Rp 100 juta. Ditinjau dari tingkat pengembalian KKPE yang diukur dengan nilai NPL, menunjukkan bahwa kinerja penyaluran KKPE di Kabupaten Boyolali lebih baik daripada kinerja penyaluran KKPE di Kabuapten Semarang. Di Boyolali, secara umum penyaluran KKPE dan pengembaliannya berjalan baik dan lancar sehingga nilai NPLnya adalah nol. Sedangkan di Kabupaten Semarang, cukup banyak debitu baik di tingkat kelompok maupun individu peternak yang mengalami kemacetan atau menunggak dalam pengembalian kreditnya sehingga secara total NPL KKPE tahun 2014 mencapai 30.54 persen. Kredit macet tersebut dialami baik oleh BRI maupun Bank Jateng. Sementara diantara kedua jenis peternak tersebut, peternak sapi perah mengalami kemacetan yang lebih besar disbanding dengan peternak sapi potong. Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Peternakan Sapi di Jawa Tengah V isi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah adalah: “Menjadi Dinas yang Profesional dalam Mewu judkan Kemandirian Peternakan Jawa Tengah”. Program utama pembangunan Peternakan Jawa Tengah tahun 2013-2018 adalah untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan, antara lain program pengembangan agribisnis, disamping beberapa program lain. Kegiatan untuk program pengembangan agribisnis meliputi: 1 peningkatan produksi peternakan, 2 pengembangan kesehatan masyarakat veteriner Kesmavet dan kesejahteraan hewan Kesrawan, 3 optimalisasi laboratorium kesehatan masyarakat veteriner, 4 optimalisasi Balai Inseminasi Buatan BIB Ungaran, 5 optimalisasi pembibitan ternak Ruminansia, 6 optimalisasi pembibitan ternak non Ruminansia, 7 pengembangan pelayanan kesehatan hewan, 8 optimalisasi laboratorium Keswan, Puskeswan dan Pos Lalu Lintas Ternak PLLT, 9 peningkatan perencanaan program, data dan evaluasi bidang peternakan, dan 10 peningkatan layanan usaha dan promosi agribisnis Tabel 18. Tabel 18 Misi, Tujuan dan Sasaran Pembangunan Peternakan di Jawa Tengah, tahun 2013- 2018 Misi Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Umum Meningkatkan manajemen pelayanan peternakan dan kesehatan hewan. 1. Mengembangkan sistem informasi untuk mendu- kung ketersedia- an data yang ce- pat, tepat, akurat; 1. Tersedianya data yang berkualitas untuk mendukung evaluasi dan perumusan kebijakan; 1. Meningkatkan pengelolaan sistem informasi untuk menyediakan data yang up to date dan valid. 1. Pengelolaan sistem informasi sesuai dengan kebutuhan dinas. 2. Meningkatkan koordinasifasilit asipembinaan lingkup peternakan; 2. Terwujudnya sinergitas pembangunan peternakan dan kesehatan hewan; 2. Meningkatkan sinergisitas pembangunan peternakan. 2. Pelaksanaan koordinasifasilita sipembinaan yang berkualitas. Tabel 18 lanjutan Misi Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Umum 3. Meningkatkan tata kerja peternakan dan kesehatan hewan. 3. Terciptanya sistem kerja yang efektif, efisien, akuntabel dan transparan. 3. Menerapkan SOP secara bertahap pada unit kerja. 3. Penyusunan dan penerapan SOP sesuai dengan tupoksi. 4. Meningkatkan sarpras mendukung sistem kerja yang efektif, efisien, akuntabel dan transparan. 4. Penambahan dan perbaikan sarana dan prasarana secara bertahap. Meningkatkan kompetensi Sumber Daya Aparatur Peternakan dan Kesehatan Hewan. Meningkatkan kapasitas SDM teknis dan non teknis sesuai dengan kompetensinya. Terwujudnya SDM peternakan yang profesional. Meningkatkan kapasitas SDM melalui: a Pendidikan formalbimtekma gangin house training dan pembinaan; Peningkatan kapasitas SDM melalui: a Pendidikan formalpelatihan bimtekmagangg pembangunan peternakan; b Pengembangan dan pembinaan jabatan fungsional khusus. b Prioritas pengemb jabatan fungsional khusus medis veteriner, para- medis veteriner, pengawas bibit, mutu pakan, mutu hasil pertanian dan analis pemasaran hasil pertanian . Meningkatkan produksi dan produktivitas ternak berbasis sumber daya lokal yang berkelanjutan. Meningkatkan ketersediaan pangan asal hewan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal ASUH. Meningkatkan ketersediaan pangan asal hewan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal ASUH. Mengembangkan kawasan peternakan berbasis komoditas strategis dan unggulan lokal yang berkelanjutan didukung penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan. 1 Prioritas pengem untuk perbaikan mutu bibit, pengemb pakan ternak murah dan berkualitas, alsin peternakan, peningkatan yan-keswan, pengawasan dan pengujian kualitas produk asal hewan. 2 Pengelolaan limbah ramah lingkungan. Mengembangk an Agribisnis Peternakan yang berdaya saing. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing agribisnis peternakan. 1. Meningkatkan skala usaha peternakan; 1.Meningkatkan fasilitasi pembiayaan dan pemasaran produk peternakan. 1. Fasilitasi pembiayaan peningkatan skala usaha dan pemberdayaan kelompok ternak. Tabel 18 lanjutan Misi Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Umum 2. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk; 1.Mengembangkan jaringan pemasaran dan informasi pasar. 2. Fasilitasi sistem informasi dan teknologi. 3. Meningkatnya kapasitas SDM dan kelembagaan peternak. 1.Menyelenggarakan pelatihanpembinaan bimtekmagang petani dan kelompok ternak. 3. Pelatihanpembin aanbimtek good breeding practice, GFP, GHP, GMP, dan pengemb jiwa kewirausahaan.

6. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA, USAHA PETERNAKAN DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN

Karakteristik Rumah Tangga Peternak Sapi Jumlah sampel penelitian disertasi ini adalah 124 seratus dua puluh empat orang responden peternak sapi di wilayah Jawa Tengah. Akan tetapi proses pencarian data penelitian ini sesungguhnya lebih dari jumlah tersebut. Setelah dicermati ternyata beberapa isian instrumen penelitian kuesioner tidak sempurna atau kurang lengkap. Instrumen-instrumen yang tidak lengkap dikeluarkan dari proses analisis selanjutnya. Uraian deskriptif karakteristik responden peternak sapi potong maupun sapi perah ditampilkan pada Tabel 19 berikut. Terdapat variasi pada nilai variabel sosial ekonomi antara kedua jenis responden tersebut, namun secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan. Hanya beberapa variabel saja yang menunjukkan signifikansi, seperti variabel luas kandang dan usia. Tabel 19 Karakteristik responden yang akses KKPE dan tidak akses KKPE Akses thp kredit n=90 Tdk Akses tdp kredit n=34 Max Min Median STD Rataan Max Min Median STD Rataan Akses 1 1 1 1 Usia thn 70 29 49 9.11 48.6 67 35 51 7.36 50.47 ukur klg org 8 2 4 1.16 3.8 6 2 3 1.07 3.4 Pddkn thn 17 6 10.5 3.63 10.6 17 6 12 2.75 10.8 Lahan ha 4.5 0.02 0.3 0.68 0.5 1.5 0.05 0.4 0.34 0.4 Kandang m 2 900 9 42.5 105.94 66.1 200 12 35 44.43 61.2 Satuan Ternak 34.5 1 4 5.37 5.0 12 1 4 2.98 4.7 Pengalaman thn 40 1 18.5 10.74 18.5 40 1 15.5 9.29 16.3 Pdptnon Rp.juta 112 14 17 17 129 2 19 36 33 PdtternakRp.juta 218 1 18 45 29 91 1 27 28 32 biaya adm Rp.000 800 115 215 119 245 Bunga 7 4 5.5 0.61 5.1 Keltan 1 1 0.25 0.9 1 1 0.38 0.8 TK jam kerja 4 0.19 0.7 0.7 0.7 1.3 0.2 0.4 0.29 0.6 Jlh kredit Rp.juta 200 5 30 24.68 36.3 Produksi susu lt 15 8 5.36 10.2 15 10 4.55 10.8 Agunan 1 1 0.33 1.0 Tunggakan Rp juta 26 0.04 0.8 Sumber: Data primer diolah Secara rata-rata peluang atau akses peternak terhadap kredit KKPE relatif baik atau sebesar 0.7258 atau sebesar 72.58 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa peluang peternak mengakses kredit lebih besar daripada tidak akses. Dilihat dari standar deviasinya yang sebesar 0.4479 dibawah mean 0.7258 dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas peternak terhadap KKPE tidak bervariasi. Variabel ini memiliki nilai maksimum sebesar 1.0000 dan nilai minimum 0.0000. Untuk variabel umur, rata-rata mean peternak sapi sebesar 49.1 yang artinya secara umum peternak sapi, baik yang mengakses kredit maupun yang tidak mengakses memiliki umur rata-rata 49.1 tahun. Sementara standar deviasi sebesar 8.66 atau lebih kecil dari rata-rata umur peternak. Sebagian besar standar deviasi dari variabel yang dianalisis lebih kecil dari mean, yang berarti peternak sampel memiliki variasi yang kurang beragam. Karakteristik Peternak Usia. Secara umum peternak sapi di Boyolali berumur rata-rata 50 tahun dengan variasi dari 32 tahun sampai 69 tahun. Semua responden ini adalah kepala rumah tangga dan masih aktif dalam berusaha. Sementara di Kabupaten Semarang, usia peternak sapi rata-rata 50 tahun yang berkisar dari 35 tahun sampai 70 tahun. Apabila dibandingkan usia peternak sapi potong dengan peternak sapi perah secara umum tampak bahwa peternak sapi potong relatif muda 45 tahun sedangkan peternak sapi perah sebagian besar di atas 45 tahun Tabel 20. Pendidikan. Pendidikan rata-rata responden peternak di Boyolali adalah antara SMP dan SMA atau 10 tahun. Peternak yang paling tua tamat SD dan yang paling muda berpendidikan