1 Analisis kesejahteraan regional. Analisis ini digunakan untuk melihat
tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir di lokasi penelitian. Unit analisis yang digunakan dalam analisis ini adalah Kelurahan P. Panggang dan
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Analisis ini akan menjelaskan permasalahan kemiskinan di tingkat regional meliputi sosial ekonomi
masyarakat pesisir, aspek biofisik dan buatan. Indikator kemiskinan yang akan diukur pada tingkatan ini adalah tingkat kesejahteraan keluarga
model BKKBN, indek pembangunan manusia IPM, indeks ketimpangan distribusi pendapatan, indikator kemiskinan secara
partisipatif dan indeks kemiskinan regional.
2 Analisis kesejahteraan rumah tangga. Unit analisis yang digunakan
adalah rumah tangga masyarakat pesisir. Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data primer yang didapat dengan metode kuisioner
dan wawancara.
A. Analisis Kesejahteraan Regional
1 Model Kesejahteraan
Keluarga
Berbeda dengan BPS, BKKBN lebih melihat dari sisi kesejahteraan dibandingkan dari sisi kemiskinan. Unit survey juga berbeda, dimana BPS
menggunakan rumah tangga, sedangkan BKKBN menggunakan keluarga. Data kemiskinan dilakukan lewat pentahapan keluarga sejahtera yang dibagi menjadi
lima tahap sebagaimana Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4 Pentahapan Keluarga Sejahtera Menurut BKKBN
Tahapan Keluarga Sejahtera
Definisi dan Indikator
Keluarga pra sejahtera sangat miskin
Belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :
a. Indikator Ekonomi : • Makan dua kali atau lebih sehari
• Memiliki pakaian yang berbeda untuk aktivitas misalnya di rumah, bekerja sekolah dan bepergian
• Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah b. Indikator Non-Ekonomi
• Melaksanakan ibadah • Bila anak sakit dibawa ke sarana kesehatan
Keluarga sejahtera I miskin
Adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi:
a. Indikator Ekonomi • Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau
ikan atau telor • Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh
paling kurang satu stel pakaian baru • Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni
b. Indikator Non-Ekonomi • Ibadah teratur
• Sehat tiga bulan terakhir • Punya penghasilan tetap
• Usia 10-60 tahun dapat baca tulis huruf latin • Usia 6-15 tahun bersekolah
• Anak lebih dari 2 orang, ber-KB Keluarga
sejahtera II
Adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi:
• Memiliki tabungan keluarga • Makan bersama sambil berkomunikasi
• Mengikuti kegiatan masyarakat • Rekreasi bersama 6 bulan sekali
• Meningkatkan pengetahuan agama • Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah
• Menggunakan sarana transportasi Keluarga sejahtera III
Sudah dapat memenuhi beberapa indikator,meliputi: • Memiliki tabungan keluarga
• Makan bersama sambil berkomunikasi • Mengikuti kegiatan masyarakat
• Rekreasi bersama 6 bulan sekali • Meningkatkan pengetahuan agama
• Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah • Menggunakan sarana transportasi
Keluarga sejahtera III plus
Sudah dapat memenuhi beberapa indikator meliputi: • Aktif memberikan sumbangan material secara teratur
• Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan
2 Indek Pembangunan Manusia IPM
Indeks Pembangunan Manusia IPMHDI adalah indeks yang digunakan untuk mengukur tingkat pembangunan manusia. IPM dijadikan sebagai penilaian
yang bersifat komposit atas perkembangan konsumsi, kesehatan, dan pendidikan masyarakat yang digunakan secara luas untuk mengukur perkembangan
kesejahteraan masyarakat. IPM dihitung berdasarkan data di tingkat Kabupaten. Ada tiga parameter
yang digunakan untuk mengukur IPM Sumarsono dan Marulita, 2002 dalam Karim 2005 yaitu :
1. Derajat kesehatan dan panjangnya umur yang terbaca dari angka harapan hidup life expectancy rate.
2. Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf rata-rata lamanya sekolah. 3. Pendapat yang diukur dengan daya beli masyarakat purchasing power
parity .
Untuk melihat kualitas pembangunan manusia nilai IPM di bagi menjadi empat klasifikasi sebagaimana disajikan pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Kriteria Kualitas Pembangunan Manusia Nilai IPM
Kualitas Pembagunan Manusia
50 Rendah
50 = IPM 60 Menengah Bawah
66 = IPM 80 Menengah Atas
= 80 Tinggi
Nilai kondisi ideal dan terburuk dari IPM disajikan seperti Tabel 6.
