128
4. Pembelajaran Program Yang Telah dan Sedang Dilaksanakan
1 Pembelajaran yang baik Selama kurun waktu tujuh tahun perjalanan program pengelolaan terumbu
karang di Kabupaten Bintan khususnya di pesisir Bintan Timur yang diinisiasi oleh Coremap II, telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Namun
demikian, program yang telah dilaksanakan perlu dilanjutkan dan ditingkatkan. Program-program yang dinilai telah cukup berhasil adalah peningkatan tutupan
karang hidup, aspek sosial ekonomi dan kesadaran masyarakat. - Tutupan Karang Hidup
Berdasarkan hasil serangkaian penelitian Coremap II - LIPI sejak tahun 2007 – 2010 pada enam stasiun permanen menunjukkan bahwa rata-rata tutupan
karang hidup menurut tahun relatif berfluktuasi Gambar 26.
49,35 54,34
52,69 53,67
46 47
48 49
50 51
52 53
54 55
T0 2007 T1 2008
T2 2009 T3 2010
Tahun
P er
sen tase
Gambar 26. Persentase rata-rata tutupan karang hidup di KKLD Bintan Timur dari tahun 2007 sampai 2010 Coremap II – LIPI, 2010
Dari Gambar 26 terlihat bahwa pada tahun 2007 tutupan karang hidup 49,35 meningkat menjadi 54,34 tahun 2008, kemudian turun sedikit menjadi
52,69 pada tahun 2009 dan naik lagi menjadi 53,68 pada tahun 2010. Selanjutnya Coremap II-LIPI 2010 melaporkan bahwa berdasarkan hasil analisa
tidak ada perbedaan yang signifikan, untuk semua kategori antara tahun pengamatan 2007 t0 dengan 2008 t1, 2009 t2 dan 2010 t3. Artinya tidak
ada penambahan ataupun penurunan nilai rata rata persentase tutupan karang yang signifikan.
129
- Sosial Ekonomi Berdasarkan hasil penelitian terungkap bahwa pendapatan rata-rata
nelayan di wilayah studi hanya sebesar Rp. 1.143.953,-bulankeluarga atau sebesar Rp. 285.988,-kapitabulan. Sementara itu angka garis kemiskinan di
Kabupaten Bintan tahun 2010 adalah sebesar Rp. 274.271,-kapitabulan. Berarti pendapatan rata-rata nelayan berada sedikit di atas angka garis kemiskinan, yaitu
sebesar Rp. 11.717,-kapitabulan. Namun demikian sebagian besar nelayan 85,9 masih tergolong miskin dengan pendapatan Rp. 1000.000,-
bulankeluarga atau sebesar Rp. 250.000,-kapitabulan. Romdiati dan Djohan 2009 yang melakukan survei sosial ekonomi di
Desa Gunung Kijang dan Desa Malang Rapat melaporkan bahwa pendapatan rata- rata nelayan di kedua desa tersebut meningkat dari Rp 792.242,- pada tahun 2007
menjadi Rp 1.822.908,- pada tahun 2009. Begitu juga pendapatan per kapita meningkat dari Rp 226.530,- pada tahun 2007 menjadi Rp 482.400,- pada tahun
2009. Peningkatan pendapatan ini berkaitan dengan adanya beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi oleh Coremap II, seperti budidaya
ikan dalam keramba jaring apung KJA dan keramba jaring tancap KJT serta industri rumah tangga kerupuk atom ikan tenggiri, dodol rumput laut di kedua
desa tersebut. Selanjutnya Sjafrie 2011 melaporkan bahwa ada kecenderungan peningkatan rata-rata hasil tangkapan nelayan per bulan dari tahun 2008 sampai
tahun 2010 di Bintan Timur. Rata-rata tangkapan per bulan pada tahun 2008 sebesar 197,55 kg meningkat menjadi 344,5 kg pada tahun 2009 dan 378,33 kg
pada tahun 2010. - Kesadaran Masyarakat
D
engan adanya berbagai program dan kegiatan yang dilakukan Coremap II seperti penyuluhan, pelatihan untuk masyarakat dan TOT training of trainers
bagi guru di tiga desa binaan yaitu Desa Gunung Kijang, Kelurahan Kawal dan Desa Mapur telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
ekosistem terumbu karang. Kondisi ini tercermin dari hal-hal sebagai berikut: i Destructive fishing sudah sangat berkurang, bahkan tidak ada lagi sejak 5
tahun terakhir. ii Kelompok masyarakat pengawas Pokmaswas yang dibentuk sejak tahun
2006 tetap berjalan sampai saat ini, walaupun pengawasan yang dilakukan tidak menurut jadwal yang ditetapkan. Pengawasan dilakukan secara
mandiri sambil melakukan aktivitas mencari ikan di laut. Pada umumnya anggota Pokmaswas ini adalah berprofesi sebagai nelayan.
