KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Aksesibilitas, Dampak Ekonomi Dan Tingkat Pengembalian Kredit Program Kkpe Pada Peternak Sapi Di Jawa Tengah

Dengan memanfaatkan persamaan 3 dan persamaan 4, maka fungsi keuntungan juga dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut: π = P . f x i | x f – Σ c i . x i + b 5 dimana: π = keuntungan jangka pendek usaha P = harga ouput per satuan c i = harga per satuan input variabel x Untuk menurunkan fungsi permintaan kredit dapat diperoleh melalui metode La grange. Fungsi permintaan x 1 dan x 2 dapat diturunkan dengan memaksimumkan fungsi La grange. Apabila petani ingin memaksimumkan produksi dengan kendala biaya, maka persamaan tersebut adalah: £ = f x 1 , x 2 ; x f +  C – p 1 . x 1 – p 2 . x 2 6 Produksi maksimum dapat dicapai pada saat turunan pertama dari fungsi produksi terhadap input sama dengan nol, sehingga: £  x 1 = fx 1 , x 2 ; x f  x 1 – p 1 = 0 7 £  x 2 = fx 1 , x 2 ; x f  x 2 – p 2 = 0 8 £ = C – p 1 . x 1 – p 2 . x 2 = 0 9 Dari persamaan 7, 8, dan 9 dapat diturunkan fungsi permintaan kredit dan input lain sebagai berikut: x 1 = f C, p 1 , p 2 ; x f 10 x 2 = f C, p 2 , p 1 ; x f 11 Dari persamaan 11 terlihat bahwa kredit merupakan fungsi dari anggaran biaya yang tersedia atau dapat juga dipandang sebagai pendapatan dari petani-peternak C, harga dari kredit, yaitu tingkat bunga p 1 , harga barang lain p 2 , dan faktor lainnya x f seperti skala usaha, lama menjadi nasabah, dan jenis sumber pembiayaan yang ada. Kondisi Pasar Kredit Perdesaan Pasar kredit di perdesaan ada dua macam, yaitu 1 pasar kredit informal yang sangat fleksibel dan mudah diakses, 2 dan pasar kredit formal yang mengikuti mekanisme pasar Syukur et al. 2003. Menurut Ray 1998, masih adanya tingkat bunga yang tinggi terutama di pasar kredit mikro dan kecil pasar kredit informal, terjadi karena pemberi pinjaman memiliki kekuatan monopoli eksklusif atas peminjam, sehingga dapat menetapkan tingkat bunga yang lebih tinggi untuk suatu pinjaman dibanding dengan tingkat bunga pada kredit komersial lainnya yang lebih kompetitif. Secara empiris ini terjadi karena pasar kredit ini tersegmentasi dan pihak pemberi pinjaman memiliki “monopoli lokal’ atas peminjam secara terbatas. Selain itu secara teoritis berkaitan dengan risiko dalam kredit. Risiko kredit macet di pasar kredit ini terjadi karena peminjam mungkin macet dalam pembayaran. Risiko ini bersumber dari: 1 risiko kredit macet yang tidak disengaja, seperti: gagal panen, pengangguran, sakit, atau kematian, dan 2 risiko kredit macet yang mungkin disengaja lari atau menolak untuk membayar. Kondisi memunculkan adanya probabilitas p eksogen dari kegagalan pada setiap dana yang dipinjamkan. Persaingan antara pemberi pinjaman dalam mengendalikan tingkat bunga kredit ke titik dimana masing-masing pemberi pinjaman, rata-rata memperoleh keuntungan yang diharapkan sama dengan nol setara kredit komersial bank formal. Diasumsikan pasar kredit adalah kompetitif. Misalkan L adalah jumlah total dana yang dipinjamkan, r adalah tingkat bunga komersial opportunity cost, dan i adalah tingkat bunga kredit mikro dan kecilinformal. Karena hanya sebagian dari p pinjaman akan dilunasi tidak terjadi kredit macet, maka keuntungan pemberi pinjaman yang diharapkan adalah: p 1 + i L - 1 + r L. Keterangan: L = jumlah dana yang dipinjamkan jumlah kredit p = probabilitas kredit macet 1 adalah tidak terjadi kredit macet r = tingkat bunga kredit komersialformal opprtunity cost pemberi pinjaman i = tingkat bunga kredit mikro dan kecilinformal Kondisi laba nol menyiratkan nilai ini harus nol dalam keseimbangan, yaitu, P 1 + i L - 1 + r L = 0 atau i = 1 - 1 Ketika p = 1, yaitu kondisi tidak ada risiko kredit macet, dimana i = r, tingkat bunga formal sama dengan tingkat bunga kredit mikro dan kecil informal. Namun, jika p 1, maka i r, yaitu tingkat bunga kredit mikro dan kecil akan meningkat lebih tinggi untuk menutupi terjadinya risiko kredit macet default. Ini merupakan aspek penting dari realitas pasar kredit mikro dan kecil terutama di perdesaan dan adanya risiko kredit macet. Di pasar kredit terutama di negara maju, risiko ini secara substansial menjadi lebih rendah, terutama karena telah berkembangnya dengan baik sistem hukum yang memaksa berlakunya kontrak pinjaman akad kredit dan banyak pinjaman yang dijamin. Tidak adanya jaminan hukum standar yang kuat, akan memunculkan fitur yang membentuk beberapa karakteristik unik dari pasar kredit mikro dan kecilinformal. Karena itu untuk mengatasi adanya kredit macet, terutama pada kredit mikro dan kecil di perdesaan perlu diperhatikan beberapa faktor: 1. Ukuran dan Penggunaan Pinjaman: jumlah kredit yang besar akan menyebabkan risiko kredit macet yang lebih besar pula, karena hal ini berkaitan dengan peluang peminjam untuk memperoleh kesempatan meninggalkan tempat usaha lama, karena jumlah pinjaman yang besar tadi. 2. Agunan Jaminan: rasa takut akan terjadinya kredit macet juga menciptakan kecenderungan bagi pemberi pinjaman untuk meminta jaminan, selama dimungkinkan. Agunan bisa dalam berbagai bentuk, tanah dapat diagunkan sebagai jaminan ke pemberi pinjaman, dan