bulannya selama periode tahun 2005-2007, namun peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan sehingga penerimaan pajak restoran dan pajak hiburan juga tidak
terlalu memberikan peningkatan yang signifikan setiap bulannya. Selain hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya, jumlah hotel dan
penginapan, jumlah restoran serta jumlah tempat hiburan tidak memberikan pengaruh yang signifikan diduga disebabkan oleh perilaku para pengelola hotel
dan penginapan, restoran serta tempat hiburan yang tidak memberikan laporan yang sebenarnya mengenai penerimaannya kepada instansi yang terkait.
Kurangnya promosi serta sarana dan prasarana yang memadai menjadi penyebab kurang berkembangnya sektor pariwisata di Kota Depok sehingga penerimaan
pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan sebagai pendukung sektor pariwisata menjadi belum maksimal.
Jumlah penduduk Kota Depok tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Depok. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa peningkatan jumlah penduduk tidak terlalu mempengaruhi penerimaan pajak daerah di Kota Depok. Jumlah penduduk yang
besar tidak selalu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak daerah jika potensinya sebagai wajib pajak masih belum memadai.
5.3.2. Analisis Komponen Utama Penerimaan Retribusi Daerah Kota Depok
Berdasarkan penelusuran mengenai potensi penerimaan retribusi daerah di Kota Depok serta merujuk dari hasil penelitian sebelumnya dan berbagai literatur
terkait lainnya, maka dalam penelitian ini, penulis menggunakan 11 variabel
sosial ekonomi pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan retribusi daerah di Kota Depok pada periode tahun 2005-2007 Tabel 5.7.. Selain
itu, variabel-variabel tersebut juga dipilih dengan pertimbangan kemampuan variabel dalam menjelaskan keragaman karakteristik.
Pada tahap selanjutnya, variabel-variabel sosial ekonomi tersebut akan diseleksi berdasarkan kelengkapan dan kemampuan variabel dalam menjelaskan
keragaman karakteristik faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan retribusi daerah di Kota Depok dengan menggunakan metode analisis komponen utama
PCA. Dengan metode analisis komponen utama, maka dihasilkan beberapa “Faktor Utama” penciri utama keragaman perkembangan faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan retribusi daerah tersebut. Adapun ketentuan nilai akar ciri eigenvalue yang digunakan dalam
penelitian ini adalah yang memiliki nilai lebih besar dari 0,7 sesuai dengan argumen Jolliffe 1972. Berdasarkan kriteria tersebut, maka diperoleh enam
komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari peubah asalnya yang bersifat saling bebas tidak saling berkorelasi tetapi menyimpan sebagian besar
informasi yang terkandung dalam peubah asalnya. Keenam komponen utama tersebut mampu menjelaskan keragaman data sebesar 87,7 persen yang
merupakan nilai kumulatif akar ciri eigenvalue. Dengan melihat nilai tersebut, maka dapat dikatakan bahwa hasil analisis komponen utama terhadap penerimaan
retribusi daerah di Kota Depok mampu memberikan deskripsi yang cukup baik karena mampu menjelaskan keragaman data lebih besar dari 70 persen.
Selengkapnya, hasil analisis ini dapat dilihat dari hasil pengolahan eigenanalysis of the correlation matrix
pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Eigenanalysis of the Correlation Matrix Penerimaan Retribusi
Daerah Kota Depok
Component Number
1 2 3 4 5 6
Eigenvalue 4,1401 1,7219 1,1022 0,9595 0,9009 0,8249
Proportion 0,376 0,157 0,100 0,087 0,082 0,075
Cumulative 0,376 0,533 0,633 0,720 0,802 0,877
Sumber : Lampiran 5, diolah
Untuk mengetahui variabel mana yang memiliki kontribusi yang tinggi terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Depok, maka dapat dilihat dari nilai
loading -nya loading score. Nilai loading yang positif menunjukkan bahwa
korelasi antara variabel penjelas dengan komponen utama berbanding lurus. Sebaliknya, nilai loading yang negatif menunjukkan bahwa korelasi antara
variabel penjelas dengan komponen utama berbanding terbalik. Adapun rule of thumb
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 0,7. Dengan demikian, variabel yang mempunyai korelasi yang signifikan adalah variabel dengan loading
score ≥ 0,7. Selengkapnya, nilai loading pada PC1, PC2, PC3, PC4, PC5, dan
PC6 dapat dilihat pada Tabel 5.11. Berdasarkan keenam komponen utama pada Tabel 5.11. dapat dihasilkan
suatu analisis sebagai berikut : 1. Pada komponen utama 1 PC1, komponen utama 2 PC2, dan komponen
utama 4 PC4 tidak terdapat variabel yang memiliki korelasi yang signifikan terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Depok. Hal ini
terlihat dari variansi nilai loading yang rendah dan tidak ada variabel yang memiliki nilai loading
≥ 0,7. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
tidak terdapat variabel yang dominan pada PC1, PC2, dan PC4 karena kontribusi tiap variabel nilainya tidak jauh berbeda.