130
iii Dalam melaksanakan pengawasan ini masyarakat dibekali dengan ketrampilan cara pengawasan dan patroli, cara menegur dan menangani
pelanggar, berkomunikasi dengan anggota MCS monitoring, controlling and surveilance
, ketrampilan menyelam dan sebagainya.
2 Pembelajaran yang buruk
Walaupun sebagian program dan kegiatan dalam pengelolaan terumbu karang di perairan pesisir Bintan Timur telah berjalan sesuai dengan logprogram
Coremap II, namun masih ditemukan beberapa kendala yang harus diatasi untuk keberlanjutan pengelolaan di masa yang akan datang. Adapun komponen-
komponen yang perlu menjadi perhatian ke depan adalah sebagai berikut: - Kelembagaan
Di tingkat kabupaten masih sulitnya koordinasi antar sektor yang terkait dalam pengelolaan terumbu karang, sehingga dapat menghambat program dan
kegiatan pengelolaan. Hal ini diindikasikan dari tingkat kehadiran anggota PIU Project Implementation Unit dari sektorinstansi yang terlibat umumnya
diwakilkan kepada staf yang tidak memiliki kapasitas untuk mengambil keputusan. Disamping itu, masih sulitnya koordinasi pada tataran implementasi di
lapangan, dimana masih ditemukan konflik antar stakeholder dalam pemanfaatan sumberdaya.
Penguatan kelembagaan di berbagai subkomponen termasuk kinerja seluruh lembaga pelaksana, baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat
masyarakat seperti LPSTK, Pokmas dan Pokmaswas perlu terus ditingkatkan agar mampu mendukung pelaksanaan program ke depan. Lembaga LPSTK perlu ada di
setiap desa lokasi, agar fungsinya sebagai pengelola dan sekaligus merupakan perwakilan masyarakat, lebih mempunyai rasa memiliki dan bertanggung jawab.
- Pengelolaan Berbasis Masyarakat Dengan berakhirnya kegiatan Coremap II, maka kegiatan Pokmaswas DPL
cenderung menurun, karena ketiadaan biaya operasional. Tidak ada bantuan biaya pemeliharaan boat patroli. Akibatnya setelah dua tahun kapal patroli sering tidak
bisa dipakai karena telah mengalami beberapa kerusakan, sedangkan pokmaswas tidak punya dana. Di lain pihak, aturan Coremap patroli harus dilakukan dua kali
131
seminggu. Disamping itu sarana dan prasarana pengawasan belum memadai, dimana setiap pokmaswas hanya dilengkapi dengan boat satu unit, mesin tempel
15 PK, HT, teropong, GPS dan peta. Keterlibatan masyarakat nelayan dalam pengawasan DPL ini juga masih
rendah, dimana jumlah anggota pokmaswas di Desa Gunung Kijang hanya 5 lima orang dan di Desa Malang Rapat 6 enam orang. Selanjutnya pelatihan
untuk MCS monitoring, controlling and surveilance belum diberikan kepada seluruh anggota pokmaswas, tetapi hanya terbatas pada ketua pokmaswas, ketua
LPSTK dan motivator desa.