hak untuk menggunakan hasil dari lahan oleh pemberi pinjaman selama pinjaman berlangsung ijon. Pada dasarnya, agunan terdiri dari dua jenis, a agunan yang oleh kedua belah pihak, yaitu pemberi pinjaman dan peminjam dianggap sangat bernilai, agunan jenis ini bernilai bagi kedua belah pihak memiliki keuntungan tambahan guna menutup pemberi pinjaman terhadap standar paksa apabila terjadi kredit macet, b agunan yang dianggap oleh peminjam sangat bernilai, tetapi oleh pemberi pinjaman tidak dianggap bernilai tinggi, agunan ini bagi pemberi pinjaman tidak terlalu diperhatikan dan akan dijual dengan harga yang kurang baik jika peminjam gagal membayar pinjaman, sementara bagi peminjam sangat bernilai historis atau sentimentil misalnya: tanah warisan, dan karenanya akan berusaha membayar kembali pinjamannya walaupun tingkat bunga yang harus dibayarkan sangat tinggi. 3. Penjatahan Kredit credit rationing: adalah situasi dimana pada tingkat bunga kredit yang berlaku di pasar kredit, peminjam ingin memperoleh pinjaman dana lebih banyak, tetapi tidak diijinkan atau disetujui oleh pemberi pinjaman. Penjatahan kredit ini umumnya berkaitan dengan adanya informasi yang asimetris asymmetric information. Tidak semua peminjam memiliki risiko yang sama, ada peminjam berisiko tinggi dan ada peminjam berisiko rendah. Risiko pinjaman dapat bervariasi secara signifikan dari satu peminjam ke peminjam yang lain. Risiko ini berkorelasi dengan karakteristik peminjam yang diamati pemberi pinjaman seperti: kepemilikan aset, omset, atau akses pemasaran, namun secara substansial juga tergantung pada kualitas dari karakteristik peminjam lainnya, yang tidak diamati oleh pemberi pinjaman seperti: keterampilan, ketajaman mental dalam menghadapi krisis, kualitas manajemen, dan sebagainya. Ketika terlihat karakteristik yang diamati itu berisiko tinggi, pemberi pinjaman dapat mengenakan tingkat bunga yang sesuai untuk menutup risiko tersebut. Namun, bila ada karateristik peminjam yang tidak diamati dianggap berisiko tinggi oleh pemberi pinjaman, maka akan ada tambahan dimensi baru untuk transaksi pasar kredit tersebut. Asimetri Informasi di Pasar Kredit Pendekatan new-Keynesian mengemukakan bahwa pada dasarnya pasar kredit berjalan tidak sempurna imperfect market terutama dengan adanya informasi yang asimetri antar pelaku pasar Agung 2001. Informasi yang asimetri menyebabkan terjadinya tindakan moral hazard yaitu penggunaan kredit untuk tujuan lain yang berisiko tinggi. Selain itu juga, timbul persoalan adverse selection yaitu menurunnya kualitas kelayakan kredit debitur. Gambar 5 mengilustrasikan hubungan antara permintaan dan penawaran kredit. Pada pasar kredit yang sempurna, dimana tidak adanya informasi yang asimetri maka debitur dapat memperoleh kredit berapapun yang diperlukan pada suku bunga riil r sehingga kurva penawaran merupakan garis horizontal r. Pada kondisi ini, keseimbangan kredit berada pada perpotongan kurva permintaan dan penawaran kredit yaitu K1. Sumber: Agung, et.al 2001 Gambar 5 Pasar kredit dalam kondisi informasi yang asimetri Dalam Agung 2001 disebutkan kondisi pasar kredit yang tidak sempurna, kebutuhan modal dapat dipenuhi dari modal sendiri yaitu sebesar F. Akan tetapi ketika kebutuhan modal sudah tidak dapat dipenuhi dari modal sendiri, maka diperlukan tambahan modal eksternal yang lebih besar kredit sehingga kurva S menjadi berslope positif. Semakin besar modal eksternal yang diperlukan, semakin besar peluang terjadi moral hazard sehingga premi yang dikenakan makin besar r + p. Dalam kondisi tersebut, keseimbangan kredit menjadi K2 yang lebih rendah dari kondisi pasar kredit yang sempurna dimana informasi sempurna antar dua belah pihak berada di keseimbangan K1. Apabila permasalahan adverse selection tidak dapat diatasi akibat informasi yang asimetri atau tidak sempurna, maka bank tidak lagi dapat membedakan kualitas debitur mengenai kelayakan kredit sehingga kurva penawaran kredit menjadi condong ke belakang backward bending sebelum memotong kurva permintaan kredit. Hal ini menyebabkan debitur terkena credit rationing, yaitu tidak terjadinya keseimbangan antara permintaan dan penawaran kredit pada suku bunga yang berlaku Gambar 6. Sumber: Agung, et.al 2001 Gambar 6 Credit rationing dalam pasar kredit Teori Group Lending Kredit berbasis kelompok atau dikenal dengan group lending merupakan pemberian kredit kepada individu-individu yang tergabung dalam sebuah kelompok sehingga dapat memiliki akses terhadap permodalan dalam sebuah program. Program yang dilaksanakan biasanya ditujukan bagi masyarakat miskin yang tidak memiliki agunan untuk memperoleh kredit. Menurut Zeller dan Simtowe 2006 kredit berbasis kelompok ini dibuat untuk individu tetapi semua anggota kelompok bertanggungjawab terhadap pembayaran kredit tersebut joint liability lending. Berdasarkan kewajiban dan tanggung jawab pinjaman bersama maka setiap anggota yang tidak mengalami kesulitan dapat membantu membayar anggota lain yang mengalami kegagalan bayar intra-group asuransi. Ukuran keberhasilan program pinjaman kelompok dapat dilihat dari tingkat pengembalian. Manfaat positif yang dapat diperoleh jika