2. Pada komponen utama 3 PC3 terlihat bahwa tingkat inflasi INF berkorelasi positif terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Depok
dengan nilai loading sebesar 0,717. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa tingkat inflasi berbanding lurus terhadap penerimaan retribusi daerah di
Kota Depok. Hal ini tentunya tidak relevan dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa tingkat inflasi diduga berpengaruh negatif
terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Depok. Kondisi ini diduga disebabkan oleh tarif retribusi yang cenderung fleksibel jika dibandingkan
dengan tarif pajak daerah. Selain itu, tingginya tingkat inflasi tidak berpengaruh negatif terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Depok
karena masyarakat tetap bersedia untuk membayar sejumlah retribusi tertentu walaupun ada kenaikan tarif. Hal tersebut disebabkan oleh
tingginya tingkat kepentingan masyarakat terhadap pelayanan jasa tertentu yang dibayarkan dalam bentuk retribusi jasa umum, seperti retribusi
pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan dan kebersihan serta retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat.
3. Pada komponen utama 5 PC5 terlihat bahwa jumlah izin trayek JITRA berkorelasi positif terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Depok
dengan nilai loading sebesar 0,812. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa jumlah izin trayek berbanding lurus terhadap penerimaan retribusi daerah
di Kota Depok. Kondisi ini diduga disebabkan oleh tingginya tingkat
kesadaran masyarakat Kota Depok, khususnya para pemilik angkutan umum dalam hal pembayaran retribusi izin trayek. Adapun jumlah izin
trayek yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi jumlah izin trayek baru dan jumlah perpanjangan izin trayek dengan kontribusi terbesar
berasal dari perpanjangan izin trayek. Hal ini disebabkan oleh adanya kebijakan pembatasan terhadap izin trayek baru yang ditetapkan oleh
pemerintah Kota Depok untuk menanggulangi banyaknya jumlah angkutan umum di Kota Depok.
4. Pada komponen utama 6 PC6 terlihat bahwa jumlah rumah tangga JRT berkorelasi positif terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Depok
dengan nilai loading sebesar 0,798. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa jumlah rumah tangga berbanding lurus terhadap penerimaan retribusi
daerah di Kota Depok. Jumlah rumah tangga sebagai proxy retribusi pelayanan persampahan dan kebersihan menunjukkan bahwa jika terjadi
peningkatan jumlah rumah tangga, maka akan meningkatkan permintaan masyarakat terhadap pelayanan jasa persampahan dan kebersihan. Dengan
demikian maka penerimaan retribusi daerah akan meningkat mengingat retribusi pelayanan persampahan dan kebersihan merupakan salah satu
komponen retribusi daerah yang memberikan kontribusi yang cukup besar pada penerimaan retribusi daerah di Kota Depok.