5.3.2. Skenario Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Berkelanjutan
Skenario pengelolaan ekosistem terumbu karang dibangun berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberlanjutan pengelolaan yang disebut
sebagai faktor kunci key factors. Faktor-faktor kunci dalam penelitian ini diperoleh dari hasil analisis prospektif yang dilakukan melalui tiga tahapan
analisis, yaitu 1 analisis prospektif dengan menggunakan atribut sensitif dari hasil analisis MDS existing condition; 2 analisis prosfektif dengan
menggunakan atribut sensitif dari hasil analisis kebutuhan need analysis dan 3 gabungan dari hasil analisis prosfektif faktor-faktor kunci hasil analisis prospektif
existing condition dan need analysis.
5.3.2.1. Faktor-Faktor Kunci dari Hasil Analisis MDS
Hasil analisis MDS menunjukkan bahwa dari 43 atribut yang dianalisis, diperoleh 20 atribut yang sensitif berpengaruh terhadap keberlanjutan sistem
pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Kabupaten Bintan dengan rincian setiap dimensi disajikan pada Tabel 27.
132
Tabel 27. Atribut multidimensi yang sensitif terhadap keberlanjutan sistem pengelolaan ekosistem terumbu karang dari hasil analisis MDS
DimensiAspek No.
Atribut RMS
A. Ekologi 1
Kondisi perairan 5,64
2 Substrat perairan
5,29 3
Spesies yang dilindungi 5,18
4 Keragaman ikan karang
4,91 5
Luas area yang dilindungi 3,47
6 Tutupan karang hidup
2,93 B. Ekonomi
1 Kunjungan wisman
11,54 2
Jumlah obyek wisata 11,25
3 Penyerapan tenaga kerja pariwisata
9,17 4
Ketersediaan modal nelayan 7,88
C. Sosial budaya 1
Nilai estetika 7,79
2 Tingkat pertumbuhan jumlah nelayan
7,11 3
Mata pencaharian alternatif non perikanan 5,58
4 Potensi konflik pemanfaatan
5,49 D. Teknologi dan
Infrastruktur 1
Transplantasi karang 4,56
2 Efek alat tangkap terhadap karang
2,65 E. Hukum dan
Kelembagaan 1
Tingkat kepatuhan masyarakat 0,12
2 Penyuluhan hukum lingkungan
0,12 3
Pemantauan dan pengawasan 0,07
4 Koordinasi antar stakeholders
0,07
Sumber : Hasil analisis Rap-Insus COREMAG, 2011 RMS = Root Mean Square
Tabel 27 memperlihatkan bahwa jumlah faktor yang berpengaruh terhadap keberlanjutan sistem pengelolaan ekosistem terumbu karang berdasarkan hasil
analisis MDS sebanyak 20 faktor, terdiri dari atas dimensi ekologi sebanyak enam faktor, dimensi ekonomi empat faktor, dimensi sosial budaya empat faktor,
dimensi teknologi dan infrastruktur dua faktor serta dimensi kebijakan dan kelembagaan empat faktor.
Selanjutnya ke 20 faktor sensitif tersebut dianalisis tingkat kepentingan antar faktor terhadap kinerja sistem pengelolaan ekosistem terumbu karang dengan
menggunakan analisis prospektif. Output dari hasil analisis prospektif berupa ranking dan sektor dari masing-masing atribut yang digambarkan dalam diagram
empat sektorkuadran beserta koordinatnya, seperti disajikan pada Gambar 27
.
