menduga suatu fenomena, sekaligus memahami struktur dan melihat hubungan antar variabel.
2.6. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Sinaga dan Siregar 2005 meneliti dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap pembangunan ekonomi daerah di Indonesia. Wilayah yang menjadi
cakupan penelitiannya terbagi menurut agregasi nasional Indonesia, provinsi, dan kotakabupaten. Tingkat provinsi adalah Sumatra Utara, Riau, Jawa Barat,
Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Tingkat kabupatenkota adalah Kota Medan dan Kabupaten Tapanuli Utara Sumatra Utara, Kota Tegal dan
Kabupaten Brebes Jawa Tengah, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur, Kota Kupang dan Kabupaten Flores Timur Nusa Tenggara Timur.
Dalam penelitiannya disebutkan bahwa secara umum, penerapan kebijakan desentralisasi fiskal berpengaruh nyata terhadap kinerja fiskal daerah. Setelah
kebijakan tersebut diterapkan, total penerimaan pemerintah daerah dan total pengeluaran pemerintah daerah secara signifikan menjadi lebih tinggi. Dari sisi
penerimaan, terdapat kecenderungan umum bahwa pemerintah daerah-daerah yang diteliti sangat tergantung pada DAU. Dengan kata lain, usaha untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD relatif kecil atau belum optimal. Dilemma yang dihadapi dalam konteks ini ialah pengurangan ketergantungan
pada DAU melalui peningkatan PAD yaitu dengan meningkatkan pajak daerah serta retribusi dapat menimbulkan ekonomi biaya tinggi, yang akhirnya dapat
mengurangi daya saing usaha yang hendak dijalankan di daerah yang bersangkutan.
Kebijakan desentralisasi fiskal membawa peningkatan yang cukup signifikan pada pajak dan retribusi daerah serta pengeluaran pemerintah daerah.
Peningkatan yang terlalu tinggi atas pajak dan retribusi daerah dapat menurunkan investasi swasta dan kinerja perekonomian daerah. Sebaliknya, pengeluaran
pemerintah daerah, khususnya untuk pembangunan sektor ekonomi, secara signifikan dapat meningkatkan investasi swasta dan kinerja ekonomi daerah.
Dalam penelitian terdahulu, Sinaga dan Siregar 2005 meneliti dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap pembangunan ekonomi di beberapa
daerah di Indonesia dari berbagai aspek. Adapun aspek yang diteliti tersebut adalah keragaan fiskal yang mencakup aspek penerimaan daerah dan pengeluaran
daerah, keragaan perekonomian daerah yang mencakup sisi permintaan dan sisi penawaran, serta aspek distribusi pendapatan dan kemiskinan. Berbeda dengan
penelitian terdahulu tersebut, maka pada penelitian ini penulis lebih mengkhususkan diri untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan
pajak daerah dan retribusi daerah di Kota Depok. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan
retribusi daerah di Kota Depok pada era otonomi daerah. Destrika 2006 meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan
Asli Daerah PAD dan komponen PAD Provinsi Jawa Barat. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam periode anggaran 2000-2004 struktur APBD Jawa
Barat lebih didominasi oleh Pendapatan Asli Daerah PAD. Sedangkan pajak
daerah adalah komponen dominan penyumbang PAD Provinsi Jawa Barat. Peubah jumlah kendaraan bermotor memberikan pengaruh nyata dan berhubungan
secara positif dengan retribusi daerah. Penerimaan pajak daerah dipengaruhi secara positif oleh jumlah kendaraan bermotor. PAD dipengaruhi secara positif
oleh jumlah kendaraan bermotor, pendapatan perkapita dan pemberlakuan otonomi daerah.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Destrika 2006, maka pada penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah di Kota Depok pada era otonomi daerah. Hal ini dikarenakan pajak daerah dan retribusi daerah adalah
sumber PAD yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan PAD di Kota Depok. Dengan demikian, pajak daerah dan retribusi daerah adalah sumber
PAD yang dapat diandalkan dalam rangka mengoptimalkan penerimaan PAD di Kota Depok.
Penelitian Hakki 2008 tentang analisis penerimaan pajak dan retribusi daerah sebelum dan pada masa otonomi daerah di Kota Bogor, menunjukkan
bahwa penerimaan pajak daerah di Kota Bogor sangat dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi yang berbanding terbalik terhadap penerimaan pajak daerah.
Sedangkan penerimaan retribusi daerah di Kota Bogor dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi, uji kendaraan bermotor, dan jumlah pengunjung objek wisata.
Penerimaan retribusi daerah Kota Bogor berbanding lurus dengan tingkat inflasi dan uji kendaraan bermotor, sedangkan jumlah pengunjung objek wisata
berbanding terbalik. Adapun penulis melakukan penelitian mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah di Kota Depok dengan pertimbangan bahwa perbedaan wilayah penelitian akan memberikan hasil
yang berbeda. Pada penelitian ini, penulis lebih mengkhususkan pada era otonomi daerah, yaitu pada periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 dengan
menggunakan data bulanan.
2.7. Kerangka Pemikiran