Tabel 6 Nilai Kondisi Ideal dan terburuk dari IPM Parameter X
Kondisi ideal Kondisi terburuk
Angka harapan hidup X1 85.0
25,0 Angka melek huruf X2
100 Rata-rata lama sekolah X3
15 Konsumsi riil per kapita yang telah
disesuaikan X4 732,720 300,000
3 Analisis Ketimpangan
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Indeks Gini Rasio Pendapatan Rumah Tangga Nelayan. Persamaan Indek Gini ini
disusun oleh Lorentz dengan bantuan kurva yang disusun dalam suatu skala absis dan ordinat yang sama. Absis menggambarkan presentase persentil populasi dan
ordinat menggambarkan persentase atau persentil pendapatan. Selanjutnya ditarik diagonal bersudut 45 derajat sebagai batas. Besarnya tingkat kemerataan
dan ketidakmerataan dihitung dari luasan wilayah yang dibentuk oleh fungsi yang menggambarkan tingkat pendapatan nelayan dan garis diagonal 45.
Gini koefisien adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol pemerataan sempurna hingga satu ketimpangan sempurna.
Koefisien yang ketimpangannya tinggi berkisar antara 0,50-0,70, sedangkan distribusi pendapatan yang relatif merata angkanya berkisar antara 0,20-0,38
Todaro dan Smith, 2004. Bank dunia mengukur ketidakmerataan distribusi pendapatan berdasarkan besarnya persentase 40 penduduk yang berpenghasilan
rendah dengan kriteria, yaitu : • Jika persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok tersebut lebih
kecil dari 12 dari seluruh pendapatan menunjukkan ketimpangan yang tinggi
• Jika kelompok tersebut lebih menerima 12 sampai 17 dari seluruh pendapatan menunjukkan ketimpangan yang sedang
• Jika kelompok tersebut lebih menerima lebih dari 17 dari seluruh pendapatan menunjukkan ketimpangan yang rendah
Data yang digunakan dalam perhitungan ini adalah data pendapatan setiap anggota keluarga yang didapat dari hasil wawancara langsung. Data pendapatan
yang digunakan merupakan pendatan riil dari setiap anggota keluarga. Persamaan untuk menghitung indeks gini, adalah :
∫
− =
=
2 1
100 1
x f
X IG
n
Dimana : IG
= indeks gini F
x = fungsi yang menggambarkan persentase pendapatan nelayan
berdasarkan persentase penduduk yang ada
Persamaan ini dapat dimodifikasi untuk mempermudah pencarian indeks gini yakni :
∑
− −
Φ +
Φ −
=
k j
j j
P IG
1 1
1 Dimana :
IG = Indeks gini
P = Peluang
Φ = Persen kumulatif pendapatan rumah tangga nelayan
P = nk
n = Frekuensi pendapatan yang sama dari rumah tangga nelayan
k = Total kumulatif frekuensi pendapatan yang sama
j = Pendapatan rumah tangga nelayan
4 Pengukuran Indikator Kesejahteraan dengan Metode Partisipatif
Pemantauan tingkat kemiskinan selama ini yang dilakukan pemerintah mengandalkan data Susenas dan Potensi desa Podes. Kedua data ini menjadi
pijakan dasar pemerintah dalam distribusi dan alokasi program yang dirancang secara khusus untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia. Akan tetapi, muncul
persoalan ketika para pejabat lokal ingin melihat secara ril dan harus mengidentifikasi mereka yang miskin dan mengidentifikasi tempat tinggalnya,
karena susenas dan Podes tidak menyediakan informasi ini. Beberapa indikator yang digunakan dalam Susenas dan Podes juga seringkali tidak sesuai dengan
karekteristik wilayah dan masyarakat yang diteliti. Untuk menjawab permasalahan tersebut, para pelaksana program beralih ke data BKKBN yang tujuan utamanya
sebetulnya untuk memantau pelaksanaan program KB Nasional. Dengan demikian metode tersebut kurang cocok dijadikan sebagai instrumen untuk mengidentifikasi
keluarga miskin. Penggunaan data ini telah berakibat pada rendahnya tingkat cakupan yang dapat diraih dan terjadinya kebocoran pada program pemerintah
untuk masyarakat miskin Suryahadi Sumarto ; Principle and Approaches. Untuk itu dibutuhkan metode pemantauan kemiskinan yang memudahkan