Tabel 5.11. Nilai
Loading Pada PC1, PC2, PC3, PC4, PC5, dan PC6 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan
Retribusi Daerah Kota Depok
Variabel PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6
POP -0,471 -0,014 0,116 -0,014 0,017 -0,102
IMB -0,166 -0,260 -0,433 -0,576 0,165 -0,453
IPR 0,332 -0,154 0,125 -0,271 0,154 0,114
JPRSH -0,477 0,020 0,121 -0,028 0,055 -0,083
JIND -0,474 -0,003 0,100 -0,062 0,055 -0,119
JITRA -0,002 -0,359 0,341 0,134 0,812
0,112 JMT
-0,335 -0,211 0,199 0,325 -0,255 0,141 INF 0,117
-0,102 0,717
-0,398 -0,342 -0,210 JRT
-0,236 -0,081 -0,165 -0,396 -0,074 0,798 JAS
0,043 -0,599 -0,246 0,369 -0,210 -0,146 UKB
0,072 -0,599 0,028 -0,123 -0,228 0,124 Sumber : Lampiran 5, diolah
Jumlah penduduk Kota Depok, Izin Mendirikan Bangunan IMB, Izin Pemanfaatan Ruang IPR, jumlah perusahaan, jumlah industri, jumlah kematian,
jumlah penerbitan akte catatan sipil dan Uji Kendaraan Bermotor UKB tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan retribusi daerah di
Kota Depok. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan IMB merupakan jenis retribusi yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan retribusi
daerah di Kota Depok. Namun berdasarkan hasil analisis komponen utama, jumlah izin mendirikan bangunan tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Depok. Hal tersebut diduga disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat Kota Depok dalam pembayaran
retribusi IMB serta masih banyaknya masyarakat yang belum mengurus izin mendirikan bangunan. Prosedur perizinan IMB dan IPR yang rumit menyebabkan
masyarakat enggan dalam mengurus IMB dan IPR. Hal tersebut menyebabkan penerimaan retribusi IMB dan IPR di Kota Depok masih belum memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap total penerimaan retribusi daerah di Kota Depok.
Jumlah perusahaan dan jumlah industri tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Depok. Hal ini diduga
disebabkan oleh prosedur yang rumit dalam hal perizinan usaha bidang industri dan wajib daftar perusahaan. Selain itu, hal tersebut juga disebabkan oleh
kurangnya kesadaran dari para pengusaha dalam pembayaran perpanjangan izin usaha dan izin industri.
Hasil analisis komponen utama juga menunjukkan bahwa jumlah kematian tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Depok.
Hal ini disebabkan oleh kontribusi retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat terhadap total penerimaan retribusi daerah di Kota Depok yang masih
sangat rendah dan cenderung konstan setiap tahunnya. Jumlah penerbitan akte catatan sipil juga tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Depok. Hal ini disebabkan oleh penerimaan retribusi biaya cetak akte catatan sipil yang
cenderung konstan. Selain itu, prosedur yang rumit dalam penerbitan akte catatan sipil juga menjadi penyebab masyarakat enggan dalam mengurus akte catatan sipil
seperti akte kelahiran dan KTP sehingga penerimaan retribusi daerah dari biaya cetak akte catatan sipil menjadi belum optimal.
Variabel Uji Kendaraan Bermotor UKB tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Depok karena
potensi pemungutan retribusi UKB yang masih belum optimal. Selama ini, uji
kendaraan bermotor di Kota Depok masih terbatas pada kendaraanangkutan umum saja. Pengujian terhadap kendaraan pribadi yang dapat dijadikan sumber
penerimaan retribusi UKB masih belum dilaksanakan di Kota Depok. Hal tersebut mengindikasikan belum tergalinya potensi kendaraan pribadi sebagai sumber
penerimaan yang potensial bagi retribusi UKB di Kota Depok. Jumlah penduduk Kota Depok tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Depok. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya masyarakat yang belum menggunakan
pelayanan jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah Kota Depok.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis deskriptif mengenai perkembangan PAD beserta komponennya selama tahun 2002-2007 dan kontribusi PAD terhadap
keseluruhan penerimaan pendapatan daerah di Kota Depok serta hasil analisis komponen utama mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak
daerah dan retribusi daerah di Kota Depok selama tahun 2005-2007, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Penerimaan APBD di Kota Depok selama tahun 2002-2007 terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Adapun komponen penerimaan
yang paling mendominasi penerimaan APBD di Kota Depok adalah bagian dana perimbangan, yang selalu memberikan kontribusi lebih dari
50 persen terhadap total penerimaan Kota Depok. Pendapatan Asli Daerah PAD yang merefleksikan kinerja pemerintah daerah dalam menggali
sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial bagi proses pembangunan di Kota Depok kontribusinya cenderung fluktuatif setiap
tahunnya. Hal tersebut mengindikasikan kinerja pemerintah daerah Kota Depok yang masih belum maksimal walaupun jika dilihat dari nilai
nominalnya, penerimaan PAD di Kota Depok hampir selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya kecuali pada tahun 2006. Adapun komponen
PAD yang memberikan kontribusi terbesar adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang diharapkan dapat terus digali dalam rangka