menggunakan sistem kredit berbasis kelompok group lending dengan skema pembiayaan joint liability lending diantaranya mengurangi masalah adverse selection, dimana pada saat pembentukan kelompok memperhatikan mengenai kelayakan kredit sehingga dapat mencegah kredit yang berisiko tinggi. Selain itu, dapat mengurangi masalah moral hazard, yaitu masing-masing anggota saling mengawasi dan memantau satu sama lain untuk memastikan bahwa anggota menggunakan dana kredit untuk kegiatan produktif sehingga akan menjamin pembayaran kredit. Anggota diwajibkan untuk saling memantau untuk menjamin akses kredit di masa mendatang. Apabila terdapat anggota yang tidak bersedia membayar pinjaman maka anggota lain dapat mengenakan sanksi sosial dan tekanan dari semua anggota Zeller dan Simtowe 2006. Anggota kelompok akan melakukan pengawasan karena apabila ada anggota yang gagal bayar, maka semua akan kena imbasnya tanggung renteng. Kegiatan Produksi dan Biaya Produksi K1 S r F D Biaya dana bunga Jumlah kredit Dalam suatu kegiatan produksi, hubungan teknis antara input yang digunakan dan output yang dihasilkan digambarkan oleh fungsi produksi production function. Suatu fungsi produksi menunjukkan output y yang dihasilkan oleh produsen untuk setiap kombinasi input x i tertentu. Untuk menyederhanakannya diasumsikan ada dua input, yaitu tenaga kerja x 1 dan modal x 2 , sehingga fungsi produksi adalah sebagai berikut: y = f x 1 , x 2 12 Pada tingkat teknologi tertentu kombinasi antara input x 1 dan x 2 ini akan menghasilkan output y yang sama dan menghasilkan informasi yang disebut isokuan isoquant Gambar 7. Apabila dimungkinkan oleh garis iso-biaya isocosts line, maka produsen akan selalu berusaha mencapai titik keseimbangan output yang lebih tinggi pada isokuan yang lebih tinggi atau dikenal dengan maksimisasi output dengan kendala biaya. Hal ini secara rasional dilakukan sebagai upaya untuk mengikuti jalur perluasan usaha expansion path yang secara teknologi dimungkinkan. Namun demikian pada umumnya produsen akan terkendala oleh modal dari dalam modal internal untuk membiayai input produksinya, sehingga memerlukan tambahan modal yang berasal dari luar. Gambar 7 Kurva isoquant dan isocost Kredit sangat berperan sebagai penambah modal dari luar eksternal untuk membiayai input produksi sehingga produsen dapat meningkatkan produksi menjadi lebih tinggi. Input produksi yang dibiayai dengan kredit mempunyai biaya tambahan yang nilainya sebesar tingkat bunga kredit. Dengan adanya kredit maka akan ada tambahan biaya untuk kegiatan produksi, sehingga dapat mempengaruhi komposisi penggunaan input optimum pada jalur perluasan usaha expansion path. Dengan pendekatan konsep biaya produksi, produsen akan menghadapi fungsi produksi sebagai berikut Baker 1968. y = f x 1 , x 2 | x f 13 dimana: y = output; dan f menyatakan fungsi daripada x i = input variabel B X 2 Modalthn TKthn X 1 A q3 q2==75 q1==55 Jalur Perluasan Usaha x f = input lainnya yang dianggap tetap Berdasarkan fungsi produksi tersebut, persamaan biaya dapat dinyatakan sebagai berikut: c = p 1 x 1 + p 2 x 2 + b 14 dimana: c = biaya total yang dikeluarkan p i = harga per satuan input variabel x i b = total biaya tetap Apabila saat ini biaya total c diketahui sejumlah modal tertentu, misalnya sebesar c o , maka persamaan biaya menjadi: c = p 1 x 1 + p 2 x 2 + b 15 Berdasarkan persamaan biaya di atas, maka dapat diperoleh persamaan garis iso- biaya, yang menggambarkan permintaan input variabel x 1 dan x 2 pada jumlah modal c tersebut. Persamaan iso-biaya tersebut adalah: 16 x1 = x2 17 Berdasarkan hubungan x1 dan x2 pada sejumlah biaya co, produsen dapat memaksimalkan output y pada kondisi: 18 dimana: dx menunjukan daya substitusi input x 1 terhadap input x 2 dan juga merupakan sudut kemiringan garis iso-biaya, yaitu merupakan tempat kedudukan titik-titik kombinasi penggunaan input x 1 dan x 2 yang dapat dilakukan dalam batas anggaran yang dimiliki, untuk produksi tertentu Kuntjoro, 1983. Apabila c meningkat jumlahnya, maka akan diperoleh garis perluasan usaha expansion path. Dalam melakukan kegiatan produksi produsen masih terkendala oleh modal yang dimilikinya, sehingga penggunaan input x 1 dan x 2 juga terbatas jumlahnya. Dengan asumsi bahwa pelaku usaha kecil masih dalam tahap daerah produksi II yang rasional, yaitu produk marjinal masih positif sehingga masih dapat memperbanyak penggunaan input untuk menaikkan produksi, maka tambahan modal dari luar eksternal dapat diperoleh melalui kredit. Persamaan produksi di atas masih menggunakan input produksi yang tidak dibiayai dengan kredit, sehingga harga input yang digunakan adalah harga pasar. Jika input x 1 dan x 2 diperoleh dari kredit, maka harga input menjadi lebih mahal, karena terbebani biaya kredit. Apabila r 1 dan r 2 masing-masing adalah biaya marjinal dari modal yang mempengaruhi penggunaan satu satuan input x 1 dan x 2 , yaitu tambahan biaya yang dikeluarkan untuk menambah penggunaan satu satuan input x 1 dan x 2 , misalnya tingkat bunga kredit, maka keseimbangan penggunaan input menjadi Baker 1968: 19 Apabila kredit digunakan sebagai tambahan modal untuk membiayai tambahan satu