pengumpulan data, memberikan hasil yang objektif, peka terhadap kekhasan lokal dan memberikan hasil-hasil yang intuitif dan cepat. Metode ini menekankan
kepada keterlibatan penduduk setempat dalam menentukan kriteria kemiskinan. Metode ini pernah diperkenalkan oleh Lembaga Penelitian SMERU pada tahun
2005 dan diuji cobakan di Cianjur dan Demak. Sistem ini oleh SMERU
diperkenalkan sebagai Sistem Pemantauan Kesejahteraan oleh Masyarakat Community Based Monitoring System – CBMS. Dalam penelitian ini, metode
CBMS tidak digunakan secara penuh tetapi dimodifikasi dan digunakan sebagian. Terdapat beberapa perbedaan antara CBMS ini dengan sistem pemantauan
kemiskinan yang bersifat tradisional. Pertama ; Metode ini menggunakan kuesioner yang cukup sederhana yang dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat
lokal, yang berarti sistem ini menggunakan pengetahuan masyarakat setempat. Kedua
; karena warga setempat dapat memulai menganalisis sebagian informasi tanpa perlu menunggu untuk terlebih dahulu diproses atau dianalisis di tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi, hasilnya dapat langsung tersedia dalam waktu yang relatif singkat dan secepatnya dapat diambil tindakan. Ketiga; CBMS peka
terhadap kondisi-kondisi yang bersifat lokal. Hal ini penting karena kondisi kemiskinan seringkali berbeda bergantung pada kondisi lokalnya. Karena peka
terhadap kondisi lokalnya, CBMS mampu memberikan pengarahan bagi kebijakan yang tepat untuk mengurangi tingkat kemiskinan di suatu daerah. Sebaliknya,
sistem pemantauan kemiskinan yang lain biasanya menggunakan seperangkat indikator kemiskinan yang sama untuk seluruh daerah, yang sering terbukti tidak
efektif akibat berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh heterogenitas wilayah SMERU, 2005.
Pengumpulan data dan informasi dalam studi ini dilakukan dengan menggabungkan metode kualitatif. Metode kualitatif dilakukan melalui
wawancara dan diskusi kelompok terarah focused groups discussionFGD dengan informan kunci, aparat desa dan masyarakat. FGD adalah sebuah tehnik
pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok.
Tehnik ini mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi terpusat pada beberapa permasalahan tertentu sekaligus digunakan untuk menarik
kesimpulan. Dalam proses FGD, peneliti melibatkan berbagai pihak yang dipandang
dapat memberi sumbangan pemikiran terhadap persoalan yang didiskusikan. Bungin 2003 menyatakan bahwa tahapan utama dalam FGD meliputi :
i Tahap diskusi. Melibatkan berbagai anggota FGD yang diperoleh
berdasarkan kemampuan dan kompetensi formal serta kompetensi penguasaan fokus masalah;
ii Tahap analisis hasil FGD. Pada tahap ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap analisis mikro dan makro. Pada tahap mikro langkah-
langkah analisis meliputi coding terhadap sikap dan pendapat, menentukan kesamaan sikap, menentukan persamaan istilah, mencari
hubungan antara masing-masing masalah. Sedangkan pada tahap makro, peneliti dituntut tidak saja mengabstraksikan hubungan-
hubungan pada tingkat yang substansial, bahkan abstraksi tersebut sampai pada tingkat mengkonstruksi pengetahuan atau
mendekonstruksi teori. Penggunaan FGD dalam pemetaan kemiskinan secara partisipatif ini
sekaligus digunakan dalam pemetaan permasalahan dan isu yang berkembang. Indikator yang digunakan dalam pengukuran kesejahteraan secara partisipatif di P.
Panggang dan P. Pramuka ini terdiri dari 7 indikator penting yaitu kondisi rumah, kepemilikan aset, penghasilanpendapatan, pendidikan, kesehatan, pola makan dan
pekerjaan. Sedangkan tangga kehidupan setelah disepakati bersama-sama masyarakat adalah kategori miskin, cukup dan kaya. FGD ini dilakukan di tingkat
Desa di Kelurahan P. Panggang yaitu di P. Panggang.
B. Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga