PENDAHULUAN Keragaman cendawan endofit pada buah kakao dan potensinya dalam pengendalian busuk buah phytophthora

10 sebagai asosiasi yang saling menguntungkan simbiosis mutualisme. Cendawan endofit memiliki kespesifikan inang yang tinggi, simbiosis mutualisme: tidak ada kerusakan pada sel atau jaringan, terjadi siklus nutrisi atau bahan kimia antara endofit dan inangnya, meningkatkan daya bertahan hidup inang, meningkatkan kemampuan berfotosintesis inang, juga meningkatkan kemampuan bertahan hidup cendawan. Penelitian tentang cendawan endofit awalnya dimulai pada rumput- rumputan di daerah subtropis-temperate. Asosiasi rumput dan endofit terutama didasarkan pada proteksi inang terhadap stress abiotik dan biotik tidak seperti simbiosis tumbuhan dan mikroba lainnya yang didasarkan pada akuisisi sumber mineral nutrisi Clay dan Schardl 2002. Azevedo et al. 2000 mengungkapkan bahwa masih sangat kurang informasi tentang cendawan endofit dari daerah tropik. Cendawan endofit diduga berasal dari cendawan-cendawan tanah, kemudian masuk ke dalam jaringan inang. Cendawan endofit pada rumput tumbuh dalam interseluler dan sistemik pada bagian tanaman di atas permukaan tanah Clay dan Schardl 2002. Sebagian besar cendawan endofit ditransmisikan secara horizontal seperti pada kakao Arnold 2003, sebagian lagi secara vertikal atau melalui biji seperti pada rumput-rumputan Ernst et al. 2003. Dongyi et al. 2004 melakukan penelitian terhadap Acremonium implicatum yang merupakan cendawan endofit pada rumput Brachiaria. Benih dari tanaman yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi cendawan endofit ditanam. Hasilnya adalah benih dari tanaman terinfeksi akan tetap terinfeksi, sedangkan benih dari induk tidak terinfeksi jiga menghasilkan tanaman yang tidak terinfeksi. Oleh karena itu mereka menyimpulkan bahwa A. implicatum dapat diwariskan ke keturunan berikutnya lewat biji. Selain lewat biji, cendawan endofit juga dapat diwariskan ke keturunan berikutnya lewat sel telur atau alat perbanyakan vegetatif, tetapi jarang melalui sperma Ernst et al. 2003. Dari teori evolusi diduga transmisi endofit secara vertikal merupakan interaksi mutualistik yang kuat dengan inangFaeth 2002. Perbanyakan inang merupakan cara bertahan hidup endofit dan antara gen inang dan mikroba endofit terjadi saling bertautan closely linked. 11 Bukti secara molekuker memperlihatkan bahwa banyak endofit yang ditransmisikan lewat biji merupakan interspesific hybrids Clay Schardl 2002. Agar dapat hidup selaras bersama-sama, genom inang-endofit diwariskan bersama-sama. Oleh karena itu simbion ini terkait secara langsung dengan perubahan perlahan-lahan evolusi populasi inangnya Clay et al. 2005. Sebagian besar endofit menghasilkan senyawa alkaloid yang berperan dalam pertahanan tanaman terhadap gangguan hama dan penyakit. Hibridisasi memungkinkan proliferasi dari gen yang mengontrol produksi alkaloid di antara aseksual endofit. Alkaloid ergot ergovaline, lolitrems, dan lolines diproduksi hanya oleh seksual Epichloe festucae, tetapi senyawa ini juga umum ditemukan pada endofit yang ditransmisikan lewat biji. Hal ini mengindikasikan bahwa gen untuk mensintesisnya berasal dari E. festucae. Aseksual hybrids mungkin juga didapat dari pemulihan akumulasi mutasi delesi deleterious mutation Muller’s rachet Clay Schardl 2002. Cendawan endofit juga berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungannya dengan membuat keragaman genetiknya misalnya dengan hibridisasi. Sullivan dan Faeth 2004 menggunakan marker microsatelite untuk melihat laju gene flow di antara empat populasi Neotyphodium dari rumput Arizona fescue Festuca arizonica. Keragaman haplotipe umumnya rendah; hanya satu populasi yang memiliki lebih dari dua haplotipe. Haplotipe membawa banyak lokus di mana beberapa atau semua lokus mikrosatelit juga ditemukan, yang mengindikasikan bahwa hibridisasi vegetatif antara Neotyphodium dengan inang rumput menghambat Epichloe, sedangkan produksi alkaloid hanya dikontrol oleh seksual Epichloe. Gene flow di antara populasi Neotyphodium juga sangat rendah, lebih rendah daripada gene flow oleh pollen inang. Perbedaan kecepatan gene flow ini diprediksi menjadi penyebab ketidakcocokan mismatching antara endofit dengan inangnya. Hal ini juga diduga menjadi penyebab rendahnya atau malah tidak diproduksinya alkaloid pada rumput Arizona fescue dan rumput liar lainnya Faeth et al. 2004. Williams dan Gwinn 1999 membandingkan enzim yang diproduksi oleh benih Festuca arundinacea yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi cendawan endofit Neotyphodium coenophialum. Dari uji tersebut didapatkan bahwa 12 aktivitas peroxidase tinggi pada benih terinfeksi endofit, sedangkan catalase dan superoxide dismutase tidak berbeda nyata pada kedua perlakuan. Selain untuk kesehatan tanaman, cendawan endofit juga banyak diteliti untuk kesehatan manusia. Wiyakrutta et al. 2004 mengisolasi cendawan endofit dari berbagai tanaman obat di Thailand. Berdasarkan perbedaan morfologi, cendawan tersebut dipisah-pisahkan. Tiap isolat dibiakkan di dalam malt Czapek broth dan yeast extract sucrose broth, ekstraknya diambil untuk diuji aktifitas biologinya. Dari ekstrak tersebut, 92 isolat dapat menghambat Mycobacterium tuberculosis, ekstrak 6 isolat dapat menghambat Plasmodium palsivarum, 40 isolat dapat menghambat virus Herpes, 60 dapat menghamat pertumbuhan kanker mulut, 48 menghambat sel kanker payudara. Pengaruh kehadiran cendawan endofit pada tingkat individu inang dan dalam komunitas Rumput-rumputan famili Poaceae dan cendawan dari famili Clavicipitaceae telah diketahui hidup bersimbiosis saling menguntungkan Schardl et al. 2004. Pada simbiosis mutualisme, cendawan Epichloe bentuk aseksual: Neotyphodium spp. ditransmisikan secara vertikal lewat biji inang Pan Clay 2002. Cendawan endofit akan mendapatkan keuntungan berupa tempat hidup, nutrisi dan penyebaran melalui perbanyakan inang dan cendawan endofit dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama, nematode akar, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dan toleran terhadap nutrisi rendah. Azevedo et al. 2000 dan Faeth Fagan 2002 mengungkapkan bahwa ekspresi kehadiran cendawan endofit pada inang dipengaruhi oleh genetik endofit dan inangnya dan kondisi lingkungan saat itu. Faeth Fagan 2002 membuat model produksi alkaloid oleh inang dengan perubahan konsentrasi nitrogen. Mereka menyimpulkan bahwa produksi alkaloid akan tinggi bila nitrogen tinggi dan sebaliknya akan rendah bila N rendah. Namun demikian, di alam, genotype inang dan faktor lingkungan lainnya seperti ketersediaan air juga berpengaruh. Penelitian yang dilakukan oleh Ahlholm et al. 2002 terhadap dua jenis gramineae Festuca pratensis dan F. rubra memperlihatkan bahwa respon inang akan beragam terhadap infeksi cendawan endofit dalam kondisi tinggi atau rendah 13 nutrisi dan perlakuan pengairan. Dalam kondisi kering dan rendah nutrisi, pertumbuhan vegetatif dan produksi benih inang akan berkurang bila dibandingkan dengan inang tanpa cendawan endofit. Hal ini merupakan ‘harga yang harus dibayar’ dengan adanya cendawan endofit, tidak seperti dalam berbagai literatur yang mengatakan bahwa cendawan endofit selalu menguntungkan tanaman. Kedua inang yang diuji memiliki tingkat respon yang berbeda juga. Perbedaan itu mungkin disebabkan oleh perbedaan strategi bertahan hidup life-history strategies dan kebutuhan lingkungan bagi kedua spesies gramineae dan spesies cendawan yang mungkin berubah sepanjang sejarah hidup masing-masing tumbuhan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Lewis 2004 memperlihatkan bahwa pengaruh cendawan endofit Neotyphodium lolii terhadap tiga genotype Lolium perenne tidak konsisten terhadap pertumbuhan inang dalam kondisi stress biotik infeksi ryegrass mosaic virus dan stress abiotik pH rendah, waktu interval pemanenan, tinggi pemanenan, peneduh, N rendah. Pada interaksi endofit-inang