Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi

100

5.2.1.1. Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi

Hasil analisis ordinasi Rap-Insus COREMAG terhadap 9 atribut yang berpengaruh terhadap dimensi ekologi menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi adalah 63,00. Nilai tersebut berada pada selang 50,01- 75,00 skala keberlanjutan dengan status cukup berkelanjutan, ditunjukkan oleh Gambar 15. Analisis leverage terhadap 9 atribut dimensi ekologi diperoleh enam atribut yang sensitif, yaitu kondisi perairan, substrat perairan, spesies yang dilindungi, keragaman ikan karang, luas area yang dilindungi, dan tutupan karang hidup. Perubahan terhadap ke-6 leverage factor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi. Hasil analisis leverage disajikan pada Gambar 16. Rap Insus COREMAG Ordination 63,00 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Ecology Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s Real Fisheries References Anchors Gambar 15. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi ekologi 101 Leverage of Attributes 2,93 3,47 5,29 4,91 5,64 5,18 2,47 0,31 0,84 1 2 3 4 5 6 Persentase tutupan Karang Luas area dilindungi Substrat Perairan Keragaman ikan karang Kondisi perairan Memiliki spesies yang dilindungi Tingkat sedimentasi Tingkat eksploitasi ikan karang Keragaman Ekosistem A ttr ib u te Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 Gambar 16. Nilai sensitivitas atribut dimensi ekologi yang dinyatakan dalam perubahan Root Mean Square RMS skala keberlanjutan 0 – 100. Berdasarkan hasil analisis laverage diatas terlihat bahwa atribut kondisi perairan mempunyai nilai RMS yang paling tinggi, yaitu 5,64. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa atribut “kualitas perairan” berpengaruh paling besar terhadap sustainability pengelolaan ekosistem terumbu karang dari sisi ekologi. Kondisi perairan sangat ditentukan oleh nilai atau konsentrasi parameter kualitas air, seperti kedalaman, TSS, kecerahan, suhu, salinitas, unsur hara nitrat dan fosfat. Perubahan terhadap parameter kualitas perairan ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi. Kedalaman perairan dan TSS berpengaruh terhadap penetrasi cahaya matahari yang masuk ke dasar perairan dimana terumbu karang berada. Pengaruh ini berbanding terbalik dengan kecerahan, yaitu semakin dalam perairan dan semakin tinggi TSS maka penetrasi cahaya matahari semakin berkurang. Kaitan dengan terumbu karang adalah, bahwa cahaya matahari sangat diperlukan untuk pertumbuhan karang terkait dengan fotosintesis alga simbion zooxanthellae. Menurut Hubbard 1997 dengan tingginya nilai TSS di perairan maka kemampuan karang untuk tumbuh dan berkembang akan terhambat, selanjutnya 102 TSS juga dapat menyebabkan kematian karang secara individu serta pada akhirnya dapat membangun pola zonasi secara alami. Nybakken 1992 mengatakan bahwa kedalaman 3 – 10 m merupakan lingkungan yang menguntungkan bagi hewan karang. Kecerahan perairan di lokasi pengamatan terumbu karang pada saat penelitian dilakukan berkisar antara 3,10 – 8,10 m. Kecerahan perairan ini tembus sampai ke dasar perairan. Suhu merupakan salah satu parameter yang sangat penting bagi kehidupan karang dan biota perairan lainnya yang berasosiasi dengan terumbu karang. Perubahan suhu yang ekstrim dapat menimbulkan kematian bagi biota. Bagi terumbu karang dapat mengakibatkan terjadinya pemutihan karang yang lazim disebut bleeching. Menurut Soekarno et al. 1981 suhu yang paling baik untuk pertumbuhan karang berkisar antara 25 o C – 30 o C. Selanjutnya Tomascik et al. 1997 mengemukakan bahwa terumbu karang pada suatu lokasi hanya dapat mentolerir perubahan suhu sekitar 2 o C – 3 o C. Hasil pengukuran suhu di perairan pesisir Timur Pulau Bintan berkisar 29 – 30 o Keberadaan spesies yang dilindungi pada suatu kawasan merupakan salah satu urgensi dalam pengelolaan kawasan konservasi, sehingga eksistensinya dapat C. Suhu perairan ini masih sesuai dengan baku mutu air laut untuk biota laut Kepemn LH No. 51 Tahun 2004. Unsur hara nitrat dan fosfor merupakan faktor yang paling menentukan kerusakan terumbu karang Tomascik, 1991. Hasil pengukuran nitrat dan fosfat di lokasi penelitian cukup bervariasi antar stasiun, yaitu masing-masing berkisar antara 0,069 – 0,351 mgl dan 0,009–0,027 mgl. Peningkatan konsentrasi unsur hara di perairan akan memacu produktivitas fitoplankton dan alga bentik. Hal ini diindikasikan dengan peningkatan klorofil a dan kekeruhan, pada akhirnya memacu populasi hewan filter dan detritus feeder. Pengaruh peningkatan populasi fitoplankton dan kekeruhan, kompetisi alga bentik serta toksisitas fosfat secara bersamaan dapat menurunkan jumlah karang Connel dan Hawker, 1992. Terumbu karang akan tumbuh dengan baik pada substrat pasir kasar, sebaliknya akan terganggu pertumbuhannya pada substrat perairan yang berlumpur Soekarno et al, 1981. Oleh karena itu, substrat perairan tempat hidup terumbu karang harus terhindar dari tingkat sedimentasi yang tinggi. Menurut Hubbard dan Pocock 1972 dalam Supriharyono 2007 bahwa laju sedimentasi yang tinggi dapat mematikan polip karang, sehingga akan mempengaruhi tutupan karang hidup. 103 dipertahankan dan terhindar dari kepunahan. Di wilayah pesisir timur Pulau Bintan yang menjadi KKLD ini ditemukan spesies yang dilindungi seperti duyung Dugong dugon, dan penyu hijau Chelonia midas. Selama tahun 2008 dan 2010 duyung tersebut pernah tertangkap dengan tidak sengaja oleh nelayan di Desa Berakit Bappeda Kabupaten Bintan, 2010. Keanekaragaman spesies telah lama digunakan sebagai indikator stabilitas lingkungan De Santo, 2000. Selain itu, spesies itu sendiri penting karena fungsi bertindak di dalam menimbulkan atau memunculkan jasa ekologis yang memang bernilai ekonomis bagi manusia Perrings et al., 2003. Keanekaragaman spesies secara fungsional menetukan ketahanan resilience ekosistem atau sensitivitas ekosistem Holling et al.,2002. Jumlah spesies dan kombinasi spesies ikan merupakan dua dari beberapa indikator integritas biotik ekosistem perairan Karr, 2002. Integritas biotik adalah suatu ekosistem yang berubah baik secara struktur maupun secara fungsional akibat aktivitas manusia Hocutt, 2001.

5.2.2.2. Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi