60 Tabel 4.4 Indeks kemiripan jenis spesies antar plot
Species shared
Indeks kemiripan Jaccard classic
Sørensen classic Morista-Horn BC vs BR
27 0.9000
0.9474 0.9389
BC vs AC 26
0.7027 0.8254
0.4341 BC vs AR
25 0.7143
0.8333 0.5013
BR vs AC 25
0.7143 0.8333
0.4239 BR vs AR
24 0.7273
0.8421 0.5430
AC vs AR 29
0.8529 0.9206
0.9495 Keterangan: BC: Plot kontrol, pengambilan pertama
BR: Plot perlakuan, pengambilan pertama AC: Plot kontrol, pengambilan kedua
AR: Plot perlakuan, pengambilan kedua
Gambar 4.5 Kemiripan jenis spesies antar plot dari indeks Sorensen dengan Multidimensional Scaling MDS. Tiap titik mewakili ulangan dari
tiap perlakuan BC: Plot kontrol, pengambilan pertama; BR: Plot perlakuan, pengambilan pertama; AC: Plot kontrol, pengambilan
kedua; AR: Plot perlakuan, pengambilan kedua
-1,50 -1,00
-0,50 0,00
0,50 1,00
1,50
-1,50 -1,00
-0,50 0,00
0,50 1,00
1,50 Dimension 1
D im
e ns
ion 2
AC AR
BC BR
stress = 0.12
61 pengambilan Tabel 4.4. Yang berbeda adalah curah hujan antara Maret-April
2007 293-473 mm dan Januari-April 2008 44-360 mm, Gambar 4.4. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa adanya perbedaan curah hujan menjadi
penyebab terjadinya perbedaan jumlah frekuensi dan jenis cendawan yang diisolasi.
5. Perubahan Dominansi Spesies Cendawan Endofit
Perubahan dominansi spesies cendawan endofit dari Maret-April 2007 ke Januari-April 2008 juga terjadi Tabel 4.5 dan Gambar 4.6. Pada awalnya, I-1
Fusarium lichenicola dan I-3 Giberella zeae mendominasi buah kakao, kemudian berubah didominasi oleh I-4 Phomopsis culumnaris dan I-9
Diaporthe angelica. Frekuensi I-1 masih cukup tinggi pada pengambilan kedua masih masuk dalam 10 besar, tetapi I-3 tidak termasuk lagi, baik pada plot tanpa
atap maupun pada plot beratap. Perubahan keberadaan cendawan endofit dalam waktu yang berbeda juga
terjadi. Cendawan I-14 Colletotrichum sp. MCA 2773 hanya ditemukan pada awal pengambilan sampel, sedangkan cendawan I-27 Geomyces sp., I-28
Nigrospora oryzae, I-29 Fungal Endophyte P815A, I-30 Calocybe gambosa, Tabel 4.5 Perubahan dominansi cendawan endofit pada tiap plot saat
pengambilan sampel yang berbeda
BC BR
AC AR
Spesies Kelimpahan Spesies Kelimpahan Spesies Kelimpahan Spesies Kelimpahan 1.
I- 1 228
I- 1 179
I- 4 110
I- 4 121
2. I- 3
53 I- 3
93 I- 9
89 I- 9
91 3.
I- 2 51
I-18 85 I-35 53
I-35 81 4.
I-18 45 I-35 57
I- 2 36
I-18 57 5.
I-35 38 I-34 35
I-13 35 I-10 50
6. I- 4
34 I- 4
33 I-10
31 I- 1
46 7.
I-13 27
I- 2 27
I- 5 30
I-34 46
8. I- 9
25 I-21
20 I- 1
27 I-20
41 9.
I- 5 23
I- 5 16
I-15 27
I- 2 40
10. I-34 21
I-16 15 I-
8 26 I-13 36
Keterangan: BC: Plot kontrol, pengambilan pertama BR: Plot perlakuan, pengambilan pertama
AC: Plot kontrol, pengambilan kedua
AR: Plot perlakuan, pengambilan kedua
50 100
150 200
250
F. li
ch en
ico la
Bi on
ec tr
ia G
ib er
ella z
ea e
P. c olu
m na
ris F. a
m bro
siu m
Sc iz
op ill
um c
om m
une
D ia
po rt
he an gel
ica e
Fu sa
ri um
T4 7a
FE 9
14 7
A ph
yl lop
hor ale
s Pol
yp ora
ce ae
U nc
ult ur
e a sc
om yc
et e
Di pl
odi a p
in ea
C ol
le to
tr ic
hum c
ra ssi
pe s
L ac
co ce
ph alu
m my
litt ae
Ne ct
ria r
igi diu
sc ul
a
Fu sa
ri um
Q JC
-14 03
Spesies Frekuens
i
BC BR
AC AR
Gambar 4.6 Perubahan dominansi cendawan endofit pada plot dan waktu pengambilan sampel yang berbeda BC: Plot kontrol,
pengambilan pertama; BR: Plot perlakuan, pengambilan pertama; AC: Plot kontrol, pengambilan kedua; AR: Plot perlakuan, pengambilan kedua
62
63 I-31 Phomopsis sp., I-32 Resinicium friabile, dan I-33 Pestalotiopsis
,
Fungal Endophyte 6722
muncul pada pengambilan sampel kedua. Pada saat pengambilan pertama kondisi lingkungan sedang basah sehingga diduga akan
mudah bagi spora basah untuk berkembang dengan cepat mengkolonisasi buah sehingga cendawan lainnya tidak mampu bersaing dan akan terhambat
pertumbuhannya atau bahkan tidak mampu berkembang bila terlalu banyak air, sedangkan pada pengambilan kedua kondisi lingkungan relatif kering sehingga
cendawan dengan spora kering yang akan berkembang dengan baik. P. columnaris
sebagai cendawan paling dominan ada kondisi kedua, frekuensinya tidak setinggi F. lichenicola Gambar 4.6. Dalam kondisi demikian, banyak
cendawan lain yang dapat tumbuh tanpa dibambat atau bersaing dengan cendawan dominan.
Cendawan Fusarium solani hanya ditemukan pada plot tanpa atap pada kedua waktu pengamatan. Kemunculan I-22 F. solani pada plot tanpa atap saja
mungkin berkaitan dengan cara penyebaran cendawan ini lewat percikan air dari tanah, tidak muncul pada plot beratap karena terhalang oleh adanya atap.
6. Kelimpahan Cendawan Endofit dan Keparahan Penyakit Busuk Buah
Kakao
Pada saat penelitian, penyakit utama yang banyak dijumpai adalah penyakit busuk buah Phytophthora palmivora. Korelasi keberadaan penyakit tersebut
dengan frekuensi kemunculan cendawan endofit disajikan pada Tabel 4.6. Nilai korelasi negatif yang tinggi, dalam kasus keparahan penyakit rendah dan
cendawan endofit tinggi mengindikasikan bahwa endofit tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens biokontrol. Cendawan endofit yang dominan pada
awal pengambilan sampel, Fusarium lichenicola, ternyata tidak berkorelasi negatif dengan adanya penyakit utama. Sebaliknya, cendawan yang dominan pada
pengambilan kedua, Phomopsis columnaris berkorelasi negatif dengan penyakit busuk buah kakao. Frekuensi kemunculan cendawan Phomopsis columnaris,
Diaporthe angelica, Fusarium sp. T47a, Xylaria sp., Polyporaceae DIS 126a
berkorelasi negatif cukup tinggi dengan keparahan penyakit Tabel 6.