Dari hasil analisis prospektif Gambar 27 menunjukkan bahwa dari 20 atribut sensitif yang dianalisis, ditemukan enam atribut sebagai faktor kunci
sistem pengelolaan ekosistem terumbu karang berdasarkan hasil analisis MDS
133
pada kondisi eksisting. Pada kuadran satu adalah faktor penyerapan tenaga kerja pariwisata, koordinasi antara stakeholders, penyuluhan hukum lingkungan, dan
luas area yang dilindungi, sedangkan pada kuadran dua adalah tingkat kepatuhan masyarakat, dan tutupan karang hidup.
Menurut Bourgeois dan Jesus 2004, faktor-faktor yang terdapat pada kuadran pertama merupakan faktor penentu atau penggerak driving variables
dan mempunyai pengaruh kuat namun ketergantungannya kurang kuat. Faktor- faktor yang terdapat pada kuadran kedua merupakan faktor penghubung leverage
variables , mempunyai pengaruh kuat dan ketergantungannya yang kuat antar
faktor sehingga faktor-faktor dalam kuadran ini sebagian dianggap sebagai faktor atau peubah yang kuat. Faktor-faktor yang terdapat pada kuadran ketiga
merupakan faktor terikat output variables adalah mewakili faktor output, dimana pengaruhnya kecil tetapi ketergantungannya tinggi, sedangkan faktor yang berada
pada kuadran empat disebut sebagai faktor bebas marginal variables yaitu faktor marginal yang pengaruhnya kecil dan tingkat ketergantungannya juga rendah,
sehingga faktor-faktor ini dalam sistem bersifat bebas.
Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
Pertumbuhan jumlah nelayan Koordinasi antar stakeholders
Luas area yang dilindungi Penyuluhan hukum lingkungan
Tingkat kepatuhan masyarakat
Kondisi perairan
Potensi konflik Kunjungan wisatawan
Tutupan karang hidup
Keragaman ikan karang Spesies yang dilindungi
Jumlah obyek wisata Mata pencaharian non perikanan
Penyerapan tenaga kerja pariwisata
Ketersediaan modal nelayan Nilai estetika
Transplantasi karang Substrat perairan
Pemantauan dan pengawasan Efek alat tangkap terhadap
karang
- 0,20
0,40 0,60
0,80 1,00
1,20 1,40
1,60 1,80
2,00
- 0,50
1,00 1,50
2,00 2,50
3,00
Ketergantungan P
e nga
ruh
Gambar 27. Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja sistem yang dikaji tahap pertama
I II
III IV
5.3.2.2 Faktor-Faktor Kunci dari Hasil Analisis Kebutuhan
Faktor-faktor kunci untuk mendesain model juga dapat diidentifikasi melalui analisis kebutuhan Eryatno, 2003. Langkah awal dalam analisis kebutuhan
adalah mendata stakeholder terkait, mendeskripsikan tugas pokok dan fungsinya serta keterkaitannya dengan sistem yang akan dibangun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stakeholder yang mempunyai keterkaitan langsung atau tidak langsung dalam sistem pengelolaan ekosistem
terumbu karang di KKLD Kabupaten Bintan secara garis besar dapat dikelompokkan empat kategori, yaitu: 1 kelompok masyarakat, terdiri atas
nelayan, Perguruan Tinggi dan LSM, 2 kelompok pemerintah, terdiri atas dinasinstansi yang membidangi perikanan dan kelautan, lingkungan hidup,
kependudukan, perhubungan, pariwisata, perizinan, perencana pembangunan, pertambangan, perdagangan, dan perbankan, 3 kelompok swasta, terdiri atas
pengusaha pariwisata hotel dan restoran, resort, pengusaha perikanan, dan 4 kelompok konsumen, yaitu masyarakat dan wisatawan.
