5 PEMBAHASAN
5.1 Sistem Usaha Perikanan Cakalang di Kota Tidore Kepulauan
Sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan baik secara langsung maupun tidak langsung melibatkan berbagai pihak yang diketahui
sebagai para pelaku sistem. Agar pelaku dan kebutuhannya dapat diidentifikasi dengan baik maka memerlukan analisis kebutuhan. Analisis ini merupakan
permulaan pengkajian dari suatu pendekatan sistem yaitu untuk mencari secara selektif apa saja yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak dalam sistem.
Pada analisis kebutuhan, kepentingan utama yang selaras antar pelaku sistem adalah peningkatan pendapatan, ketersediaan sumber daya cakalang yang
diharapkan dapat dieksploitasi terus menerus dan ketersediaan akan prasarana dan sarana produksi serta fasilitas penunjang seperti BBM, es, air, cold storage,
rumpon, dermaga dan lain-lain. Kebutuhan pelaku sistem ini merupakan masalah yang memerlukan pemecahannya agar tujuan dan keberlangsungan sistem dapat
dicapai. Pada diagram sebab akibat, dijelaskan bahwa dalam usaha perikanan
cakalang sangat membutuhkan ketersediaan stok cakalang dan umpan. Untuk mendapatkan hasil tangkapan dari sumber daya yang dimanfaatkan membutuhkan
unit penangkapan, sarana dan prasarana penangkapan. Perolehan hasil tangkapan yang baik dan berkualitas bergantung kepada penanganannya dan akan
berdampak baik pada harga ikan dan para pelaku sistem. Selain itu kua litas ikan yang baik sangat dibutuhkan oleh pasar. Dalam Perikanan cakalang, hasil
tangkapan dapat diperoleh bergantung juga kepada ketersediaan umpan. Umpan yang didapatkan membutuhkan unit penangkapan bagan yang mana bila rutinitas
penangkapan terus menerus dapat berdampak negatif terhadap kelestaraian umpan sehingga membutuhkan keterlibatan pemerintah daerah dalam hal ini sebagai
penentu kebijakan untuk membuat aturan–aturan dalam pengelolaan sumber daya. Demikian halnya dengan pemanfaatan sumber daya cakalang bila upaya
penangkapan yang berlebihan dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap kelestariannya. Hal inipun membutuhkan keterlibatan pemerintah daerah
membuat kebijakan dalam bentuk aturan-aturan.
Selanjutnya harga ikan yang tinggi karena kualitasnya dan kebutuhan pasar yang tinggi akan berdampak kepada tingkat pendapatan nelayan dan kelayakan
usaha. Layaknya usaha yang dijalankan dan pendapatan nelayan yang memadai akan dapat memberikan pengaruh positif terhadap semua pelaku sistem. Selain itu
pengembalian modal dan kredit kepada pihak perusahaan, perbankan dan KUD dapat berjalan lancar. Perjanjian sumbangan pihak ketiga antara perusahaan dan
pemda dapat dipenuhi dan pada akhirnya kebutuhan semua pelaku sistem dapat dipenuhi dan sistem usaha dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Pada diagram input output terlihat bahwa input terkontrol dalam sistem usaha perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan setelah
diidentifikasi terdiri dari teknologi penangkapan berupa unit penangkapan dan alat bantu penangkapan, faktor-faktor teknis produksi, investasi usaha, manejemen
kelembagaan dan harga ikan. Sedangkan input yang tak dapat dikontrol adalah sumber daya ikan, harga BBM, musim penangkapan, kondisi oceanografis
perairan dan daerah penangk apan. Tujuan yang ingin dicapai merupakan output yang dikehendaki. Output yang
tidak dikehendaki merupakan kehendak yang tidak diinginkan terjadi dalam sistem usaha yang dijalankan sehingga bila hal itu terjadi dapat dikendalikan oleh
manejemen pengendalia n sehingga output yang tidak dikehendaki dapat diminimalkan .
Output yang dikehendaki dalam sistem usaha perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan terdiri dari keuntungan usaha, harga ikan meningkat,
peningkatan pendapatan nelayan dan pemerinta h daerah, usaha penangkapan dapat berlanjut dengan kelestarian sumber daya yang terjamin dan berkelanjutan.
Sedangkan output yang tidak dikehendaki adalah usaha yang dijalankan rugi, pendapatan nelayan menurun karena harga ikan yang tetap dan sumber daya ikan
terganggu kelestariannya. Faktor eksternal yang juga be rperan penting dalam sistem usaha yaitu
faktor lingkungan dalam hal ini adalah keterlibatan sumber daya manusia dalam membuat peraturan dan undang–undang untuk keberlanjutan sistem usaha yang
ada.
Informasi tentang sumber daya ikan yang meliputi potensi dan musim sangat penting peranannya dalam menilai fisibilitas awal pengembangan
perikanan cakalang sehingga hal itu merupakan kendala utama dalam sub sistem sumber daya yang teridentifikasi dalam usaha perikanan di Kota Tidore
Kepulauan. Sarana dan prasarana produksi berperan strategis dalam pengembangan
usaha. Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai merupakan jaminan berkembangnya usaha sehingga keterbatasan dan ketidak tersedianya sarana dan
prasarana dalam usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan merupakan kendala utama dalam sub sistem produksi.
Selanjutnya pengolahan dan pemasaran yang merupakan mata rantai terakhir dari suatu sistem usaha sangat dibutuhkan dalam suatu pengembangan
usaha sehingga industri pengolahan yang tidak tersedia dan pemasaran yang tidak jelas merupakan faktor kendala dalam sub sistem pemasaran yang dapat
menghambat usaha pengembangan perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan. Untuk melihat kondisi riil pasar dan pendapatan nelayan di Kota
Tidore Kepulauan maka harga ikan perlu diketahui sehingga kondisi harga ikan yang relatif rendah adalah faktor kendala dalam sistem usaha tersebut.
Berdasarkan laporan Monintja et al 2001 bahwa sebagian besar potensi cakalang di Indonesia berada di Kawasan Timur Indonesia dan Halmahera
merupakan salah satu wilayah yang sangat potensial bagi ikan tersebut sehingga kondisi perairan Tidore Kepulauan yang merupakan bagian dari perairan
Halmahera adalah fa ktor pendukung dalam sistem usaha perikanan yang ada. Industri penangkapan dengan menggunakan pola PIR yang melibatkan
nelayan, perusahaan dan KUD merupakan faktor pendukung karena perusahaan sangat berperan penting untuk menyediakan sarana produksi seperti kapal, alat,
BBM, air tawar dan es, membina dan membimbing nelayan sebagai anggota plasmanya sehingga hal tersebut dapat membantu nelayan.
Demikian pula dengan kebutuhan pasar lokal maupun antar daerah dalam mengkonsumsi ikan cakalang sangat tinggi sehin gga proses pemasaran lokal
berjalan lancar. Hal ini merupakan faktor pendukung dalam sistem usaha perikanan di Kota Tidore Kepulauan.
5.2 Status Potensi Sumber Daya dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Cakalang di Perairan Kota Tidore Kepulauan
Kota Tidore Kepulauan dilihat secara geografis yang terletak pada 127 20
BT – 127 80 BT dan 0
50 LU – 0
05 LS memiliki perairan laut yang tidak terlalu luas dengan daerah penangkapan yang terbatas. Keterbatasan daerah
penangkapan ini membuat seringkali nelayan Kota Tidore Kepulauan melakukan penangkapan hingga ke perairan Bacan. Untuk memanfaatkan sumber daya
perikanan yang ada secara optimal memerlukan pengelolaan yang hati-hati dan rasional dengan informasi status sumber daya yang ada pada perairan tersebut.