dari rumput liar native grass didapatkan bahwa infeksi cendawan endofit Neothypodium pada rumput asli Arizona fescue menurunkan bobot biomas akar dan tajuk, menurunkan fitness inang dengan menurunnya competitive properties, paling tidak dalam jangka waktu pendek. Hal ini berbeda sangat nyata dengan hasil penelitian terhadap rumput introduksi yang telah dibudidayakan yang memperlihatkan sifat mutualistik yang tinggi dengan cendawan endofit Faeth et al. 2004. Cendawan sistemik Epichloe glyceriae yang menginfeksi rumput Glyceria striata akan menghambat produksi biji Schardl et al. 2004. Penelitian yang dilakukan oleh Pan Clay 2002 memperlihatkan bahwa rumput tersebut akan memproduksi stolon clonal growth lebih banyak dibandingkan dengan rumput yang tidak terinfeksi endofit. Cara ini mungkin merupakan mekanisme yang efektif bagi genotype inang tersebut untuk tetap bertahan hidup, yang mungkin berlaku bagi cendawan endofit lainnya yang menghambat pembentukan biji. Makin tinggi biological diversity dalam suatu komunitas, makin resisten komunitas tersebut terhadap invasi pendatang baru. Tetapi bila pendatang tersebut berasosiasi dengan organisme lain misalnya dengan cendawan endofit 14 mutualist, maka keresistenan tersebut dapat dipatahkan sehingga pendatang dapat bertahan hidup di tempat baru atau dapat masuk ke dalam komunitas tersebut Rutgers et al.2005. Penelitian yang dilakukan oleh Lehtonen et al. 2005 membuktikan bahwa kekompleksan complexity terjadi pada interaksi tingkat komunitas, dan interaksi multispesies tidak dapat diprediksi dari pemasangan dua spesies saja. Mereka melakukan penelitian terhadap inang rumput Lolium pretense dengan cendawan endofitnya Neotyphodium uncinatum, tumbuhan parasit akar Rhinanthus serotinus, dan herbivore generalis aphis Aulacorhum solani. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa parasit akar mengambil mikotoksin yang diproduksi oleh cendawan endofit dari inang rumput. Dengan mikotoksin tersebut, parasit akar dapat bertahan dari serangan herbivora aphid, sehingga parasit akar akan makin menekan inang rumput. Dengan demikian, kehadiran cendawan endofit bermanfaat mutualist berubah menjadi merugikan bagi inang dengan kehadiran tumbuhan parasit akar. Sumber Inokulum Cendawan Endofit Cendawan endofit lebih banyak ditemukan pada rumput liar yang tumbuh secara alami 10 dari 14 spesies yang diteliti, dibandingkan dengan rumput yang dibudidayakan hanya pada 2 spesies dari 13 spesies 97 kultivar yang diamati. Di alam, cendawan endofit memberikan kemampuan bagi inangnya untuk dapat bertahan hidup bila dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi Saikkonen et al. 2000. Untuk mendapatkan 349 cendawan endofit dari tanah hutan, Narasiwa et al. 2004 memancingnya menggunakan tanaman melon, barley, terong, dan kubis cina. Dari semua cendawan endofit yang didapatkan, ada tiga yang mampu menghambat perkembangan penyakit verticillium yellows pada kubis cina yang telah diinokulasi dengan Verticillium longisporum. Dua dari endofit tersebut adalah Phialocephala fortinii dan satunya lagi berupa ‘dark septate endophytic DSE fungus’. DSE menyebabkan lapisan epidermis dan kortikel inang menebal sehingga sulit dipenetrasi oleh patogen. 15 Pada tanaman kakao Theobroma cacao, adanya naungan dan umur daun mempengaruhi keragaman cendawan endofit yang diisolasi dari tempat tersebut, tetapi tidak dipengaruhi oleh letak geografis tanaman dan ada tidaknya infeksi patogen Arnold Herre 2003. Cendawan endofit juga tidak spesifik pada jaringan tertentu, isolat yang ditemukan di batang juga ditemukan di daun. Banyak cendawan endofit yang membentuk struktur reproduksi hanya pada bagian tanaman yang sudah tuamati. Contoh ekstrim akan hal ini misalnya endofit yang diisolasi dari conifer. Studi histology memperlihatkan bahwa endofit ini hanya terdiri dari beberapa hifa bersel satu hingga tanaman tua Dix dan Webster 1995. Ketahanan Tanaman terhadap Patogen Mekanisme