Kebutuhan dan keinginan stakeholder dideskripsikan dalam matriks kebutuhan. Dari sejumlah kebutuhan yang dideskripsikan diantaranya terdapat
kebutuhan-kebutuhan yang sejalan dan saling mendukung sinergis dan terdapat pula kebutuhan-kebutuhan yang saling bertentangan kontradiktif, sehingga perlu
dilakukan formulasi masalah. Formulasi masalah dilakukan melalui teknik PRA terhadap stakeholder informan kunci untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan
yang sensitif terhadap sistem yang dikaji secara triangulasi. PRA memfasilitasi proses saling berbagi informasi information sharing, analisis, dan aktivitas antar
stakeholders. Hasil formulasi tersebut berupa atribut atau faktor-faktor yang sensitif terhadap sistem pengelolaan ekosisten terumbu karang, setelah
dikonsultasikan dengan pakar dari berbagai disiplin, diperoleh 15 faktor yang sensitif terhadap obyek penelitian, disajikan pada Tabel 28.
Tabel 28. Atribut multidimensi yang sensitif terhadap keberlanjutan sistem pengelolaan ekosistem terumbu karang dari hasil analisis kebutuhan
Dimensi Atribut yang sensitif
Ekologi 1
Populasi dan jenis ikan 2
Kualitas perairan 3
Kondisi terumbu karang Ekonomi
4 Pendapatan
5 Ketersediaan modal
6 Pemasaran ikan
7 Kunjungan wisatawan
Sosial Budaya 8
Pemberdayaan masyarakat 9
Konflik sosial 10
Ketersediaan SDM Teknologi dan Infrastruktur
11 Sarana dan prasarana pengawasan
12 Transplantasi karang
Hukum dan Kelembagaan 13
Kepatuhan hukum 14
Kelembagaan konservasi 15
Kebijakan pemerintah Sumber: Data primer
Atribut sensitif tersebut selanjutnya dianalisis tingkat kepentingan antar faktor terhadap sistem yang dikaji dengan menggunakan analisis prosfektif yang
hasilnya ditunjukkan pada Gambar 28. Gambar 28 menunjukkan bahwa dari 15 atribut sensitif hasil analisis
kebutuhan yang dianalisis, diperoleh empat atribut sebagai faktor kunci sistem pengelolaan ekosistem terumbu karang. Faktor kebijakan pemerintah,
ketersediaan SDM dan sarana dan prasarana pengawasan merupakan faktor penggerak dan mempunyai pengaruh kuat dalam sistem yang dikaji. Faktor
pendapatan masyarakat merupakan faktor penghubung dan mempunyai pengaruh yang kuat.
Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
Transplantasi karang Sapras pengawasan
Pemasaran Kondisi TK
Konflik sosial Kunjungan wisatawan
Populasi dan jenis ikan Kepatuhan hukum
Kebijakan pemerintah
Pemberdayaan masyarakat Kualitas perairan
Pendapatan
Kelembagaan konservasi Ketersediaan modal
Ketersediaan SDM
- 0,20
0,40 0,60
0,80 1,00
1,20 1,40
1,60 1,80
2,00 2,20
2,40 2,60
2,80 3,00
- 0,20
0,40 0,60
0,80 1,00
1,20 1,40
1,60 1,80
2,00 2,20
2,40 2,60
2,80 3,00
Ketergantungan P
e nga
ruh
Gambar 28. Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja sistem yang dikaji tahap kedua.
