63 I-31 Phomopsis sp., I-32 Resinicium friabile, dan I-33 Pestalotiopsis
,
Fungal Endophyte 6722
muncul pada pengambilan sampel kedua. Pada saat pengambilan pertama kondisi lingkungan sedang basah sehingga diduga akan
mudah bagi spora basah untuk berkembang dengan cepat mengkolonisasi buah sehingga cendawan lainnya tidak mampu bersaing dan akan terhambat
pertumbuhannya atau bahkan tidak mampu berkembang bila terlalu banyak air, sedangkan pada pengambilan kedua kondisi lingkungan relatif kering sehingga
cendawan dengan spora kering yang akan berkembang dengan baik. P. columnaris
sebagai cendawan paling dominan ada kondisi kedua, frekuensinya tidak setinggi F. lichenicola Gambar 4.6. Dalam kondisi demikian, banyak
cendawan lain yang dapat tumbuh tanpa dibambat atau bersaing dengan cendawan dominan.
Cendawan Fusarium solani hanya ditemukan pada plot tanpa atap pada kedua waktu pengamatan. Kemunculan I-22 F. solani pada plot tanpa atap saja
mungkin berkaitan dengan cara penyebaran cendawan ini lewat percikan air dari tanah, tidak muncul pada plot beratap karena terhalang oleh adanya atap.
6. Kelimpahan Cendawan Endofit dan Keparahan Penyakit Busuk Buah
Kakao
Pada saat penelitian, penyakit utama yang banyak dijumpai adalah penyakit busuk buah Phytophthora palmivora. Korelasi keberadaan penyakit tersebut
dengan frekuensi kemunculan cendawan endofit disajikan pada Tabel 4.6. Nilai korelasi negatif yang tinggi, dalam kasus keparahan penyakit rendah dan
cendawan endofit tinggi mengindikasikan bahwa endofit tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens biokontrol. Cendawan endofit yang dominan pada
awal pengambilan sampel, Fusarium lichenicola, ternyata tidak berkorelasi negatif dengan adanya penyakit utama. Sebaliknya, cendawan yang dominan pada
pengambilan kedua, Phomopsis columnaris berkorelasi negatif dengan penyakit busuk buah kakao. Frekuensi kemunculan cendawan Phomopsis columnaris,
Diaporthe angelica, Fusarium sp. T47a, Xylaria sp., Polyporaceae DIS 126a
berkorelasi negatif cukup tinggi dengan keparahan penyakit Tabel 6.
64 Tabel 4.6 Korelasi frekuensi kemunculan spesies cendawan endofit dengan
kejadian penyakit busuk buah Spesies
Korelasi Tanpa Atap
Diatap Fusarium lichenicola
0.7824 0.5009 Bionectria
sp. -0.1342 -0.3818
Gibberella zeae 0.5691 0.5963
Phomopsis columnaris -0.6824 -0.4590
Fusarium ambrosium -0.0539 -0.3804
Glomerella cingulata 0.5932 0.3622
Diaporthe phaseolorum -0.0120 -0.3801
Schizophyllum commune -0.6365 -0.5485
Diaporthe angelica -0.7913 -0.4842
Fusarium sp. T47a
-0.7190 -0.4377 Xylaria
sp. DIS 125b -0.3539 -0.5395
Fungal Endo-phyte 9147 0.1923
-0.2218 Aphyllophorales DIS 296 a
-0.0197 -0.2679
Colletotrichum sp. MCA 2773
0.3936 0.0932 Polyporaceae DIS 126a
-0.7163 -0.4424
Uncultured ascomycetes -0.0280
-0.3167 Diaporthe eres
-0.4362 -0.5232 Diplodia pinea
0.7299 0.0483 Psathyrella leucotephra
-0.3054 -0.6408 Colletotrichum crassipes
-0.5253 -0.5843 Laccocephalum mylittae
-0.3969 -0.3298 Xylariaceae DIS 360g
-0.1817 -0.0323
Ascosalsum viscidulum 0.0728 -0.5434
Aschersonia sp.WYBX-3
-0.3490 -0.5306 Giberella circinata
0.5063 -0.0529 Nigrospora oryzae
-0.1687 -0.5182 Fungal endo-phyte P815A
-0.1687 -0.5182
Calocybe gambosa -0.3599 -0.0316
Resinicium friabile -0.3824 -0.1679
FE 6722 Pestalotiopsis -0.4292 -0.1838
Nectria rigidiuscula -0.0245 -0.3002
Fusarium sp. QJC-1403
-0.5428 -0.0195 Meskipun demikian, perlu juga berhati-hati dalam mempertimbangkan calon
agens biokontrol dengan memperhatikan apakah spesies tersebut pernah dilaporkan sebagai patogen tumbuhan atau mikroorganisme yang membahayakan.
Di lain pihak, walaupun nilai korelasi negatifnya kecil tetapi pernah dilaporkan sebagai agens biokontrol, maka spesies tersebut layak untuk diuji kemampuannya
sebagai agens biokontrol. Oleh karena itu, P. columnaris dan D. angelica tidak