ketahanan tanaman terhadap patogen secara umum merupakan kombinasi dari dua sistim pertahanan yaitu ketahanan struktural dan ketahanan biokimia Agrios 2005. Kedua ketahanan tersebut dapat berupa ketahanan yang bersifat pasif atau yang bersifat aktif sebagai hasil induksi dari faktor luar Huang 2001. Ketahanan yang bersifat pasif merupakan ketahanan yang sudah terbentuk di dalam tanaman dan merupakan karakteristik yang normal dalam perkembangan tanaman tersebut, misalnya ketebalan kutikula, pembukaan stomata, jumlah trikoma, dan adanya senyawa antimikroba fitoantisipin di dalam tanaman tersebut. Ketahanan yang bersifat aktif atau ketahanan terinduksi merupakan ketahanan yang terekspresi segera setelah adanya serangan mikroba patogen. Penginduksi ketahanan tanaman dapat berupa bahan kimia, adanya pelukaan pada tanaman, mikroba non patogenik, atau patogen itu sendiri. Hasil dari ketahanan ini juga berupa ketahanan struktural misalnya fortifikasi atau penebalan dinding sel dan biokimia biosintesis fitoaleksin dan akumulasi PR protein Huang 200; van Etten et al. 1994 . Ketahanan struktural terinduksi menyebabkan perubahan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen. Sesaat setelah terserang patogen, tanaman segera membentuk pertahanan yang dapat berupa pembentukan kalus, pembentukan papilla, penebalan dinding sel dengan lignin, suberin, dan glikoprotein kaya hiroksilprolin. 16 Fitoaleksin didefenisikan sebagai metabolit sekunder yang disintesis dan terakumulasi di dalam tanaman setelah terekspos atau terpapar terhadap mikroorganisme Paxton 1980. Fitoaleksin merupakan senyawa dengan berat molekul yang rendah Hammerschmidt 1999. Mert-T űrk 2002 mengemukakan bahwa bila fitoantisipin tidak berhasil menghambat perkembangan patogen yang menyerang tanaman, maka fitoaleksin akan disintesis dan melanjutkan kerja fitoantisipin dalam menghambat perkembangan patogen. Ketahanan biokimia selanjutnya adalah akumulasi Pathogenesis Related protein PR protein. PR protein didefenisikan sebagai protein yang disandikan oleh tanaman inang tetapi terinduksi hanya dalam kondisi sakit atau keadaan yang berhubungan dengan kondisi patologi Antoniw et al. 1981. Sedikitnya telah diketahui 14 kelas PR protein dengan ciri-ciri protein dengan berat molekul rendah 6-43 kDa, dapat diekstraksi dan stabil dalam kondis pH rendah 3, tahan panas, resisten terhadap protease van Loon dan van Strein 1999. PR protein ini di antaranya adalah ekstraselular acidic protein, β-1,3-glukanase, kitinase I-V, kitosanase, sweet tasting protein thaumatin, protease inhibitor, endoproteinase, peroxidase, protein intraselular mirip ribonuclease, tionin dan plant defensins, proteins pentransfer lipid, α- amylase Huang 2001. Biotik penginduksi PR protein yang telah dikenal adalah patogen, serangga, nematoda, herbivora dan gulma Orobanche tumbuhan parasit; bahan kimia penginduksi seperti asam salisilat, poliakrilik, asam lemak, garam inorganik; stimulasi fisik dapat juga berperan sebagai penginduksi seperti pelukaan, radiasi UV-B, tekanan osmotik tiba-tiba, suhu rendah, kekurangan atau kelebihan air Edreva 2005. Ketahanan tanaman yang didapatkan karena induksi seperti dijelaskan di atas disebut Systemic Acquired Resistance SAR. Induksi ketahanan lainnya adalah Induced Systemic Resistance ISR, yaitu ketahanan yang didapatkan dari induksi oleh mikroba non patogenik Plant Growth Promoting Rhizobacteria PGPR dan mikoriza dengan etilen dan asam jasmonat sebagai senyawa signal transduksinya dan tidak melibatkan gen PRs Pieterse et al. 1996. Semua ketahanan struktural sebagai hasil respon terhadap infeksi merupakan hasil dari proses biokimia. Di lain pihak, PR protein seperti 17 peroksidase sebagai respon ketahanan biokimia juga berperan dalam lignifikasipenebalan dinding sel tanaman. Oleh karena itu, pemisahan antara ketahanan struktural dan ketahanan biokimia sering kabur dan saling tumpang tindih Huang 2001. Mikroba Endofit sebagai Penginduksi