satuan input x i yang digunakan, maka harga satu satuan input tersebut juga menjadi lebih tinggi dari harga pasar semula. Hal ini tergantung pula pada tingkat bunga yang dibebankan pada masing-masing input x i , apakah ada perbedaan tingkat bunga untuk input x 1 dan x 2 ataukah tidak. Apabila ada perbedaan untuk pinjaman x i sedangkan biaya-biaya lainnya tetap, maka akan terjadi perubahan kombinasi penggunaan input x 1 dan x 2 . Jika diasumsikan hanya input x 1 yang dibiayai dari kredit, maka harga satu satuan input x 1 menjadi p 1 +r dimana r adalah biaya kredit yang dibebankan tiap satu satuan input x i yang dibiayai. Sehingga persamaan keseimbangan penggunaan input yang optimal akan mengalami perubahan menjadi Kusnadi 1990: 20 Untuk mengimbangi hal ini, maka produsen harus mengurangi jumlah penggunaan input x 1 . Apabila jumlah ouput atau isokuan y tertentu, tetap dipertahankan seperti keadaan semula, maka kebutuhan modal harus ditambah menjadi c 1 . Dengan menambah modal menjadi c 1 , maka akan didapat jalur perluasan usaha expansion path yang baru. Tampak jalur perluasaan usaha yang baru setelah mendapat kredit cenderung lebih banyak menggunakan input x 2 , seperti tampak pada Gambar 8 berikut ini. Sumber: Baker 1968 Gambar 8 Pengaruh adanya kredit terhadap komposisi ouput dan biaya minimum, serta jalur perluasan usaha Gambar 8 memperlihatkan penggunaan input pada kondisi biaya minimum tanpa adanya biaya kredit diperoleh pada titik A. Sedangkan jalur perluasan usaha tanpa adanya biaya kredit diperlihatkan oleh garis S 1 . Apabila penggunaan input x 1 dibiayai dari kredit, maka harga input x 1 meningkat menjadi lebih mahal sebesar r, sehingga komposisi penggunaan input optimum diperoleh pada titik B, selanjutnya jalur perluasan usaha akan berubah menjadi garis S 2 dengan menggunakan input x 2 lebih besar dibanding sebelumnya Baker 1968. Penggunaan Kredit dan Maksimisasi Keuntungan Kredit memegang peranan yang penting sebagai penambah modal dari luar usaha modal eksternal, bahkan seringkali kredit dipandang identik dengan input produksi. Pada X2” X2’ c1 p2 c0 p2 X2 sisi mikro ini peranan kredit produksi terhadap usaha menjadi sangat diperlukan, karena sifatnya yang dinamis dan digunakan untuk kegiatan usaha yang dapat meningkatkan pendapatan. Pada prinsipnya peranan kredit bagi kegiatan produksi merupakan penambah modal, sehingga pengusaha dapat meningkatkan produksinya pada tingkat yang lebih tinggi. Namun apabila proses produksi dibiayai dengan kredit, maka harga input akan menjadi lebih mahal sebesar biaya kredit tingkat suku bunga kredit Nuswantara 2012. Selanjutnya penggunaan input dalam proses produksi dengan memanfaatkan tambahan modal yang berasal dari kredit, akan dapat dilanjutkan untuk menganalisis tingkat keuntungan melalui fungsi keuntungan. Di dalam model neo-klasik, diasumsikan bahwa pengusaha berupaya memaksimumkan keuntungan π berdasarkan kondisi biaya produksi tidak melebihi dana yang dimilikinya Kuntjoro 1983. Berdasarkan fungsi produksi pada persamaan 1 dengan asumsi ada dua input yaitu tenaga kerja x 1 dan modal x 2 , sehingga fungsi produksi selanjutnya dapat ditulis sebagai: y = f x 1 ,x 2 │x f 21 dimana y adalah besarnya output yang dihasilkan merupakan fungsi dari besarnya input x 1 dan x 2 yang digunakan, dan x f ceteris paribus. Apabila harga per satuan output adalah P , maka total penerimaan TR akan menjadi: TR = P .fx 1 ,x 2 | x f 22 Dengan menggunakan persamaan biaya: c = p 1 x 1 + p 2 x 2 + b 23 dimana c adalah biaya total yang dikeluarkan, p i adalah harga per satuan input variabel x i , dan b adalah total biaya tetap; maka akan didapat fungsi keuntungan π sebesar: π = P .fx 1 ,x 2 | xf − p 1 x 1 + p 2 x 2 + b 24 Dengan menggunakan kaidah “first order condition”, maka keuntungan π maksimum dapat ditentukan, yaitu turunan partial dari keuntungan π masing-masing terhadap input x 1 dan x 2 , sehingga akan diperoleh: P f1 − p 1 = 0 Maka ; P f1 = p 1 25 P f2 − p 2 = 0 Maka ; P f2 = p 2 26 f 1 = PMx 1 = 27 f 2 = PMx 2 = 28 Dalam keadaan keseimbangan akan diperoleh P f 1 = p 1 , dimana P adalah harga per satuan output, f 1 adalah produk marjinal penggunaan input x 1 dan keuntungan π maksimum akan tercapai. Atau pada penggunaan input yang optimal, apabila untuk setiap input yang dipergunakan diperoleh harga per satuan setiap input sama dengan nilai produk marjinal setiap input. Nilai produk marjinal dari suatu input NPMx i menunjukkan tingkat penambahan penerimaan yang diperoleh pengusaha dengan bertambahnya penggunaan input sebanyak satu satuan Kuntjoro 1983. Jika pengusaha membiayai kegiatan produksi dengan dana dari pinjaman, maka harga per satuan input x 1 tersebut akan lebih mahal menjadi p 1 1+λ, dimana nilai λ adalah biaya per satuan pinjaman. Penggunaan sumber produksi dengan biaya yang lebih mahal ini akan menyebabkan produk total dan keuntungan menjadi lebih rendah. Implikasi dari keadaan keseimbangan ini pada alokasi penggunaan sumber produksi akan berpengaruh pada produk total dan nilai produk marjinal dari input x 1 . Tersedianya kredit produksi dengan tingkat bunga yang rendah r, dapat meningkatkan penggunaan input