• Zona Inti Taman Nasional 4.449 Hektar adalah bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya
perubahan apapun oleh aktivitas manusia • Zona Perlindungan Taman Nasional 26.284, 50 Hektar adalah bagian
kawasan taman nasional yang berfungsi sebagai penyangga zona inti taman nasional.
• Zona Pemanfaatan Wisata Taman Nasional 59.634,50 Hektar adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikan sebagai pusat rekreasi dan
kunjungan wisata. • Zona Pemukiman Taman Nasional 17.121 Hektar adalah bagian kawasan
taman nasional yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan perumahan penduduk masyarakat.
• Zona Pemukiman meliputi perairan sekitar Pulau Pemagaran, Panjang Kecil, Panjang, Rakit Tiang, Kelapa, Harapan, Kaliage Besar, Kaliage
Kecil, Semut, Opak Kecil, Opak Besar, Karang Bongkok, Karang Congkak, Karang Pandan, Semak Daun, Layar, Sempit, Karya, Panggang,
dan Pramuka, pada posisi geografis 5°3800-5°4500 LS dan 106°3300- 106°4000 BT
Kelurahan P. Panggang termasuk dalam wilayah TNKS, sehingga setiap aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di wilayah ini senantiasa
bersinggungan dengan pihak TNKS. Keberadaan TNKS bagi sebagian masyarakat telah banyak membantu khususnya dalam upaya pemulihan terumbu
karang, mangrove dan ekosistem pesisir lainnya. Beberapa program yang pernah dijalankan dengan mendorong partisipasi masyarakat di dalamnya, antara lain :
a. Program Rehabilitasi Karang dan Perlindungan Kawasan Konservasi
Mandiri
Program ini merupakan salah satu bentuk dari pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh TNKS. Program ini diinisiasi dengan pertimbangan kondisi
Kepulauan Seribu tersusun dari ekosistem pulau-pulau sangat kecil dan perairan laut dangkal yang unik, khas dan berpotensi sebagai daerah reproduksi biota laut
namun sangat rentan dan mudah rusak. Adanya program ini juga didorong oleh fakta masyarakat Kepulauan Seribu yang mayoritas nelayan dan mempunyai
ketergantungan yang tinggi terhadap ekosistem terumbu karang, mangrove dan ekosistem pesisir lainnya. Di sisi lain, kerusakan ekosistem pesisir dan laut
semakin tinggi yang mengancam kualitas ekosistem SDPL tersebut dan pada gilirannya mempengaruhi kesejahteraan masyarakat pesisir Kepulauan Seribu.
Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Rehabilitasi Karang dan Perlindungan Kawasan Konservasi Mandiri telah di mulai sejak Tahun 2003
dengan kegiatan penyuluhan penyadaran dan pembangunan percontohan penangkaran. Tahun 2005 program pemberdayaan masyarakat berjalan dengan
Surat Dirjen PHKA Nomor : S.684IV-KKH2005 tanggal 11 Nopember 2005 perihal transplantasi koral di TNKS.
Program ini dilaksanakan dengan rehabilitasi karang secara mandiri oleh nelayan dan sebagai insentif adalah usaha ekonomi budidaya karang hias di
sekitar pulau pemukiman di zona pemukiman TN Kepulauan Seribu. Peserta program adalah nelayan yang tergabung dalam PERNITAS Perhimpunan
Nelayan Karang Hias dan dilakukan dengan sistem Bapak Angkat dengan bekerjasama dengan Pengusaha sebagai bapak angkat.
Sampai Tahun 2008 sebanyak 17 kelompok nelayan yang ikut serta atau mampu menyerap tenaga kerja kurang lebih sebanyak 110 orang. Perusahaan
bapak angkat yang iku serta mendukung program ini sebanyak 24 buah. Diperkirakan program ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 200 - 300
orang. Secara finansial, kegiatan pemberdayaan masyarakat ini mampu mengangkat perekonomian nelayan dengan peningkatan pendapatan 1-3 juta
bulan. secara ekologi juga mampu mendukung penyelamatan terumbu karang, dengan menurunnya pencurian dan pengeboman terumbu karang sehingga tutupan
karang menjadi naik, nelayan berkewajiban melakukan restoking karang ke alam .
Berdasarkan hasil survey lapangan, keberadaan organisasi Pernitas tidak terlalu aktif, bahkan dipenuhi konflik internal sehingga memicu terbentuknya
kelompok nelayan ikan hias lain yaitu Klompis organisasi nelayan pencinta ikan hias. Usaha budidaya karang hias secara kasat mata dapat menjadi mata
pencaharian alternatif bagi masyarakat nelayan. Namun, jika diperhatikan pola kemitraan yang terjalin yaitu dengan sistem ”bapak angkat” dimana pengusaha
karang hias sebagai bapak angkatnya, maka yang keuntungan terbesar cenderung
dinikmati oleh pengusaha sebagai bapak angkat. Nelayan ikan hias hanya diposisikan sebagai buruh dan akses terhadap pasar tetap dipegang oleh
pengusaha sebagai Bapak angkat. Pola hubungan seperti ini merupakan bentuk ketergantungan ekonomi yang lazim terjadi di lingkungan masyarakat pesisir,
seperti dalam pola hubungan antara nelayan buruh dengan pemilik kapal atau nelayan kecil dengan bakul ikan. Keterbatasan akses modal dan pasar seringkali
menjadi hambatan meskipun pelaksanaan program ini dalam bentuk kelompok. Hambatan yang sering terjadi adalah konflik internal dalam kelompok akibat
sikap-sikap individu dan pragmatisme masing-masing anggota. Hal itu yang dapat dilihat dalam Kelmpok Pernitas yang saat ini mulai kurang aktif dan
nelayan mendirikan organisasi baru yaitu Klompis.
b. Model Desa Konservasi