Hal ini dimaksudkan agar tidak mengganggu ketersediaan dan kelestarian sumber daya yang ada sehingga usaha perikanan dapat dilakukan secara terus menerus
atau berkelanjutan. Sesuai dengan pernyataan Nikijuluw 2001, bahwa pemanfaatan sumber daya ikan perlu kehati-hatian agar tidak sampai pada kondisi
kelebihan penangkapan over fishing Sumber daya cakalang di Kota Tidore Kepulauan merupakan sumber daya
perikanan yang dominan dengan produksi tertinggi dibandingkan sumber daya ikan lainnya Tabel 3 . Teknologi penangkapan yang digunakan dala m usaha
penangkapan sumber daya ini adalah pole and line dengan ukuran 10–15 GT . Potensi lestari ikan cakalang atau Maximum Sustainable Yield MSY
sebesar 7582.69 ton per tahun dengan upaya penangkapan optimum f Opt sebesar 11.229 hari per tahun. Berdasarkan data produksi pada tahun 2000 sampai
2004, tingkat pemanfaatan cakalang di perairanan Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2004 telah melebihi MSY yaitu sebesar 9750.5 ton 128.59. Demikian
pula tingkat pengupayaan yang telah melampaui upaya penangkapan optimu m sejak tahun 2000 hingga 2004. Kondisi tersebut termasuk dalam kategori tingkat
pemanfaatan over fishing. Azis 1989 mengelompokan tingkat pemanfaatan menjadi tiga kategori, yaitu Pertama; tingkat pemanfaatan lebih kecil atau sama
dengan 65 dikategorikan dalam pemanfaatan under eksploited, Kedua ; Tingkat pemanfaatan lebih besar dari 65 dan lebih kecil dari 100 dikategorikan dalam
pemanfaatan optimal dan Ketiga; tingkat pemanfaatan sama dengan atau lebih besar dari 100 dikategorikan dalam pemanfaatan over fishing.
Kondisi over fishing yang terjadi di perairan Kota Tidore Kepulauan diduga karena kelebihan jumlah armada tangkap dan upaya tangkap yang melebihi upaya
tangkap optimum f opt. Selain itu diduga karena kondisi lingkungan perairan Kota Tidore Kepulauan tidak dapat dijadikan sebagai daerah penangkapan,
penyebaran dan habitat ikan cakalang. Hal ini karena sebagian perairan Kota Tidore Kepulauan yaitu pada bagian barat dan selatan merupakan jalur pelayaran
kapal-kapal niaga sehingga timbul kendala dalam pengoperasian rumpon dan alat tangkap. Keterbatasan daerah penangkapan dengan jumlah armada yang banyak
dioperasikan pada daerah yang sama kemungkinan besar menyebabkan terjadinya over eksploited. Di samping itu perairan yang dijadikan sebagai jalur pelayaran
dapat mengalami kerusakan karena pencemaran dan dapat terjadi degradasi fisik ekosistem perairan sebagai tempat pemijahan, asuhan dan mencari makan bagi
ikan cakalang. Menurut Paulus 1987, bahwa dalam memilih dan menentukan daerah penangkapan, harus memenuhi syarat-syarat antara lain : 1 Kondisi
daerah tersebut harus sedemikian rupa sehingga ikan dengan mudah datang dan berkumpul dalam gerombolan, 2 daerahnya aman dan alat tangkap
mudah dioperasikan, 3 daerah tersebut harus daerah yang secara ekonomis menguntungkan. Selanjutnya menurut Dahuri 2002 kondisi over fishing tidak
hanya disebabkan oleh tingkat penangkapan yang melampaui potensi lestari sumber daya perikanan tetapi juga disebabkan karena pencemaran sehingga
kualitas lingkungan laut sebagai habitat hidup ikan mengalami penurunan atau degradasi fisik ekosistem perairan sebagai tempat pemijahan maupun asuhan
bagi sumber daya ikan. Untuk menghindari terjadi over fishing yang berkelanjutan di perairan Kota
Tidore Kepulauan hingga dapat menyebabkan terjadi penurunan produksi terus menerus maka tidak ada lagi peluang untuk meningkatkan atau menambah unit
penangkapan maupun upaya penangkapan pada tahun mendatang. Hal ini berarti secara tidak langsung memberikan kesempatan sumber daya tersebut tumbuh dan
berkembang kembali. Alternatif yang dapat ditempuh dalam melihat kondisi yang terjadi adalah
merekomendasikan pengurangan jumlah unit penangkapan maupun upaya penangkapan yang ada. Namun hal tersebut sangat sulit dilakukan karena akan
menimbulkan konflik baru dimana akan berdampak pada lapangan kerja dan tingkat kesejahteraan nelayan. Dengan demikian alternatif pengembangannya
adalah dengan memperluas daerah penangkapan hingga keluar dari perairan Kota Tidore. Keterlibatan pemerintah sangat dibutuhkan dalam membuat peraturan
untuk konservasi daerah penangkapan, pengawasan dan pengontrolan terhadap daerah penangkapan dan musim penangkapan pada daerah penangkapan di
perairan Kota Tidore Kepulauan khusus untuk armada tangkap pole and line .
5.3 Faktor-Faktor Produksi yang Berpengaruh Terhadap Hasil Tangkapan