x 1 menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan pinjaman dengan biaya modal sebesar λ, karena harga p 1 1+r harga p 1 1+ λ. Namun demikian penggunaan input x 1 dalam kegiatan produksi masih lebih rendah atau dibawah penggunaan input optimal dengan harga pasar p 1 1+0, jika tambahan modal tersebut seluruhnya berasal dari dana sendiri tanpa menggunakan kredit. Implikasi dari adanya bunga kredit terhadap harga input seringkali kurang diperhitungkan oleh pengambil kebijakan kredit, sehingga diasumsikan harga input adalah sama dengan harga pasar. Sehingga besar kemungkinan bahwa pengusaha sesungguhnya tidak menggunakan input secara optimal, apabila tingkat bunga untuk memperoleh kredit ternyata fluktuatif dan bervariasi. Ray 1998, mempertajam penjelasan mengenai hal ini dengan menampilkan fungsi produksi dari pengusaha yang mengubah modal kerja L menjadi output. Apabila pengusaha memperoleh sejumlah pinjaman dengan tingkat bunga i, maka biaya total pinjaman modal kerja L adalah L1+i. Gambar 9 menunjukkan pemberi pinjaman sebenarnya menginginkan garis biaya total pinjaman menjadi securam mungkin dengan membuat tingkat bunga i menjadi besar, namun pada saat yang sama pemberi pinjaman tidak dapat mendorong peminjam menerima tingkat bunga i melebihi i. Pemberi pinjaman hanya memiliki kekuatan monopoli terbatas secara lokal dan peminjam akan selalu bisa meminjam dana dari sumber lain setelah tingkat bunga berada diatas i. Bagi peminjam akan optimal untuk mendapatkan jumlah pinjaman modal kerja sebesar L, karena ini akan memberikan keuntungan maksimum sebesar garis A perbedaan vertikal tertinggi antara fungsi produksi dan garis biaya adalah pembentuk keuntungan dari kegiatan produktif, kondisi dimana nilai produk marjinal sama dengan biaya marjinal pinjaman. Sehingga pada dasarnya pemberi pinjaman tidak bisa menentukan tingkat bunga i begitu tinggi, karena akan mendorong peminjam mencari pinjaman lain dengan tingkat bunga i yang lebih murah. Apabila dengan pertimbangan lainnya pemberi kredit melakukan penjatahan kredit credit rationing sehingga memberikan jumlah pinjaman sebesar .L kurang dari L pada tingkat bunga i, maka peminjam hanya akan mendapatkan keuntungan surplus sebesar .A kurang dari keuntungan tertinggi pada tingkat bunga i. Kondisi ini menunjukkan pada tingkat bunga i, peminjam tidak mendapatkan jumlah pinjaman yang optimal, sehingga surplus atau keuntungan maksimal garis A vertikal tidak tercapai. Keadaan ini secara tidak langsung dapat mendorong munculnya kredit macet oleh peminjam. Karena itu penting bagi pemberi kredit atau pengambil kebijakan kredit untuk memperhatikan jumlah pinjaman yang optimal pada masing-masing tingkat bunga kredit yang berlaku. Pada daerah produksi rasional di daerah II penggunaan input efisien dan menguntungkan, penurunan tingkat bunga kredit i oleh pemberi pinjaman akan mendorong terjadinya peningkatan jumlah pinjaman L oleh peminjam. Sumber: Ray, 1998 Gambar 9 Pengaruh tingkat bunga terhadap jumlah pinjaman, biaya pinjaman, output dan keuntungan Dampak Aksessibilitas Kredit terhadap Kegiatan Produksi Peranan kredit dalam kegiatan produksi pertanian maupun peternakan sebagai tambahan modal usaha menunjukkan bahwa secara tidak langsung kredit mempunyai kaitan dalam kegiatan produksi. Kredit akan digunakan untuk membiayai tambahan penggunaan faktor-faktor produksi input produksi dalam rangka mencapai titik keseimbangan produsen yang lebih tinggi sesuai jalur perluasan usaha expansion path Nuswantara 2012. Dalam mengkaji dampak dari kredit, David 1999 menyatakan bahwa analisis yang paling umum dari dampak program kredit adalah perbandingan dari input-input usaha, produksi, dan produktivitas sebelum dan sesudah meminjam atau antara peminjam dan bukan peminjam, sehingga model ekonometrik untuk melihat dampak kredit dapat dibagi menjadi fungsi produksi, fungsi permintaan input, dan fungsi gap efisiensi. Sementara, Coleman 1999 menyatakan bahwa penelitian tentang dampak kredit dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain: 1 aspek aset fisik, 2 tabungan, hutang, dan pinjaman, 3 aspek produksi, penjualan, pembelian dan waktu kerja, dan 4 aspek pendidikan dan kesehatan. Kredit sebagai sumber modal erat kaitannya dengan kegiatan usaha kecil untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan dan pendapatan pengusaha. Kredit yang diperoleh membuat usaha ternak mempunyai dana tunai yang lebih banyak dan tambahan likuiditas yang dapat digunakan untuk membiayai pembelian input produksi sampai tercapai kondisi optimal. Pembelian input produksi dapat berupa penambahan pembelian ternak baru, pembelian pakan, dan atau peningkatan jumlah tenaga kerja. Selanjutnya penggunaan bahan baku ini dalam proses produksi akan meningkatkan kapasitas produksi atau output produksi sehingga omset atau jumlah penjualan output akan meningkat. Peningkatan output produksi juga akan meningkatkan penerimaan usaha. Apabila fungsi produksi yang dihadapi adalah: Q = f x i , dan harga input x i adalah p i , harga output adalah P . Secara teoritis, peternak berusaha memaksimumkan keuntungan, Fungsi Produksi fL L1+i Jumlah Pinjaman Modal Kerja A Output, Biaya, Laba memaksimumkan output, serta optimalisasi penggunaan input produksi, maka keuntungan dalam jangka pendek yaitu merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya input. = P . Q – p i .x i – x f . 