I II
III IV
5.3.2.3 Faktor-Faktor Kunci dari Hasil Analisis Gabungan
Faktor-faktor kunci yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Kabupaten Bintan terdiri dari faktor kunci
hasil analisis prospektif MDS dan analisis propektif analisis kebutuhan. Hasil analisis prospektif MDS diperoleh enam faktor kunci, sedangkan hasil analisis
prospektif analisis kebutuhan dihasilkan empat faktor kunci. Selanjutnya dilakukan penggabungan dimana faktor-faktor yang sama dari kedua hasil analisis
tersebut digabung dan dihitung satu faktor disajikan pada Tabel 29. Tabel 29. Faktor-faktor kunci multidimensi yang berpengaruh terhadap sistem
pengelolaan terumbu karang di KKLD Bintan Timur No
Faktor Kunci dari MDS Faktor Kunci dari Analisis Kebutuhan
1 Penyerapan tenaga kerja pariwisata
2 Koordinasi antar stakeholders
3 Penyuluhan hukum lingkungan
4 Luas area yang dilindungi
5 Kepatuhan masyarakat
6 Tutupan karang hidup
7 Kebijakan pemerintah
8 Pendapatan masyarakat
9 Ketersediaan SDM
10 Sarana dan prasarana pengawasan
Hasil penggabungan faktor kunci di atas, selanjutnya disusun keadaan state yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang. Keadaan masing-masing faktor
seperti disajikan pada Tabel 30.
Tabel 30. Perubahan keadaan state faktor-faktor kuncipenentu dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan di KKLD
Bintan Timur Kepri
No Faktor Kunci
Keadaan pada masa yang akan datang Skenario I
Skenario II Skenario III
1A 1B
1C 1
Tutupan karang hidup 1
sedang 2
baik 3
sangat baik 2A
2B 2C
2 Persentase luas area yang
dilindungi sedikit
1 sedang
2 tinggi
3A 3B
3C 3
Koordinasi antara stake- holders
1 sedang
2 baik
2 baik
4A 4B
4C 4
Kebijakan pemerintah 1
ada, belum berjalan
optimal 2
berjalan optimal
2 berjalan
optimal 5A
5B 5C
5 Penyuluhan hukum ling-
kungan 1
jarang 2
sering 2
sering 6A
6B 6C
6 Kepatuhan masyarakat
1 sedang
2 tinggi
2 tinggi
7A 7B
7C 7
Penyerapan tenaga kerja pariwisata
rendah 1
sedang 2
tinggi 8A
8B 8C
8 Ketersediaan SDM
1 rendah
2 sedang
3 tinggi
9A 9B
9C 9
Pendapatan masyarakat 1
sedang 2
cukup tinggi 2
cukup tinggi 10A
10B 10C
10 Sarana dan prasarana
pengawasan 1
Ada, belum cukup
2 Cukup
2 Cukup
Berdasarkan Tabel 30 disusun skenario yang mungkin terjadi di masa depan. Dapat dirumuskan tiga kelompok skenario pengelolaan ekosistem terumbu karang
berkelanjutan di KKLD Bintan Timur, yaitu: 1 Skenario pesimis, yaitu dengan melakukan perbaikan seadanya terhadap
atribut-atribut faktor kunci. 2 Skenario Moderat, yaitu dengan melakukan perbaikan sekitar 50 atribut-
atribut faktor kunci. 3 Skenario Optimis, yaitu dengan melakukan perbaikan terhadap seluruh
atribut-atribut faktor kunci. Adapun skenario yang dapat disusun seperti pada Tabel 31.
Tabel 31. Hasil analisis skenario strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau
No Skenario Strategi
Susunan Faktor Kondisi eksisting
1A, 2A, 3A, 4A, 5A, 6A, 7A, 8A, 9A, 10A 1
Pesimis 1A, 2A, 3B, 4A, 5B, 6A, 7A, 8A, 9A, 10A
2 Moderat
1B, 2B, 3B, 4B, 5C, 6B, 7B, 8B, 9B, 10B 3
Optimis 1B, 2C, 3C, 4C, 5C, 6C, 7C, 8C, 9C, 10C
Penyusunan skenario seperti pada Tabel 31 didasarkan atas pertimbangan waktu dan kemampuan pemerintah sebagai pembuat kebijakan dalam menerapkan
program pengelolaan terumbu karang berkelanjutan di KKLD Bintan Timur untuk masa yang akan datang. Berikut uraian setiap skenario dan status berkelanjutan
yang dapat dicapai untuk masa yang akan datang.
1. Skenario Pesimis Skenario 1