sarjana atau 16 tahun. Kondisi pendidikan responden di Kabupaten Semarang juga tidak jauh berbeda, dimana pendidikan rata-rata peternak adalah SMA atau 11 tahun. Walaupun banyak peternak yang berpendidikan SD, namun sebagian sudah memiliki pendidikan yang lebih baik, yaitu sarjana sebanyak 12.1 persen. Sejalan dengan usia peternak, tampak bahwa peternak sapi perah kebanyakan berpendidikan rendah, yaitu SD dan SMP, sementara pendidikan peternak sapi potong baik di Boyolali maupun di Semarang sebagian besar sudah SMA atau perguruan tinggi. Pekerjaan. Pekerjaan utama sebagian besar responden adalah petani 80.5 persen. Pekerjaan utama responden lainnya bervariasi, mulai dari PNSguru, karyawan, pedagang, maupun perangkat desa. Pekerjaan sebagai peternak adalah pekerjaan sambilan. Hal ini berkaitan dengan terbatasnya jumlah ternak yang dipelihara, yaitu rata-rata 4 ekor. Jumlah terkecil ternak yang dipelihara adalah satu ekor dan yang terbanyak 37 ekor satuan ternak ST. Gambaran jumlah ternak yang dipelihara antara peternak Boyolali dan Semarang tidak jauh berbeda, demikian juga bila dibandingkan antara ternak sapi potong dan sapi perah. Hanya saja perputaran ternak pada peternak sapi potong lebih sering karena melakukan jual beli, yaitu sekitar 2-4 kali dalam setahun. Mereka menjual maupun membeli ternak umumnya ke pasar ternak setempat atau menjual ke tengkulak yang datang. Pembelian ternak selain ke pasar ternak juga ke tetangga yang mempunyai pedet atau bakalan. Anggota rumah tangga. Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tangga di Boyolali rata-rata 4 orang dimana jumlah terbanyak 6 orang dan terkecil adalah 2 orang. Keberadaan anggota rumah tangga ini sangat penting dalam partisipasi mengurus ternak, karena biasanya semua anggota rumah tangga terlibat dalam mencari rumput, memberi makan, maupun membersihkan kandang ternak. Tabel 190 Karakteristik rumah tangga responden peternak sapi di Kabupaten Boyolali dan Semarang No Deskripsi Kabupaten Boyolali Semarang Peternak Sapi Perah Peternak Sapi Potong Peternak Sapi Perah Peternak Sapi Potong 1 Umur tahun: - ≤ 45 19.4 60.0 41.7 40.0 - 45 80.6 40.0 58.3 60.0 2 Pendidikan : - SD 39.4 18.2 16.7 32.0 - SMP 12.1 9.1 50.0 16.0 - SMA 42.4 36.4 16.7 36.0 - D3Perg. Tinggi 6.1 36.4 16.7 16.0 3 Pekerjaan : - Petani 90.9 54.5 75.0 72.0 - Luar Pertanian 9.1 45.5 25.0 28.0 4 Jumlah Anggota Keluarga jiwa: 2.7 3.4 2.0 2.7 - Dewasa laki-laki 1.4 1.7 1.0 1.4 - Dewasa perempuan 1.3 1.7 1.0 1.3 Sumber: Data primer diolah Peternak di Kabupaten Semarang rata-rata memiliki anggota rumah tangga sebanyak 3 orang. Anggota rumah tangga laki-laki sedikit lebih banyak dibanding anggota rumah tangga perempuan. Seperti di Kabupaten Boyolali, peranan anggota rumah tangga di Kabupaten Semarang juga sangat penting dalam pengembangan usaha ternak sapi, karena semuanya saling mendukung. Karakteristik rumah tangga peternak ditampilkan pada Tabel 20. Karakteristik Usaha Peternak Sapi Skala Usaha Ternak Sentra produksi sapi potong dan sapi perah di Jawa Tengah berada di Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang dan Salatiga. Pengusahaan sapi ada yang perseorangan dan ada juga yang berkelompok. Skala usaha pengusahaan ternak: 2-4 ekor per RT kecil dan 5-10 ekor skala menengah, selanjutnya skala besar 10 ekor. Hal ini berlaku untuk peternak sapi potong maupun sapi perah. Persentase pemilik ternak sapi perah skala kecil sebanyak 46.2 persen, skala menengah 48.7 persen dan peternak skala besar 5.1 persen. Sementara peternak sapi potong skala kecil sebanyak 66.7 persen dan selebihnya adalah peternak skala menengah Tabel 21. Mitra peternak sapi potong dan sapi perah umumnya kelompok peternak dan khusus peternak sapi perah bermitra dengan KUD. Sementara pengusaha besar tidak ada yang menjadi mitra peternak. Peran KUD sangat besar dalam menampung produksi susu para peternak, menyediakan kredit modal serta pakan konsentrat untuk sapi perah. Peternak sapi potong menggemukkan sapinya rata-rata 4-6 bulan baru dijual. Namun penjualan sapi tidak harus sekaligus setelah 4 bulan, tetapi tergantung situasi, bila ada yang mau membeli dan harganya sesuai, maka peternak akan menjualnya. Pakan ternak umumnya terdiri dari dua jenis, yaitu konsentrat dan hijauan. Pakan rumput unggul rumput gajahkolonjono atau jerami umumnya dicari sendiri oleh peternak dari kebun sendiri atau dari kebun atau sawah di dalam dan sekitar desa. Sementara konsentrat pabrikan bren, polar dibeli dari KUD, toko atau agen langganan dan bekatul, ampas tahu maupun singkong adalah pengadaan perorangan. Beberapa peternak yang tidak mempunyai lahan yang memadai melakukan pembelian rumput, terutama di musim kemarau. Tabel 201 Karakteristik usaha ternak sapi di Kabupaten Boyolali dan Semarang No Deskripsi Kabupaten Boyolali Semarang Peternak Sapi Potong Peternak Sapi Perah Peternak Sapi Potong Peternak Sapi Perah 1 Jumlah Ternak ekor: 6 7 4 7 Satuan Ternak ST 5.3 5.6 3.4 6.0 -AnakanPeded 1 2 2 -Bakalan 1 1 1 1 -Dewasa 2 4 3 4 2 Luas Kandang m2 38 65 23 60.4 Sumber: Data primer diolah Cara pemberian pakan. Rumput unggul dicacah terlebih dahulu sebelum diberikan pada ternak. Jerami padi diberikan segartanpa difermentasi, khususnya diberikan pada musim kemarau, disaat rumput unggul makin terbatas dan pengadaannya dari luar daerah yang dibeli seharga Rp.200,000truk. Sedangkan rumput unggul diperoleh dari lahan milik peternak sendiri. Jumlah pemberian pakan penguat dan hijauan pada umumnya telah memenuhi kebutuhan untuk produksi, hal ini dapat dibuktikan dengan hasil poduksi susu harianekor rata-rata di atas 10 liter, bahkan beberapa dijumpai di lapangan mencapai di atas 15 liter. Namun beberapa peternak yang memelihara ternak seadanya akan memperoleh hasil susu dibawah 10 liter, bahkan rentan terhadap penyakit. Perkawinan. Perkawinan ternak sapi dilakukan dengan cara Inseminasi Buatan IB oleh petugas Inseminator yang telah disediakan oleh KUD maupun petugas IB lainnya yang sudah menjadi langganannya. Induk sapi perah yang telah melahirkan dikawinkan kembali setelah pedet berumur 4 bulan dan untuk menjadikan ternak betina tersebut bunting rata-rata dibutuhkan 2-3 kali IB. Banyak faktor penyebab kurang berhasilnya IB, antara lain : a Ketepatan waktu petugas IB melakukan inseminasi, karena waktu birahi yang tepat adalah 17-19 jam setelah sapi memperlihatkan tanda-tanda birahi, b Ketepatan peternak melakukan deteksi birahi, c Ketrampilan petugas IB dalam menginseminasi, d Kualitas semen yang diensiminasikan, dan lain-lain. Pemeliharaan Pedet. Setelah induk sapi perah melahirkan, pedet dipisahkan dari induknya, kolustrum diberikan dengan cara dot. Demikian juga pemberian susu selanjutnya diberikan dengan cara yang sama dan dibatasi volume pemberiannya disesuaikan dengan perkembangan umur fisiologis pedet tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pedet tidak mengkonsumsi susu secara berlebihan sehingga akan mengurangi volume susu yang akan dijual ke KUD, akibatnya mengurangi pendapatan peternak. Pemberian susu tersebut dibatasi sampai umur tiga bulan.