29 = P . f xi – p i . x i – x f 30 Berdasarkan kaidah first order condition maka keuntungan maksimum jangka pendek tercapai pada saat turunan pertama terhadap input x i dari fungsi produksi sama dengan nol. Sehingga produk marjinal input x i sama dengan harga per satuan x i , dan secara matematis akan didapat persamaan: ∂π∂x i = P . ∂f x i ∂x i – p i = 0 31 P . ∂f xi∂x i = p i 32 P PMxi = pi 33 NPMxi = pi 34 Sebelum adanya kredit, peternak menggunakan modal sendiri untuk membiayai proses produksi, sehingga peternak menghadapi kendala modal dan belum mencapai kondisi optimal, sehingga VMP r i . Dengan adanya penambahan modal dari kredit, likuiditas peternak bertambah, sehingga peternak akan meningkatkan penggunaan input sampai kondisi optimal tercapai, yaitu pada kondisi VMP = r i . Akses terhadap kredit akan meningkatkan modal peternak, sehingga meningkatkan kemampuannya untuk menambah penggunaan inputnya dari x o ke x 1 sehingga output meningkat dari y o ke y 1 . Gambar 10 Pengaruh kredit terhadap penggunaan input dan penerimaan peternak Gambar 10 menunjukkan bahwa sebelum adanya kredit, penerimaan dari usaha ternak adalah Ox o CE, biaya total adalah Ox o BA, sehingga keuntungan hanya sebesar ABCE. Setelah ada penambahan input karena adanya penambahan modal dari kredit dengan mengasumsikan harga input tetap, maka penerimaan usaha kecil menjadi Ox 1 rE, dan biaya yang dikeluarkan menjadi Ox 1 rA, sedangkan keuntungan menjadi ArE. Jika harga output dan harga input diasumsikan tetap, maka peningkatan input akan meningkatkan produksi dan selanjutnya akan meningkatkan penerimaan peternak, sehingga keuntungan yang diperoleh juga meningkat. Secara sederhana pembentukan surplus usaha dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: π t = TR t-1 – TC t-1 35 dimana : Π t = surplus usaha pada periode t TR t-1 = total penerimaan pada periode t sebelumnya TC t-1 = total biaya produksi pada periode t sebelumnya Adanya asumsi bahwa pelaku usahatani yang pada umumnya masih belum mampu memisahkan secara tegas antara kebutuhan pribadi dan kebutuhan usaha, serta asumsi bahwa modal usaha yang dimiliki oleh usaha tani masih terbatas, maka tambahan modal dari luar non equity capital berupa kredit sangat diperlukan untuk menciptakan keuntungan usaha surplus yang lebih besar. Kerangka Pemikiran Operasional Lingkaran Kebajikan Virtuous Circle Studi tentang kredit program, terutama berkaitan dengan rumah tangga, dapat dianalisis melalui berbagai kerangka kerja. Namun, dalam penelitian ini akan menggunakan kerangka pendekatan keterkaitan. Model konseptual didefinisikan dalam lima unsur, mulai dari 1 ketersediaan kredit, 2 aksesibilitas terhadap kredit, 3 penggunaan kredit, 4 dampak kredit, sampai kepada 5 pengembalian dari kredit tersebut. Kelima aspek ini dinamakan lima dimensi lingkaran kebajikan virtuous circle kredit program Gambar 11. Gambar 11 Lingkaran kebajikan kredit program: sebuah model konseptual Lingkaran kebajikan ini merupakan kebalikan dari lingkaran keburukan atau lingkaran setan vicious circle. Lingkaran setan ini merujuk kepada Nurkse 1953 yang menyebutkan lingkaran setan kemiskinan visiuous circle of poverty dalam bukunya Problem of Capital Formation in underdeveloped Countries dalam Jain et al 2009. Nurkse 1953 menyatakan bahwa suatu Negara miskin karena Negara tersebut miskin dan kekurangan modal. Akhirnya akan berputar terus dalam lingkaran kemiskinan apabila tidak ada sesuatu yang bisa memutusnya. Dalam kaitan dengan kredit program KKPE, kredit tersebut akan terus berputar dalam kapasitas yang ada apabila tidak berdampak positif dan pengembaliannya bermasalah, bahkan akan semakin mengecil Gambar 12. Gambar 12 Lingkaran keburukan kredit program: sebuah model konseptual Ketika kredit program yang disediakan oleh pemerintah dapat diakses oleh rumah tangga, yang artinya rumah tangga peternak berpartisipasi dalam program kredit tersebut, lalu digunakan untuk kegiatan usaha ternak, maka dalam pemanfaatan ini kemungkinan dapat menciptakan tambahan sumber daya yang tersedia pada periode waktu saat ini untuk mendukung kegiatan rumah tangga. Jika kredit yang telah diterima, lalu digunakan untuk usaha dan menghasilkan, maka beberapa bagian dari sumber daya yang dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga akan mengalir keluar dari ekonomi rumah tangga kepada pemberi pinjaman dalam bentuk pembayaran cicilan utang. Jika kredit telah digunakan dalam produksi atau kegiatan investasi, maka dapat meningkatkan ukuran aliran sumber daya yang dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga, sehingga meningkatkan kapasitas pembayaran rumah tangga. Jika sumber daya rumah tangga yang rendah dalam jangka waktu tertentu, maka kredit dapat digunakan untuk kelancaran konsumsi. Jika kredit dialokasikan untuk kegiatan konsumsi, tidak diharapkan untuk meningkatkan aliran pendapatan dalam periode berjalan. Dengan demikian, kredit yang