114
5.2.2.6. Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Multidimensi
Keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau dari dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, serta
teknologi dan infrastruktur memiliki status cukup berkelanjutan, dengan masing- masing indeks 63,00, 57,48, 52,03 dan 51,18. Namun demikian, pengaruh
kegiatan di daratan dan di perairan termasuk pemanfaatan ekosistem terumbu karang dan sumberdaya yang dikandungnya oleh masyarakat pesisir, secara umum
sudah ada indikasi mengganggu keutuhan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau. Disisi lain, berdasarkan dimensi hukum dan
kelembagaan masih kurang berkelanjutan dengan niai indeks 49,91. Nilai indeks dan status keberlanjutan kelima dimensi pengelolaan
ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur divisualisasikan dalam bentuk diagram layang kite diagram yang ditunjukkan pada Gambar 25.
5 7 ,4 8 6 3 ,0 0
5 2 ,0 3 5 1 ,1 8
4 9 ,9 1
20 40
60 80
100
E k o n o m i
E k o l o g i
So s i a l B u d a y a T e k n o l o g i d a n
I n fr a s t r u k t u r H u k u m d a n
Ke l e m b a g a a n
Gambar 25. Diagram layang kite diagram keberlanjutan multidimensi pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur
Perbaikan terhadap atribut yang memberikan nilai sensitif tinggi dan berpengaruh negatif terhadap keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu
karang di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau harus dilakukan dan ditingkatkan, sehingga nilai indeks dan status keberlanjutan meningkat. Untuk menjustifikasi
115
apakah ke lima dimensi tersebut tetap berkelanjutan atau tidak, menurut Budiharsono 2007 tidak bisa dilihat dengan melakukan rataan dari ke lima
dimensi tersebut, akan tetapi harus dilakukan uji pair wise comparison yang diperoleh dari penilaian pakar di bidang pengelolaan terumbu karang. Dengan
demikian, maka masing-masing indeks tersebut diverifikasi oleh pakar, sehingga diperoleh skor tertimbang. Penentuan nilai indeks dan status keberlanjutan
multidimensi kinerja pengelolaan ekosistem terumbu karang dilakukan dengan mengalikan nilai indeks setiap dimensi hasil analisis Rap-Insus COREMAG
dengan penilaian bobot dimensi oleh pakar disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Nilai indeks multidimensi pengelolaan ekosistem terumbu karang di
KKLD Bintan Timur
Dimensi Bobot dimensi
Nilai indeks Nilai indeks
hasil pembobotan
Ekologi 21,46
63,00 13,52
Ekonomi 15,14
57,48 8,70
Sosial Budaya 23,34
52,03 12,14
Teknologi dan Infrastruktur 29,24
51,18 15,26
Hukum dan Kelembagaan 10,82
49,91 5,40
Jumlah 100,00
273,60 54,73
Tabel 22 menunjukkan bahwa nilai indeks gabungan yang diperoleh sebesar 54,73. Nilai tersebut berada pada selang 50,01-75,00 menunjukkan bahwa
status keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD saat ini adalah cukup berkelanjutan. Dimensi teknologi dan infrastruktur memiliki bobot
tertinggi, yaitu 15,26 dengan bobot tertimbang 29,24; diikuti dimensi ekologi 13,52 atau bobot tertimbang 21,46; dimensi sosial budaya 12,14 dengan bobot
tertimbang 23,24; dimensi ekonomi 8,70 dengan bobot tertimbang 15,14, dan dimensi hukum dan kelembagaan 5,40 dengan bobot tertimbang 10,82.
Berdasarkan bobot tersebut dapat diperkirakan bahwa keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur ditentukan oleh
keberhasilan meningkatkan status keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan, ekonomi dan sosial budaya, tanpa mengabaikan arti pentingnya
dimensi ekologi serta dimensi teknologi dan infrastruktur.
116
Hilyana 2011 yang melakukan penelitian di kawasan konservasi Gili Sulat-Gili Lawang Kabupaten Lombok Timur melaporkan bahwa pengelolaan
kawasan tersebut sampai saat ini belum optimal, dimana nilai indek multidimensi yang diperoleh sebesar 54,11 dan termasuk kategori cukup keberlanjutan. Namun
demikian masih ada salah satu dimensi yang kurang berkelanjutan, yaitu dimensi kelembagaan dengan nilai indeks 39,62, sedangkan dimensi lainnya cukup
berkelanjutan. Selanjutnya Faiza 2011 yang melakukan penelitian pada tiga
Daerah Perlindungan Laut DPL, yaitu DPL Blongko Minahasa Selatan, DPL Pulau Sebesi Lampung Selatan dan APL Pulau Harapan Kepulauan Seribu
melaporkan bahwa keberlanjutan pengelolaan DPL Blongko dan DPL Sebesi tergolong cukup berkelanjutan dengan nilai indeks multidimensi masing-masing
63,83 dan 72,41. Sementara APL Harapan Kepulauan Seribu tergolong kurang berkelanjutan dengan nilai indeks multidimensi 36,30.
5.2.2.7. Nilai Stress dan Koefisien Determinasi