Ketahanan Tanaman Penelitian terbaru tentang mekanisme kerja mikroba endofit dalam meningkatkan ketahanan inang terus berkembang. Dari berbagai penelitian tersebut diketahui bahwa mekanisme utama endofit dalam meningkatkan ketahanan inang berupa induksi ketahanan, dengan cara mengaktifkan gen-gen ketahanan inang yang ada tetapi dalam kondisi inaktif. Mekanisme induksi ketahanan tanaman yang telah diketahui secara umum adalah dengan cara Induced Systemic Resistance ISR atau Systemic Acquired Resistance SAR. ISR merupakan induksi ketahanan sistemik pada tanaman oleh mikroba tanah bermanfaat dan tidak patogenik seperti plant growth promoting rhizobacteria dan mikoriza, melibatkan jasmonic acid dan etilen sebagai senyawa penginduksi, serta tidak melibatkan ekspresi gen PR Pathogenesis Related genes tetapi gen lain yang belum diketahui. Sedangkan SAR merupakan induksi ketahanan sistemik yang dipicu oleh adanya infeksi patogen, adanya hipersensitive reaction, atau aplikasi bahan kimia, melibatkan senyawa asam salisilat, dan melibatkan ekspresi gen PR Pieterse et al. 1996. Hasil penelitian induksi ketahanan oleh cendawan endofit diketahui ternyata melibatkan senyawa asam salisilat, asam jasmonat dan peroksidase Shirasu et al. 1997; Segarra et al. 2007. Bila melihat defenisi ISR dan SAR Pieterse et al. 1996, maka mekanisme induksi ketahanan oleh cendawan endofit melibatkan keduanya. Namun karena cendawan endofit tidak patogenik, maka Gao et al. 2010 mengusulkan bahwa mekanisme cendawan endofit adalah ISR tetapi dengan melibatkan gen PR. Selain itu, defenisi ISR dan SAR seperti yang disebutkan di atas perlu ditinjau kembali. Park dan Kloepper 2000 membuktikan bahwa PR-1a terinduksi dengan aplikasi PGPR untuk mengendalikan Pseudomonas syringae pv. tabaci pada tanaman tembakau. Aplikasi PGPR pada Arabidopsis thaliana, 18 tomat dan maculicola dengan 4 isolat PGPR, 2 isolat PGPR tidak membutuhkan asam jasmonat atau etilen sebagai molekul signalnya Ryu et al. 2003. Penelitian Zhang et al. 2002 mendapatkan bahwa bakteri PGPR Serratia marcescens strain 90-166 yang berperan dalam menekan patogen kapang abu blue mold Peronospora tabacina pada tembakau juga mampu menghasilkan asam salisilat dalam media tryptic soy broth TSB dan di dalam pesemaian pada minggu pertama setelah inokulasi PGPR. Cendawan endofit Trichoderma viride diketahui ternyata mampu menekan perkembangan patogen Diplodia corticola, penyebab kanker, nekrosis pada pembuluh dan mati pucuk pada tanaman oak Campanile et al 2007. Mendoza dan Sikora 2009 mengkombinasikan cendawan endofit Fusarium oxysporum strain 162 dengan bakteri antagonis Bacillus firmus untuk mengendalikan patogen nematode Radopolus similis pada tanaman pisang dan berhasil menurunkan populasi patogen hingga 86.2, lebih tinggi bila dibandingkan dengan aplikasi tunggal yang hanya sebesar 63.7 bila bakteri sendiri dan 27.8 bila cendawan sendiri. Narisawa et al 2002 memanfaatkan cendawan endofit Heteroconium chaetospira, P. fortinii, dan unidentified species of Fusarium, Penicillium, Trichoderma dan Mycelium radicis atrovirens MRA yang diisolasi dari akar terong, stoberi dan kubis, ternyata mampu mengendalikan penyakit layu pada terong yang disebabkan oleh Verticillium dahliae hampir 100. Metode Cepat untuk Evaluasi Ketahanan Kakao Tanaman kakao merupakan tanaman tahunan yang membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 18 bulan atau bahkan empat tahun pada klon-klon lama untuk memulai berbuah. Oleh karena itu akan butuh waktu yang cukup lama bila pengujian ketahanan tanaman terhadap penyakit dilakukan pada tanaman di lapangan. Untuk mengatasi masalah ini beberapa peneliti telah melakukan pengujian pada daun bibit kakao. Iwaro et al. 1997 menginokulasi daun pembibitan kakao dan mendapatkan bahwa inokulasi dengan pelukaan ketahanan post penetration lebih menggambarkan ketahanan buah di lapangan dibandingkan dengan inokulasi tanpa pelukaan ketahanan prepenetration.