diinvestasikan dalam kegiatan produksi akan meningkatkan kapasitas pembayaran rumah tangga. Berdasarkan kerangka pemikiran konseptual di atas, maka pada Gambar 13 berikut akan ditampilkan kerangka pemikiran operasional yang digunakan dalam penelitian ini. Seperti yang disebutkan dalam permasalahan, bahwa pemerintah berkomitmen menyediakan triliunan rupiah kredit program, namun yang diserap pelaku usahapeternak relatif sedikit. Untuk itu akan dianalisis bagaimana aksesibilitas peternak terhadap kredit program. Aspek aksesibilitas ini akan tergantung pada karakteristik peternak, karakteristik usahanya dan karakteristik perbankan. Ketiga karakteristik ini akan dirinci dalam aspek sosio ekonomi dan demografi peternak tersebut, seperti tingkat pendididkan, pekerjaan, usia, tanggungan keluarga, luas lahan usaha, besaran pinjaman kredit, dan lainnya. Selanjutnya, setelah peternak dapat berpartisipasi dalam kredit program, maka bagaimana pola penggunaanpemanfaatan yang dilakukan. Hal ini penting dikaji karena akan berkaitan dengan manfaat atau dampak yang dihasilkan dan faktor pengembalian dari kredit itu. Khusus mengenai dampak, penting untuk merincinya menjadi tiga besar, yaitu dampak terhadap jumlah ternak, dampak terhadap penggunaan tenaga kerja dan dampak terhadap pendapatan. Setelah menghasilkan dampak kemudian dikaji bagaimana kinerja pengembalian kredit itu oleh peternak. Dibagian akhir, berdasarkan ketersedian kredit, penggunaan, dampak dan pengembalian kredit akan dilakukan sintesa faktor-faktor apa yang dapat dijadikan sebagai determinan utama yang efektif dan efisien mendorong aliran kelima dimensi kredit ini menjadi semakin membaik, yang disebut lingkaran kebajikan. Kredit program, KKPE yang dikucurkan pemerintah kepada petani di perdesaan digunakan untuk modal usaha produktif, investasi dan atau konsumsi. Bila digunakan untuk modal usaha, maka akan memberi dampak yang positif. Dalam hal ini akan dianalisis bagaimana dampaknya terhadap penciptaan lapangan kerja, output usaha dan pendapatan rumah tangga pelaku usaha peminjam kredit. Perilaku peminjam kredit akan tergantung kepada aspek sosio ekonomi dan demografi peternak, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, tanggungan keluarga, luas lahan, atau besaran pinjaman. Gambar 13 Kerangka pemikiran operasional Selain dari sisi peminjam, maka dianalisis juga dari sisi pemberi pinjaman, yaitu sistem dan prosedur yang diterapkan oleh lembaga bank pelaksana kredit program. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rendahnya aksesibilitas terhadap kredit dikarenakan administrasi yang terlalu berbelit-belit, penerapan syarat agunan atau syarat tambahan lain sebagai kreasi dari pihak bank yang justru menyulitkan petani peminjam. Tenaga Kerja Karakteristik Petani: 1. Pendidikan 2. Tanggungan RT 3. Usia Pengembalian Karakteristik Usaha: 1. Luas Lahan 2. Luas kandang 3. Jumlahternak 4. Pendapatan non ternak 5. Pendapatan dari ternak 6. Pengalaman beternak Karakteristik kredit: 1. Suku Bunga 2. Biaya Administrasi Akses Peternak terhadap Kredit Karakteristik Petani: 1. Pendidikan 2. Tanggungan RT 3. Usia Karakteristik Usaha: 1. Luas lahan 2. Pendapatan non ternak 3. Pendapatan dr ternak 4. Jumlah ternak 5. Tenaga kerja 6. Gangguan usaha 7. Keaktifan kelompok Rumusan Perbaikan DAMPAK: Output Pendapatan Pemanfaatan Karakteristik kredit: 1. Bunga kredit 2. Jumlah kredit Karakteristik Kredit 1. Bunga kredit 2. Biaya adm kredit 3. Agunan Ketersediaan Di samping itu, keberlanjutan kredit program tersebut penting untuk dianalisis. Prospek keberlanjutan kredit program ini tergantung kepada pola pemanfaatan kredit dan bagaimana tingkat kepatuhan dari para peminjam yang ditunjukkan dengan bagaimana tingkat pengembalian kredit. Aspek yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit antara lain: tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, tanggungan keluarga, pengalaman berusahatani, pengalaman ikut kelompok, luas lahan usaha, asset selain lahan, pendapatan usahatani, pendapatan luar usahatani, biaya usahatani, biaya administrasi, biaya transportasi, biaya bunga, dan besaran pinjaman kredit. Hipotesis Atas dasar kerangka teoritis dan konseptual - dengan unit analisis penelitian ini berfokus pada rumah tangga - maka hipotesis yang dihasilkan akan fokus pada aksesibilitas peternak terhadap kredit, pola pemanfaatan kredit, dampak kredit program di tingkat usaha ternak sapi dan tingkat pengembalian dari kredit program tersebut. Hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Aksesibilitas peternak terhadap kredit program dipengaruhi oleh usia peternak, ukuran keluarga, tingkat pendidikan dan luas lahan, luas kandang, jumlah ternak, biaya administrasi, serta suku bunga dari kredit program tersebut. 2. Pemanfaatan kredit berpengaruh kepada dampak kredit serta tingkat pengembalian KKPE 3. Dampak kredit program yang membiayai usaha ternak menghasilkan peningkatan penggunaan tenaga kerja, output dan peningkatan pendapatan rumah tangga peternak. 4. Tingkat pengembalian dari kredit program dipengaruhi oleh kinerja usaha ternak, keberadaan agunan, administrasi kredit, serta suku bunga kredit.

4. METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Jawa Tengah dengan pertimbangan bahwa provinsi ini merupakan sentra produksi ternak sapi kedua di Indonesia setelah Jawa Timur. Di samping itu Provinsi Jawa Tengah termasuk penyerap KKPE yang relatif banyak. Karena penelitian ini menggunakan data primer, maka dipilih Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Semarang sebagai lokasi pengambilan data primer khususnya dari responden peternak sapi. Kedua kabupaten tersebut merupakan sentra produksi ternak di Jawa Tengah. Kabupaten Boyolali merupakan sentra utama produksi sapi perah dan sentra produksi kelima sapi potong, sementara Kabupaten Boyolali merupakan sentra produksi sapi perah kedua. Dari sisi penyerapan kredit KKPE, kedua kabupaten ini juga merupakan penyerap kredit KKPE yang relatif besar di Jawa Tengah. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder dimana data primer merupakan data utama yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey dan data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur dan juga melalui wawancara mendalam dengan peternak sapi, baik yang mendapat kredit program maupun yang tidak, pihak perbankan yang menyalurkan kredit program serta dengan dinas terkait. Sedangkan untuk data sekunder berasal dari BPS Pusat, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan RI, Kementerian Koperasi dan UKM RI, Kementerian Pertanian RI, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Boyolali dan Semarang, Badan Pusat Statistika Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Boyolali dan Semarang, Dinas Koperasi dan UKM, Balai Penelitian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, instansi terkait, dan literatur-literatur lainnya seperti buku, jurnal, artikel, dan lain-lain. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian adalah peternak sapi di Provinsi Jawa Tengah yang mencakup peternak sapi potong dan sapi perah. Oleh karena itu sampel penelitian yang menjadi responden adalah peternak sapi potong dan sapi perah dengan unit analisisnya adalah rumahtangga. Rumah tangga didefinisikan sebagai sekelompok orang yang hidup bersama di bawah satu atap, menggunakan dapur bersama, terdapat anggaran rumah tangga, dan memberikan kontribusi pada anggaran bersama dari pendapatan mereka sendiri Manig, 1991. Rumah tangga memenuhi banyak fungsi Ellis, 1988; Manig, 1993b. Dalam studi ini, dibatasi untuk fungsi sosial ekonomi seperti pekerjaan, pendidikan dan pendapatan. Sampel yang diambil adalah sebanyak 124 peternak sapi yang ditentukan secara sengaja atau dengan menggunakan purposive sampling method dari dua kabupaten yaitu Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Semarang mengingat tidak ada kerangka sampling samplelist frame. Karena salah satu tujuan penelitian ini adalah menganalisis akses dan dampak maka sampel penelitian mencakup peternak sapi penerima KKPE dan non penerima KKPE sebagai kontrol. Peternak sapi penerima KKPE khususnya yang ditentukan sebagai sampel dipilih dari beberapa kelompok peternak yang mencakup kelompok peternak lancar dan tidak lancar mengingat salah satu tujuan penelitian adalah menganalisis tingkat pengembalian kredit. Penentuan sampel juga memperhatikan keragaman seperti pemilikan jumlah ternak sapi atau skala usaha. Jumlah sampel secara detail menurut lokasi, penerima KKPE dan jenis sapi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sampel penelitian peternak dan kelompok menurut lokasi dan jenis sapi Uraian Sapi Potong Sapi Perah Total Kelompok Peternak Kelompok Peternak

A. Kabupaten Boyolali

1. KKPE 4 18 7 32 50 2. Non KKPE - 2 - 26 28

B. Kabupaten Semarang

1. KKPE 3 23 4 17 40 2. Non KKPE - 4 - 2 6 Total 1. Kelompok KKPE 7 11 18 2. Peternak KKPE - 41 - 49 90 3. Peternak Non KKPE - 6 - 28 34 4. Peternak dan non peternak - 47 - 78 124 Sumber: Data primer Metode Analisis Dalam bagian analisis data ini akan dijelaskan bagaimana cara dan metode untuk menjawab berbagai tujuan dari penelitian ini. Tujuan 1: Mengkaji tingkat aksesibilitas petani terhadap kredit KKPE. Untuk menjawab tujuan 1 dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Pada bagian ini dilakukan analisis kualitatif terhadap sistem dan prosedur kredit program KKPE. Dari analisis ini akan diketahui seperti apa maksud dan tujuan dari pemerintah dan lembaga perbankan sebagai pelaksana penyaluran kredit credit delivery. Di sisi lain akan dianalisis daya terima petani dan pemanfaatan kredit KKPE. Untuk analisis kuantitatif adalah menggunakan model Logit biner. Model ini merupakan model yang sesuai digunakan untuk menganalisis faktor-faktor determinan yang mempengaruhi akses petani ke kredit formal Yehuala 2008. Spesifikasi Model Logit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mana dan berapa regressor yang dihipotesakan yang terkait dengan akses peternak ke kredit formal. Seperti telah dicatat, variabel dependen adalah dummy, yang mengambil nilai nol atau satu tergantung pada apakah peternak menggunakan kredit program atau tidak. Namun, variabel independennya adalah kontinu dan diskrit. Ada beberapa metode untuk menganalisis data yang melibatkan hasil biner, namun untuk studi ini dipilih model logit. Hosmer dan Lemeshow 1989 menunjukkan bahwa distribusi logistik logit telah mendapat keuntungan lebih dari yang lain dalam analisis variabel hasil dikotomis dalam hal ini adalah sangat fleksibel dan mudah menggunakan model dari sudut pandang matematika dan hasil dalam interpretasi yang bermakna. Oleh karena itu, model logistik yang dipilih untuk penelitian ini. Dengan demikian, model probabilitas logistik ditentukan sebagai berikut: . 34 dimana: Hosmer dan Lemeshow 1989 menunjukkan bahwa model logit dapat ditulis dalam hal peluang dan log peluang, yang memungkinkan untuk memahami interpretasi koefisien. Nilai odds ratio menunjukkan perbandingan peluang Y = 1 dan Y = 0. Nilai ini didapat dari perhitungan eksponensial dari koefisien estimasi β atau exp β. Rasio odds peluang menyiratkan rasio probabilitas P i bahwa seorang individu akan memilih suatu alternatif dengan probabilitas 1 - P i bahwa dia tidak akan memilih alternatif itu. . 35 Oleh karena itu, . 36 Dengan mengambil logaritma natural dari persamaan 25: 37 Jika gangguan dimasukkan ke dalam perhitungan, maka: 38 Aksesibilitas peternak terhadap kredit KKPE dapat dijelaskan dengan menggunakan bantuan berbagai karakteristik peternak. Dihipotesiskan bahwa aksesibilitas peternak terhadap kredit program dipengaruhi oleh karakteristik peternak dan usahanya serta sistem dan prosedur dari kredit program tersebut. Dengan demikian aksesibilitas tergantung pada usia, tingkat pendidikan, luas kandang, jumlah ternak, ukuran keluarga, pengalaman, suku bunga, dan biaya administrasi. Penentuan variabel independen yang digunakan dalam analisis ini adalah berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya. Misalnya, Amjad 2007 dan Quoc 2012 menemukan akses petani terhadap kredit formal ditentukan secara sifnifikan oleh luas pemilikan lahan, tenaga kerja keluarga, tingkat keaksaraan, usia, status perkawinan, ukuran keluarga, jarak ke pusat pasar, pendapatan luar usahatani, nilai dari asset tidak tetap, serta kualitas infrastruktur. Demikian juga Dzadze et al. 2012 menemukan faktor P i = probabilitas bahwa seorang individu akan menggunakan kredit formal atau tidak menggunakan diberikan X i ; e = bilangan bernilai 2,718; X i = variabel penjelas, seperti luas lahan, jumlah ternak yang diusahakan, agunan, plafon kredit, suku bunga, pengalaman menggunakan kredit, partisipasi dalam kelompok tani α dan β i = parameter yang akan diestimasi.