Skenario Simulasi Model Dinamik PLIKAB Berbasis Partisipasi dan Kemitraan

88

4.6.4 Skenario Simulasi

Hasil simulasi di atas merupakan kondisi eksisting yang diproyeksikan akan terjadi jika tidak ada kebijakan yang mengintervensinya. Guna melihat perubahan yang mungkin terjadi di masa depan jika dilakukan intervensi, maka disusun skenario intervensi yang akan dibandingkan dengan kondisi eksisting status quo yang ada dan telah dibahas di atas. Skenario kondisi eksisting disebut skenario status quo, sementara skenario pembanding yang telah diintervensi disebut skenario pesimis skenario 1 dan skenario optimis skenario 2. Berbagai intervensi yang akan dilakukan disajikan dalam tabel di bawah ini. Hasil simulasi akan disajikan dalam bahasan aspek produksi, aspek lingkungan limbah, aspek peningkatan nilai tambah ekonomi, dan aspek dinamika indeks kinerja. Tabel 30. Skenario intervensi model dinamik PLIKAB Skenario Peningkatan Kapasitas unit Fraksi Limbah Fraksi Slag Pilah Masyarakat Fraksi Skrap Potong Foundry Harga Slag Langsung Masyarakat Rp Harga Skrap Potong Foundry Rp Harga Skrap Kompone n Kecil Rp Harga Skrap Sisa Foundry Rp Status Quo 5.500 23 50 80 150 3.000 8.000 3.000 Pesimis 4.000 24 40 90 150 3.000 6.000 3.000 Optimis 23.500 22 60 50 600 4.200 10.000 4.200 Hasil skenario produksi dan limbah disajikan dalam Gambar 39 dan 40. Secara umum, skenario optimis akan mendorong peningkatan kapasitas produksi dan peningkatan limbah produksi. Gambar 39. Simulasi skenario produksi. Ja n 0 1 , 2 0 1 0 Ja n 0 1 , 2 0 1 5 Ja n 0 1 , 2 0 2 0 Ja n 0 1 , 2 0 2 5 Ja n 0 1 , 2 0 3 0 1 0 , 0 0 0 2 0 , 0 0 0 3 0 , 0 0 0 Pro d u k s i AB To t a l 1 _Pro d u k s i AB To t a l 2 _Pro d u k s i AB To t a l Tim e J u m la h P ro d u k s i u n it 89 Gambar 40. Simulasi skenario limbah baja. Hasil skenario nilai tambah bagi masyarakat dan perusahaan foundry disajikan dalam Gambar 41 dan 42. Secara umum, skenario optimis juga akan mendorong peningkatan nilai tambah, baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Gambar 41. Simulasi nilai tambah. Gambar 42. Simulasi nilai tambah skrap foundry. Ja n 0 1 , 2 0 1 0 Ja n 0 1 , 2 0 1 5 Ja n 0 1 , 2 0 2 0 Ja n 0 1 , 2 0 2 5 Ja n 0 1 , 2 0 3 0 3 0 , 0 0 0 6 0 , 0 0 0 Ja n 01, 2010 Ja n 01, 2015 Ja n 01, 2020 Ja n 01, 2025 Ja n 01, 2030 5,000,000,000 10,000,000,000 Ja n 0 1 , 2 0 1 0 Ja n 0 1 , 2 0 1 5 Ja n 0 1 , 2 0 2 0 Ja n 0 1 , 2 0 2 5 Ja n 0 1 , 2 0 3 0 1 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0 2 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0 3 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0 4 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0 5 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0 90 Hasil skenario indeks kinerja menunjukkan perbaikan indeks penurunan limbah, indeks peningkatan nilai ekonomi, dan indeks peningkatan stabilitas sosial. Hal ini ditunjukkan dengan perbaikan kinerja pada skenario optimis seperti disajikan dalam Gambar 43. Gambar 43. Simulasi skenario indeks kinerja. Ja n 0 1 , 2 0 1 0 Ja n 0 1 , 2 0 1 5 Ja n 0 1 , 2 0 2 0 Ja n 0 1 , 2 0 2 5 Ja n 0 1 , 2 0 3 0 0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0

V. MODEL KONSEPTUAL KEBIJAKAN

5.1. Landasan Kebijakan PLIKAB

Agar kelembagaan pengelolaan lingkungan yang dibentuk melalui kemitraan antar industri komponen alat berat ini dapat berjalan secara optimal, maka seluruh masyarakat perusahaan karyawan yang terkait selayaknya dapat berpartisipasi secara aktif sehingga lembaga ini dapat berjalan secara berkelanjutan dan menguntungkan semua pihak yang terlibat. Sekartjakrarini 1993 menyatakan bahwa partisipasi stakeholder dalam suatu kemitraan akan dapat berjalan dengan baik apabila stakeholder tersebut memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan kemitraan, terjadi pembagian sumberdaya pada masing- masing stakeholder, dan memiliki kemampuan mengelola birokrasi dari lembaga mitra yang dibentuk bersama. Ini berarti bahwa stakeholder yang terlibat dalam suatu mitra setidaknya memiliki tujuan yang sama dan memiliki kemampuan yang sama dalam mencapai tujuan tersebut. Apabila stakeholder memiliki misi dan tujuan yang berbeda, maka mustahil lembaga mitra yang telah dibentuk dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan karena didalamnya akan muncul berbagai konflik kepentingan diantara anggota yang bermitra. Di sisi lain stakeholder yang bermitra ini harus mampu mengelola dengan baik jalannya kelembagaan yang dibingkai dengan aturan hukum yang ketat, sehingga semua kegiatan birokrasi dalam lembaga mitra tersebut tidak keluar dari rambu-rambu atau aturan-aturan kelembagaan yang telah disepakati bersama. Berkaitan dengan partisipasi dalam pengelolaan suatu sumberdaya, secara garis besar bentuk partisipasi dapat digolongkan atas tiga pola yaitu pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat PSBM, pengelolaan sumberdaya oleh pemerintah PSOM, dan co-management yang merupakan bentuk kemitraan antara masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan LSM Nikijuluw, 2002. Berdasarka hasil survey yang telah dilakukan pada ketiga perusahaan indusktri komponen alat berat yaitu PT. Katsushiro Indonesia, PT. Hanken Indonesia, dan PT. United Tractors Pandu Engineering ditemukan pola partisipasi yang pertama yaitu pengelolaan sumberdaya khususnya limbah yang bernilai