Kontribusi PAD terhadap Penerimaan APBD Kota Depok

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kontribusi PAD terhadap Penerimaan APBD Kota Depok

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, otonomi adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, maka pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih luas untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Adapun yang menjadi tujuan dilaksanakannya otonomi daerah adalah untuk mewujudkan kemandirian daerah, menciptakan persaingan yang sehat antar daerah, serta mendorong terciptanya inovasi dan kreativitas pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Dengan demikian, maka APBD merupakan kebijakan politik yang paling mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Melalui kebijakan tersebut, para pembuat keputusan di daerah dapat melakukan alokasi sumber daya keuangan negara. Sehingga melalui APBD, para pembuat keputusan dapat menentukan siapa yang lebih diuntungkan dibandingkan dengan kelompok lainnya. Pengalokasian sumber daya keuangan melalui APBD terdiri dari sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Jika dilihat dari strukturnya, sisi penerimaan APBD di Kota Depok terdiri dari empat komponen utama, yaitu Pendapatan Asli Daerah PAD, bagian dana perimbangan, pinjaman pemerintah daerah, dan lain- lain penerimaan yang sah. Perkembangan sisi penerimaan APBD di Kota Depok disajikan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1. Perkembangan Sisi Penerimaan APBD Kota Depok Tahun 2002-2007 miliar rupiah No. Komponen Penerimaan Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1. PAD 34,50 10,96 43,14 10,99 54,04 11,71 68,65 13,52 67,22 10,95 86,33 11,14 2. Bagian Dana Perimbangan 217,79 69,18 336,08 85,60 396,86 86,01 425,84 83,82 544,00 88,56 514,78 66,40 3. Pinjaman Pemerintah Daerah 9,50 3,02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4. Lain-lain Penerimaan yang Sah 53,02 16,84 13,41 3,41 10,53 2,28 13,53 2,66 3,00 0,49 174,11 22,46 Total 314,81 100 392,63 100 461,43 100 508,02 100 614,22 100 775,22 100 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Depok 2002-2007, diolah Keterangan : Angka di dalam kurung … menunjukkan persentase Berdasarkan Tabel 5.1. terlihat bahwa penerimaan APBD di Kota Depok terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Total penerimaan Kota Depok pada tahun 2002 sebesar Rp 314,81 milyar mengalami perkembangan pada tahun 2007 menjadi Rp 775,22 milyar. Adapun komponen penerimaan yang paling mendominasi penerimaan Kota Depok adalah bagian dana perimbangan, yang selalu memberikan kontribusi lebih dari 50 persen terhadap total penerimaan Kota Depok. Hal ini tentunya mengindikasikan bahwa pemerintah daerah Kota Depok belum mampu untuk mewujudkan kemandirian daerah karena masih tergantung pada aliran dana dari pemerintah pusat. Pendapatan Asli Daerah PAD merupakan komponen paling penting yang merefleksikan tingkat kemandirian suatu daerah. Selain itu, nilai penerimaan PAD menggambarkan kinerja pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial bagi proses pembangunan di Kota Depok. Berdasarkan Tabel 5.1. terlihat bahwa kontribusi PAD terhadap total penerimaan di Kota Depok pada periode tahun 2002-2005 terus mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu sebesar 10,96 persen pada tahun 2002 menjadi 13,52 persen pada tahun 2005. Hal ini mengindikasikan meningkatnya kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan di Kota Depok. Namun, sangat disayangkan pada tahun 2006 terjadi penurunan kontribusi PAD terhadap total penerimaan Kota Depok sebesar 2,01 persen, yakni dari 13,52 persen di tahun 2005 menjadi 10,95 persen di tahun 2006. Dengan demikian, kinerja perekonomian pemerintah daerah Kota Depok pada tahun 2006 mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumya, yaitu dari Rp 68,65 milyar pada tahun 2005 menjadi Rp 67,22 milyar pada tahun 2006. Pada tahun 2007, kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah di Kota Depok kembali mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 0,19 persen, yakni dari 10,95 persen pada tahun 2006 menjadi 11,14 persen pada tahun 2007. Hal ini mengindikasikan membaiknya kinerja pemerintah daerah Kota Depok dalam menggali sumber-sumber keuangan daerah yang potensial bagi pembangunan di Kota Depok. Sejak tahun 2003, pinjaman pemerintah daerah sudah tidak memberikan kontribusi lagi pada penerimaan Kota Depok. Hal ini mengindikasikan kemandirian Kota Depok dalam pengelolaan keuangannya karena sudah tidak tergantung lagi pada pinjaman baik dari dalam negeri, maupun dari luar negeri. Komponen penerimaan lainnya, yakni lain-lain penerimaan yang sah nilainya terus berfluktuasi sejak tahun 2002-2007 dan mencapai puncaknya pada tahun 2007, yaitu sebesar 22,46 persen. Secara umum, kondisi di atas memperlihatkan bahwa kondisi perekonomian di Kota Depok terus mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai penerimaan daerah yang selalu meningkat setiap tahunnya, walaupun masih sangat tergantung pada bagian dana perimbangan. Namun, disini terlihat bahwa ada usaha dari pemerintah daerah Kota Depok untuk meningkatkan kemandirian daerah melalui upaya peningkatan PAD di Kota Depok.

5.2. Perkembangan Komponen Pendapatan Asli Daerah PAD Kota